Three

To Build a Home with You
Please Subscribe to read the full chapter

 

 

Rasanya berat, sangat berat.

Aku tak tahu 5 hari tak bertemu Seulgi bisa membuatku uring uringan seperti ini. Berkali kali aku mengingatkan diri kalau ini kekanakan dan aku terlalu tua untuk hal seperti ini. Tapi nyatanya moodku tak bisa sepenuhnya membaik. Aku sudah terlanjur terbiasa melihatnya di kantor walau kadang saat kami berdua benar benar sibuk, berpapasan pun tidak. Tapi setidaknya kami bertemu saat pergi dan pulang kantor.

Tapi sekarang, aku hanya bisa mendengar suaranya dan itu tak cukup. Aku tak pernah tahu merindukan seseorang bisa seberat ini. Bahkan tidak saat aku masih bersama Wendy.

“Manajer Bae, apa kau akan ikut pesta nanti malam?”

“Belum tahu. Kenapa?” aku memandang Jeongwoo yang menatapku dengan mata berbinar.

“Eeeiii, kau harus ikut, Manajer Bae. Jarang jarang CEO Kang mengadakan pesta begini di kantor, kan?”

“Tch, kau ini. Akan kuusahakan.” Sebenarnya aku hanya ingin pulang dan tidur, tapi mungkin aku akan ikut sebentar sebelum pulang. “Dan aku menunggu laporanmu.” Tegasku mengingatkan.

Jeongwoo berdecak. “Kau tidak asik, Manajer Bae.” Ucapnya lantas tertawa dan setengah berlari menjauhiku. “Sorry, Manajer Bae, hanya bercanda.” Cengirnya membuat finger heart ke arahku.

Dasar.

Siang menjelang sore, beberapa petugas berseragam sudah mulai berdatangan untuk mempersiapkan pesta nanti malam. Memang ini bukan yang pertama CEO Kang mengadakan pesta di kantor, tapi semua orang tahu pria itu bukan pecinta pesta jadi tak salah kalau banyak yang antusias dengan acara ini. Selain sebagai ajang berkumpul untuk semua karyawan, CEO Kang juga memanfaatkan acara ini sebagai ajang diskusi terbuka untuk semua divisi. Ide yang cukup jenius untuk mengumpulkan semua karyawan karena siapa yang tak mau makanan dan minuman gratis, kan?

Jam di ponsel sudah menunjukkan angka 05.25 PM. Kalau biasanya jam segini masih ada beberapa karyawan yang duduk di bilik masing masing, hari ini hanya sisa 2 atau 3 orang. Selebihnya mungkin sudah ada di ruang acara di lantai 5.

 

Seohyun

Cepat naik.

 

Sebentar lagi.

Sebenarnya pekerjaanku sudah selesai tapi aku enggan beranjak dari kursi. Beberapa kali aku memeriksa pesan dari Seulgi, tak ada yang baru. Pesan terakhirnya hanya ucapan selamat tidur tadi malam. Aku ingin menghubunginya tapi juga tak ingin kalau nanti pesanku justru mengganggunya. Karena biasanya kami selalu mengobrol namun kali ini tidak sama sekali. Logikaku berkata dia sedang sangat sibuk. Tapi hatiku berkata lain.

Hanya karena aku tak terlalu suka keramaian bukan berarti aku akan menghindar. Walaupun datang cukup telat dan memilih duduk di sudut ruangan, setidaknya aku hadir. Bukan karena keharusan, lebih karena aku menghormati CEO Kang. Karena beliau selalu hadir, selalu berbaur dengan semua karyawan tanpa memandang ini siapa atau itu siapa. Dan ya, setidaknya aku tak perlu sendirian karena pikiranku pasti akan tertuju pada satu orang itu.

Aku melambaikan tangan ketika Seohyun berjalan ke arahku sambil membawa botol minuman. Padahal sudah kubilang aku tak ingin minum karena harus menyetir. Tapi bukan Seohyun namanya kalau menurut padaku.

“Ayolah sedikit saja.”

“No.”

“Kau tidak asik.” Ucap Seohyun duduk di sebelahku. Aku tersenyum mendengarnya.

“Kau orang kedua yang mengatakan itu hari ini padaku.”

Seohyun mendengus. “Dari sekian banyak bawahanmu, hanya satu orang yang mengataimu tidak asik? Membosankan.”

Kucubit lengannya. “Sialan.”

“Bisa bisanya Seulgi tertarik padamu.”

“Yah!” kulayangkan tinju keras ke bahunya tapi Seohyun malah tergelak. “Sialan.”

“Jadi kapan Seulgi pulang?”

Padahal hadir di acara ini biar aku sedikit lupa kalau Seulgi tak menghubungiku seharian. Tapi kenapa anak ini malah menyeret pikiraku kembali padanya. “Dia bilang minggu depan. Tapi entahlah.” Jawabku menggoyangkan bahu. “Apa kau juga merindukan Yoona seperti ini?”

“Setiap kali dia harus pergi, ya.” Jawab Seohyun santai menenggak soju miliknya.

Kalau Seohyun pernah mengataiku bodoh karena aku selalu kembali pada Wendy meski kami terus saja saling menyakiti, aku juga pernah berpikir hal yang sama tentang Seohyun. Aku sempat berpikir bagaimana dia bisa bertahan dengan Yoona sementara mereka harus terus berjauhan. Tapi lama kelamaan aku mengerti dan sekarang aku begitu kagum padanya. Dia memang sering protes tentang pekerjaan Yoona padaku, tapi selebihnya, dia menerima Yoona dengan semua yang ada padanya.

“Apa yang kau lakukan kalau kau sangat merindukannya?” tanyaku memandang orang orang di depan kami.

“Kalau dia sedang tak sibuk, aku akan menelponnya dan memakinya karena selalu saja meninggalkanku.” Seohyun tertawa kecil. “Tapi aku sangat mencintainya untuk menyerah.”

Dadaku berdegup keras.

“Kau atau orang lain mungkin akan berpikir aku bodoh karena masih bertahan, tapi aku bahagia, Hyun.”

“Lantas kenapa kau bilang aku bodoh saat aku mempertahankan Wendy?” tanyaku pelan.

“Karena dia lebih sering membuatmu menangis ketimbang membuatmu tertawa. Beda dengan Yoona. Kadang aku kesal padanya tapi selebihnya aku bahagia memilikinya. Dia membuatku bahagia meski kami jarang bertemu dan kau tahu hal itu berbeda dengan kasusmu.”

Aku menunduk. Seohyun benar. Aku dan Wendy lebih sering bertengkar ketimbang Seohyun yang jelas jelas berjauhan dengan Yoona. Dia mempertahankan Yoona karena Yoona membuatnya bahagia. Tapi aku mempertahankan Wendy karena aku berpikir aku mencintainya padahal kami hanya saling menyakiti. Ya, itu jelas sangat berbeda.

“Hei, wajahmu jelek sekali kalau murung begitu.” Seohyun menyenggol lenganku.

Mataku langsung melotot sebelum memberinya cubitan mematikan dengan segenap hati di lengannya. Kadang aku ingin menghajarnya tapi begitulah caranya menghiburku. Dan kuakui itu cukup berhasil.

“Kau yakin ingin di sini?”

“Pergi sana.” candaku mendorongnya dari kursi.

Seohyun berdiri dan memandangku dengan seringai aneh di wajahnya. “Have fun.” Cengirnya berlalu.

Awalnya aku tak mengerti kenapa dia mengatakan itu, tapi kemudian aku tertawa sendiri karena sadar kalau sahabatku memang seaneh itu.

Entah berapa lama aku duduk di sudut ruangan sampai akhirnya aku menyerah. Namun baru saja membenahi tas, kulihat CEO Kang berjalan ke arahku. Kedua lengan kemeja abu abunya tergulung hingga bawah siku. Wajahnya terlihat cukup lelah namun tetap tersenyum ramah pada semua orang yang menyapanya. Aku berdiri dan menundukkan kepala sejenak padanya ketika dia berdiri lalu duduk di kursi bar di sebelahku.

“Tidak bergabung dengan yang lain, Manajer Bae?”

“Tidak, Pak.”

“Menunggu seseorang?”

“Tidak juga,.”

“Lantas? Tidak suka pestanya?” CEO Kang memandangku dengan alis meninggi.

“Bukan tidak suka, hanya sedikit lelah.”

“Tidak minum?”

“Tidak karena saya harus menyetir pulang nanti.”

“Good.” Ucap CEO Kang mengangguk angguk kecil. “Kau... Ada hubungan apa dengan Seulgi?”

Aku tahu orang ini selalu to the point, tak suka basa basi, tapi setidaknya berikan aku peringatan sebelum melontarkan pertanyaan seperti itu. “Maksudnya?” tanyaku sedikit gugup.

“Seulgi. Pegawai yang Direktur minta kau training beberapa bulan lalu.”

Hampir saja aku merutuk karena bukan itu pertanyaanku. Maksudku bagaimana dia bisa bertanya tentang hubunganku dengan Seulgi. “Ah... Itu...”

“Kau pacaran dengannya?”

Jawabannya sangat sederhana tapi lidahku kelu seketika. Bagaimana dia bisa tahu? Padahal aku dan Seulgi tak terlalu menampakkan hubungan kami di kantor. Kalau karyawan lain tahu aku bisa mengerti karena mereka melihat interaksi kami, tapi CEO Kang? Lagipula sejak kapan urusan ini jadi urusan seorang CEO? Seingatku juga tak ada larangan pacaran dengan sesama karyawan di kantor ini.

“Manajer Bae?”

“Itu... Iya.” Jawabku menunduk karena malu, gugup, juga sedikit takut kalau itu akan jadi masalah nantinya. Tapi yang kudengar berikutnya justru membuatku terkejut.

“Aish, anak sialan. Baru masuk sudah punya pacar cantik.”

Pertama kalinya aku mendengar CEO Kang mengumpat dan aku langsung tertegun mendengarnya. Selama ini, dimataku dia sosok yang tanpa cela. Dalam artian sifatnya. Kalau urusan terkadang wajahnya menyebalkan itu beda lagi. Sosok yang selalu terlihat berwibawa, penuh kharisma dan disegani banyak orang. Walau kadang tegasnya terkesan galak, tapi selalu ramah pada semua orang. Dan ya, dia sangat tampan dan selalu rapi. Tak heran kalau dia punya banyak penggemar. Namun kali ini aku melihat sisi lain darinya.

CEO Kang mengumpat. Really?

“Apa menurutmu dia lebih menarik dariku?”

Apa apaan orang ini. Bagaimana bisa dia bertanya begitu pada anak buahnya. “Setiap orang menarik dimata orang yang tepat.”

CEO Kang memandangku cukup lama sebelum berdiri. “Aaahhh sialan. Kenapa aku harus kalah.” Gerutunya beranjak menjauh.

Aku hanya memandangnya sambil melongo. Apa yang sedang terjadi???

Setelah obrolan aneh dengan CEO Kang, setengah jam kemudian aku memutuskan untuk pulang sebelum kepalaku semakin pusing dan mataku lebih berat dari ini. Setelah pamitan pada Seohyun, tanpa menunggu lama aku bergegas keluar ruangan dan langsung naik lift menuju parkiran. Sesampainya di rumah, aku melepas sepatu tanpa meletakkannya di rak, melempar tasku begitu saja dan langsung masuk ke kamar mandi dan membiarkan pakaian kerjaku tergeletak di lantai kamar mandi. Besok pagi aku akan membereskan semuanya. Aku hanya ingin lekas tidur malam ini.

Selesai mandi dan berganti pakaian, aku hanya mengeringkan rambut sebentar sebelum masuk ke selimut. Aku mengambil ponsel di nakas untuk memasang alarm ketika kulihat sebuah notifikasi.

Oh.

Besok genap 4 bulan hubunganku dengan Seulgi. Dan itu kurang lebih satu jam lagi. Apa karena itu dia sengaja tidak menghubungiku? Seketika kantukku lenyap dan langsung mengirim pesan padanya.

 

Sudah tidur?

 

Tak lama Seulgi membalasnya.

Belum. Kenapa?

 

Kenapa tidak menghubungiku hari ini?

 

Seulgi

Maaf, tapi aku cukup sibuk hari ini.

 

Kau tidak sengaja melakukannya, kan?

 

Seulgi

Kenapa aku harus sengaja? Aku sibuk, Love.

 

Aku langsung terdiam. Sepertinya Seulgi memang sibuk hari ini.

Sorry.

Kupikir kau sengaja tidak menghubungiku.

 

Seulgi

Jangan berpikir aneh aneh.

 

Ya sudah aku tidur dulu.

 

Seulgi

Goodnight.

 

Yeah, sepertinya ada yang aneh dan itu membuatku sangat penasaran.

Aku merindukanmu.

 

Seulgi tidak membalasnya namun ponselku langsung berdering.

“Seul?”

Tawa renyahnya memenuhi indra pendengaranku dan kerinduanku sedikit terobati karenanya. “Aku lebih merindukanmu.” Sahutnya di seberang sana. “Jadi aku harus mendiamkanmu seharian untuk mendengar kalau kau merindukanku? Kau keterlaluan.”

“Kau yang keterlaluan.” Balasku. “Kau membuatku cemas seharian ini apa kau tahu?”

“Benarkah? Sorry...”

“Kau tidak terdengar seperti orang bersalah.” aku merengut.

“Memang. Karena aku sedang senang.”

“Kau menyebalkan.”

Tawanya kembali menggema. “Ya, aku juga merindukan itu.”

Aku menarik selimut hingga menutupi bahu sambil memejamkan mata. Berusaha mengingat kembali hangat pelukannya saat dia menginap malam itu. Hanya membayangkan hal itu sudah membuatku berbunga bunga. Apa yang sebenarnya sudah terjadi padaku.

“Babe? Kau tidur?”

“Belum.” Jawabku semakin menenggelamkan tubuh dalam selimut. “Kenapa?”

“Tidak, hanya ingin bertanya beberapa hal.”

“Shoot.”

“Kenapa dulu kau menyukai Wendy?”

Mataku kembali terbuka lebar. “Kenapa bertanya begitu?” tanyaku gugup.

“Aku tidak marah, oke? Hanya ingin tahu.”

Kenapa aku menyukai Wendy? Dia baik, sangat baik.

Dia cantik.

Pengertian.

Dan punya suara yang sangat indah.

Kalau bukan akuntan, aku yakin dia bisa berkarir sebagai penyanyi.

Mungkin masih banyak lagi kebaikan Wendy lainnya yang tak bisa kusebutkan tapi bukan itu yang mengganggu pikiranku. Yang janggal adalah kenapa Seulgi bertanya karena aku dan Wendy sudah putus. Dia sebatas masa lalu walau aku sendiri terkadang masih merasakan sakit saat mengingatnya. Tapi kami sudah selesai.

“Kalau aku?”

Pertanyaan itu membuatku diam sesaat. Seulgi?

Dia menyebalkan.

Selalu mengusiliku.

Tiada hari tanpa mengejekku pendek.

Tertawa saat aku kesal padanya.

Mendiamkanku saat aku marah dan hanya akan minta maaf beberapa hari kemudian dan aku benar benar membencinya karena itu.

Pengertian? Tidak terlalu. Kadang dia memberiku tampang juteknya kalau aku telat membalas pesan yang menurutnya penting.

Dan saat dia tak suka makanan buatanku, dia akan mengatakannya tanpa prikemanusiaan di depan wajahku.

Dia manusia yang tak kenal basa basi. Jadi kenapa aku menyukainya?

“Kau brengsek.” Gumamku pelan.

Seulgi hanya tertawa pelan. “Hyun? Apa menurutmu terlalu cepat kalau kukatakan aku mencintaimu?”

What? Apa yang...

“Maaf, aku hanya ingin mengatakan apa yang kurasakan. Kau tidak perlu membalasnya. Aku mengerti kalau kau belum siap untuk seserius itu denganku tapi aku tidak akan minta maaf karena mengakui perasaanku.”

Respon pertamaku harusnya takut mengingat bagaimana hubunganku sebelumnya berakhir. Tapi mendengar itu langsung dari Seulgi, aku tak merasa kalimat itu terlalu menakutkan.

Apa aku gugup? Ya, itu pasti.

Tapi ada sesuatu yang aku sendiri tidak mengerti kenapa aku justru merasa lega mendengar pengakuannya. Apa karena aku juga mencintainya?

“Hyun? Kenapa diam? Marah?”

“Sorry, aku tidak...” ucapanku terhenti sejenak. “Hanya terkejut.”

“Maaf.”

“No, no, please, no. Jangan minta maaf.” Sahutku cepat. Aku hanya sedang terkejut, takjub, tak menyangka ada seseorang yang semudah itu mencintaiku dengan segala kekurangan yang kumiliki. “Harusnya aku yang minta maaf karena aku masih... Kau tahu, setelah semua yang terjadi, aku...” aku belum terlalu yakin dengan apa yang kurasakan dan apa aku bisa percaya padanya. Karena rasa takut itu akan selalu ada.

“Tak apa, aku mengerti.”

Hatiku berdenyut mendengar suaranya. “Bisa beri aku waktu?”

“Tentu. Selama yang kau mau.”

Aku hanya berharap tak membuatnya menunggu terlalu lama.

 

***

 

“Manajer Bae?”

“Ya?”

“Aku memanggil Anda dari tadi.”

“Oh, sorry. Kenapa?”

“Itu laporan yang kemarin Anda minta.” Jeongwoo menunjuk berkas di mejaku.

“Ah, oke, terima kasih.”

“Maaf aku baru bisa menyerahkannya.”

“Sudahlah, tak apa.” Balasku mengibaskan tangan sambil tersenyum.

“Kalau begitu aku permisi. Jangan berlama lama di kantor, Manajer Bae.” Jeongwoo tersenyum sebelum berbalik meninggalkan ruanganku.

Aku langsung melihat jam dan benar saja, sebentar lagi waktu pulang. Akhirnya kubiarkan laporan Jeongwoo di meja dan mulai berkemas. Mungkin besok saja aku memeriksanya karena hari ini kepalaku sedikit pusing. Pengakuan Seulgi kemarin malam membuat pikiranku terus bekerja dan rasanya sangat melelahkan. Ditambah lagi hari ini sepertinya Seulgi kembali sibuk karena cukup lama dia membalas pesanku.

“Mau langsung pulang?” tanya Seohyun saat kami bertemu di parkiran.

“Hm. Kenapa?”

“Tidak, Taeyeon Unnie dan yang lain sedang di kafe dan dia mengajak kita. Kalau mau. Kalau tidak, tak apa. Aku akan bilang padanya kau sibuk.”

Sejak putus dari Wendy aku tak pernah lagi berkumpul dengan mereka. Bukan karena aku tak mau, lebih karena aku takut kalau harus bertemu dengan Wendy. Jadi aku selalu menolak ajakan mereka. “Kepalaku pusing dan aku merasa cukup lelah hari ini.” Aku berusaha menolak sehalus mungkin. “Sorry, dan katakan juga kalau aku minta maaf pada yang lain.”

Seohyun menggeleng kecil sambil tersenyum walau itu tak bisa menutupi kekecewaan yang kulihat di wajahnya. “Tak apa. Semoga besok perasaanmu jauh lebih baik.”

“Thank you.”

Dan ya, sesampainya di rumah aku langsung mandi dan tertidur tak lama setelahnya. Samar samar terdengar suara namun aku masih antara sadar dan tidak, masih berusaha memilah suara itu hanya mimpi atau memang nyata sampai akhirnya kedua mataku terbuka dan suara itu terdengar semakin keras. Awalnya kupikir itu suara alarm, ternyata dering telpon. Aku meraba ponsel di meja nakas dan menerima panggilan itu dengan mata masih terpejam.

“Halo?”

“Hei, tidur?”

Suara itu membuat mataku langsung terjaga. “Hei...” balasku memandang layar ponsel sebentar, memastikan aku sedang tak berhalusinasi. “Hm, tadi sepulang kantor aku langsung tidur. Maaf kalau ada pesanmu yang belum kubalas.”

“Tak apa. Ya sudah, tidurlah. Maaf membangunkanmu.”

“Tak apa. Aku malah senang bisa mendengar suaramu.”

“Yeah?”

“Hm.” Jawabku meregangkan tubuh. “Sedang apa?”

“Memikirkanmu.”

“Tch. Sudah malam jangan makan yang manis manis, nanti diabetes.” Candaku mengusap mata dan wajah. “Kau di mana?”

“Di depan pintu rumahmu.”

What? Seketika kantuk dan lelahku lenyap.

Tanpa pikir panjang aku bangkit dan menuju pintu depan. Dan tanpa mengintip siapa yang ada di luar sana aku langsung membuka. Hembusan napas lega meluncur dari mulutku melihat sosok yang menghiasi hati dan pikiranku beberapa hari ini. Rasanya seperti beban berat yang kusandang beberapa hari ini lenyap begitu saja. Aku mendekat dan langsung memeluknya.

Oh God... Seperti ini rasanya begitu merindukan seseorang dan dia ada di hadapanmu. Aku memeluknya erat, sangat erat seolah aku tak ingin melepaskannya lagi hingga beberapa menit berlalu dan aku menyadari kami masih berdiri di depan pintu. Meski ragu, mau tak mau aku melepaskan pelukanku dan mengajaknya masuk.

“Bukannya masih beberapa hari lagi baru bisa pulang?” tanyaku mengajakmya ke dapur. “Kau ingin sesuatu?”

“Kan kubilang aku akan bicara dengan klien juga Direktur. Mereka mengizinkanku pulang.” Jawab Seulgi. “Ada orange juice?”

Aku mengambil kotak orange juice dari kulkas dan menuangkannya ke gelas untuk Seulgi. Aku melihatnya menenggak habis isi gelas dan menawariny

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Cakemoo #1
Chapter 4: thank you authornim! selalu suka dengan gaya bahasa di setiap cerita authornim 💛💗
Mybaebii
#2
oww welcome back
4zahan #3
Chapter 3: ini update harusnya chapter 4, chapter 3 kemaren terhapus kah?
Imconanian
#4
Chapter 3: Aku tungguin 😅 akhirnya rujuk
BaePolarBear
#5
Chapter 3: Udh ketar ketir bacany mrk berantem eh ahirnya adegan dewasa
BaePolarBear
#6
Chapter 2: Ugi pinter bgt bikin hati joohyun jatuh cinta
BaePolarBear
#7
Chapter 1: Iseng baca lg aff
Eh ada yg comeback
Imconanian
#8
Aku udah jarang banget nemu author yg tulisannya nyaman dibaca dan bikin kebawa cerita tau ih, ceritanya bagus bikin ketagihan bacanya
4zahan #9
Chapter 3: akhirnya ketemu link author ini, terima kasih untuk semua cerita2 indahnya, ga sabar nunggu kelanjutannya
olinmelin #10
Chapter 3: kak terharu kmu update. kirain ini gak bakal dilanjut. huhu makasih ya kak 🫶