JIYEON OR SOYEON - 2
JIYEON OR SOYEON | INDONESIAN FANFICT
Title: Jiyeon or Soyeon
Type: Chapter
Genre: Sad / Family’s Story
Rating : T
Based On : Possession (Hollywood Movie)
Main Cast:
All Author P.O.V
To Be Continue
Bunyi bell rumah keluarga Park’s berbunyi. Jiyeon dengan tergopoh-gopoh berlari seraya berseru, “Ne, chamkkan manyo.!!!”
Jiyeon membukakan pintu dan muncullah seorang namja di baliknya.
“Yesung-ah?” ucap Jiyeon sambil tersenyum lebar.
“Aku kesini…ingin membicarakan sesuatu denganmu,” ucap Yesung canggung. Dia sama sekali tidak menatap Jiyeon saat berbicara.
“Ne, ayo masuk,” ucap Jiyeon mempersilahkan masuk.
Rumah keluarga Park’s tidak terlalu besar. Lampu yang menerangi ruangan di dalamnya tidak terlalu berpengaruh. Dingin, sunyi dan gelap, itulah kondisi ruangan di dalam rumah ini.
“Kau mau minum apa?” tanya Jiyeon.
“Kau tidak perlu repot-repot. Aku tidak akan lama.”
“Jangan begitu,” jawab Jiyeon cepat. “Belakangan ini kau jarang menjengukku. Apa kau tidak rindu denganku?”
Yesung mendongak, akhirnya dia memberanikan diri menatap Jiyeon. Mata Jiyeon memancarkan aura ketulusan.
“Kenapa cara bicaramu aneh seperti itu?” tanya Yesung ragu-ragu.
“Apa kau masih tidak mempercayaiku?” tanya Jiyeon. “Aku ini Soyeon, Yesung-ah…”
“Keumanhae!” ucap Yesung. “Kau tidak bisa terus-menerus mengatakan hal aneh itu. Kau Jiyeon.”
“Aniyo,” bantah Jiyeon. “Aku Soyeon, aku pacarmu, aku Soyeoon…”
“Keumanhae, Jiyeon-ah!” ucap Yesung tegas.
Jiyeon menggeleng. “Jangan sebut aku dengan panggilan itu. Aku tidak pernah merasa menjadi pemilik nama itu.”
“Wae irae? Kenapa kau begitu ingin menjadi Soyeon? Apa kau tidak merasa sikapmu ini sedikit keterlaluan? Soyeon, saudara kembarmu itu sekarang ini sedang tidak sadarkan diri, dan sekarang kau ingin mencoba menjadi dirinya? Kau tidak bisa mengambil semua yang jadi milik Soyeon, nama baik dan reputasi, bahkan namanya. Apa kau juga berencana mengambil jati dirinya? Kau ingin berusaha menjadi seperti Soyeon?”
“Mworago?” tanya Jiyeon, airmatanya menetes perlahan-lahan.
“Selamanya kau tidak pernah bisa menjadi Soyeon. Kau adalah Jiyeon, si pembuat masalah,” sambung Yesung.
“Keumanhae…” desah Jiyeon. Airmatanya terus menetes, membasahi wajahnya. “Kau benar-benar keterlaluan. Ternyata kau namja yang jahat. Kau benar-benar tidak bisa memahami perasaan yeoja. Kalau memang tujuanmu kesini adalah untuk menyakitiku, lebih baik kau pergi. Pergi…PERGI….!” Jiyeon mendorong tubuh Yesung sampai ke depan rumah. “Jeongmal…” desah Jiyeon seraya menutup pintu rumah.
**
Pintu tertutup. Jiyeon baru saja mengusirnya. Yesung berusaha mengingat semuanya, ketika Soyeon melakukan hal yang sama.
#Flashback#Dua tahun yang lalu…Yesung tidak pernah mengira bahwa dia akan menyakiti yeoja itu. Soyeon menunjuk-nunjuk bahu Yesung sambil menangis.“Kenapa kau terus menggangguku?” tanya Soyeon. “Aku tahu kau sangat membenciku. Dari awal aku tahu itu, kau tidak pernah suka dengan kedatanganku ke kampus ini. Tapi apa kau berhak menyakitiku seperti ini?”Yesung telah melakukan hal yang berlebihan. Dia memang tidak suka dengan Soyeon. Yesung memandang Soyeon sebagai seorang yeoja sombong yang menyebalkan. Yeah, itulah pendapat Yesung tentang Soyeon. Padahal, pendapatnya belum tentu benar. Soyeon adalah murid pindahan baru. Sifatnya yang pendiam sering membuat orang-orang disekitarnya salah mengartikan sikapnya. Tetapi, memang benar…sikap dan perbuatan Yesung kepada Soyeon kali ini benar-benar keterlaluan. Yesung sengaja menghancurkan sepedanya, melepas semua bagian dari sepeda itu sebelum menggantungnya ke sebuah pohon.“Kau benar-benar keterlaluan. Ternyata kau namja yang jahat. Kau benar-benar tidak bisa memahami perasaan yeoja,” ucap Soyeon, masih terus memukuli tubuh Yesung.Yesung hanya diam. Dia bingung harus mengatakan apa. Sepertinya Soyeon benar-benar sakit hati kali ini. Dia tidak pernah melihat Soyeon bersikap seperti ini.Tiba-tiba Soyeon pergi, meninggalkan Yesung yang sedang menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarnya.#Flashback End#
**
Yesung berusaha melupakan kejadian tadi siang, saat Jiyeon mengusirnya sambil menangis. Dia adalah namja yang tidak tega jika melihat seorang yeoja menangis dihadapannya.
Tidak seharusnya dia mengingat kejadian itu. hal yang harus dia pikirkan saat ini adalah Soyeon, kekasihnya.
**
“Jiyeon-ah…” Suara seorang namja membuat perhatian Jiyeon berpaling kearah pagar rumahnya. GD berdiri diambang pintu sambil tersenyum.
Dengan terburu-buru Jiyeon melepaskan sarung tangannya, sebelum bergegas masuk ke dalam rumah. Menyadari bahwa Jiyeon berusaha menghindarinya lagi, GD segera masuk ke dalam dan mencegahnya.
“Jiyeon-ah…” ucap GD sambil menangkap pergelangan tangan Jiyeon.
“Lepaskan tanganku,” ucap Jiyeon ketus. GD sepertinya tidak perduli dengan ucapan Jiyeon. Dia masih memegangi tangan Jiyeon, matanya menatap lekat-lekat ke dalam mata Jiyeon.
Jiyeon sedang berkebun pagi itu, sehingga penampilannya benar-benar sangat buruk.
“Kau berkebun?” tanya GD merasa aneh dengan hobi baru pacarnya itu.
“Wae?” tanya Jiyeon malas-malasan.
“Apa ini hobi barumu?”
“Daridulu hobiku adalah berkebun.”
GD menggeleng seraya berkata, “Daridulu? Kau tidak pernah suka berkebun, cagiya…”
“Berhenti memanggilku dengan sebutan itu. Aku bukan Jiyeon.” Jiyeon berusaha menepis tangan GD dari dirinya.
“Jiyeon-ah, kenapa kau selalu mengatakan hal itu?” tanya GD putus asa. “Ne…terserah kau saja kalau kau sudah bosan dengan namamu itu. Tetapi…kenapa kau ngotot sekali ingin dipanggil Soyeon?”
“Mworago? Kenapa bicaramu melantur begitu?” tanya Jiyeon dengan tatapan tajam. “Daridulu sampai sekarang panggilanku tetap sama, Park Soyeon.”
“Kau bukan Soyeon. Kau Jiyeon, Park Jiyeon!” bantah GD seraya mengguncang-guncang tubuh Jiyeon.
“Aku bosan dengan keadaan ini. Semua orang tidak percaya denganku, bahkan pacarku sendiri sekarang sudah tidak percaya denganku,” desah Jiyeon kesal.
“Pacarmu?” tanya GD bingung.
“Ne, pacarku,” jawab Jiyeon. “Yesung.”
“Muot?” Mata GD terbelalak. “Yesung, pacarmu? Micheosseo?”
“Wae micheosseo?” Tatap Jiyeon sebal.
“Aigo, michigeutta…” desah GD sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. “Kenapa semuanya jadi seperti ini?”
“Sepertinya kau yang sudah gila,” ucap Jiyeon. “Kalau kau kesini hanya untuk menggangguku, lebih baik kau pergi. Aku sedang sibuk,” sambungnya seraya kembali pada pekerjaannya.
“Jiyeon-ah,” ucap GD, terus mengikuti Jiyeon. “Kau sepertinya butuh seorang dokter.”
Jiyeon menoleh kearah GD. “Kenapa aku butuh seorang dokter? Aku sudah sehat. Yang butuh dokter itu seharusnya Jiyeon, kembaranku yang sedang sekarat itu.”
“Mworago?” Itu bukan suara GD, melainkan Yesung yang sedaritadi berdiri diambang pagar, memperhatikan Jiyeon dan GD yang sedang adu argumen.
“Yesung-ah?” ucap Jiyeon terkejut.
“Kenapa kau bicara seperti itu?” tanya Yesung.
“Yesung-ah…”
“Kalau kau memang Soyeon, kau tidak mungkin berbicara seperti itu. Soyoen tidak pernah menyakiti hati orang lain.”
“Aniyo, bukan begitu maksudku, aku hanya…” Jiyeon berpikir. “Aku hanya berusaha membela diri. Jiyeon…dia sudah menyakitiku begitu banyak, jadi apa aku salah jika aku bicara seperti itu?”
Yesung hanya diam tanpa membalas ucapan Jiyeon lagi. Dia lalu menghampiri Jiyeon memberikan sebuah kalung perak pada Jiyeon.
“Omo…kalungku…” ucap Jiyeon seraya mengambil kalung dari tangan Yesung.
“Simpan baik-baik untuk Soyeon,” ucap Yesung sebelum akhirnya dia meninggalkan rumah Jiyeon.
“Yesung-ah…” desah Jiyeon dengan tatapan merana.
Beberapa lama Jiyeon terdiam sambil memegang kalung tersebut.
“Aku benar-benar bingung dengan keadaan ini,” desah GD yang sedaritadi diacuhkan oleh Jiyeon. “Kenapa keadaannya jadi runyam begini. Seharusnya malam itu aku tidak membiarkanmu menyetir mobil…aniyo aniyo…seharusnya kita tidak pergi ke pub itu…”
“Keumanhe,” desah Jiyeon sambil memandang benci ke arah GD. “Kau…mulai detik ini…jangan pernah temui aku lagi.”
“Cagiya, kau sadar apa yang kaukatakan padaku?” tanya GD tidak percaya dengan sikap Jiyeon.
“Aku bukan pacarmu. Aku Park Soyeon, araseo? Jadi tolong jangan pernah panggil aku dengan nama itu,” ucap Jiyeon tegas sebelum dia masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan GD sendirian dengan wajah memelas.
**
Yesung sedang menyesap kopi hangatnya perlahan. Cafe itu tidak seramai biasanya. Lagu klasik biasa diputar untuk menemani para pengunjung cafe yang rata-rata ingin mencari ketenangan jika datang ke tempat itu. Wajah kekasihnya, Park Soyeon, terus terbayang di benaknya. Di atas meja, tepat di hadapannya, terdapat sebuah kotak kecil yang berisi macam-macam benda kenangan mereka. Dia mengeluarkan selembar foto, difoto itu Yesung sedang membisikkan sesuatu di telinga Soyeon.
#Flashback#Soyeon dan Yesung sedang duduk bersama di sebuah taman. Mereka melihat sepasang kakek dan nenek sedang mengajak cucunya main di taman itu. Yesung tersenyum melihatnya.“Wae? Kenapa kau senyam-senyum seperti itu?”“Soyeon-ah…” desah Yesung. “Jika melihat sepasang kakek-nenek itu, aku jadi ingin mengatakan sesuatu padamu.”“Mengatakan apa?” tanya Soyeon penasaran.Tiba-tiba Yesung mendekatkan wajahnya ke telinga Soyeon untuk membisikkan sesuatu…“YAA! Berhasil,” pekik adik semata wayang Yesung, Won-Geun, seraya menunjukkan kameranya pada Yesung. “Aku berhasil mengambil gambar kalin. Benar-benar terlihat bagus jika aku yang mengambilnya.”“Yaa! Kenapa kau mengambil gambar kami tanpa seizin kami?” tanya Yesung seraya mengejar adiknya.Soyeon tersenyum melihat tingkah kakak beradik itu. Tetapi bukan hanya itu yang membuatnya bisa tersenyum lebar seperti sekarang ini, melainkan kata-kata yang tadi dibisikkan Yesung ke telinganya.#Flashback End#
Yesung memasukkan foto yang waktu itu ambil oleh adiknya kembali ke dalam kotak, lalu mengeluarkan foto yang lain. Difoto itu, mereka sedang liburan ke Daejanggeum Theme Park yang berada di wilayah GyeongGi-Do. Dan di foto berikutnya, mereka sedang liburan ke Pantai Jungmun, membelakangi sunset, sehingga mereka hanya tampak seperti siluet. Tak dapat membendung kesedihannya lebih lama lagi, Yesung pun memasukkan semua foto kembali ke dalam kotak kecil itu.
“Pabo! Berhenti bersikap seperti ini,” desah Yesung kepada dirinya sendiri.
Tanpa disadari, Jiyeon sedang menatapnya dari luar jalan. Dia bisa memandang kesedihan Yesung. Dia ingin sekali menghibur pacarnya itu, tetapi…Yesung pasti tidak akan mau bertemu dengannya. Hal ini membuat hati Jiyeon terasa sakit.
**
Di kampus, Jiyeon berusaha mengejar Yesung, yang sudah beberapa hari ini selalu menghindari dirinya.
“Berhenti bersikap seperti ini, Jiyeon-ah,” ucap Yesung yang sudah mulai gerah dengan perilaku Jiyeon.
“Aku hanya ingin kau mempercayaiku…”
“Lalu apa yang kauharapkan setelah aku percaya dengan ucapanmu? Kau berharap aku bisa menjadi pacarmu? Mianhae…aku tidak bisa menyakiti seseorang yang kucintai yang sedang tergeletak tak berdaya di ranjang rumah sakit.”
“Yesung-ah…aku Soyeon, percayalah padaku…”
“Keumanhae!” Yesung sudah habis kesabaran. “Sampai aku bisa mendapatkan penjelasan yang masuk akal tentang kelakuanmu yang berubah, lebih baik kita jangan bertemu dulu.” Yesung beranjak pergi meninggalkan Jiyeon.
“Araseo….araseo….” ucap Jiyeon buru-buru sambil menahan tangan Yesung. “Aku akan pergi ke dokter…atau ke psikiater…kemana saja…asal kau bisa percaya denganku…”
“Kau tidak butuh hal seperti itu. Kau mungkin hanya sedikit shyok atau….”
“Lupa ingatan maksudmu?” sela Jiyeon. “Ingatanku masih baik-baik saja, Yesung-ah. Aku masih waras, aku ingat siapa saja orang yang pernah hadir dalam hidupku. Dan yang terpenting aku masih mengingatmu, Yesung-ah…”
“Jebal…aku tidak mau meneruskan pembicaraan ini.” Yesung memohon seraya mengurut dahinya sakit.
“Kau harus ikut aku. Kita akan pergi ke psikiater bersama-sama. Akan kubuktikan bahwa aku masih waras,” ucap Jiyeon seraya menarik Yesung untuk pergi.
**
Jiyeon memejamkan matanya dan bersandar pada sofa panjang. Dikepalanya di pasang sesuatu seperti sensor yang dapat merangsang kerja otak secara maksimal. Yesung hanya memperhatikannya dari luar ruangan. Yesung bisa merasakan ketidaknyamanan Jiyeon memakai benda seperti itu. Berkali-kali dia menangkap ekspresi Jiyeon sedang meringis kesakitan.
Di dalam pikiran Jiyeon / #flashback# (berkelebat potongan-potongan memori yang pernah dirasakan dan alami oleh Jiyeon)
**
“Wae irae? Sikap Yesung memang seperti itu. Jangan diambil hati, “ ucap Jiyeon kepada Soyeon.**
“Nan nega joha-e…” ucap Yesung seraya berlutut di hadapan Soyeon.“M-mworago?” tanya Soyeon dengan ekspresi terkejut.Bagaimana mungkin Yesung berani mempermalukan dirinya di depan umu seperti ini.“Mianhae…aku sering membuatmu marah. Aku sadar bahwa selama ini aku punya perasaan yang berbeda padamu. Joha-e, Soyeon-ah…”**
“Jiyeon-ah…lihat apa yang Yesung berikan untukku, pwa…pwa!” Soyeon memamerkan kalung perak yang diberikan Yesung pasanya sebagai hadia ulang tahun.Dengan malas-malasan Jiyeon menjawab, “Ne…”“Jiyeon-ah…kenapa responmu tidak memuaskan sekali?” tanya Soyeon.“Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus ikut merasa senang atas kebahagiaanmu? Oh jeongmal…aku malas sekali melakukannya…” ucap Jiyeon seraya meninggalkan Soyeon dengan wajah kecewa.**
“Aku mau tinggal dengan GD,” ucap Jiyeon tegas.“Andwae…kau tidak bisa tinggal dengan seorang namja seperti GD,” tolak Soyeon.“Berhenti mengatur hidupku. Eomma dan Appa sudah tidak ada. Kupikir, setelah kepergian mereka aku bisa bebas menjalani hidupku ini…ternyata aku lupa masih ada kau yang senantiasa mengganggu hidupku!” ucap Jiyeon ketus.“Jiyeon-ah…kenapa kau jadi berubah seperti ini?” Soyeon mencoba memegang tangan Jiyeon.“Jangan sentuh aku,” ucap Jiyeon seraya menepis tangan Soyeon dari dirinya. “Bersenang-senanglah dengan Yesung, pacarmu itu. Berhenti mengganggu hidupku!” bentak Jiyeon sebelum dia meninggalkan Soyeon dengan berurai air mata.**
Mobil yang ditumpangi Jiyeon dan Soyeon menabrak di tengah hujan lebat. Soyeon maupun Jiyeon sama-sama membuka matanya dengan kondisi kepala dan tubuh berlumuran darah. Jiyeon mencoba menyebut sebuah nama, “Soyeon…”. Begitupun dengan Soyeon, dengan suara lemah di memanggil nama, “Jiyeon…”
Jiyeon tersadar. Nafasnya tersengal-sengal. Wajahnya berkeringat dan keningnya berkerut karena menahan sakit.
“Keunmanhe!” ucap Yesung seraya menerobos pintu masuk tanpa permisi. Dia menarik tangan Jiyeon lalu keluar menuju parkiran. Yesung menyalakan mobil lalu pergi dari tempat itu. “Jangan pergi ke tempat itu lagi,” ucap Yesung di tengah perjalanan pulang.
Jiyeon menggeleng seraya berkata, “Aniyo…aku akan tetap menjalani pengobatan itu.”
“Wae? Kenapa kau begitu keras kepala?” tanya Yesung.
“Aku akan terus melakukannya sampai kau percaya denganku,” ucap Jiyeon, air matanya menetes perlahan-lahan.
Yesung dengan perasaanku kalut akhirnya memberhentikan mobil di pinggir jalan. Dia menatap Jiyeon yang wajahnya sudah basah karena air matanya.
“Aku sulit mempercayai keadaan ini. Keadaan ini benar-benar tidak masuk akal…Bagaimana mungkin kau Soyeon?” Yesung menopang kepalanya yang berdenyut pada setir mobil.
“Kalau begitu izinkan aku untuk mengikuti pengobatan tadi agar kita bisa menemukan jawabannya…”
“ANDWAE!”
“Wae? Wae irae? Kalau kau tidak mempercayaiku kenapa kau tidak mengizinkanku..”
“Aku tahu pengobatan seperti itu hanya bisa menyakitimu saja. Aku tahu pengobatan itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Pengobatan itu tidak akan menjawab semua kekonyolan ini…” ucap Yesung menjelaskan. “Jebal…jangan pergi ke tampat itu lagi.”
“Aku hanya ingin kau percaya padaku,” desah Jiyeon merana.
“Tidak mungkin kau Soyeon,” bantah Yesung.
“Daejanggeum Theme Park, aku dan kau pernah pergi kesana. Disana aku menghilangkan tiket untuk masuk. Kau jadi marah padaku karena kejadian itu. Alhasil, kita hanya bisa menatapnya dari luar…” ucap Jiyeon berusaha meyakinkan Yesung.
Yesung menoleh dengan tatapan bingung. “Bagaimana kau bisa tahu?”
“Beberapa bulan yang lalu, kita menulis sebuah pesan dan pesan itu dimasukkan ke dalam botol, lalu botol itu kita lempar ke pantai Jungmun yang luas. Kita berharap, siapapun yang menemukan pesan botol itu, orang itu akan mendapatkan cinta dan kebahagiaan yang sama seperti kita rasakan,” tambah Jiyeon.
“Wae? Wae?” tanya Yesung memaksa. “Kenapa kau tahu semuanya? Apa Soyeon memberitahumu?”
Jiyeon menggeleng dengan berurai air mata.
“Aku tahu karena aku yang merasakannya, aku yang melakukan yang hal itu bersama denganmu,” ucap Jiyeon. “Aku Soyeon, Yesung-ah.”
Yesung masih sulit mempercayai semua hal ini. Tetapi, mendengar semua penjelasan dan bukti yang diberikan Jiyeon, hatinya mulai goyah. Dia mulai takut, menyadari jika yeoja yang duduk di sebelahnya ini benar-benar Soyeon.
“Satu pertanyaan…hanya satu pertanyaan…” ucap Yesung akhirnya. “Kalau kau Soyeon, kau pasti bisa menjawabnya.”
Jiyeon mengangguk.
“Aku dan Soyeon pernah pergi ke sebuah taman. Si taman itu, kami melihat sepasang lansia sedang bermain dengan cucunya. Aku tersenyum dan berpikir tentang sesuatu saat melihat sepasang lansia itu. Lalu aku membisikkan sesuatu di telinga Soyeon. Apa yang kubisikkan apa Soyeon?”
“Kau membisikkan sesuatu yang dapat membuatku tersenyum bahagia. Kau membisikkan…” Jiyeon mendekatkan bibirnya pada telinga Yesung. “…our future…”
Yesung tidak percaya dengan jawaban yang diucapkan oleh Jiyeon. Jawabannya benar. Yesung membisikkan sebuah kalimat pada telinga Soyeon. “Our future…” Yesung berharap dirinya dengan Soyeon bisa seperti sepasang lansia itu. Sehidup semati, tidak terpisahkan.
Tiba-tiba tangan Yesung memegang dan membelai pipi Jiyeon. Kini, dirinya seratus persen percaya, bahwa yeoja yang sedang duduk di sebelahnya saat ini adalah Soyeon, kekasihnya. Dia tidak lagi memikirkan masalah ketidakrasionalan atas kejadi aneh yang belakangan ini terjadi. Dia tidak perduli, bagaimana caranya Soyeon dan Jiyeon bisa bertukar jiwa.
Tiba-tiba tangan Yesung memegang dan membelai pipi Jiyeon. Kini, dirinya seratus persen percaya, bahwa yeoja yang sedang duduk di sebelahnya saat ini adalah Soyeon, kekasihnya. Dia tidak lagi memikirkan masalah ketidakrasionalan atas kejadi aneh yang belakangan ini terjadi. Dia tidak perduli, bagaimana caranya Soyeon dan Jiyeon bisa bertukar jiwa.
“Soyeon-ah…” Yesung membelai dan mengusap air mata yang menetes di pipi Jiyeon.
Jiyeon menangis, air matanya semakin deras. Ini adalah air mata kebahagiaan karena akhirnya Yesung mempercayainya.
Yesung menarik tubuh Jiyeon ke dalam dekapannya. Memeluknya sangat erat dengan berurai air mata.
“Yesung-ah…” desah Jiyeon seraya mengelus kepala Yesung.
Yesung menarik kepalanya, dia menatap mata Jiyeon lekat-lekat. “Mianhae…Soyeon-ah…” Yesung mendekatkan bibirnya pada bibir Jiyeon. Mereka pun berciuman.
Like this story? Give it an
Upvote!
Thank you!
Comments