4. You love me, real or not real?

To Say, "Oh, what a great day!"
Please Subscribe to read the full chapter

"Sana, pacarmu tercebur ke kolam." Menjadi sapaan pembuka Jeongyeon ketika dirinya sampai di depan mereka.

Berikutnya yang terjadi adalah Sana berlarian tunggang langgang meninggalkan kafetaria menuju selasar depan kampus sembari meneriakkan nama 'Momo' dengan panik.

Tersisa Nayeon yang kini hanya berduaan dengan si balok kayu, raut bingung dan syok tercetak di wajahnya mengiringi kepergian Sana. Ia lantas menoleh pada Jeongyeon.

"Kenapa tak kau tolong dulu?" 

Jeongyeon mengerjap. Kebingungan. Lalu saat menyadari maksud pertanyaan Nayeon, ia menggeleng pelan.

"Nah, kolam itu dalamnya tidak lebih dari semata kaki. Yang akan diderita Momo paling-paling hanya baju yang basah dan rasa malu tak berkesudahan. Tidak perlu khawatir." Jeongyeon mengucapkannya dengan enteng, seakan terpleset jatuh ke kolam pancuran dan menjadi tontonan seluruh masyarakat kampus bukan hal besar.

Nayeon menatapnya sebentar seolah gadis itu menumbuhkan dua tanduk jelek. Lalu menghela napas.

Ya, apalah mau dikata..

"Tapi, kalau kau memang khawatir kita bisa pergi ke sana untuk melihat temanmu itu." Tawar Jeongyeon berbaik hati.

Untuk menertawakan Momo hingga puas dan menggodai si bodoh itu habis-habisan? Hmm ide bagus. Pikir Nayeon. Namun segera ia urungkan, karena... ya, meskipun kedengarannya menyenangkan, tetapi ada satu hal yang lebih penting untuk ia urusi sekarang.

"Tidak usah." Tolaknya.

Keduanya lantas terdiam. Jeongyeon menatapnya lekat, seperti tengah menunggu sesuatu—sinyal, mungkin?—dari Nayeon. Lalu pandangannya akhirnya bersambut, saat Nayeon juga menatapnya.

"Kau masih marah." Kata Jeongyeon membuka isu mereka. Nayeon melengos.

"Tidak."

"Kau sudah menghindariku selama tiga hari." Katanya lagi menekankan.

Bisa kutambah beberapa hari lagi.

"Tidak boleh marah lebih dari tiga hari, Nayeon. Nanti kau berdosa." Nayeon segera mendelik, ingin mendebat argumennya tapi Jeongyeon sudah melanjutkan. "Aku juga tak akan tahan jauh-jauh darimu lebih dari ini. Sudah cukup tiga hari ini kubiarkan kau menenangkan diri dan menahan rinduku karena tak bisa bertemu denganmu. Kupikir sudah cukup."

Rahang Nayeon membuka.

Apa tadi si balok kayu baru saja menyatakan jika ia merindukan Nayeon? Dan bilang tak tahan jauh-jauh darinya?

Mendadak Nayeon kembali mengalami disorientasi hati, dan seluruh ucapan Jeongyeon tadi terasa penuh kontradiktif. Maksudnya, apa tuduhan Sana selama ini benar? Bahwa Jeongyeon—

"Kau menyukaiku?" Nayeon bisa mendengar suaranya bergetar tak percaya.

Respon Jeongyeon lebih membuatnya tak percaya. Bukan seperti orang yang baru saja keceplosan menyatakan perasaannya lalu bersikap campuran antara malu dan takut, jawaban Jeongyeon sungguh di luar dugaan.

Satu alisnya mengernyit, netranya melontarkan tatapan heran. Ia menjawab. "Tentu saja." Katanya mantap, lalu—"kupikir metode pendekatanku berjalan lancar, apa aku keliru?"

"Kau mendekatiku? Seperti mendekati untuk... Dekat?" Nayeon kesulitan memahami maupun menjelaskan maksud ucapannya sendiri. Tapi Jeongyeon kelihatannya paham.

"Ya, untuk dekat denganmu. Memang selama ini kau tidak sadar?"

Nayeon mencoba mengurai perlahan situasi mereka. Menarik kembali gulungan benang yang tadi sempat terulur. "Sadar tentang?"

"Aku yang menyukaimu."

Itu dia! Tembakan ultimatum Jeongyeon yang menghantam tepat seluk dadanya.

Rahang Nayeon jika dibuat seperti karakter kartun mungkin sudah terjun bebas hingga dasar bumi. Jeongyeon baru saja membuatnya kehilangan kata-kata dengan pernyataan cintanya yang santai.

"Aku memang menyukaimu, kok. Apa Sana dan Momo tidak pernah bilang?"

Satu lagi hal yang membuat Nayeon tercengang.

Jadi alasan kedua idiot itu sering memojokkan dirinya soal Jeongyeon karena—

"Kau memberitahu mereka kalau kau menyukaiku." Itu lebih ke pernyataan alih-alih pertanyaan. Tapi Jeongyeon tetap mengangguk dan memastikan segalanya.

Dasar dua setan idiot! 

"Lalu—" belum sempat Nayeon memaki lebih banyak pada temannya di dalam benak, Jeongyeon sudah memotong. "Bagaimana tanggapanmu soal perasaanku?"

Ini adalah waktu krusial bagi keduanya. Saat di mana Nayeon harus memberi keputusan akhir. Otak Nayeon kembali berputar pada kemungkinan-kemungkinan jawaban yang bisa ia berikan.

Tidak perduli—

Mengapa aku harus?—

Aku tidak memiliki rasa yang sama untukmu—

Lupakan delusi romansamu tentang kita—

Dan masih banyak lagi pilihan jawaban sadis untuk menolaknya. Namun masalahnya, jauh dalam lubuk hatinya, Nayeon tahu ia tak benar-benar ingin menolak gadis itu. Maka, alih-alih yang keluar dari bibirnya hanyalah—

"Aku tidak tahu."

Lalu ketika ia melihat reaksi Jeongyeon setelahnya, Nayeon pikir ia memberi jawaban yang cukup bagus. Karena di depannya, si balok kayu hanya tersenyum manis. Saking manisnya sesaat membuat lupa jika orang yang tengah tersenyum padanya itu adalah orang yang sama, yang selama ini ia nilai serupa balok kayu. Datar.

"Tidak apa-apa, aku masih punya banyak stok foto Bomb untuk kukirim padamu dan masih bisa merestok fotonya jika kau masih belum luluh." Katanya yang menarik kembali Nayeon pada satu eksak pertanyaan yang pernah hinggap di kepalanya satu jam lalu saat ia di kelas.

"Itu caramu merayuku? Dengan mengirimi fotonya setiap hari dan menyamakan kecantikanku dan kucing jelekmu—maksudku,Bomb— lewat aplikasi pesan?"

"Hm." Jeongyeon mengangguk. Binar terang mencuar dari matanya, ia tersenyum girang. "Kau tergugah kan? Rayuanku memang jitu, dan kalian memang mirip. Sama-sama cantik."

Nayeon kesulitan menentukan antara senang—karena Jeongyeon memang mencoba merayunya—atau kesal, karena—serius? Begini caramu merayu perempuan?—dan akhirnya hanya bisa mendengus sambil menatap jemu.

"Kau sulit dipercaya." Keluhnya pelan.

Mereka terdiam lagi.

Jeongyeon masih menatapnya dengan binar mata yang terang benderang. Nayeon baru menyadari jika mata coklatnya berkilau penuh titik-titik bening mirip embun pagi. Garis bingkai matanya yang tajam dan sklera yang putih bersih. Rasanya seakan-akan mata itu bisa menenggelamkan siapapun yang menatapnya.

"Kau menatap, Nayeon. Kata orang itu tidak sopan." 

Nayeon mengerjap. Memutar mata selagi melengos. Tentu saja, Jeongyeon gemar merusak suasana.

"Jeongyeon," rengutnya, "orang normal akan mengajak keluar—setidaknya sekali—seseorang yang dia pikir sukai untuk berkencan. Membawa orang itu ke tempat istimewa, mengajaknya makan di restoran terbaik—meski tidak mahal—atau paling rendah, merayunya dengan gombalan penuh pujian. Bukan mengirimi foto kucing!" Protes Nayeon, kembali pada topik semula.

Jeongyeon tidak langsung menjawab. Gadis itu mengulum bibirnya sebentar selagi berpikir.

"Tapi Nayeon, aku sudah melakukan semuanya."

"Apanya?"

"Sekitar sebulan lalu aku mengajakmu ke Itaewon."

Itaewon.

Mereka memang pergi ke sana sebulan lalu, tepatnya sebuah klub malam di Itaewon. Nayeon ingat, malam itu ia menggila di atas lantai dansa, menari se-eksotis, se-vulgar, se-gila mungkin yang bisa tubuh mabuknya lakukan. Menggoyangkan bokongnya dengan hebat mengira dirinya Nicky Minaj.

Satu kata yang bisa mendeskripsikan dirinya malam itu hanyalah: memalukan.

Belum lagi Sana dan Momo, juga Jihyo berada di sana bersama mereka. Jangan tanya, tentunya si setan Sana tak menyia-nyiakan kesempatan dengan merekamnya menggila malam itu dan disimpannya untuk dipakai kemudian hari. 

("Senjata ultimatum, kalau-kalau dibutuhkan."  Katanya keesokan hari, lengkap dengan senyuman medusa di bibirnya.)

Nayeon mengerang sebal mengingat malam itu.

"Klub malam bukan tempat istimewa!" 

"Awalnya, ya. Tapi sekarang jadi istimewa karena di sana pertama kalinya kau terlihat benar-benar bahagia didekatku."

Bahagia? 

Nayeon mengingat-ngingat kelakuannya malam itu—bergoyang radikal seperti jalang, terlihat bahagia? Gila iya!

"Itu karena seolah kau telah melepas semua beban hidupmu, senyummu malam itu kelihatan.. riang." Tatapan Jeongyeon menerawang jauh ke malam itu, Nayeon masih belum menemukan maksud ucapan si balok kayu. "Dan aku pikir saat itu kau menunjukkan dirimu yang sebe

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Alastorkrum #1
Chapter 1: Goood wah akhirnya ada juga fanfic indo punyaa❤️❤️