Reality

Beautiful Lies
Please Subscribe to read the full chapter

Jiyong membuka kedua mata hazelnya dan langsung mencari-cari ponselnya yang ada di atas meja kecil yang tepat berada di samping tempat tidurnya. Setelah menggenggam ponselnya, ia segera bangkit duduk dan menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur. Banyak sekali notification yang masuk ke dalam ponselnya, terutama 10 missed calls dari Joohyun.

Jiyong menghela nafas panjang. Dia lupa mengabari gadisnya hari ini dan laki-laki itu terperanjat melihat jam yang menunjukkan sudah pukul 17.00 KST. Berapa lama ia tertidur? Ia tidak pernah tidur senyenyak ini sepanjang hidupnya. Dan semua ini hanya karena belaian lembut dan penuh kasih sayang dari seorang Kim Taeyeon.

Karena belaiannya ataukah karena keberadaannya di kamar ini? Entahlah, Jiyong tak tahu. Ia tersenyum manis saat mengingat kembali betapa nyamannya tidur di atas pangkuan gadis itu, betapa lembutnya ia membelai rambutnya, dan betapa harumnya tubuh gadis itu ketika ia memeluknya sangat erat.

Ya, Jiyong memang sengaja memeluknya erat. Ia ingin mencium harum khas Taeyeon lebih dalam, ingin mengingat bagaimana wangi tubuh gadis itu. Dan berhasil, tentu saja. Harum vanilla dan lavender masih tersimpan dengan jelas di dalam otaknya, apalagi harum itu masih tercium di dalam kamarnya, tepatnya di atas tempat tidurnya.

Ingin sekali Jiyong menahan gadis itu lebih lama. Namun, apa daya? Gadis itu harus kembali kurang dari pukul sebelas siang dan hal itu membuat Jiyong kesal sekaligus penasaran. Ada hal apa yang harus dikerjakan olehnya sehingga harus berada di suatu tempat pukul 12 siang.

Ia sempat berfikir untuk menanyainya pada Youngbae, tapi ponselnya langsung berdering menandakan ada telepon masuk.

My ‘Bae’ Joohyun, nama yang tertera di layar ponselnya.

“Bonjour, mon cher (Hello, dear),” sapa Jiyong pada gadisnya.

“Oppa, apa kau sakit?” tanya Joohyun langsung, dengan nada suaranya yang terdengar cemas sekali.

Bukannya malah kaget atau merasa tersanjung karena Joohyun mengetahuinya, Jiyong malah tertawa pelan. “Apa kau punya indera keenam? Kenapa kau bisa tahu?”

“Kau tidak mengangkat teleponku dan suaramu lebih berat dari biasanya. Bagaimana bisa aku tidak tahu?”Joohyun balik bertanya.

“Tapi aku sudah merasa baik-baik saja, kok. Tidak perlu khawatir, chagi,” ujar Jiyong sambil tersenyum manis. Walaupun Joohyun tidak dapat melihat senyuman manis itu, tapi Jiyong tahu Joohyun bisa merasakannya.

“Jeongmalyo? Apa kau kembali minum obat, oppa?” tanya Joohyun.

“Aniya,” sanggah Jiyong. “Kali ini aku makan bubur dan minum teh jahe, sesuatu yang pernah kau sarankan waktu itu,”

“Woah, daebak. Akhirnya kau tidak minum obat itu lagi. Bisa berbahaya untuk kesehatanmu, oppa. Termasuk lambung dan ginjalmu. Kau ini dokter, tapi kenapa tidak mengetahuinya?” cecar Joohyun.

“Kau harus ingat, chagi kalau aku ini dokter spesialis anak, dan itu juga hanya sebuah title,” jawab Jiyong. Dan sedetik kemudian ia terdiam.

Jawaban yang sama yang ia berikan pada Taeyeon beberapa saat yang lalu.

“Tidak ada yang terlambat jika kau masih bisa memperbaikinya. Kalau kau terlambat, kau sudah dikubur dalam peti, dan bukannya di sini. Kenapa kau bisa banyak mengonsumsinya padahal kudengar kau ini dokter,”

“Setidaknya ini enak. Dan aku dokter spesialis anak. Itu juga hanya sebuah title,”

Berbeda orang, tapi Jiyong dapat merasakan perhatian kedua gadis itu sama-sama tulus untuknya. Namun, Jiyong hanya bisa merasakan kehangatan dan kasih sayang dari Taeyeon secara langsung. Perhatiannya benar-benar menyentuh perasaan rapuh laki-laki itu. Meskipun ia jauh mengenal Joohyun sebelumnya.

“Oppa, waeyo? Kau masih merasa sakit?” tanya Joohyun, yang merasa heran kenapa kekasihnya di Korea sana tiba-tiba terdiam.

“Gwaenchannayo, tadi ada notif dari Jieun noona,” jawab Jiyong asal.

“Oh, begitu. Jadi, siapa yang memasakkanmu bubur dan teh jahe? Kau tidak menyukai kedua makanan itu sama sekali, oppa,” tanya Joohyun.

“Housekeeper-ku,” jawab Jiyong. Nada suaranya berubah dalam dan terdengar sendu. “Dia langsung membuatnya dan menyuruhku memakannya. Dia melarangku meminum obat-obatan lagi, padahal aku sudah menolak dan lebih memilih obatku. Tapi, kau tahu. Dia gadis yang galak ketika dia sudah dibantah. Dia orang yang tidak mau dibantah,”

Jiyong tertawa saat menceritakannya pada Joohyun, dan gadis yang di seberang telepon itu mendadak diam, hanya mendengarkan.

“Tapi dia gadis yang sangat tertutup dan lebih memilih sibuk bekerja daripada berbincang denganku. Berbeda 180° dari housekeeper-ku yang biasanya, kau tahu, ‘kan ahjumma-ahjumma yang ingin memimpikan aku bisa menjadi menantu mereka,” lanjut Jiyong.

“Kau mengganti housekeeper-mu, oppa? Apa dia seorang gadis?” tanya Joohyun.

“Ne, aku memilihnya karena dia berbeda. Rajin dan cekatan. Pendiam dan pemalu. Tertutup dan selalu was-was,” jawab Jiyong. “Kau cemburu, chagi?”

“Kau tahu aku tidak akan cemburu, oppa,” jawab Joohyun sambil tertawa. “Setidaknya dia tidak berusaha menggodamu selama dia bekerja. Aku lega karena dia lebih memilih pekerjaannya daripada mengobrol dengan majikannya yang sangat tampan,”

“Dan bagaimana kalau aku yang menggodanya? Dia sangat cantik. Cantik sekali,” ujar Jiyong. Pujian yang ia lontarkan itu terucap begitu saja tanpa bisa ia tahan. Ia benar-benar memuji Taeyeon dari dalam lubuk hatinya.

“Kau akan menyesal, Kwon Jiyong-ssi. Aku akan segera terbang pulang ke Korea dan mengikat tanganmu kuat-kuat serta menutup mulutmu yang penuh gombalan itu agar kau tidak lari ke mana-mana,” ancam Joohyun, lagi-lagi diselingi tawanya.

“Bagaimana kalau kau mengikatnya di tempat tidurku? Dan aku akan pasrah dengan apa yang kau lakukan padaku, bae. Aku sangat suka kalau perempuan yang lebih aktif dan liar di atas ranjang dan aku tinggal menikmati permainannya,” goda Jiyong dengan suaranya yang hampir seperti bisikan.

“Mungkin aku akan mengikatmu di kamar mandi, oppa. Aku akan mencuci otakmu sampai benar-benar bersih,” canda Joohyun.

Jiyong tertawa mendengar jawaban tidak terduga dari Joohyun. Biasanya, jika ia menggoda masalah dengan wanita-wanita lainnya, wanita itu pasti akan langsung membalasnya dengan godaan yang lebih mematikan lagi, yang membuat mereka akan berakhir di atas tempat tidur, atau bahkan mungkin di atas sofa.

Beda dengan Joohyun. Bae Joohyun adalah satu-satunya kekasih yang dimiliki Jiyong yang sama sekali tidak pernah ia sentuh secara intim. Hanya sebatas ciuman dan pelukan. Karena Jiyong tahu, Joohyun adalah gadis yang baik hati dan murni. Seperti sebuh berlian yang terlalu indah untuk disentuh.

Itu sebabnya, Jiyong memutuskan untuk melabuhkan hatinya terakhir kali pada Joohyun. Meskipun, ia masih juga bermain-main dengan para wanitanya. Entahlah, Jiyong tidak tahu ada hal apa yang mengganjal perasaannya, yang menyebabkan dirinya masih ragu untuk melangkah lebih serius lagi.

“Mon cher, I miss you so much. Kapan kau kembali ke Korea?” tanya Jiyong serius.

“Mianhae, oppa. Nado bogoshipposeoyo. Tapi aku belum menyelesaikan studiku. Aku janji, aku akan cepat pulang setelah semua kegiatan di Paris ini selesai. Aku juga merindukan Korea,” jawab Joohyun. Terdengar nada sedih dalam suara merdunya.

“Kalau begitu, cepat selesaikan dan segera kembali ke sini,” ucap Jiyong.

Joohyun tertawa. “Aku akan mengusahakannya. Nah, oppa. Hari ini tidur saja di kondomu, tidak usah berkeliaran ke mana-mana, apalagi bekerja. Kau sering sakit karena terlalu sibuk bekerja. Sebentar lagi aku masuk kelas. Sampai nanti mengobrolnya, oppa,”

“Take care, honey. I love you,” tutup Jiyong.

Joohyun membalasnya dan ia langsung memutuskan sambungan teleponnya pada Jiyong. Laki-laki itu menghela nafas panjang lalu sebuah chat dari Joohyun masuk dan Jiyong langsung membukanya. Gadisnya itu memberikan ia sebuah foto dengan hashtag ‘#metoday’.

 

Gadis yang sangat cantik. Gadis yang sangat ia rindukan saat ini. Gadis yang ia harap ada di setiap saat ia membutuhkannya. Gadis yang ia harap mampu membuat hatinya menghangat dengan segala perhatiannya, yang mampu membuatnya akhirnya memahami bagaimana rasanya disayangi dan diperhatikan sedemikian rupa. Gadis yang ia harap mampu mengobati psikisnya.

Dan hal yang ia inginkan serta dapatkan tersebut bukan dari kekasihnya sendiri. Melainkan dari orang lain, gadis lain. Gadis yang tertutup dan malah menolak semua yang ada pada diri laki-laki itu. Gadis innocentdengan segala keindahan dan kecantikannya luar dalam.

Gadis yang sempurna di balik ketidaksempurnaannya. Kim Taeyeon.

Bagaimana mungkin ia tidak jatuh hati pada gadis seperti itu? Bagaimana mungkin sahabat-sahabatnya melarang keras ia mendekati gadis itu sedangkan seorang Kim Taeyeon mampu menarik Jiyong lebih kuat dengan tubuhnya yang mungil tapi memiliki pesona yang sangat besar.

Kim Taeyeon, gadis rupawan yang sudah memberikan apa yang Jiyong butuhkan dari dulu, yang perlahan-lahan mengobati sakit psikis yang dideritanya sejak kecil.

Ah, ia lupa. Gadis itu belum memberikan hatinya. Dan tidak akan pernah memberikannya. Benar kata Youngbae,Tiffany dan Jieun, laki-laki itu tidak pantas mendampingi perempuan semurni dan serapuh Taeyeon. Karena ia hanya akan membuat gadis itu semakin rapuh hingga hancur berkeping-keping.

~~~

“Jadi, apa menurutmu hadiah yang pantas untuk kuberikan? Kalung? Cincin? Diamonds? Mobil?” tanya Jiyong dengan raut wajah bingung. Ia kelihatan frustrasi dan hampir mendekati stress karena memikirkan hadiah apa yang akan ia berikan untuk Taeyeon.

Youngbae, yang sebenarnya juga sangat sibuk dikarenakan album musik yang ia produseri harus segera rampung, merasa tak tega dengan kefrustrasian sahabatnya itu. Ia tidak pernah melihat Jiyong kebingungan seperti ini hanya karena soal hadiah yang akan ia berikan untuk seseorang.

Dan Youngbae juga tidak pernah melihat Jiyong mau repot-repot memberikan hadiah pada seorang gadis. Ia akan memberikan mereka uang dengan total yang sangat ‘wah’ tanpa perlu pusing membelikan mereka ini itu. Hadiah yang dia berikan untuk seorang perempuan hanyalah hadiah untuk Dami dan ibunya sendiri. Itu juga sebuah tas bermerk dan beragam perhiasan.

“Kurasa kau tidak perlu memberikan Taeyeon barang-barang seperti itu,” saran Youngbae. Ia menatap Jiyong, yang balas menatapnya dengan pandangan heran. Wajahnya kini makin kusut, membuat Youngbae ingin tertawa. Sahabat yang ada di hadapannya ini benar-benar berubah.

“Jadi apa? Kurasa barang-barang itulah yang akan wanita sukai,” sahut Jiyong.

“Kecuali Taeyeon,” tambah Youngbae. “Dia lebih suka barang-barang yang berguna dan banyak manfaatnya ketika dia memakai barang itu. Seperti barang sehari-hari dan tidak terlalu mewah. Taeyeon lebih senang memakai barang sederhana walaupun sebenarnya apa yang dia pakai selalu tampak mengagumkan,”

“Dan apakah sekarang kau memiliki perasaan khusus untuknya? Jangan sampai aku mengadukan hal ini pada Hyorin dan membuatnya mengasah pedang untuk menggorok lehermu,” ancam Jiyong. Wajahnya berubah kesal. Dan Youngbae tidak tahan untuk tidak tertawa.

“Kenapa kau tidak memberikannya saja satu set peralatan memasak?” tanya Youngbae. “Aku lupa dia sudah punya itu di apartemennya,”

“Kau memberikan dia apartemen mewah si Sangtji Ritzville,” tuduh Jiyong. “Hadiah yang cukup mewah untuk diberikan pada seorang Kim Taeyeon,”

“Aku memberikannya pada Taeyeon atas usul Hyorin juga,” sanggah Youngbae cepat, sebelum Jiyong menuduhnya kembali yang tidak-tidak. “Tempat tinggalnya yang sebelumnya di Jeonju dan aku memberikan apartemen itu sebagai gajinya selama dua tahun. Meskipun tidak kupungkiri juga aku sering memberikannya uang tambahan setiap bulan,”

“Kalau aku memberikannya mobil sport dan mengatakan itu sebagai tip, dia akan menerimanya, ‘kan?” tanya Jiyong.

Youngbae tergelak hingga perutnya terasa keram. “Mungkin hanya kau di dunia ini yang memberikan tip tak masuk akal itu,”

“Lalu apa?” tanya Jiyong kembali frustrasi.

“Kenapa kau tidak memberikannya sweater bulu berwarna milik PMO saja? Bukankah sweater itu limited edition dan yang memilikinya hanya kau, Dami noona, dan eomma Kwon? Taeyeon pasti membutuhkan sweater itu. Apalagi sekarang hujan turun lumayan sering di daerah Seoul, ‘kan?” usul Youngbae.

“Sweater itu sudah banyak yang beli dan habis terjual di London,” jawab Jiyong lesu. Namun, sedetik kemudian, wajahnya langsung menyiratkan kebahagiaan yang tiada tara. “Arraseo! Aku akan memberikannya jaket putih kesayanganku yang kubeli di Paris, yang pernah aku tunjukkan padamu. Satu-satunya jaket keluaran terbaru yang dipajang di Paris Fashion Week,”

“Oh, aku ingat. Ne, kau sangat menyukainya dan bukankah kau berencana untuk memberikannya pada Joohyun saat ia kembali dari Paris nanti?” tanya Youngbae.

“Dia sudah memilikinya,” jawab Jiyong. “Mungkin,”

“Yah, tidak ada salahnya kau memberikan jaket itu untuk Taeyeon, Yongie-ah. Mungkin itu bisa jadi hadiah terindah yang kau berikan pada Taeyeon sebelum ia berhenti bekerja setelah Joohyun kembali ke sini,” ujar Youngbae sambil tersenyum hangat.

“Apa maksudmu dia akan berhenti bekerja setelah Joohyun pulang?” tanya Jiyong tak mengerti.

“Kau tidak bisa selamanya menempatkan Taeyeon di kondomu jika Joohyun ada. Joohyun bisa melakukan semuanya, mendengar dari ceritamu. Dia juga bisa merawatmu dan melakukan apa yang Taeyeon lakukan selama ia bekerja di kondomu. Jadi, buat apa Taeyeon bertahan di sana?” jelas Youngbae.

Jiyong terdiam. Memang benar apa kata Youngbae. Dia tidak akan membutuhkan Taeyeon lagi jika Joohyun kembali ke Korea. Dia tidak akan butuh perhatian dan semua hal-hal yang biasa Taeyeon lakukan padanya karena Joohyun juga bisa melakukannya. Ditambah lagi dengan status Jiyong dan Joohyun. Tentunya Taeyeon benar-benar tidak akan dibutuhkan lagi, ‘kan?

Tapi kenapa hatinya menolak itu semua? Kenapa sebagian dirinya ingin tetap mempertahankan Taeyeon? Kenapa sebagian dirinya begitu egois tidak mau melepaskan Taeyeon?

Dan Youngbae paham itu, dilihat dari rahang Jiyong yang mengeras, yang membuktikan bahwa laki-laki itu tak suka dengan pemikiran tersebut.

“Kalaupun kau tetap mempertahankannya, Taeyeon pasti merasa sangat tidak nyaman. Posisinya pasti sangat sulit jika Joohyun yang berstatus kekasihmu sudah ada di sana. Dan lagi, perasaan Joohyun bagaimana? Sudahkah kau memikirkannya? Meskipun kau bilang dia bukan tipe pencemburu, hati perempuan mana yang tidak sakit saat melihat kau begitu nyaman dengan perempuan lain selain dia?”

Bertubi-tubi pertanyaan yang Youngbae ajukan tapi tidak satupun yang bisa Jiyong jawab. Bukan tidak bisa, ia tidak ingin menjawabnya. Untuk saat ini, ia belum mau menjwab apa-apa.

“Aku akan menghubungimu lagi nanti, Youngbae-ah. Bye,” pamit Jiyong. Ia bangkit dari sofa kantor Youngbae setelah sahabatnya itu hanya mengangguk lalu pergi dari sana dan berniat menuju kondonya.

Dia butuh mendinginkan kepalanya dan begitu ia sampai di dalam kondonya, Jiyong langsung mendudukkan tubuhnya di sofa sambil mengambil sebatang rokok lalu menghisapnya dalam-dalam. Asap rokok itu mengepul keluar dari mulutnya.

Sembari terus merokok, Jiyong sibuk berfikir. Apa yang dikatakan Youngbae benar. Lagipula, memang awalnya ia memiliki housekeeper karena tidak ada yang membersihkan kondonya dan akan melepas housekeeper-nya begitu Joohyun kembali ke Korea.

Youngbae benar. Taeyeon tidak akan merasa nyaman karena tidak enak dengan adanya Joohyun nantinya. Sedangkan Joohyun, pastinya akan merasa cemburu saat melihat Taeyeon dan mengetahui bahwa Jiyong menyukainya. Suasana akan canggung dan jalan terbaik bagi ketiganya adalah dengan melepaskan Taeyeon.

Hal yang sangat mudah. Lagipula Taeyeon pasti juga akan merasa senang keluar dari kondonya, karena Jiyonglah yang memaksa Taeyeon melalui Youngbae agar ia bekerja dengannya. Apa yang sulit dilakukan?

Kecuali jika laki-laki itu tidak memiliki perasaan apa-apa pada housekeeper-nya. Dan Jiyong sudah terlanjur jatuh ke dalam permainannya sendiri. Ia yang awalnya ingin membuat Taeyeon menyukainya dengan cara menggoda dan mendekatinya, justru sebaliknya.

Ia sudah terbiasa dengan adanya Taeyeon. Ia sudah jatuh hati pada gadis itu. Jika suatu hari nanti ia memang harus melepaskan Taeyeon, ia ragu apakah Joohyun mampu menggantikan kehangatan yang sudah Taeyeon berikan untuknya walau hanya satu bulan lebih. Jiyong ragu apakah Joohyun bisa menjadi seperti Taeyeon, dan bukannya hanya sekedar menggantikan posisinya saja.

Ia meragukannya, meragukan semuanya. Kenapa baru sekarang ia merasa ragu? Kenapa semuanya datang terlambat?

Ctek.

Jiyong membelalakkan kedua hazelnya saat sebuah gunting berada tepat di hadapannya dan menggunting batang rokoknya terbelah menjadi dua. Ujung rokok yang terbelah itu jatuh begitu saja di atas karpet lalu sepasang kaki yang indah dan begitu mulus menginjaknya, menghentikan nyala api yang ada di ujung rokok tersebut.

Semerbak wangi vanilla yang dicampur dengan lavender menyerbu hidung laki-laki itu, membuat hazelnya semakin membulat tak percaya.

“Taeyeon-ah?” panggil Jiyong, yang lebih kepada berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang ia lihat sekarang ini, di hadapannya adalah gadis yang memenuhi fikirkannya sepanjang hari ini. Yang membuat perasaannya campur aduk

“Joseonghamnida kalau aku membuatmu kaget, Jiyong-ssi,” sapa Taeyeon sambil tersenyum manis, lalu sedetik kemudian wajahnya yang ramah berubah menjadi garang. “Dan maaf juga karena rokokmu. Bukankah kesehatanmu sekarang sedang buruk? Kenapa merokok? Seorang dokter seharusnya tahu akibat jelek dari kebiasaan merokok. Bahkan, asapnya yang dihirup oleh orang lain yang tidak merokok pun akan kena imbasnya juga. Dan lebih parah dari si perokok aktif,”

“Kenapa kau datang ke sini? Ini masih pukul delapan malam, ‘kan?” tanya Jiyong, yang tidak mendengarkan nasehat Taeyeon saking tidak percayanya gadis itu ada di hadapannya. Ia bangkit berdiri dan menghampiri housekeeper mungilnya.

“Sepertinya kau kaget sekali,” gumam Taeyeon. “Ada yang ingin aku sampaikan,”

“Duduklah,” ajak Jiyong. Tanpa sengaja ia langsung menarik pergelangan tangan kanan gadis itu dan menariknya duduk di sofa, di sampingnya. Sedangkan Taeyeon tidak bisa melakukan apa-apa karena begitu terkejut dengan tindakan Jiyong yang tiba-tiba. “Jadi, apa yang membawamu kemari?”

“Kau ingin aku buatkan teh dulu?” Taeyeon balik bertanya.

“Waeyo?”

“Kelihatannya banyak yang kau fikirkan,” jawab Taeyeon. “Dan kau merokok. Orang yang banyak fikiran dan stress menuangkan semuanya dengan merokok agar fikiran mereka kembali tenang. Tapi cara itu tentu salah. Teh chamomile dapat membantu,”

Jiyong tersenyum manis. Ia begitu bahagia mendengar penuturan gadis yang ada dihadapannya ini. Perutnya bergejolak karena debaran jantungnya yang di luar kendali. Hatinya juga terasa hangat mendapatkan perhatian gadis itu.

“Nanti saja,” jawab Jiyong lembut. Kedua hazelnya berbinar-binar, membuat Taeyeon terpesona. “Jadi, apa yang ingin kau sampaikan sampai malam-malam begini kau datang ke kondoku?”

“Aku sudah menghubungimu tapi kau tidak menjawab teleponku,” ujar Taeyeon cepat.

“Mian, aku meninggalkan ponselku di kamar. Aku tadi keluar sebentar,” jawab Jiyong. Matanya yang teduh kembali menatap mata Taeyeon dalam. Hal itu membuat Taeyeon terpaksa menundukkan wajahnya agar ia tidak terpesona terlalu jauh pada hazel laki-laki itu.

“Aku… Mau minta cuti selama sepuluh hari,” tutur Taeyeon dengan hati-hati.

Air muka Jiyong langsung berubah. Senyuman manis yang sedari tadi ia pamerkan menghilang sekejap mata. Kedua hazelnya melebar. “Mwo? Wae?”

“Aku… mau pergi ke suatu tempat,” jawab Taeyeon cepat. “Hanya sepuluh hari saja, Jiyong-ssi. Kau bisa memotong gaji sepuluh hariku dan tidak ada tip selama satu bulan ke depan. Jebal,”

“Kau mau pergi ke mana? Dengn namchin-mu? Haa… Jadi selama ini kau punya namchin?” tuntut Jiyong dengan wajah yang jauh dari kata ramah. Hazelnya berkilat tak suka.

“Aku mau pergi ke pemakaman orangtu

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Fey28net
I really look forward to seeing you leave comments , Thanx ^^

Comments

You must be logged in to comment
309818 #1
I badly want to read this story.. But i can't understand... Pls translate it to english plllsss ㅠㅠ
TaeyeonXJiyong #2
ihh kangen banget cerita iniii
Fey28net
#3
Thanx For comment , I hope u like mu Story :))
And Chapter 4 ready 😄😄
Lemonesky #4
Chapter 3: Omgg, i already like this story!!! Please, next 🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️🥺🥺