Masa Lalu

Besties

 

"Tahan tahan aje sih kata gue mah kalo mau ngomong tuh, apapun konteksnya. Udah tau doi lu apa-apa dibawa perasaaan."

"Lah ya ngapa?"

"Maybe for you, you just talk about some thing from your past. But for him that thing is "

Tertawaan mereka memenuhi ruangan kecil nan minimalis itu. Disana kulit kacang bertebaran, beberapa bungkus bekas makanan ringan, gelas-gelas kopi dan kepulan asap rokok dari seseorang membuat kamar sempit itu terasa makin sempit. Namun penghuni-penghuninya malam itu tak mempermasalahkannya.

"I just wanna open up about my own tho"

"I do know. But not with him. Maybe he sees him as his rival"

"But he is my past" dia menekan-kan kata he diperkataannya.

"So true bestie. Makanya mending diem. Daripada dia sakit hati, terus lu juga ngikut sakit hati gara-gara dia sakit hati padahal gak ada niatan buat bikin sakit hat— mmmpphhh" seseorang membekap temannya yang meracau tak karuan itu.

Si yang dinasehati hanya tersenyum simpul melihat kelakuan absurd mereka. Disisinya seorang lain juga hanya melirik dan bahkan tak tertarik ikut kedalam pembicaraan ini. Dia hanya menyandarkan kepalanya pada di yang dinasehati.

 

"Are you okay?" Dia bertanya lembut, seolah melupakan masalah yang baru saja ia ceritakan terhadap teman-temannya.

Ia rasakan anggukan dari yang bersandar padanya.

"Stop it. You drunk" ia menahan tangan yang hendak menyesap kembali cairan dari gelas bening kecil diantara gelas-gelas kopi diruangan itu

Dua orang tadi kembali tenang. Asyik dengan gawainya. Membuka akun sosial masing-masing, sesekali mereka menunjukan layar ponsel satu sama lain dan menertawakan konten yang dilihatnya.

 

"What do you think?"

"Huh?" Seseorang yang bersandar itu sedikit menegapkan kepalanya guna melihat langsung pada orang bertanya padanya barusan

"About my relationship?" Dia kembali memperjelas.

"I don't know"

"You do know. Dia aja tau, ngerti. Masa kamu enggak" Dia menunjuk pada salah satu temannya yang berseberangan dengan mereka lalu kembali menatap lekat seseorang disampingnya itu.

"I DON'T" dengan menaikan nada bicaranya, si yang bertanya sedikit tersentak dan mengedipkan matanya beberapa kali. Keduanya menjauh secara spontan. Merasa semua perhatian diruangan itu tertuju padanya, si yang membentak lantas bangkit dan keluar dari ruangan itu. Sedikit terhuyung karena pengaruh minuman yang disesapnya ia berjalan sambil meraba-raba tembok. 

 

Helaan kasar dan mata yang mulai berkaca-kaca dari seseorang diruangan itu menutup malam mereka. 
Merasakan suasana yang mulai tak enak, temannya pamit dan membawa sampah-sampah kecil sehingga ruangan itu terlihat sedikit rapi dibanding sebelumnya.

Si yang dibentak tadi merebahkan tubuhnya pada alas tipis diruangan ini. Mata memanas ia merasakan genangan dipelupuknya. Napasnya memburu namun ia segera menetralkannya kembali, menarik napas pelan, menghembuskan kembali secara pelan pula. Ia merasa lelah, dengan dirinya sendiri, dengan seseorang yang memiliki hubungan dengan dia dan dengan seseorang yang seharusnya tak lagi ia perdulikan namun masih saja ia jaga agar dekat.

 

Di luar, seseorang yang membentak tadi melihat temannya dari kejauhan, ponselnya berbunyi, notifikasi dari temannya memberitahukan bahwa mereka pamit pulang. Ia harusnya masuk, angin semakin dingin. Namun ia masih saja terdiam. Hanya mendongak melihat titik-titik bintang yang satu dua nampak karena tak terhalang awan.

 

Dijalan, mereka yang menyaksikan kejadian barusan hanya berpokus pada jalan. Yang satu sibuk menyetir dan yang satu menyandarkan kepalanya pada jendela, menahan kelopak matanya yang terasa mulai berat.

 

 

"Akhir malam yang tak menyenangkan" serempak hati mereka mengucap bersamaan.

 

 

FIN.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet