Lady Tremaine

I'll Show You 1

Author

 

"Kalian tidak mau membantuku?!" Nada suaranya naik di akhir kata.

"Bukannya tidak mau membantu, Eunji," ralat Naeun. "Tapi terakhir kali kita ketahuan oleh Myungsoo. Masih untung dia tidak memberitahu apa yang kita lakukan pada Hwayoung. Kalau kali ini dia tahu kita mengerjai anak cupu itu lagi, dia tidak akan diam."

"Kalau begitu kita hanya perlu lebih hati-hati kali ini!" kata Eunji memaksa. Emosinya tidak terkontrol dengan baik saat ini.

"Kalian membiarkan dia menempel pada Hwayoung. Dan sekarang kalian akan membiarkannya masuk dalam grup kita juga?!"

"Tentu saja tidak!" seru Naeun.

"Eunji, tenang dulu." Chorong menarik tangan Eunji untuk membawanya sedikit jauh dari Naeun.

Eunji berusaha mengatur napasnya yang tidak beraturan. Chorong memandangnya sebentar lalu berkata, "Eunji, aku tahu alasanmu bukanlah karena tidak suka Jiyeon dan Hwayoung dekat atau pun karena sesuatu mengancam eksistensi grup kita," ucap Chorong. "Ini semua karena Kim Myungsoo. Kau masih menyukainya kan?"

Eunji hanya meliriknya. Mungkin itu bisa dianggap sebagai jawaban 'iya'.

Chorong menghembuskan napas, "Baiklah, aku paham perasaanmu. Aku akan membantumu mendekati Myungsoo lagi."

"Kau yakin?" Eunji memandang Chorong sinis.

"Ya," jawab Chorong. "Saat itu kau bilang kau juga akan membantuku mencapai tujuanku. Tapi aku juga sepertimu, aku memintamu untuk sabar sedikit. Ini bukan waktu yang tepat."

Eunji mengerutkan keningnya sambil menggeleng, "Tidak bisa, selama ini aku sudah cukup sabar." Setelah mengucapkan itu, Eunji meninggalkan Chorong.

"Eunji-ya!"

...

Eunji berjalan dengan langkah tergesa-gesa. Entah dia akan kemana. Dia merasa kesal sekali. Sebelum dia memberi Park Jiyeon pelajaran, dia tidak akan bisa tenang.

"AWW!" pekiknya saat dia menabrak seseorang yang membuat bahunya sakit. Dia sudah hampir meneriaki habis-habisan orang itu.

"Eunji!" seru orang yang dia tabrak.

Melihat siapa yang dia tabrak, Eunji langsung menata bicaranya, "Wonkeun, ternyata kau."

Wonkeun tersenyum senang melihat pacarnya. "Akhirnya bertemu juga. Sejak pagi aku tidak melihatmu." Eunji mengulas senyum paksa. Sebenarnya dia sangat malas bertemu dengan Wonkeun, apalagi saat ini.

Agaknya Wonkeun menyadari suasana hati Eunji yang sedang kacau. "Kenapa dengan wajah cantikmu ini, sayang?" tanyanya menyentuh pipi Eunji. Gadis itu menggeleng, enggan menceritakannya. Dia harus berpura-pura di depan Wonkeun. "Kalau kau cerita mungkin aku bisa membantumu."

Eunji terdiam sejenak. Memangnya anak ini bisa membantu apa.. Aku akan bilang, 'Wonkeun, aku masih menyukai Myungsoo jadi bantu aku mendapatkannya ya!' Huh!

Tunggu dulu...

"Benar sekali!" serunya tiba-tiba membuat Wonkeun sedikit terkejut. Eunji tersenyum pada Wonkeun, dia mengambil tangan kanan laki-laki itu dan mengelusnya, "Sebenarnya, sayang, aku butuh bantuan."

"Katakan apa itu, aku akan melakukannya."

Eunji tersenyum lebih manis lagi, "Aku ingin memberi Park Jiyeon sedikit pelajaran."

"Park Jiyeon?"

"Si gadis cupu dari kelasku."

"Oh, itu." Samar-samar Wonkeun mengingat Jiyeon, dia tersenyum. "Siapapun itu. Kau tinggal katakan apa yang harus dilakukan."

"Kau sangat manis, Wonkeun-ku sayang~" Eunji melonjak senang.

Benar sekali. Eunji akan memanfaatkan Wonkeun. Sementara kedua temannya tidak ada, pacarnya ini akan membantunya mengerjai Jiyeon dengan alasan palsunya.

 

..................

 

박지연 - Park Jiyeon

05.00 PM

 

Buku novel itu kututup. Aku terlalu hanyut dalam ceritanya hingga baru sadar sekarang sudah sore. Jam sekolah pelajaran sekolah sudah berakhir dari jam empat sore. Sebagian besar murid sudah pulang, tapi banyak juga yang masih berada di sekolah. Mengobrol, atau mengikuti tambahan kelas sampai nanti malam.

Kutaruh buku novel tebal itu di rak dimana itu diletakkan sebelumnya kemudian menggendong tas ranselku. Petugas perpustakaan masih ada, aku mengangguk padanya sebelum keluar.

Aku tersenyum sendiri saat berjalan di lorong sekolah yang sepi, hanya ada tiga laki-laki di ujung lorong. Teringat lagi bagaimana Myungsoo mengundangku ke pestanya tadi. Melintas pula di pikiranku cerita yang baru kubaca. Aku merasa ada satu persamaan antara aku dengan tokoh cerita di dalam novel yang kubaca tadi. Si gadis karakter utama mendambakan ketua OSIS sekolahnya, dia selalu menunggu ketua OSIS itu keluar ruangan agar bisa memandangi wajahnya. Kuharap ada persamaan kedua.. Pada akhirnya ketua OSIS itu bisa menyukainya juga.

Bodoh!

Tanganku otomatis memukul kepalaku sendiri. Apa-apaan aku ini?! Kini aku hanya akan memandang lantai, berjalan dengan langkah yang lebih cepat. Sungguh, Park Jiyeon. Kau harus berhenti berpikir tentang sesuatu yang tak pernah dan takkan pernah mungkin.

Melihat sepatu-sepatu yang menghalangi jalanku, langkahku terhenti. Tiga laki-laki tadi menghadangku. Seketika aku dilanda firasat buruk.

 

...

 

Author

 

"Lepaskan aku! Lepas!"

"Diam!"

Dengan susah payah Jiyeon berusaha melepaskan diri, dia meronta-ronta. Tidak ada yang mendengarkan perkataaannya, ketiga laki-laki itu mengangkat dan menggotongnya masuk ke gudang sekolah yang berantakan dan gelap.

"Masuklah ke dalam, kami menjaga di luar," kata Wonkeun pada Eunji di luar. Eunji mengangguk dan masuk.

Dua dari mereka mendorong Jiyeon hingga tersungkur di lantai, dia merasa takut sekali. "Eunji, jangan lakukan ini..," katanya melihat Eunji berjalan ke hadapannya.

Eunji tertawa mengejek, "Lucu sekali. Eunji, jangan lakukan ini~ " Eunji menirukan ucapan Jiyeon dengan nada mengejek. "Padahal kau sendiri yang menyatakan perang padaku."

"A-apa maksudmu?"

"Kau mau sombong dengan bertanya? Kau memaksaku mengatakan, karena kau diundang oleh Myungsoo sendiri, HAH?!" Eunji berteriak di akhir perkataannya. Mengerti apa yang membuat Eunji marah padanya, Jiyeon menggeleng cepat.

"Bukan seperti itu," kata Jiyeon. Dengan marah Eunji menarik rambut bagian belakang milik Jiyeon.

"Akkh! Eunji, tolong lepaskan." Jiyeon mencoba melepas pegangan Eunji pada rambutnya.

"Kau mau bilang bahwa dia yang mendekatimu? Mimpi kau!"

PLakK

Tamparan keras mendarat di pipi Jiyeon. Suaranya terdengar nyaring dalam ruangan tertutup itu. "Air ternyata tidak cukup untuk membangunkanmu. Bagaimana bisa kau berani menyukainya.."

Jiyeon memegangi pipinya yang merah. Gadis itu kesakitan. "Tidak, Eunji."

Kembali rambut Jiyeon ditarik. Gadis malang itu tidak menyadari, sebenarnya sudah ada persamaan kedua. Bahwa dalam cerita tadi, terdapat tokoh antagonis yang akan terus menjadi penghalang.

"Kau mau tahu suatu rahasia umum?" tanya Eunji. Jiyeon hanya mengangkat kepalanya memandang Eunji dengan sedih. Eunji tersenyum licik, "Myungsoo hanya mempermainkanmu."

Jiyeon terlihat terkejut.

"Pasti kau merasa dia baik padamu, kan? Kau merasa dia menganggapmu, tidak seperti laki-laki lain. Pikir lagi, apa itu mungkin? Laki-laki terkeren di sekolah ini mendekati kutu buku? Sudah jelas dia hanya mempermainkanmu."

"Aku tahu dia tidak menyukaiku. Tapi, Myungsoo memang namja yang baik." Suara Jiyeon sedikit bergetar, namun dia sangat yakin dengan yang dikatakannya.

Eunji tertawa, lama-lama semakin keras. "Ya ampun! Kau benar-benar bodoh! Aku mengerti.. Makanya dia senang berakting di depanmu. Mungkin sekarang kau tidak percaya, tapi kau akan percaya." Eunji menghembuskan napas pendek. "Lupakan tentang itu. Kalau kau tidak mau terluka, berhentilah berharap mulai detik ini juga." Dia menatap Jiyeon. "Satu lagi, jangan berani-berani datang ke pestanya. Ini bukan apa-apa, aku bisa melakukan yang jauh lebih parah dari ini."

 

.................................

 

박지연 

Park Jiyeon

 

Keesokan harinya

"Aku berharap kita makan berlima, tapi mereka semua menghilang," kata Hwayoung menaruh nampan makanannya di meja dan duduk. Kutanggapi itu dengan tersenyum. Tidak mungkin ketiga teman Hwayoung itu ingin makan bersamaku.

Menu hari ini sederhana sekaligus mengenyangkan. Aku menyendok sup panasku dan memasukkannya dalam mulut.

"Kudengar Myungsoo mengundangmu langsung tadi, benarkah?" Dia tersenyum saat bertanya. Baiklah, berita seperti itu menyebar dengan begitu cepat.. aku tidak seharusnya terkejut. Sebagai jawaban dari pertanyaannya, aku mengangguk. Senyumnya semakin merekah. "Kau akan ke pestanya kan?"

Itu dia. Aku begitu senang diundang, tapi aku masih ragu.

"Entahlah, Hwayoung. Aku masih menimbang-nimbang," ujarku. Bukannya pada ancaman Eunji, aku lebih takut kalau apa yang dikatakannya tentang Myungsoo benar..?

"Hei!"

Aku langsung mengangkat kepalaku melihat Hwayoung, lepas dari lamunanku. Hwayoung menghembuskan napas panjang, dia menatapku serius.

"Jangan terlalu banyak berpikir tentang ini dan itu, Jiyeon."

"Aku.."

"Sekarang aku mau kau menjawabku dengan 'iya' dan 'tidak'," Hwayoung menyelaku. "Mari kita mulai," katanya saat aku bahkan belum bilang setuju.

"Kau senang diundang Myungsoo?"

Aku senang seperti orang gila. "Iya"

"Kalau kau mengundang orang dan orang itu tidak datang, apa kau kecewa?"

"Mm, iya."

"Kau benar-benar menyukai Myungsoo?"

".."

Hwayoung merasa perlu mengulang pertanyaannya, "Apa kau benar-benar menyukai Myungsoo?"

"Iya, sangat."

Senyum lebar langsung terukir pada wajahnya. "Nah! Kalau begitu untuk apa lagi kau mencari alasan tidak datang ke pestanya?" tanyanya. "Bagaimana? Kau punya masalah lain? Serahkan padaku," ucap Hwayoung tanpa beban.

Rasa khawatirku mendadak pergi. Seperti sihir, hilang dalam sekejap. Kurasa aku akan mengatakan masalahku yang lain lagi. "Aku tidak pernah ke pesta, kurasa aku tidak punya baju pesta."

"Hanya itu?" Hwayoung menjentikkan jarinya di depan wajahku. "Ibu perimu ada di sini."

Aku tersenyum. Apalagi yang perlu dirisaukan, penolongku ada di sini. Tentang ancaman Eunji, entahlah. Aku memang khawatir, tapi bisa datang ke pesta Myungsoo adalah kesempatan emas bagiku. Kurasa aku akan terima resikonya..?

 

.........

 

Eunji menggandeng lengan Wonkeun yang dari tadi menunggu di luar kelas. Mereka mungkin akan pulang bersama. Sebelumnya aku juga sering melihat mereka berdua, tapi semakin kesini aku merasa janggal. Entah bagaimana, aku tidak melihat ketulusan Eunji pada Wonkeun.

"Kau berniat pindah dari situ atau tidak?"

Suaranya mengejutkanku lagi. Aku segera menyingkir dari pintu kelas dengan menunduk. Myungsoo memandangku sangsi. "Hari ini, kau akan naik bis?" Walaupun heran apa tujuan pertanyaannya, aku mengangguk.

"Berita bagus, aku punya teman sore ini."

Apa itu berarti dia akan naik bis lagi..? "Memangnya dimana Sungjong..?" tanyaku heran.

Myungsoo tersenyum singkat, "Kemana lagi anak itu bisa pergi.. Pasti bersama Hwayoung."

Dia benar.

Laki-laki tampan itu memperhatikanku dengan pandangan menyelidik. "Sepertinya kau selalu bertanya-tanya setiap aku ingin naik bis seolah itu sesuatu yang salah."

Ya ampun, seharusnya aku berpikir dulu sebelum mengatakan sesuatu. "Maaf, bukan begitu maksudku."

"Ya, kau memang salah," sambar Myungsoo membuatku merasa buruk. "Tapi daripada meminta maaf, aku lebih suka kau membayarnya dengan hal lain."

"Ne?"

 

..................

 

'Membayar dengan hal lain' tidak terdengar seburuk itu. Malah bisa kukatakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, aku bisa bersamanya pada kesempatan ini. Kami naik bis, tapi Myungsoo memintaku mengajaknya jalan-jalan. Kubilang aku sendiri tidak tahu dimana tempat yang bagus atau bagaimana cara jalan-jalan yang mengasyikkan (dalam kata lain: aku jarang sekali jalan-jalan), tapi dia menjawab..

"Aku tidak peduli, bawa aku kemanapun," katanya dengan nada sangat memaksa. 'Kemanapun' tidak membantu, Myungsoo..! justru membuatku semakin bingung. Begitulah pikiranku berteriak.

Memperhatikan ekspresinya, seperti ada yang aneh.. Apa dia sedang ada masalah? "Kalau begitu, kita berhenti di halte kedua setelah ini," kataku akhirnya. Dia mengangguk-angguk.

Kami pun turun di halte yang kumaksud. Aku mengajaknya berjalan beberapa ratus meter untuk sampai ke tempat yang biasa kudatangi. "Da wasso yo," kataku dan kami berhenti melangkah.

Myungsoo menebar pandangannya ke sekeliling, "Jeongmal?" Dia mengerutkan keningnya lalu tertawa geli. Tiba-tiba aku menyesal membawanya kesini. Seharusnya aku tahu bahwa ini bukan ide yang bagus.

"Apa ini lucu..?" Aku memandanginya yang masih tertawa.

Dia membuka mulut hendak berbicara tapi kemudian tertawa lagi. Kukira dia sedang punya masalah, tapi melihatnya tertawa seperti itu kurasa aku salah. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang sama sekali tidak gatal.

 

 

Akhirnya Myungsoo berbicara, "Taman?"

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
HyesunIm
I'll Show You ini di publish di wattpad juga ya, di akun @HyesunIm. Aku baru mau coba upload di sini.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet