One

Daddy's Girl

「Daddy's Girl」

23.01.2013

Namjoon menatap kertas berisi pemberitahuan hasil tes DNA bahwa 99.99% bayi itu adalah anak kandungnya. Ibunya sudah tidak bisa di tanyai lagi, sedari dua hari lalu beliau hanya sibuk dengan si bayi yang banyak menangis karena lapar. Susu formula tidak membantu sama sekali karena mungkin sebelumnya bayi itu selalu meminum ASI. Namjoon masih ingat bagaimana tiga hari lalu ketika pada akhirnya dia kembali ke rumah setelah empat tahun pergi, bukan sambutan hangat yang di dapatkannya tapi amarah dan makian yang berasal dari ayahnya. Adik perempuan dan ibunya berusaha menghentikan ayahnya, namun pukulan tidak dapat Namjoon hindari.

Ayahnya bertanya dan menuntut jawaban dimana ibu si bayi berada, apa alasan hingga ibu si bayi mengirimkan bayinya ke rumah keluarga mereka. Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Namjoon karena sejujurnya, dia juga tidak tahu siapa ibu si bayi. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih dan tidak bisa mengingat siapa yang pernah dia tiduri sampai hamil.

Dia menghela napas panjang.

Melirik ke arah si bayi yang tertidur pulas di atas ranjang, Namjoon mengamati wajahnya. Wajah bayi itu bulat, bibirnya kecil, kulitnya sangat putih dan terlihat sangat cantik. Iya, bayinya berjenis kelamin perempuan. Di sentuhnya pipi bayi itu dengan hati-hati, berharap tidak membuatnya terbangun. Ada senyum kecil tersungging di bibirnya ketika jari jemarinya menyentuh pipi lembut itu.

"Kau menyukainya?" Suara ibunya mengejutkan Namjoon, dia sedikit terlonjak saat ibunya mendekat dan duduk di sebelah Namjoon. Hening mendominasi di antara mereka, keduanya masih sibuk memandangi si bayi. Jari Namjoon kembali menyusuri pipi lembut si bayi dan ibunya mengusap pelan kepala kecil itu.

"Dia sangat cantik─" Ada jeda dari ucapan ibunya yang kini menoleh ke arah Namjoon, "anakmu.." Ujar ibunya, membuat Namjoon menjadi salah tingkah.

"Ibu tidak tahu apa yang kau lakukan setelah empat tahun pergi dari rumah dan memutus kontak begitu saja, Joon." Ibunya berbalik, kembali memandangi cucu kecilnya yang masih asik tertidur setelah semalaman terbangun dan menangis. "Saat ibu menemukan bayi ini di luar dan membaca isi suratnya, ibu tahu mungkin kau melakukan sebuah kesalahan tanpa kau sadari."

"Maafkan aku," Suara berat Namjoon terdengar penuh penyesalan hingga membuat ibunya tersenyum.

"Kau tidak ingat siapa ibu dari bayi ini?"

Namjoon menggeleng kecil, merasa malu dan bersalah. Padahal dulu ketika dia memutuskan pergi dari rumah di usia 15 tahun, dengan congkaknya dia berkata kepada kedua orangtuanya bahwa dia akan kembali ketika sudah sukses, dia akan membawa uang banyak dan melempar langsung ke depan muka ayahnya. Iya, Namjoon dan ayahnya tidak terlalu akur karena perbedaan keinginan. Ayahnya menentang Namjoon untuk menjadi pemusik, sedangkan Namjoon ingin mengejar mimpinya menjadi seorang composer. Belum sempat ada jalan keluar dari perdebatan itu, Namjoon sudah sangat kecewa dan marah hingga memutuskan pergi dari rumah dengan amarah.

"Joon, apa yang akan kau lakukan sekarang?" Ibu bertanya dengan berhati-hati, tidak ingin anak laki-lakinya yang memiliki short temper ini merasa di desak.

"Aku─tidak tahu." Namjoon berbisik, jika tidak mendengarkannya dengan seksama mungkin ibunya tidak dapat mengerti apa yang dia ucapkan.

Ibunya mengangguk, mengelus kepala Namjoon dengan lembut dan menggenggam tangannya.

"Karena dia anakmu, ibu tidak bisa menyarankan apapun selain kau harus mengurusnya. Dia kini menjadi tanggung jawabmu." Namjoon menelan ludahnya, ucapan ibunya membuat dia merasa sedikit takut, "Kau menyelesaikan sekolahmu?" Ibunya bertanya, Namjoon mengangguk kecil.

"Bagus, itu baik. Ibu benar-benar bisa mempercayaimu untuk hal itu." Ibunya tersenyum, "Pekerjaan? Kau sudah memilikinya?" Namjoon menggeleng. "Aku bekerja paruh waktu dan tinggal bersama Yoongi di studio miliknya."

"Ibu tahu, ibu sering menelepon Yoongi untuk bertanya keadaanmu, namun dia tidak mengatakan hal lain selain bahwa kau baik-baik saja dan makan dengan baik."

Namjoon menatap ibunya, pertanyaan-pertanyaan keluar dari mulut ibunya satu persatu meskipun beberapa pertanyaan itu hanya di jawab gelengan kepala olehnya. Ibunya mulai memikirkan bagaimana caranya agar Namjoon bisa mengasuh bayinya, dia tidak bisa berjanji bisa mengasuh makhluk mungil itu karena pekerjaannya.

"Ayah bekerja sampai malam, adikmu tahun ini akan pergi ke Amerika untuk melanjutkan sekolahnya."

"Bu.." Namjoon memanggil ibunya, lembut. "Maafkan aku," Dan airmatanya mengalir. Ibunya memeluk dengan erat, tanpa berkata apa-apa lagi. Ayah dan adik perempuannya mendengarkan dari balik pintu.

Tidak ada yang membencinya setelah apa yang dia lakukan empat tahun lalu, semuanya masih terlihat sama. Namjoon bahkan terkejut ketika ayahnya berkata bahwa dia hanya ingin Namjoon lulus kuliah, mengenai pekerjaan apa yang akan dia jalani nantinya ayahnya tidak keberatan. Ya, Namjoon masih belum bisa berpikir jernih ketika dia memutuskan keluar dari rumah dan memutuskan kontak begitu saja dengan keluarganya, dia pikir segalanya akan menjadi lebih mudah jika dia pergi. Sesungguhnya dia hanya ingin membuktikan pada ayahnya bahwa jalan yang di pilihnya bukanlah jalan yang salah.

Namun kini semuanya menjadi berantakan, seorang bayi baru saja hadir di kehidupannya. Seorang bayi tidak pernah ada di dalam rencana-rencana masa depannya. Hari itu, ketika hasil DNA menyatakan bahwa si kecil itu benar-benar bayinya, kehidupan Namjoon berubah. Di usianya yang ke 19 tahun Namjoon menjadi seorang ayah. Dia menata kembali hidupnya yang belum di mulai bersama seorang bayi mungil bernama Kim Jia.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet