02. Finish Line

Love Scenario
Please Subscribe to read the full chapter

Makasih buat semua komennya. Dan saya cuma mau kasih warning, endingnya bukan kaya ending ff saya biasanya. Sorry.

Dan chapter kali ini saya buat dari sudut pandang Joohyun.

 

“Tidak mau bicara padaku?”

Bukan aku tak mau bicara dengannya, tapi aku perlu waktu untuk memproses apa yang sedang terjadi. Semuanya begitu tiba tiba dan aku tak tau bagaimana harus menyikapinya. “Kenapa kau kembali?” tanyaku pada akhirnya.

“Aku tak tau harus menjawabnya dengan jujur atau seadanya” Chanyeol terkekeh.

“Kenapa?”

“Karena aku tak ingin menyakitimu atau siapapun lagi lebih dari apa yang sudah ku lakukan”

Lucu sekali. Kalau memang begitu, kenapa tak dari awal dia berpikir seperti itu jadi dia tak perlu menyakiti siapapun. “Jangan khawatir. Luka yang kau buat sudah sangat fatal jadi jujur pun tak akan masalah”

“Aku mencintaimu, Rene, tapi aku tak bisa menahan hatiku untuk tak mencintainya”

Tak disangka pengakuan Chanyeol masih mampu membuatku merasa seperti setahun yang lalu. Hidup namun terasa mati. Sakitnya melebihi ambang kemampuanku hingga air mataku jatuh seketika, menetes tanpa bisa kutahan. Setelah berbulan bulan, kenapa pria itu masih mampu menghancurkan hatiku yang ku pikir sudah remuk tak berkeping. Bagaimana mungkin aku masih bisa merasakan sakit seperti ini?

“Maaf”

Maaf.

Menggelikan memang. Kenapa setiap orang yang sudah menyakiti orang lain selalu mengucapkan kata yang sama? Mungkin orang orang seperti itu memiliki buku pedoman yang sama hingga perilakunya pun sama. Bahkan kalau bisa ku katakan, panggilan mereka pun sama.

Bajingan.

“Kemarin malam aku menghubungi Seulgi tapi sepertinya dia tak memberitahumu. Tapi mungkin bukan salahnya karena aku sendiri yang memintanya untuk tak memberitahu siapapun. Hanya saja aku tak menyangka dia masih saja polos seperti dulu”

Penuturan itu membuat otakku kembali bekerja, menggali memori sejak kemarin malam. Dan oh, aku menemukannya. Dan kali ini lebih masuk akal.

Makian Seulgi malam itu bukan untuk teman temannya bermain game online, melainkan untuk pria yang kini berdiri di hadapanku dengan tak tau malu. Harusnya aku lebih peka karena Seulgi tak memainkan game online di handphonenya. Game yang dimainkannya cuma Vector dan Vector 2.

Perilaku anehnya.

Juga kata katanya.

Harusnya aku lebih peka.

“Memangnya kenapa dia harus memberitahuku?” tanyaku dengan suara parau, menepis tangan Chanyeol yang hendak menghapus air mataku. Kenapa aku menolaknya? Karena percuma. Untuk apa Chanyeol menghapus air mataku sementara dialah penyebab aku meneteskannya.

“Mungkin... Agar kau tak terlalu terkejut seperti sekarang” jawab Chanyeol mengalihkan pandangannya.

Entah apa yang sedang dipikirkannya tapi aku bisa melihat wajahnya berubah sedih dan sialnya aku masih saja terpengaruh. Tak ada satupun dari kami yang membuka suara setelah itu. Mungkin hanya suara isak tangisku yang masih tersisa.

“Kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa akhirnya kau kembali?”

“Karena dia, ibu dari anakku” Chanyeol menatapku dan aku langsung berpaling. “Tak bisa menerimaku sepenuhnya karena sebagian diriku masih mencintaimu. Kami sering bertengkar karena hal ini hingga akhirnya dia tak sanggup lagi dan mengajukan dokumen perceraian padaku”

Dokumen perceraian? Artinya dia meninggalkanku untuk menikah dengan wanita itu? Dan sekarang mereka akan bercerai karena Chanyeol masih mencintaiku? Pikiranku mulai menggila. Sepertinya aku mulai merasa tak waras. “Lalu anak kalian?”

“Mungkin hak asuhnya akan jatuh pada Dara karena dia masih kecil. Tapi Dara membebaskan Jaemin untuk bersama siapapun yang diinginkannya. Kalau Jaemin mencari ibunya, aku akan mengantarnya. Dan saat Jaemin mencariku, maka Dara akan mengantarnya padaku”

“Berapa umurnya?”

“2 tahun. Mungkin belum mengerti apa yang terjadi pada orangtuanya” jawab Chanyeol tersenyum.

2 tahun.

Benar benar lucu.

Jadi selama 7 tahun kami bersama, dia sudah membohongiku hampir separuh waktu. Atau jangan jangan lebih dari itu karena Jaemin sekarang berumur 2 tahun. Ditambah dengan anak itu berada dalam kandungan ibunya. Juga proses Chanyeol bertemu dengan Dara hingga bersama wanita itu. “Dara nama istrimu?”

“Sandara, Sandara Park”

Binar di mata Chanyeol ketika menyebut nama Sandara tak luput dari perhatianku. Entah kenapa hal itu membuatku kesal. Apa benar ada seseorang yang bisa mencintai dua orang sekaligus dengan kadar yang sama? Rasanya tak mungkin. “Aku... Mungkin sebaiknya aku kembali ke kamar” pikiranku sedang kalut dan aku perlu udara segar untuk menjernihkannya sebelum melakukan hal yang membuatku lebih menyesal lagi.

Namun baru saja aku berpaling, Chanyeol menghentikan langkahku dan menarikku kembali. Mataku melebar melihat pria itu mendekat hingga tak ada ruang di antara tubuh kami.

“Apa kau masih mencintaiku?”

What?

“Rene”

Aku berusaha berkelit sebisanya dari cengkeraman tangan Chanyeol. “Yeol, lepas!”

“Apa kau masih mencintaiku?” mungkin merasa tak mendapatkan jawaban, Chanyeol mengulang pertanyaannya.

“Ku bilang lepas!” aku meringis merasakan cengkeraman tangan Chanyeol yang semakin kuat dan mulai menyakitiku.

“Aku tidak akan melepasnya sampai kau menjawab pertanyaanku” sahut Chanyeol tak mau mengalah.

“Kau gila! Setelah meninggalkanku begitu saja dan membuatku menikahi Seulgi sekarang kau kembali dan memaksaku menjawab pertanyaan itu. Kau gila, Park Chanyeol, kau gila!” makiku. Dia membuatku merasa bodoh karena jatuh cinta padanya bahkan setelah dia menyakitiku perasaan ini masih juga tak menjauh. Apa yang sudah dilakukannya padaku? Kenapa aku masih saja menginginkannya seperti ini? Kenapa aku masih mengharapkannya sementara aku sudah memiliki Seulgi yang begitu tulus mencintaiku. Kalau bukan karena pria brengsek ini mungkin pernikahanku dengan Seulgi tak akan seperti ini.

“Aku memang gila, Rene. Aku memang gila!”

Perih kurasakan pada punggungku setelah Chanyeol mendorong kasar tubuhku ke tembok.

Dasar sinting!

Kami sedang di rumahnya dan semua keluarganya bisa saja melihat. Apa yang akan mereka katakan kalau melihatku, wanita yang sudah menikah, justru berada dalam posisi gila seperti ini?

“Aku gila karena tak pernah bisa membuat keputusan yang benar. Aku gila karena meninggalkanmu untuk Dara dan sekarang Dara meninggalkanku karena dia tak bisa menerimaku yang masih mencintaimu!”

Susah payah aku menghentikan tangisku tapi si brengsek ini begitu mudahnya membuat air mataku kembali menetes. Sekarang aku mengerti kenapa kami bisa bersama.

Kami berdua sama sama bodoh, sama sama gila.

“Aku masih mencintaimu. Rene, please...”

Melihat bagaimana Chanyeol memohon, hatiku langsung goyah. Terlebih saat Chanyeol menitikkan air matanya. Hatiku perih. “Aku sudah menikah, Yeol. Dengan Seulgi, adikmu kalau kau lupa” ucapku setengah hati. Ya, setengah hati. Karena aku yang tak waras ini ternyata masih berharap menjadi miliknya, persis seperti yang dikatakan Seulgi.

“Aku tau tapi Seulgi tidak mencintaimu?”

What? Tubuhku membeku. Apa lagi ini?

“Dia mengatakannya padaku. Seulgi tidak bisa mencintaimu dan kau tidak mencintainya. Dan dari apa yang Seulgi katakan, pernikahan kalian tak berhasil karena kau masih mencintaiku”

Aku mematung. Benar Seulgi mengatakan hal itu? Sementara baru beberapa jam yang lalu Seulgi menyatakan perasaannya padaku. Siapa yang berbohong?

“Aku tau ini egois, tak adil, tapi kita bisa memperbaiki semuanya kalau mau”

Mataku meredup. Merasa dipermainkan. Aku memang tak bisa mencintai Seulgi tapi tak menutup kemungkinan suatu saat hatiku akan berpaling pada Seulgi, pada perhatiannya, pada kasih sayangnya, pada kebaikannya. Tapi sekarang semuanya buram, abu abu. Meskipun tak ada jaminan Chanyeol tak akan meninggalkanku seperti dulu.

“Rene...”

“Aku perlu waktu” selaku menepis cengekraman tangan Chanyeol di lenganku yang melonggar. Sayangnya aku lupa seperti apa keras kepalanya Chanyeol hingga saat aku sudah berhasil menjauh, tak lama kurasakan seseorang menabrakku hingga tubuhku terhuyung. Chanyeol menarik pinggangku dan mendekapku dari belakang. Mungkin cinta itu memang masih ada untuknya karena aku harus berusaha kuat untuk tak berbalik dan membalas perlakuannya yang begitu ku rindukan. Tapi untungnya akal sehatku masih tersisa, cukup untuk berpikir ini tak benar dan aku perlu waktu untuk menata hatiku kembali. “Yeol, please...” mohonku namun tak melawan ketika Chanyeol membalikkan tubuhku ke arahnya. Hatiku terlalu sakit untuk terus berontak. Walaupun aku sendiri tak yakin apa penyebabnya.

“Maaf” Chanyeol mengusap pipiku.

Tubuhku sudah sangat lelah setelah menghabiskan waktu bersama Seulgi seharian itu hingga rasanya untuk menggeleng pun sulit.

“Aku akan menunggumu sampai kau siap. Aku akan memberimu waktu selama yang kau perlu”

Aku hanya diam, membiarkan Chanyeol menyentuh wajahku.

“Boleh aku memelukmu?”

“Aku sudah menikah” ku beranikan diri untuk menolak. “Lagipula aku tak ingin semua keluargamu...” lagi lagi aku lupa seperti apa keras kepalanya Chanyeol ketika bibirnya menyentuhku.

 

***

 

“Hyun, bangun”

Seseorang menggoyangkan tubuhku, menggangguku dari tidur yang sangat ku butuhkan untuk saat ini.

“Hyun”

Sebuah kecupan hangat mendarat di keningku dan mataku perlahan terbuka. Silaunya sinar matahari yang menembus tirai berwarna jingga muda seakan kalah dengan senyuman Seulgi pagi itu. Senyuman yang selalu diberikannya untukku. Betapa beruntungnya kau, Bae Joohyun. Bisa memiliki seorang pria yang hatinya mungkin sejernih air di pegunungan meskipun hatimu penuh noda.

“Pagi” sapanya lagi.

Ku tatap lekat wajahnya dan Seulgi sedikit salah tingkah. Kilasan adegan bersama Chanyeol tadi malam membuatku bergidik, entah kenapa membuatku merasa mengkhianati Seulgi meskipun aku yakin tak ada perasaan khusus yang kumiliki untuknya.

“Ayo bangun” Seulgi menarik tanganku. “Cuci mukamu. Ku tunggu di meja makan, oke?” namun saat dia hendak berdiri, kutarik tangannya. Dia menaikkan alisnya. “Hm?”

Seolah ada kekuatan yang luar biasa yang mendorongku untuk berani mengakui apa yang sudah kulakukan. Yang tak bisa ku tahan. “Tadi malam aku bertemu Chanyeol dan bicara dengannya” aku tediam sejenak, memperhatikan ekspresi wajah Seulgi, berusaha mencari tau sesuatu namun sayang, seperti biasa, Seulgi terlalu pintar menutupi hatinya. “Kami berciuman dan...”

“Tak perlu diteruskan”

Kali ini aku bisa melihatnya. Seandainya aku melakukan hal ini sejak awal, mungkin kami tak akan berada dalam situasi seperti sekarang. Aku hanya perlu menatapnya lebih lama, mempercayai instingku dan lebih peka, maka aku bisa melihat guratan sedih di wajahnya.

Sinar matanya meredup walaupun memang tak secerah yang biasanya. “Aku melihatnya”

Kalau saja, kalau saja, hati mudah dibolak balikkan, aku akan memberikan hatiku padanya. “Maaf” aku yakin dia tak berniat untuk membuatku merasa semakin bersalah walaupun rasa bersalah itu tetap tak akan lenyap dari diriku.

Marah.

Kecewa.

Malu.

Semuanya berputar putar di kepalaku karena melihat Seulgi yang masih berusaha tenang menanggapi pengakuanku.

“Lekas cuci mukamu. Appa dan Umma menunggu” Seulgi mengusap kepalaku.

“Seul”

Seulgi menaikkan kedua alisnya.

“Dia menciumku” aku merasa perlu mengatakannya karena memang saat itu aku berhasil menepis Chanyeol dan ciuman itu mendarat di tempat yang tak diinginkannya.

Seulgi tersenyum tipis. “Di?”

Sedikit ragu, ku sentuh pipiku dan menunduk, tak sanggup beradu dengan mata indah Seulgi. Ku pikir dia akan beranjak namun Seulgi justru menangkup wajahku. Dadaku berdegup sedikit lebih cepat terlebih ketika wajah Seulgi mendekat dan sebuah kecupan lembut mendarat di sudut bibirku. Tubuhku membeku, kaku, tak seirama dengan jantungku yang terus berpacu.

“Cepat bangun”

Masih tak ku lepaskan tangannya. “Bisa kita pulang setelah sarapan?”

Seulgi mengangguk kemudian beranjak.

 

***

 

Hampir setahun pernikahan, kurang lebih 11 bulan, tak sekalipun terbayang olehku akan berada dalam situasi seperti sekarang. Berada di antara kedua orangtuaku juga Seulgi bersama kedua orangtuanya. Mereka berkumpul seperti ini sama seperti ketika Chanyeol meninggalkanku sehari sebelum hari pertunangan kami dan ketika aku mengatakan pada orangtuaku kalau aku menyukai Seulgi. Sakit hati membuatku pasrah dan tak berpikir ke arah yang lebih jauh. Yang kuinginkan hanya membuang semua memori menyakitkan yang diberikan Chanyeol padaku saat itu. Dan sekarang kami melakukannya lagi hanya saja kali ini kebalikannya.

Kami tak membahas pernikahan, namun perceraian.

Ya, Seulgi menepati janjinya untuk menceraikanku. Jujur aku tak yakin dengan apa yang kurasakan namun aku sedikit menyayangkan atas apa yang dilakukan Seulgi. Walaupun aku mengerti kenapa semua itu bisa terjadi. Seandainya saja aku bisa memberi ruang sedikit saja untuk Seulgi, mungkin perceraian ini tak akan terjadi. Seandainya aku tak terlalu larut dalam duniaku sendiri dan lebih memperhatikannya.

Sepanjang pembicaraan, Seulgi lebih banyak menunduk dan menghindar saat aku berusaha menatap matanya. Dari sana, tanpa harus bertanya pada siapapun, aku tau mana yang benar mana yang bohong. Dadaku sesak. Mataku menghangat. Dan aku yakin air mataku akan menetes kapan saja hingga aku pamit dan beranjak dari tempat menyesakkan itu dengan perasaan bimbang.

Selama bersama Seulgi, aku tak pernah memberinya ruang di hatiku dan terus mengisinya dengan harapan untuk bersama Chanyeol. Namun sekarang, setelah Seulgi akhirnya lelah menunggu, setelah batas kesabarannya habis, aku justru merasa ragu. Ada sebagian dari diriku ingin mengulang kembali apa yang kurasakan bersama Chanyeol namun sebagian diriku lagi... Aku tak tau bagaimana menjelaskannya. Sebenarnya perasaan apa ini? Mungkin aku menyayangkan apa yang Seulgi lakukan, tapi tak berkeinginan untuk membantahnya karena setelah mendengar pengakuan cintanya, aku juga tak sanggup meneruskan pernikahan ini. Aku tak bisa mencintai Seulgi seperti dia mencintaiku. Karena semakin lama bersamanya, aku justru akan semakin menyakitinya.

“Hei”

Aku tak perlu menoleh untuk tau siapa yang menyapaku.

“Ku harap setelah kita bercerai, kau bisa mendapatkan cintamu lagi”

Begitu mudahnya Seulgi mengatakan hal itu membuatku ingin membenturkan kepalanya ke dinding. Apa mungkin aku bisa bahagia dan mendapatkan cintaku lagi setelah semua yang dilakukannya untukku? Di atas rasa bersalah yang menggergotiku? Omong kosong. “Tentu” sahutku. Tiba tiba saja merasa geram.

“Maaf”

Baik Chanyeol ataupun Seulgi sama saja. Sama sama bajingan yang hanya bisa mengucapkan maaf setelah membuatku seperti barang mainan. “Kau tau, Kang Seulgi?” ku tatap matanya. Dalam. “Kau tak ada bedanya dari kakakmu. Sama sama brengsek” suaraku bergetar karena amarah. Oh apa yang sudah ku katakan. Beraninya aku mengumpatnya sementara akulah penyebab dia melakukan hal ini.

“Kau benar” Seulgi tersenyum dan hatiku meraung kesakitan melihatnya. “Ku pikir setelah ini kita masih bisa berteman seperti dulu, tapi sepertinya tak mungkin”

“Dulu kau bukan pria brengsek yang berani mempermainkan wanita” sambarku. Mungkin aku harus pergi dari sini sebelum mulutku mengatakan sesuatu yang lebih menyakiti Seulgi.

“Itupun benar. Aku tak punya waktu mempermainkan wanita karena aku terlalu sibuk mempermainkan perasaanku sendiri. Terkubur dalam perasaan terhadap gadis yang mencintai orang lain yang sialnya orang itu adalah kakakku. Aku terlalu sibuk melukai hatiku dan mengobatinya kemudian melukainya lagi, mengobatinya, begitu seterusnya. Aku juga manusia, Joohyun. Ada saatnya aku lelah dan menyerah”

Ya, dugaanku benar. Seulgi sudah lelah. Menyerah. Apa yang sudah kukakukan padamu, Kang Seulgi? Ku sandarkan tubuhku di dinding, mencari penopang agar aku tak jatuh karena kakiku sudah begitu lemas.

“10 tahun aku mencintaimu diam diam dan tak sehari pun kau menyadari apa yang kurasakan. Dulu kau sibuk dengan Chanyeol. Bahkan setelah Chanyeol meninggalkanmu dan kau menikah denganku, kau masih sibuk memikirkannya, sibuk mengharapkannya. Kalau kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan, Hyun?”

Tubuhku ambruk. Ku tutupi wajahku dan mulai menangis.

Seulgi berjongkok, membuka kedua telapak tangan yang menutupi wajahku. “Bisa kau mengobatiku?”

Tangisku semakin menjadi karena aku sadar aku tak bisa menjawab ya atas permintaannya.

“See? Kau tidak bisa. Hatimu masih milik Chanyeol” bisik Seulgi menyeka air mataku. “Berhenti menangis” canda Seulgi namun wajahnya tak berbeda jauh dariku. Matanya mulai berkaca kaca. “Jangan membuatku berpikir air mata ini untukku. Jangan membuatku berpikir kau takut kehilanganku, Bae Joohyun, karena aku tau kau tidak”

 

***

 

“Hei, Bae, apa kau akan ikut tes besok?”

Aku mengangguk pasti. Mungkin sudah saatnya untuk memulai kehidupan yang baru dan melupakan apa yang sudah terjadi di belakang sana. Melupakan Chanyeol.

Ya, melupakan Chanyeol.

Itulah pilihanku.

Pasca bercerai dari Seulgi sekitar 6 bulan yang lalu, aku masih melakukan rutinitasku seperti biasanya, tak ada yang berubah, bekerja sebagai perawat di ruang operasi sebuah rumah sakit ternama milik pemerintah. Yang berbeda hanya kali ini aku pulang ke rumah orangtuaku dan tak lagi mendapati Seulgi berkeliaran di depan mataku.

Tak tercium wangi parfum maskulinnya.

Tak lagi ku dengar candaannya.

Tak lagi terdengar ledekannya yang mampu membuat telingaku panas.

Bukan aku merindukannya, menurutku saat itu, hanya mungkin belum terbiasa.

Aku dan Chanyeol juga mencoba merajut kembali apa yang sudah pupus. Dia mendekatiku dan aku tak menolaknya. Dia juga mengenalkanku pada Jaemin dan ya, aku menyukai anak itu. Ku pikir rasanya tak pantas aku marah dan membenci anak itu atas kesalahan yang dilakukan ayahnya. Jadi aku membiarkan mereka masuk dalam kehidupanku.

Selama 5 bulan bersama Chanyeol rasanya menyenangkan, terlebih dengan kehadiran Jaemin. Namun aku tak bisa berbohong, ada rasa hampa di hatiku meskipun dikelilingi begitu banyak orang yang mencintaiku, yang mau menerimaku dengan segala kesalahan yang ku lakukan. Ku pikir aku hanya belum benar benar beradaptasi dengan perubahan dadakan di sekelilingku. Sampai suatu hari, Seulgi yang memilih untuk menjauh agar kami tak perlu bertemu karena dia perlu waktu untuk melupakan perasannya terhadapku, muncul kembali di hadapanku. Saat itu aku tengah bermain bersama Jaemin. Bukan karena aku sengaja datang ke rumah mereka, tapi Chanyeol mengajakku jalan, yang mungkin orang lain akan berpikir kami kencan namun biar ku perjelas, tidak bagiku. Dia ingin aku menemaninya membawa Jaemin ke taman bermain anak anak dan karena aku sedang free, ku pikir tak ada salahnya.

Kami berpandangan dalam diam.

Sama sama terpaku di tempat kami berada hingga Seulgi berdehem, menyapa Jaemin dan tersenyum padaku. Jantungku berdegup abnormal. Senyumnya membuat darahku berdesir dan yang paling penting, ada rasa lega karena bisa menatapnya kembali, bertemu kembali dengannya setelah berbulan bulan. Jadi seperti ini rasanya?

Saat kau begitu merindukan seseorang dan orang itu hadir di depan matamu.

Seulgi hanya menyapaku sebentar, tersenyum sekilas, kemudian berlalu.

“Ku dengar peserta dengan nilai tertinggi bisa memilih rumah sakit yang diinginkannya. Yah, Joohyun, apa kau mendengarku?”

“Hm? Oh, sorry, sepertinya aku...”

“Melamun. Aku tak heran” teman satu ruanganku, Son Wendy, menyela ucapanku. “Kau sangat berbeda selama beberapa bulan belakangan. Tepatnya setelah, kau tau, kejadian dengan you-know-who”

Aku tersenyum. Wendy benar. Sikapku berubah setelah aku dan Seulgi berpisah. Dia sering mengatakan kalau aku sedikit aneh namun aku tak menggubrisnya. Lama kelamaan aku menyadari ucapan Wendy benar. Aku berubah. Menjadi sosok yang lebih sering melamun dan menutup diri. Jarang bercerita padanya. Bahkan tak lagi mengeluh di depannya.

“Kau yakin ingin ikut tes ini? Kau tau, kita bisa saja ditempatkan di rumah sakit yang kecil, atau bahkan klinik di tempat terpencil”

“Jujur aku tak terlalu yakin. Aku juga tak terlalu berharap akan lulus tapi kalau memang lulus dan penempatanku di tempat yang jauh, anggap itu jalan untukku mengubah keadaanku yang berantakan seperti ini”

“Sebenarnya aku tak ingin menyebut namanya, tapi lidahku sudah terlalu gatal” Wendy menarik napas panjang. “Karena Seulgi?”

Aku menggeleng.

“Lalu?”

“Chanyeol”

Mata Wendy melebar hingga ku pikir bola matanya akan keluar. “Bagaimana bisa?”

“Dia memintaku menjadi pacarnya” jawabku tertawa kecil. “Kau tau, ku pikir aku tak butuh pacar, aku butuh orang yang berpikir lebih serius dan ya, bukan dia orangnya”

“Tch. Pintar sekali anak ini bersilat lidah” cibir Wendy ikut tertawa. “Katakan saja kalau hatimu sudah berpaling darinya. Jangan banyak alasan” Wendy menyentil keningku.

“Nah, kau sudah tau jawabannya”

“Jadi siapa orangnya? I-know-who?” Wendy membuat tanda kutip dengan jarinya.

“No. We-don’t-know-who”

“Ah oke. Aku hanya berharap siapapun itu, dia yang terbaik untukmu”

“Thanks” balasku.

Untuk sekarang aku hanya berharap aku bisa berteman dengan Chanyeol maupun Seulgi. Aku tak ingin gegabah memutuskan sesuatu karena aku sendiri tak yakin bagaimana perasaanku. Yang bisa kupastikan hanya aku tak melihat Chanyeol seperti dulu lagi. Seperti yang Wendy katakan, hatiku sudah berhasil berpaling darinya.

 

***

 

3 tahun kemudian.

 

Terkadang kau perlu menempuh jalan yang lain untuk pergi ke suatu tempat yang sudah sering kau datangi. Jangan terus menginjak jalan yang sama karena bisa saja ada hal hal menarik yang bisa kau temui.

Mungkin itulah kata kata Wendy yang paling kuingat ketika kami dinyatakan lulus tes yang diadakan rumah sakit tempat kami bekerja. Seperti yang ku katakan, aku ingin mencari suasana baru namun juga tak terlalu berharap. Dan ternyata Tuhan punya skenario baru untukku.

Aku peserta dengan nilai tertinggi dan berhak memilih instansi yang kuinginkan.

Dan di sinilah aku sekarang, di sebuah provinsi yang tak terlalu besar namun juga terlalu besar untuk dikatakan wilayah kecil. Bekerja sebagai tenaga medis di sebuah rumah sakit milik pemerintah. Jaraknya lumayan jauh dari rumah orangtuaku, sekitar 8 jam menggunakan transportasi darat sehingga ayahku melarang keras ketika suatu hari aku ingin pulang dengan menyetir mobilku sendiri. Ayahku bilang terlalu jauh. Dia khawatir aku kelelahan terlebih mengantuk karena perjalanan yang terlalu jauh, yang tentu saja semua orang sudah bisa menebak apa kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

Awalnya ku pikir aku hanya akan bekerja-pulang-bekerja-pulang dan begitu seterusnya karena aku sadar masalahku dal

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
aseulhan_23 #1
Sungguh di luar pikiran, out of the box sekali ujungnya.. sampe chapter 2 aku udah ikhlas lho dengan segala keruwetan hubungan cinta mereka. Udah berusaha berlapang dada kaya Joohyun.. dan gak ngarep apa2 sama sekali di chapter epilog ini.
Tapi.. tapi.. tapi..
Author-nim nya terlalu luar biasa~~ 😭😭😭
Sedih juga sama kondisi Jisoo.. tapi sedih banget kalo Joohyun akhirnya gak sama siapa2 😭😭😭
Standing applause buat chapter terakhir ini ✨🐻🧡🐰✨👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
hi_uuji
#2
Chapter 3: Sebenernya setiap chapter pantes jadi one-shot, dan maaf tapi karena aku itu suka menyakiti diri sendiri, jadi aku lebih suka tanpa part epilog ini wkwkwk but overall, GREAT STORY!
Y593061 #3
Chapter 3: Aaa~~ suka banget ama ceritanya
Lesmana
#4
Chapter 3: Akhirnya seulrene aku berlayar ?
Lesmana
#5
Chapter 1: Kasian Seulgi ?
taequeen10 #6
Chapter 3: Finally seulrene berlayar jg, stelah smpet nangis di2 chapter sebelumnya huhu, paling good lah kalo bikin crita pernikahan nan menyentuh gini. Salute
bearslgi #7
Chapter 3: Wakacau ini, bikin nangis bikin seneng :') gaya bahasa dan cerita yang sangat keren. Terima kasih sudah berbagi cerita yang bagus ini kak.
royalfamily31 #8
Chapter 3: Reread... suka banget sama cerita2mu thorr.. update soon pleaaasseee
queenofnotes
#9
comment to read
fdrwylnd
#10
Chapter 3: Thanks udah nambahin konten Jiseul, walaupun akhirnya tetep si itu.
Aku sr shipper, tapi gemes sama jiseul