Chapter 1

Dreaming About You

 

“Kau sedang apa?”

Saat suara itu memanggil, aku sedang berdiri di atap sekolah sendirian. Kemudian aku menoleh, dan disanalah ia berdiri. Laki-laki dengan rambut coklat kemerahan—menurutku itu dicat, tubuh tinggi, wajah yang menarik, namun dengan ekspresi datar.

 “Apa kau menangis?” ia bertanya. Aku bisa merasakan pipiku yang basah karena air mata, dan aku mengusap pipiku. Yah, aku memang menangis, dan jujur, saat ini aku tak ingin berbicara dengan siapapun, termasuk orang asing ini. Aku hanya ingin sendirian.

“Pergilah.” pintaku, tak berdaya, terdengar putus asa dan lemah. Aku beralih menatap pemandangan dari ketinggian. Dan merasakan angin yang menerpa wajahku. Namun tetap saja tak ada yang bisa melenyapkan rasa sakit di hatiku.

Tiba-tiba aku bisa merasakan seseorang menepuk-nepuk bahuku. Laki-laki itu tetap tinggal. Ia memilih berdiri di sampingku. Saat tangannya mengusap bahuku, matanya bertemu dengan mataku. Aku bisa merasakan kehangatan tersembunyi di dalamnya.

“Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi melihat perempuan menangis sedikit menggangguku.” katanya. Kalimat itu terdengar sedikit kasar bagiku, dan tentu saja membuatku semakin kesal. Tapi aku kira dia akan menyuruhku berhenti menangis lalu pergi. Ia malah berkata, “Kalau kau memang sedih, keluarkan saja air matamu. Menangislah sepuasmu. Aku menemanimu disini.”

Bagaimana bisa aku sanggup menahan air mataku untuk tidak jatuh kalau ada orang berkata seperti itu?

 

 

Mataku terbuka perlahan. Aku melirik jam di samping tempat tidur. Ah, masih jam 3 pagi.

Apa tadi aku bermimpi?

Tapi aku merasakan mataku basah. Sepertinya aku benar-benar menangis.

Kemudian aku melanjutkan tidurku lagi...

 

 

“Bukan masalah besar, kok. Aku sudah menyukainya sejak lama, tapi ternyata dia sudah punya pacar.” aku menghela napas, melihat burung-burung kecil yang beterbangan di langit. “Aku bodoh, ya. Sudah tau dia punya pacar, aku masih tetap mengharapkannya.”

“Iya, kamu memang bodoh.” sahut laki-laki itu santai. “Sudah tau dia punya orang yang dia sayang, kau masih mengharapkan rasa sayang darinya.”

Laki-laki bernama ini sedikit menjengkelkan. Kata-katanya terlalu dingin. Tapi dia benar juga, sih. Aku melirik name tag di seragamnya. Tertulis ‘Kwon Jiyong’.

“Makanya aku memilih menangisi kebodohanku. Tempat ini paling nyaman untuk menumpahkan kekesalanku. Aku sering kesini kalau suasana hatiku tidak nyaman. Untung disini jarang ada orang.” kemudian aku merasa penasaran, “Kalau kamu? Kenapa kau kesini?”

“Memangnya kenapa? Kalau disini jarang ada orang, bukan berarti tempat ini cuma untukmu, kan? Ini kan tempat umum, aku bebas kesini sesukaku.” jawab Jiyong.

“Yaaa, aku hanya bertanya.”

“Kurang lebih seperti kamu.” jawabnya lagi.

“Berarti...” aku bertanya hati-hati. “...suasana hatimu sekarang sedang jelek, ya?”

Memang, wajahnya dari tadi terlihat datar. Lebih tepatnya kusut dan muram. Jiyong hanya mengangguk samar.

“Jujur saja, aku tidak suka jika ada orang selain aku yang datang kesini. Biasanya aku mengusir mereka jika aku mau.” Jiyong melirikku. Aku tertawa garing.

“Ha... Bilang saja kau tidak suka kalau aku ada disini. Ya sudah, aku pergi dulu yaaa.” aku melangkah pergi dari tempat itu, tapi tangan Jiyong meraih lenganku sesaat sebelum aku menjauh.

“Siapa namamu?”

“Hah?”

“Kwon Jiyong imnida. Namamu siapa?”

Iya, aku tau namamu, kataku dalam hati. “Park Sandara imnida.”

“Kau tahu, sekarang aku tidak merasa kesal saat kau disini. Aneh, kan?” kemudian Jiyong melepaskan genggamannya. Dan tidak seperti tadi, kali ini ia tersenyum. “Kau tidak perlu pergi dari sini jika kau tidak ada urusan.”

Kemudian ada sedikit hentakan aneh di dalam dadaku.

 

KRIIIINNGGG

Jam wekerku berbunyi nyaring. Aku membuka mataku segera. Lalu kumatikan weker berisik itu dan melihat jam.

“Aigoo... Sudah waktunya siap-siap ke sekolah....”

 

Di kelas, aku duduk melamun di bangkuku. Aku masih memikirkan mimpi yang tadi pagi. Mimpi aneh yang aneh (?). Lagipula, aku tidak kenal siapa laki-laki itu. Aku tidak merasa pernah bertemu dengannya sebelum ini. Dan mimpi itu terasa sangat nyata. Seperti aku benar-benar bisa merasakan angin yang berhembus. Atap sekolah itu benar-benar terlihat nyata. Benar-benar riil.

“Ya! Dara-ah, kenapa bengong saja?” sahabat dekatku, Gong Minji, menghampiriku. “Ke kantin, yuk! Laper, nih.”

“Ayo, hehe.” jawabku. Lalu kami berdua ke kantin bersama. Di sepanjang perjalanan, Dara dan aku mengobrol banyak hal.

“Pacarku sedang marah padaku sepertinya.” keluh Minzy. “Dia tidak membalas SMS dan menghindari teleponku.”

“Kenapa tidak datang ke rumahnya saja?” usulku.

“Ya, kau tahu? Setiap kali aku kesana, pasti pengurus di rumahnya bilang kalau dia tidak ada di rumah. Padahal aku sangat merindukannya. Kau tahu kan kita beda sekolah.”

“Ne. Ngomong-ngomong aku belum melihat wajah namjachingu-mu itu. Kalian baru jadian dua minggu, kan?” aku menyenggol pinggangnya. “Ayolaaah. Pasti dia keren, kan? Ganteng? Aku mau lihat fotonya.”

“Aish, ganteng apanya. Tapi dia lucu, sih. Dia kadang sering malu kalau difoto.” tiba-tiba Minzy bertanya. “Ah, lalu bagaimana denganmu, Dara? Apa kau baik-baik saja?”

Aku jadi teringat yang kemarin. Sepulang sekolah kemarin aku melihat laki-laki yang kusukai, mengantar pulang kakak kelasku kemudian menciumnya. Setelah aku tahu kalau kakak kelas itu adalah pacarnya, aku shock berat. Semalaman aku menangis di rumah Minzy. “Memang berat melupakannya, sih. Tapi aku akan mencoba.”

“Kau yakin akan menyerah terhadap Seunghyun oppa?” Minzy menatapku tidak percaya. “Kau sudah menyukainya sejak setahun yang lalu. Kau yakin langsung melepasnya?”

Aku memang masih sedikit ragu. Choi Seunghyun oppa memang sudah mengisi hatiku sejak lama. Walaupun aku hanya bisa melihatnya dari jauh, aku sudah cukup senang. Tapi mengingat yang kemarin membuat hatiku kembali sesak. “Aku baik-baik saja, Minzy. Aku cukup senang melihat dia bahagia dengan Bom eonni.”

 

Sepulang sekolah, aku iseng datang ke atap sekolah. Aku sering ke sini saat sedang galau. Lalu aku memperhatikan setiap detail kecil di tempat ini. Benar-benar mirip dengan yang ada di mimpiku. Terasa sangat nyata.

Bahkan aku reflek menoleh ke belakang, seakan merasakan kehadiran laki-laki bernama Kwon Jiyong itu.

Kwon Jiyong, ya...

Aku bersandar di dinding, menikmati angin sepoi-sepoi di sini. Perlahan-lahan, mataku terpejam, kemudian aku tidak sadar kalau aku sudah terlelap...

 

“Ya, Dara-ah!”

“Jiyong? Kau datang kesini lagi?” aku melihat Jiyong setengah berlari ke arahku. Ia membawa kantong entah isinya apa.

“Kau masih sedih?” tanyanya dengan nada perhatian. “Sudah kubilang, lupakan saja laki-laki seperti itu.” kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari kantong itu. Sekotak cokelat yang....hmm, kelihatannya enak. Ia menyodorkan kotak itu padaku. “Ini. Berkhasiat untuk menyembuhkan sakit hati ^^.”

Aku terkekeh geli. “Ada-ada saja. Gomawo, Jiyong.”

“Ah, ini pertama kali aku melihatmu tertawa!” mata Jiyong berbinar-binar. “Kau terlihat manis kalau tertawa! Tuh, kan. Belum kau makan cokelatnya saja, kau sudah bisa tertawa. Ayo, dimakan. Pasti nanti, criiing! Rasa sakit yang disini bisa hilang.” ia menunjuk dadanya. Aku tersenyum. Kwon Jiyong  bisa menjadi laki-laki yang menyenangkan ternyata.

Kami berdua makan cokelat itu bersama-sama. Rasanya benar-benar enak, pasti ini cokelat mahal dari luar negeri. Kami, entah bagaimana, seperti sudah sangat dekat. Membicarakan banyak hal. Tertawa bersama.

“Bagaimana? Apa rasa sakitnya hilang?” tanya Jiyong.

“Sepertinya....iya.” kataku.

“Teruslah tersenyum seperti itu. Aku menyukainya.”

 

“Dara.... Ya, Dara-ah? Bangun!”

Mataku terbuka perlahan. Aku lihat Minzy di depanku. Kemudian aku melihat sekeliling, ternyata aku tertidur di atap sekolah.

Mimpi itu lagi...

 

Esoknya, aku mulai penasaran. Mimpi itu kembali datang di malam hari. Dan rasanya, entah kenapa semakin nyata. Laki-laki bernama Kwon Jiyong itu terasa ada. Tapi, sumpah, aku belum pernah bertemu dengan dia sebelumnya!

Atau ia benar-benar ada?

Aku datang ke ruang administrasi sekolah. Data-data seluruh siswa di sekolah ada di sana. Mungkin saja laki-laki bernama Kwon Jiyong ada di salah satunya.

“Maaf, aku ingin bertanya. Apa ada anak bernama Kwon Jiyong di sekolah ini?” tanyaku pada salah satu pengurus disana. Kemudian ia mengetik nama itu di komputer. Tapi setelah dicari-cari, nama Kwon Jiyong memang tidak ada di sekolah ini.

 

Hari ini aku terpaksa pulang sendirian, karena Minzy masih ada kegiatan ekskul di sekolah. Aku duduk di halte bus sambil mendengarkan lagu di iPod....sendirian. Agak membosankan memang jika tidak ada yang bisa diajak bicara. Untunglah bisnya sudah datang, jadi aku bisa cepat sampai di rumah.

Tepat saat aku masuk ke dalam bis dan akan mencari tempat duduk, perhatianku tertuju pada seseorang yang melintas di luar bis. Rambutnya coklat kemerahan dengan postur tubuh tinggi. Saat ia menoleh ke arah lain, aku bisa melihat jelas wajahnya.

Tidak mungkin...

Itu tidak mungkin dia. Aku cepat-cepat turun lagi dari bis, kemudian mencari orang itu di keramaian. Aku berlari ke segala arah, mencoba menemukan laki-laki berambut dicat brunette itu. Tapi hasilnya nihil. Bahkan saat aku meneriakkan namanya—walau aku sendiri tidak begitu yakin, aku tidak juga menemukannya.

Kwon Jiyong benar-benar ada...

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Scentedharmony
#1
me? uung.. tell ur age first! hehe.
BabyAppler
#2
Aaa so sweet :D
Makasih author!
Tapi ini berasa nge gantung , endingnya ga kerasa T_T
Sequel dong? XD
tabichuu
#3
@Applers498: thankyou ^-^ are you sure? how old are you? ;)
@sanji30: i'll try to do it :))
@may_cassie: hehe dipikirkan dulu ya :D
@Rizuki_15: terimakasiiih xD
Rizuki_15 #4
Waii, like this! *thumbs up* kekeke... :D
Ceritanya simple tapi menarik... Nice work, author-nim! ^^
mayonizee #5
authornim.. lanjut donk~ seruu inih.. puhliisss..
how can you leave me hanging..? aigoo.. OTL
sanji30 #6
i don't understand it.... can you translate it please. thanks
Scentedharmony
#7
*thumbs up* good job unnie! (i bet you're older than me:) )
tabichuu
#8
@gadisayu thanks ^^
gadisayu #9
nice fanfics..... thank you for share ;)