Little Angel

Beautiful Lies
Please Subscribe to read the full chapter

“Aku harus menjemput anakku, Jiyong-ssi! Dia sudah menungguku dan aku harus ada di sana untuknya!” seru Taeyeon. Wajahnya memerah karena amarahnya sekaligus karena isakannya yang belum berhenti.

Genggaman tangan Jiyong di pergelangan tangan Taeyeon seketika meregang dan lama-kelamaan lepas begitu saja. Jiyong terkejut, sangat terkejut. Bagaikan disambar petir, tubuhnya kaku mendadak. Kedua matanya terbelalak. Jantungnya memompa darahnya lebih cepat sampai ke ubun-ubun, membuat nafasnya tercekat di tenggorokan.

Anak? Ia tidak ingin memercayainya.

“Itu adalah satu hal yang kau tidak ketahui tentangku dan kau tidak akan pernah bisa menyukaiku, Jiyong-ssi. Aku harus menjemput putriku di sekolah dan aku terlambat, itu semua karena omong kosongmu. Sedangkan aku tidak bisa terlambat sedetik saja. Karena dia membutuhkanku lebih dari siapapun di dunia ini!” isak Taeyeon. Ia berbalik dan langsung keluar dari kondo Jiyong.

Sedangkan Jiyong masih berdiri di tempatnya, tidak bisa berkata apa-apa dan bahkan tidak bisa menggerakkan satu bagian tubuhnya.

Kenyataan ini lebih menyakitkan dari apa yang ia duga sebelumnya. Apa perasaannya masih sama ketika dia mengetahui ini? Atau seperti kata Youngbae, dia hanya sekedar terobsesi dengan Kim Taeyeon?

Jiyong mengacak-acak rambutnya, frustrasi. Dan tanpa berfikir panjang, ia melangkahkan kedua kakinya menuju kamar.

Sedangkan Taeyeon, setelah ia keluar dengan terburu-buru dari kondo Jiyong sambil menangis, kini ia berdiri dengan tak tenang menunggu kedatangan bus yang biasa ia naiki menuju sekolah putri kecilnya, Namsan International Kindergarten. Berulang kali ia mengecek arlojinya dan rasanya ia ingin menangis lagi. Sepertinya bus yang biasa sudah lewat sebelum ia sampai di halte ini.

Taeyeon menggigit bibir bawahnya, berfikir cepat. Apakah ia harus memanggil taksi? Sepertinya begitu. Ia benar-benar sudah sangat terlambat dan hati gadis itu sangat terluka memikirkan putri kecilnya yang pasti sudah menunggu lama dirinya.

Saat Taeyeon mengeluarkan ponselnya untuk menelepon taksi, bunyi klakson yang dibunyikan berkali-kali oleh sebuah mobil mengganggu konsentrasinya. Gadis itu menengadah melihat mobil Lamborghini Aventador Black terparkir lurus tepat di hadapannya.

Kaca mobil itu terbuka dan memperlihatkan sosok laki-laki yang menjadi pemicu keterlambatannya menjemput gadis kecilnya, Kwon Jiyong.

“Cepat masuklah,” titah  Jiyong. Wajahnya tanpa ekspresi dan terkesan dingin. “Apa kau ingin semakin terlambat?”

Dengan sedikit ragu akhirnya Taeyeon membuka pintu depan mobil laki-laki itu dan segera masuk ke dalamnya. Begitu pintu mobil tertutup, Jiyong menguncinya dan langsung tancap gas tanpa mengalihkan pandangannya ke depan, membuat suasana di dalam mobil itu semakin dingin. Namun, Taeyeon tidak terlalu memedulikan hal itu sekarang. Yang ada di fikirannya hanyalah Lauren Hanna.

Ya, Lauren Hanna, putri kecilnya yang masih berumur 5 tahun.

“Di mana sekolahnya?” tanya Jiyong saat mereka terdiam cukup lama.

“Namsan International Kindergarten,” lirih Taeyeon. Suaranya masih terdengar sendu dan Jiyong yakin gadis itu ingin menangis lagi.

Laki-laki itu melirik ke arah Taeyeon, yang sedang meremas kedua tangannya di atas pangkuannya. Taeyeon benar-benar merasa sangat cemas, ia ketakutan sekali. Jiyong mengernyit memperhatikan gadis yang ada di sampingnya itu. Apa yang membuatnya sangat ketakutan seperti sekarang ini? Apa karena ia terlambat menjemput anaknya? Hanya itukah? Atau apakah ada sesuatu yang tidak Jiyong ketahui?

Ya, ia memang tidak mengetahui apapun tentang gadis tersebut. Tidak tahu sama sekali, seperti kata Youngbae. Dan kenyataan bahwa Taeyeon sudah memiliki anak adalah salah satunya.

Jiyong ingin sekali rasanya menggenggam kedua tangan Taeyeon yang sedang terpaut itu, hanya untuk menenangkannya, hanya untuk mengatakan kalau semuanya pasti baik-baik saja. Ia ingin melakukannya, tapi masalahnya saja ia tidak tahu kenapa Taeyeon begitu ketakutan. Jika ia mengatakan semuanya akan baik-baik saja, mungkin Taeyeon akan langsung membunuhnya di tempat.

Jiyong berdecih kecil. Ia menginjakkan gasnya dalam-dalam saat jalanan di depannya agak lengang dan terus menaikkan kecepatannya sampai Taeyeon sendiri harus berpegangan pada seatbelt-nya. Gadis itu menatap Jiyong, yang raut wajahnya semakin kusut. Taeyeon hanya bisa diam di tempatnya, tidak berani bertanya apa-apa.

Karena ia tahu perasaan kecewa yang tengah melanda seorang Kwon Jiyong. Sejujurnya, Taeyeon juga merasa kecewa. Kecewa pada dirinya sendiri, kecewa karena sebuah takdir yang menimpa dirinya.

Tak sampai dua puluh menit perjalanan, Jiyong dan Taeyeon akhirnya sampai di halaman depan Namsan International Kindergarten. Sebelum Jiyong mematikan mesin mobilnya, Taeyeon buru-buru melepas seatbelt-nya lalu langsung keluar dari dalam mobil dan menghampiri seorang wanita paruh baya dengan setelan jas hitam dan rok selututnya. Wanita itu mempunyai rahang yang keras.

“Ahjumma! Laurennie…,”

“Dia tidak berhenti menangis sejak setengah jam yang lalu, ahga,” sela wanita tersebut. Wajahnya langsung berubah sendu dan kedua matanya tampak berair. “Kami tidak bisa menghentikannya karena ia hanya menginginkan kehadiranmu! Dia terus-menerus meracau ‘Nae eomma sudah tidak menginginkanku lagi. Dia membuangku lagi di sini, di sekolah ini.’ Kami semua sudah mencoba menghubungimu tapi kau tidak menjawab satupun telepon dari kami. Kau ke mana saja, ahga?!”

“Jeosonghaeyo(aku minta maaf), ahjumma. Ponselku tertinggal dan aku… Aku…,” isak Taeyeon.

“Sudahlah. Kajja, kita pergi ke ruang UKS, dia berbaring sambil menangis di sana,” ajak wanita itu sambil merangkul pinggang ramping Taeyeon dan mengajaknya masuk ke dalam gedung sekolah.

Jiyong, yang sudah dari tadi keluar dari dalam mobilnya hanya termangu mendengarkan obrolan kedua wanita itu. Ia tidak langsung pulang, padahal Taeyeon sudah menyuruhnya untuk kembali setelah ia berterima kasih pada laki-laki itu. Tapi Jiyong berkeras. Ia sudah memutuskan untuk mencari tahu lebih dalam lagi tentang seorang Kim Taeyeon.

Itu sebabnya, ketika Taeyeon dan wanita paruh baya itu berjalan masuk menuju gedung sekolah, Jiyong mengikuti mereka dari belakang, berharap Taeyeon tidak menyadarinya dan malah meneriakinya untuk pulang ke kondonya. Wanita yang dipanggil Taeyeon ‘ahjumma’ tersebut membawa mereka ke lantai tiga, ke ruangan UKS yang dipenuhi oleh 3 orang perempuan dan satu anak kecil umur 5 tahun.

Jiyong dapat melihat anak kecil itu. Ia sedang meringkuk sambil menangis tersedu-sedu di atas sofa yang ada di dalam ruang UKS. Tangisannya memang tidak meraung-raung, tapi Jiyong dapat merasakan betapa sedihnya ia saat ini. Tangisannya benar-benar sangat menyayat hati, Jiyong bahkan merasa ingin memeluk tubuh mungilnya agar ia berhenti menangis.

“Boo, eomma di sini. Eomma datang menjemputmu,” ujar Taeyeon pelan sembari berusaha membalikkan tubuh anaknya agar ia dapat melihat wajah malaikat kecilnya itu.

“Kka!” usir Lauren dengan suara nyaringnya. Isakannya masih terdengar jelas dan ia tidak mau membalikkan tubuhnya.

“Laurennie, jangan berkata seperti itu pada eomma, ahga,” ujar wanita paruh baya tersebut.

“Gwaenchannayo, ahjumma. Lauren butuh ketenangan,” ujar Taeyeon. “Boo, eomma akan mengambilkan tasmu lalu setelah itu kita bisa pulang bersama-sama. Eomma akan memasak Tteokbokki yang banyak untukmu,”

Selesai berkata seperti itu, Taeyeon bangkit dan ia pergi keluar ruangan UKS sambil menghapus air matanya, diikuti oleh wanita paruh baya itu dan tiga orang lainnya. Jiyong berdiri diam di sisi kanan pintu dan hanya menyaksikan wajah cantik Taeyeon kembali dibanjiri air mata.

“Aku tidak ingin memaksanya, ahjumma. Aku ingin ia tenang dulu. Aku tidak ingin asmanya kambuh lagi dan akan jauh lebih berbahaya untuknya nanti. Aku akan mengambilkan tasnya,” lirih Taeyeon.

“Aku akan menemanimu. Ah, aku juga akan memberikan inhaler untuk si kecil Lauren. Bukankah yang lama sudah habis?” tanya wanita paruh baya itu sambil mengajak Taeyeon pergi.

“Asma?” gumam Jiyong. Dahinya berkerut dan ia kembali mengarahkan perhatiannya pada gadis kecil itu. Ia masih sesenggukan tapi tangisannya perlahan-lahan mereda. Dan secara tiba-tiba si kecil itu membalikkan tubuhnya lalu bangkit untuk duduk di atas sofa. Wajah bening dan putihnya kini memerah sempurna karena habis menangis.

Gadis kecil itu begitu cantik. Rambut kecokelatannya yang tergerai indah menjulur di tubuh mungilnya menambah kesan menawan pada dirinya. Warna matanya yang mengingatkan Jiyong pada Taeyeon, serta kedua pipinya yang gembil tampak sangat menggemaskan. Jiyong sempat merasa kecewa karena anak yang ada di hadapannya ini memang sangat mirip dengan Taeyeon. Awalnya ia berharap Taeyeon hanya berbohong padanya.

“Ahjussi nuguseyo(Paman Siapa?)?” tanya Lauren. Dahinya mengernyit lucu.

Sedikit terkejut karena tiba-tiba di sapa oleh Lauren, Jiyong menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang tidak gatal dan sedetik kemudian ia tersenyum sangat manis pada gadis cilik itu. Perlahan-lahan, Jiyong melangkah mendekati Lauren dan duduk di sebelahnya.

“Naneun(saya)? Aku Kwon Jiyong, kau bisa memanggilku ahjussi Yong,” sapa Jiyong. Ia mengulurkan tangan kanannya pada Lauren. Namun, gadis kecil itu hanya terdiam tidak membalas uluran tangan Jiyong, membuat laki-laki itu kembali teringat oleh Taeyeon. “Aku teman Taeyeon eomma,”

“Apakah kau ahjussi menyeramkan itu?” tanya Lauren, nada dan ekspresi wajahnya berubah ketakutan, membuat Jiyong heran. “Apakah kau ahjussi yang ingin merebut eomma dariku? Apakah kau ahjussi yang ingin menyakitiku?”

“Sshh,” gumam Jiyong, berusaha menenangkan Lauren yang hendak menangis lagi. “Aku bukanlah ahjussi seperti yang kau sebutkan tadi, Laurennie,”

“Ahjussi tahu namaku? Benarkah kau teman eomma?” tanya Lauren pelan.

“Eoh, aku teman Taeyeon eomma,” jawab Jiyong.

“Tapi, ahjussi baik hati yang kukenal hanya Youngbae ahjussi,” sahut Lauren dengan lugunya.

“Ah, jadi kau mengenal Youngbae ahjussi? Ahjussi itu adalah temanku juga. Kau kenal Hyorin imo(bibi)? Tiffany imo?” tanya Jiyong, yang mulai menemukan titik cerah untuk mendapatkan perhatian Lauren.

‘Kalau Youngbae bisa, kenapa aku tidak?’ gumam Jiyong dalam hati, perasaannya terasa gusar dan ia akui ia sangat cemburu kalau Lauren hanya mengenal Youngbae seorang.

“Ahjussi juga kenal dengan imodeul?” Lauren balik bertanya dengan kedua matanya yang langsung berbinar. “Kau benar-benar teman eomma!”

Jiyong tertawa kecil sambil mengelus rambut Lauren dengan penuh kasih sayang. Hal itu membuat Lauren ikut tersenyum pada Jiyong. Ia bahkan mengarahkan tubuh mungilnya pada laki-laki itu.

“Jadi, kenapa kau menangis? Taeyeon eomma sudah datang menjemputmu lalu kenapa kau malah mengusirnya?” tanya Jiyong, suaranya sangat halus. Jiyong juga belum menyudahi belaian lembutnya di rambut Lauren. “Gadis cantik sepertimu tidak pantas untuk menangis. Air matamu terlalu berharga. Jadi, jangan dibuang sembarangan, apalagi jika itu membuat Taeyeon eomma cemas,”

“Eomma datang terlambat untuk menjemputku,” lirih Lauren setelah beberapa detik lamanya ia terdiam. Matanya kembali sayu dan tampak berair. “Aku… aku kira eomma akan pergi meninggalkanku seperti dulu. Waktu itu bagaikan mimpi buruk, ahjussi. Eomma tidak datang menjemputku di sekolah sampai malam hari. Dan saat itu hujan deras. Aku…,”

Lauren menangis lagi. Isakan kecilnya membuat Jiyong tidak tega untuk memintanya melanjutkan apa yang menjadi mimpi buruk gadis kecil ini. Benarkah? Benarkah Taeyeon pernah meninggalkan anaknya sendiri? Benarkah dulunya Taeyeon sejahat itu pada putri kecilnya?

“Itu sebabnya kau sangat takut jika Taeyeon eomma datang terlambat?” tanya Jiyong. Ia menghapus air mata Lauren dari kedua pipi gembilnya.

Lauren mengangguk. “Hanya Taeyeon eomma yang aku punya di dunia ini. Aku tidak ingin kehilangannya. Kepergiannya merupakan satu-satunya alasan bagiku untuk tidak bernafas lagi sampai kapanpun,”

Jiyong tersenyum simpul tapi bermakna sedih saat mendengar penuturan anak umur yang masih berumur 5 tahun. Ia sangat dewasa. Taeyeon pasti mengajarkan betapa kerasnya hidup di dunia. Apalagi satu-satunya penopang hidup gadis cilik ini hanya ibunya seorang. Jiyong ingin tanya mengenai ayah dari Lauren. Namun, hati kecilnya masih belum menerima kalau sudah ada seseorang yang dulunya pernah menjajaki kehidupan bersama seorang Kim Taeyeon.

“Tapi sekarang eomma sudah ada di sini, ‘kan untuk menjemputmu? Uljimayo. Eomma datang terlambat karena sedang bekerja di tempat ahjussi. Semua ini seharusnya salahku. Jadi, jangan marah pada eomma, eoh? Dia menangis sepanjang jalan mengetahui kalau dirinya terlambat untuk menjemputmu. Dia menangis karena melakukan kesalahan padamu. Dia menangis karena takut kau merasa kecewa dan terluka lagi. Dia menangis karena sangat menyayangi satu-satunya putri kecilnya yang dia miliki saat ini,”

“Jinjjayo? Apa kali ini eomma memang tidak berniat meninggalkanku?” tanya Lauren lagi.

“Aniya, dia ada di sini sekarang, ‘kan? Jangan menangis lagi dan jangan membuat eomma ikut menangis. Kau adalah harta karun yang selamanya akan Taeyeon eomma cintai sampai kapanpun,” jelas Jiyong dengan menampilkan senyuman terbaiknya untuk Lauren. Ia mengusap pipi kanan gadis itu dan mencubitnya pelan.

Lauren tertawa kecil. Ia mengusap air matanya dan menganggukkan kepalanya dengan lucu. “Aku percaya pada ahjussi. Ahjussi tidak sama dengan ahjussi yang kemarin,”

“Ahjussi yang kau takutkan?” tanya Jiyong hati-hati. “Siapa?”

“Yang katanya mencintai eomma. Tapi berhati iblis,” jawab Lauren dengan menunjukkan ekpsresi bencinya.

Jiyong tertegun mendengar jawaban sekaligus melihat raut wajah Lauren tentang seseorang yang dikenal Lauren selain Youngbae. Ia bertanya-tanya siapa orang itu dan hendak mengorek lebih jauh lagi. Namun, sebuah suara lembut yang sudah tidak asing di telinga Jiyong memanggil nama Lauren dan membuatnya mengurungkan niatnya.

“Laurennie, kajja kita pulang,” ajak Taeyeon sambil tersenyum manis pada Lauren. Gadis itu menghampiri Lauren dan membelai rambut panjangnya dengan sayang.

“Eomma,” lirih Lauren. Ia bangkit dari sofa dan segera menghamburkan tubuh mungilnya dalam dekapan Taeyeon. “Jangan terlambat lagi, eoh? Yaksok(janji)?”

“Yaksok, Boo. Kau pasti sangat cemas sekali. Mianhae,” jawab Taeyeon. Ia melepas dekapan Lauren lalu mengecup dahinya dengan sayang. Setelahnya, ia menatap Jiyong, yang masih duduk di atas sofa sambil memperhatikan interaksi ibu dan anak tersebut. “Kau belum pulang, Jiyong-ssi?”

“Kalau kalian mau pulang, aku juga akan ikut pulang. Aku akan mengantarkan kalian pulang,” jawab Jiyong. Ia bangkit dari sofa dan menatap Taeyeon juga Lauren secara bergantian.

“Aku bisa…,”

“Aku sedang tidak ingin menerima penolakan, Taeyeon-ah,” sela Jiyong cepat. Matanya berkilat menyeramkan dan ada sedikit tatapan mengintimidasi di sana. Namun, ia tersenyum manis pada gadis itu dan Taeyeon tahu itu hanya senyuman yang dipaksakannya karena ada Lauren yang sedang memerhatikan mereka berdua. “Kau mau pulang bersama ahjussi, ‘kan?”

“Jika eomma mau aku juga pasti mau,” jawab Lauren bersemangat. Ia menatap ibunya sambil memamerkan senyuman manisnya yang begitu lebar, membuat Taeyeon sedikit terkejut karena ini untuk pertama kalinya Lauren mau menerima tawaran dari seseorang yang baru saja dikenalnya.

“Kami berdua sudah cukup akrab sejak kau pergi mengambil tasnya,” ujar Jiyong yang seakan-akan tahu isi fikiran Taeyeon.

“Hanya kali ini aku merepotkanmu, Jiyong-ssi,” ujar Taeyeon pelan. “Kajja, Laurennie,”

“Jadi, inhaler untuk Lauren sudah ada?” tanya Jiyong pada Taeyeon saat mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil. Lauren duduk di pangkuan Taeyeon dan menyandarkan kepalanya di dada gadis itu. Wajahnya tampak lelah karena habis menangis.

“Di sini sudah habis, Choi ahjumma tidak mengecek ulang kemarin. Aku akan membelikannya saat kami sudah sampai di apartemen. Ada apotek terdekat di sana,” jawab Taeyeon lembut sambil membelai sayang ubun-ubun kepala Lauren. Gadis kecil itu terlihat sangat nyaman di pelukan Taeyeon sekaligus belaiannya, hingga ia memejamkan kedua matanya dan sepertinya memilih tidur.

“Apa asmanya akut?” tanya Jiyong lagi. Ia memerhatikan tingkah Lauren dan tampak iri sekaligus menginginkan posisi gadis kecil itu. Buru-buru dienyahkan fikiran kotornya saat itu juga. Tentu saja, itu bukan timing yang tepat. Dan Jiyong merutuki fantasi liarnya yang selalu muncul kapan saja tanpa melihat situasi dan kondisi.

“Sepertinya begitu,” jawab Taeyeon pelan. Wajahnya berubah sendu dan ia mengecup dahi Lauren agak lama. “Nattaemune. Aku tidak akan membuatmu menangis lagi, Princess. Aku tidak akan membuatmu menderita lagi,”

Jiyong menghela nafas pendek dan ia langsung menginjak gas mobilnya keluar dari pekarangan sekolah Namsan International Kimdergarten. Selama perjalanan baik Jiyong maupun Taeyeon terdiam, terjebak dalam fikiran masing-masing. Jiyong melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan karena dia tidak ingin membangunkan Lauren yang tengah memejamkan matanya. Sedangkan Taeyeon fokus ke jalanan sembari tetap mengelus surai lembut anaknya.

“Laurennie?” panggil Taeyeon pelan di telinga kanan anaknya saat mereka terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Mendengar suara lembut Taeyeon yang memanggil Lauren, Jiyong mengalihkan pandangannya dan menatap gadis cantik itu.

“Waeyo?” tanya Jiyong.

Beberapa detik kemudian, Lauren terisak pelan. Ia membuka kedua mata bulatnya dan memandang Taeyeon dengan pandangan yang membuat hati siapa saja terasa kelu.

“Wae geurae? Wae uro?” tanya Taeyeon panik. Ia menegakkan tubuh Lauren dan dapat mereka berdua dengar suara nafas Lauren yang terdengar mengi. Dadanya juga naik turun tidak karuan dan ia mulai terbatuk-batuk tanpa henti.

“Eomma… sesak,” isak Lauren. Ia menangis kencang karena saluran pernafasannya yang terasa sangat sempit. Ia seperti dicekik sampai tak bisa bernafas. Dadanya sakit sekali. Ia berusaha menghirup oksigen dalam-dalam tapi hasilnya nihil dan gadis cilik itu memilih menangis karena sangat ketakutan.

“Andwaeyo, asmanya kambuh,” pekik Taeyeon tertahan. “Jiyong-ssi, tolong bawakan aku ke apotek terdekat, jebal,”

Jiyong gelagapan. Namun, ia segera menguasai fikirannya dan mengatakan pada dirinya sendiri jika ia adalah seorang dokter anak. Jadi, buat apa dia harus panik? Dialah yang seharusnya menenangkan mereka berdua saat ini dan mencoba pertolongan pertama pada Lauren. Akhirnya, Jiyong hanya menepikan mobilnya di pinggir jalan di depan sebuah café kecil lalu mematikan mesin mobilnya.

“Jangan panik dulu,” ujar Jiyong pelan. Ia melepas seatbelt-nya dan menatap Lauren yang masih terisak pelan. “Laurennie, baby girl, dengar ahjussi. Sshh, uljima. Dadamu sakit, ‘kan? Tenangkan dirimu, berhenti menangis dan ahjussi janji dadamu tidak akan sakit lagi. Ahjussi janji kau tidak akan pernah merasa sakit lagi. Ahjussi janji tapi kau harus mendengarkanku, okay?”

Lauren mengangguk dan ia berusaha untuk menghentikan tangisannya. Meskipun masih ada air mata yang mengalir, Lauren berusaha kuat untuk tidak terisak. “Appayo(sakit),”

“Ne, itu sakit tapi jangan fikirkan rasa sakitnya. Tenang dan cobalah untuk mengambil nafas pelan-pelan seperti yang ahjussi lakukan. Tarik nafas dalam-dalam dan coba untuk mengeluarkannya sepelan mungkin. Begitu terus sampai ahjussi menyuruhmu berhenti. Tenang dan tidak perlu fikirkan rasa sakitnya. Eomma ada di sini dan tidak akan ada yang terjadi denganmu, sayang. Lawan rasa sakitnya karena ahjussi percaya kau gadis yang kuat. Kau gadis yang kuat sama seperti Taeyeon eomma karena kau adalah putri kecilnya, ‘kan?”

Ucapan Jiyong yang lembut membuat hati dan perasaan Taeyeon berkecamuk. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Namun, ia senang mengetahui Jiyong mampu mengatasi masalah ini dengan kepala dingin, berbeda dengannya. Ia luar biasa lega, sampai-sampai air matanya ikut terjatuh.

“Aku akan cari inhaler sebentar,” ujar Jiyong. “Biasanya aku membawanya setiap saat, walaupun aku tidak butuh,”

Laki-laki itu merogoh semua saku celananya yang terlipat rapi di dalam sebuah tas ransel kecil yang berwarna hitam. Tidak ada, ia mencampakkannya kembali dan mencari di saku jasnya yang tersampir di belakang bangku mobilnya. Untunglah, ia memang benar-benar membawanya.

“Nah, baby boo, buka mulutmu. Biar ahjussi yang akan membantu,” ujar Jiyong. Lauren membuka mulutnya dengan pelan-pelan dan ia menghirup inhaler milik laki-laki itu dengan

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Fey28net
I really look forward to seeing you leave comments , Thanx ^^

Comments

You must be logged in to comment
309818 #1
I badly want to read this story.. But i can't understand... Pls translate it to english plllsss ㅠㅠ
TaeyeonXJiyong #2
ihh kangen banget cerita iniii
Fey28net
#3
Thanx For comment , I hope u like mu Story :))
And Chapter 4 ready 😄😄
Lemonesky #4
Chapter 3: Omgg, i already like this story!!! Please, next 🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️🥺🥺