JIYEON OR SOYEON - 1

JIYEON OR SOYEON | INDONESIAN FANFICT

poster jiyeon or soyeon

 

Untitled-1

Untitled-2

Title: Jiyeon or Soyeon

Author:  Icha

Type: Chapter

Genre: Sad / Angst / Family’s Story

Rating : T

Main Cast:

Jiyeon (T-ara) as Jiyeon

Soyeon (T-ara) as Soyeon

Additional Cast:

G-Dragon (Bigbang) as GD

Yesung (Super Junior) as Yesung

Based On :

Possession (Hollywood Movie)

All Author P.O.V

            Suasana pub saat itu tiga kali lebih ramai daripada hari biasa. Seorang yeoja cantik, ditemani seorang namja tampan, sedang menari di lantai dansa pub itu. Mereka sepertinya sangat menikmati suasana bising seperti itu. Jiyeon, nama yeoja itu, dia menjadi pelanggan setia pub itu sejak setahun yang lalu, bersama dengan kekasihnya GD.

            Jiyeon menyentuh pundah GD seraya mendekatkan bibirnya tepat di depan telinga GD. “Aku kembali dulu.”

            GD yang mendengar ucapan Jiyeon, segera menarik tangan Jiyeon ketika yeoja itu berniat beranjak pergi dari lantai dansa. “Sebentar lagi, bagaimana?”

            “Aku letih sekali,” desah Jiyeon seraya menyibakkan poninya yang menutupi matanya.

            GD pun menyerah. Dia mengikuti Jiyeon pergi dari lantai dansa menuju meja mereka. Jiyeon mengambil tasnya, tepat ketika ponselnya berbunyi.

            “Yeoboseo?” Jiyeon mendekatkan ponselnya ketelinganya dengan malas-malasan. “Yaa! Bisa tidak kau tidak mengusikku sebentar saja?…Jeongmal! Kau ini bukan Eomma, jadi kau tidak berhak mengaturku!” Jiyeon menutup flip ponselnya dengan kasar.

            “Siapa yang menelponmu?” tanya GD dengan mata yang sudah merah. Sepertinya dia sudah tipsi berat, dan kalau sudah begini, biasanya GD sulit dikendalikan.

            “Soyeon,” jawab Jiyeon malas-malasan.

            “Kembaranmu yang sok tahu itu?” tanya GD dengan nada merendahkan.

            “Ne, kembaranku yang membosankan dan juga menyebalkan,” jawab Jiyeon, kepalanya jatuh dan bersender pada bahu GD.

            GD mengambil tangan Jiyeon lalu mengecupnya sekilas. “Cagiya…”

            “Ne?” Jiyeon mengubah sedikit posisi kepalanya agar bisa menatap bibir GD yang berbicara padanya.

            “Apa Soyeon sudah mengizinkanmu untuk tinggal bersamaku?”

            Jiyeon menggeleng dengan wajah putus asa.

            “Dia belum mengizinkanku. Dan sepertinya, sampai kapanpun dia tidak akan pernah mengizinkanku untuk tinggal bersamamu.”

            “Wae?” tanya GD putus asa.

            “Mianhae, GD-ah…kembaranku itu selalu membuat kita susah.”

            GD mendesah panjang. Dia mengambil tangan Jiyeon lalu mengecupnya lagi. “Umm…bagaimana kalau malam ini kau menginap di flatku?”

            Jiyeon menarik kepalanya dari bahu GD, untuk memandang wajah GD. “Tidak mungkin. Soyeon tidak mungkin mengizinkanku.”

            “Kau tidak perlu meminta izin padanya.”

            Jiyeon terlihat sedang berpikir. Tidak lama kemudian dia tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. “Kaja…”

            Mereka pun meninggalkan pub itu.

**

            Soyeon mencoba membuang pikiran buruk yang sedaritadi menggerayangi otaknya. Dia khawatir dengan Jiyeon yang belum pulang juga saat itu. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Soyeon selalu mengalami hal ini, resah dan gelisah ketika kembarannya itu belum pulang disaat malam sudah selarut ini.

            Almarhum ibu dan ayahnya pernah berpesan pada Soyeon, sebagai kembaran yang tertua…

            “Chanyoga…berjanjilah kau akan menjaga Jiyeon…” desah sang ibu dengan nafas tersengal-sengal. Ayahnya, disebelah ibunya, sedang berbaring tidak sadarkan diri akibat kecelakaan yang menimpa mereka beberapa jam yang lalu.

            “Eomma, kenapa kau berkata seperti itu?” tanya Soyeon. Airmatanya mengalir deras membasahi area wajahnya.

            “Eomma dan Appa, ingin kau berjanji…” jawaban sang ibu tidak membuat Soyeon puas.

            “Eomma, tolong jangan mengatakan hal yang tidak-tidak. Eomma dan Appa tidak boleh meninggalkanku dan Jiyeon. Eomma dan Appa harus kuat, kalian harus bertahan…”

            “Mianhae…”

 

Airmata Soyeon menetes ketika dia selalu mengingat pesan almarhum ibunya. Tepat satu tahun yang lalu, sang ibu dan ayahnya meninggal akibat kecelakaan mobil yang menimpa mereka. Sejak itu, Soyeon berjanji akan selalu mengingat pesan sang ibu, yaitu menjaga adik kembarnya, Jiyeon.

Tiba-tiba ponsel Soyeon berbunyi. Dengan buru-buru Soyeon menjawab. “Jiyeon-ah?”

“Mianhae…” Suara seseorang diujung ponselnya ternyata bukan suara Jiyeon, melainkan suara kekasihnya, Yesung.

“Mianhae, Yesung-ah,” jawab Soyeon mendesah.

“Apa Jiyeon belum pulang juga?”

“Ne, dia belum pulang…”

“Apa aku harus menyusulnya ke pub itu?” tanya Yesung menawarkan diri.

“Tidak perlu, Yesung-ah. Aku sudah banyak merepotkanmu.”

“Aniyo…aku sama sekali tidak merasa direpotkan,” elak Yesung cepat.

“Mianhae, Yesung-ah…”desah Soyeon sekali lagi.

“Kenapa kau terus meminta maaf padaku?” tanya Yesung terdengar khawatir.

“Kau benar-benar namja yang baik. Dan sampai saat ini, aku belum juga bisa membalas kebaikanmu. Mianhae…”

“Aku hanya cukup melihatmu terus berada disampingku, melihatmu terus tersenyum…” jawab Yesung lembut.

Tiba-tiba Soyeon menangis, suara isak tangisnya membuat Yesung semakin gelisah.

“Kenapa kamu menangis?” tanya Yesung.

“Aku takut…” jawab Soyeon berurai air mata.

“Apa yang kau takutkan?”

“Jiyeon,” jawab Soyeon. “Aku takut aku tidak bisa menjaga Jiyeon dengan baik. Aku takut aku tidak bisa menepati janjiku kepada Eomma dan Appa…”

“Soyeon-ah…berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Kau sudah berusaha keras. Eomma dan Appa-mu pasti bisa melihatnya dari atas sana,” ucap Yesung, mencoba menghibur hati kekasihnya itu.

“Gumawo, Yesung-ah…” desah Soyeon terisak-isak.

Tiba-tiba telepon rumahnya berbunyi.

“Yesung-ah…bisa kita lanjutkan nanti? Telepon rumahku berbunyi.”

“Ne,” jawab Yesung.

Soyeon pun menutup flip ponselnya seraya berjalan menuju meja telepon.

“Yeoboseo?” ucap Soyeon setelah mendekatkan gagang telepon kearah telinganya. “Muot?…Jiyeon-ah, kau harus pulang malam ini…Jiyeon? Jiyeon….Jiyeoooon!!!!”

Wajah Soyeon terlihat sangat cemas. Tanpa banyak berpikir, Soyeon langsung mengambil jasnya dan menyambar kunci mobil yang tergeletak tepat disamping pesawat teleponnya. Dengan agak serampangan dia mengeluarkan mobil dari garasi rumahnya. Diluar sedang hujan deras, dan Soyeon tidak mempedulikan hal itu. Dia harus menyusul Jiyeon, sebelum kembarannya itu pergi bersama GD.

Dilain tempat, Jiyeon dengan mata yang sudah sangat merah, mulut bau alkohol, dan penampilan yang agak berantakan mencoba memapah GD yang sudah tipsi berat, masuk ke dalam mobil yang diparkir dibasement bawah. Jiyeon memutuskan untuk menyetir mobil karena melihat keadaan GD yang sudah sangat tipsi dibawah pengaruh minuman keras.

Jiyeon mengucek matanya sekilas untuk memperjelas pandangannya yang mulai mengabur akibat mengantuk. Sepanjang perjalanan, Jiyeon berkali-kali menguap. Laju mobil yang dikendarainya sangat cepat, dikarenakan Jiyeon ingin cepat-cepat sampai rumah agar bisa tidur.

Disisi lain, Soyeon, yang tidak terbiasa menyetir ditengah hujan lebat, membuatnya sedikit kikuk karena perasaan gelisah dan tegang yang bercampur menjadi satu. Pikirannya tentang Jiyeon-lah yang membuatnya jadi nekad begini. Dia tidak akan membiarkan Jiyeon menginap dirumah kekasihnya itu. GD terkenal dengan kepribadian yang urakan dan serampangan. Dia selalu terlibat masalah-masalah serius dan itulah yang membuat Soyeon semakin khawatir dengan Jiyeon yang notabenenya adalah pacar GD.

Jiyeon merasa matanya sudah semakin mengantuk. Dia harus benar-benar sampai rumah. Tanpa banyak perhitungan, dia mempercepat laju mobilnya, tidak sadar bahwa hal itu akan membahayakan dirinya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, dia mencoba merogoh tasnya untuk mengambil ponselnya. Dengan keadaan sedang menyetir, Jiyeon tidak bisa mengambil ponselnya yang tersangkut diantara benda lainnya didalam tasnya.

“Jeongmal…kemana sih ponselku?” geram Jiyeon. Kini perhatiannya sepenuhnya tertuju kearah tasnya, hanya sebelah tangannya yang memegang setir kemudi. Tiba-tiba saja dia melihat ada sebuah mobil yang melaju cepat dari arah kirinya. Mobil itu pun menabrak mobil Jiyeon, tepat pada bagian dimana Jiyeon berada. Suara dua benda keras berbenturan terdengar sangat keras. Mobil Jiyeon bergeser jauh sekali, berputar ditempat sebelum menabrak sebuah tiang dan akhirnya terbalik.

**

            Yesung berdiri ditengah-tengah dua pasien yang sedang tergeletak di ranjang rumah sakit di ruangan itu. Air matanya sudah banyak keluar, menangisi sesosok yeoja yang tergeletak tidak berdaya di sebelah kanannya. Keadaannya benar-benar parah. Soyeon, mengeluarkan banyak darah setelah kecelakaan itu. Disebelahnya, terbaring Jiyeon dengan luka yang sama parahnya dengan Soyeon.

            Tiba-tiba seseorang menyentuh pundak Yesung. Dia adalah dokter yang mengurusi Jiyeon dan Soyeon.

            “Mereka masih dalam masa kritis,” ucap si dokter dengan wajah prihatin.

            “Tolong selamatkan…” Yesung menggantungkan ucapannya sebelum akhirnya menoleh pada si dokter. “Dokter, tolong selamatkan Soyeon. Tolong, dokter…”

            Dokter mengangguk dan mengelus bahu Yesung. “Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Jalan terbaik yang kita punya saat ini adalah memohon kepada Tuhan,” ucap dokter sebelum meninggalkan Yesung sendirian.”

            Seorang suster tiba-tiba masuk seraya berkata, “Pasien yang satu mobil dengan pasien bernama Park Jiyeon sudah sadar.”

            “Muot?” tanya Yesung.

            “Mari ikut saya.”

            Yesung pun pergi mengikuti suster menuju kamar pasien yang berada dilantai bawah. Seorang pria dengan luka yang cukup parah sedang terbaring lemah di tempat tidur. Perban di kepala, tangan dan kakinya dibebat dengan sangat tebal.

            “Kau pacar Jiyeon?” tanya Yesung, tidak langsung mendekati GD.

            “Ne,” jawab GD dengan suara serak. “Dimana Jiyeon? Bagaimana dengan keadaannya?”

            “Dia koma, bersama dengan Soyeon,” jawab Yesung merana.

            “Muot?” tanya GD terkejut. “Kenapa bisa…”

            “Kau seharusnya tidak membiarkan Jiyeon menyetir dalam keadaan mabuk,” ucap Yesung tajam.

            GD mendesah, wajahnya sama merananya dengan wajah Yesung. “Ne, ini semua salahku.”

            “Percuma saja kau menyesal. Pacarku dan pacarmu sekarang dalam kondisi kritis. Aku tidak tahu apa mereka bisa selamat…”

            “Kenapa kecelakaan ini bisa terjadi?” tanya GD kalut.

            “Soyeon tidak begitu baik dalam menyetir, apalagi dalam keadaan hujan lebat. Dia menabrak mobil yang kau dan Jiyeon tumpangi. Dilihat dari kejadian itu, kau pasti menyalahkan Soyeon. Tetapi tidak dengan aku. Aku menyalahkan pacarmu, Jiyeon. Soyeon berusaha mencegah Jiyeon agar tidak pergi kerumahmu…” Yesung berusaha meredam amarahnya. “Tidak ada gunanya aku menjelaskan hal ini padamu. Kau ataupun Jiyeon tidak akan pernah mengerti keadaan Soyeon.” Yesung pun meninggalkan GD sendirian.

**

            Sudah tiga bulan Soyeon dan Jiyeon koma, tergeletak tak berdaya di ranjang rumah sakit. Yesung, GD (yang sudah sembuh), maupun pihak dari rumah sakit tidak ada yang tahu, apa Soyeon maupun Jiyeon bisa selamat.

            Siang itu, GD sedang sibuk di bengkelnya. Pelanggannya hari itu begitu banyak sehingga hari itu GD tidak sempat menjenguk Jiyeon dirumah sakit. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, salah seorang dari pihak rumah rumah sakit mengatakan bahwa Jiyeon sudah sadar dari komanya. Tanpa banyak berpikir, GD pun  segera berangkat ke rumah sakit, meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai.

**

            Seorang yeoja sedang duduk di tepi ranjang rumah sakit. Dokter yang berdiri di depannya sedang memeriksa kondisi matanya, tepat ketika GD datang dengan nafas tersengal-sengal.

            Benar, Jiyeon telah sadar. Kini, didepannya, yeoja yang sangat dicintainya telah sadar kembali. Rambut Jiyeon sedikit lebih panjang dari sebelumnya. GD benar-benar merindukan sosok Jiyeon. Dia berusaha menyentuh bahunya dengan lembut, tetapi entah mengapa Jiyeon justru mundur dan menghindar. Dengan wajah takut, Jiyeon memandang GD.

            “Kenapa dengan dia, dokter?” tanya GD bingung.

            “Chamkkan manyo,” jawab si dokter seraya memeriksa Jiyeon kembali. Dokter itu memegang tangan Jiyeon. “Apa yang kamu rasakan saat ini?”

            Jiyeon mendongak, menatap mata si dokter lalu menjawab, “Kepalaku…sakit sekali rasanya.”

            Dokter mengangguk. “Kau mengalami kecelakaan yang sangat hebat. Kepalamu terbentur oleh benda keras.”

            Dengan tidak sabar GD menyela, “Dokter, tanyakan padanya, apa dia ingat aku?”

            “Jiyeon-ssi, apa kau mengingat orang ini?” tanya dokter seraya menunjuk GD.

            Jiyeon menoleh dan memandang GD dengan takut-takut.

            “Apa aku mengenalmu?” Pertanyaan Jiyeon membuat GD terkejut.

            “Cagiya…aku ini pacarmu, aku ini GD. Apa kamu tidak ingat sama sekali?” tanya GD memaksa.

            “GD-ssi, jangan memaksanya. Dia baru saja sadar, maklum saja jika kerja otaknya belum benar-benar sempurna.”

            “Jiyeon-ah…” desah GD merana. “Kau harus ingat aku…”

            “Jiyeon-ssi, apa kau benar-benar tidak mengenal orang itu?” tanya dokter sekali lagi.

            Jiyeon menggeleng. “Kepalaku sangat sakit. Aku tidak mampu mengingat sesuatu.” Jiyeon memegang kepalanya seraya meringis kesakitan.

            GD, dengan wajah putus asa, keluar dari ruangan, tepat ketika seseorang yang dikenalnya ingin masuk ke dalam ruangan.

            “Kudengar Jiyeon sudah sadar,” ucap Yesung. “Apa Soyeon juga sudah sadar?”

            GD dengan cepat menggeleng. Yesung mendesah, nafasnya terdengar sangat berat.

            “Jiyeon memang sudah sadar. Tetapi dia tidak mengenalku sedikitpun,” ucap GD putus asa.

            Tanpa banyak bicara, Yesung pun masuk ke dalam ruangan. Benar, Jiyeon sudah sadar dan sekarang dia tampak sangat sehat. Keadaan ini membuat hati Yesung terasa perih, menyadari bahwa pacarnya sendiri, Soyeon, masih tergeletak tak berdaya, tanpa kepastian apa dia masih bisa selamat.

            Tiba-tiba Jiyeon menoleh dan memandang Yesung dengan tatapan terkejut.

            “Yesung-ah…” desah Jiyeon sambil tersenyum.

            Yesung merasa aneh dengan sikap Jiyeon. Jiyeon tidak pernah tersenyum seperti itu padanya.

            “Kau mengenal dia?” tanya dokter sambil menunjuk Yesung.

            Jiyeon mengangguk seraya berkata, “Aku sangat mengenalnya.”

            Yesung masih diam di tempat tanpa berbicara sedikitpun.

            “Kau ingat apa hubunganmu dengan namja itu?” tanya dokter berusaha melatih ingatan Jiyeon.

            Jiyeon mengangguk, matanya masih memandang Yesung lekat-lekat. “Dia…pacarku.”

To Be Continue

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ridamn
#1
Chapter 1: kenapa harus GD yang sifatnya kaya gt-__-