Their Past

Salty Salt

Jihyo dan Sana tampak termenung di atas sofa. Senyuman tidak pernah pudar di wajah mereka semenjak mereka pulang dari Everland. Suasana dalam ruang tamu mereka terlihat begitu hening, tetapi suasana dalam pikiran mereka adalah sebaliknya.

“Jihyo, kencan kita sukses besar,” Sana memilih untuk mengakhiri keheningan di antara mereka.

“Jadi, kau sudah jadian dengan Chaeyoung?” tanya Jihyo menebak hal yang membuat Sana tak berhenti tersenyum. Sana lalu mengangguk mengiyakan pernyataan itu.

“Kau sudah jadian juga, kan? Dengan Tzuyu,” Sana balik bertanya.

“Ya, kurasa bisa dibilang seperti itu,” jawab Jihyo sambil tersenyum. Andai Jihyo bisa berkata bahwa mereka bukan sekedar jadian, tetapi telah menikah sejak enam abad yang lalu. “Sejujurnya, aku masih penasaran kenapa kau mau berkencan dengan Chaeyoung? Begitu banyak pria yang ingin berkencan denganmu setelah kau putus dengan Jeongyeon. Tapi, tidak ada satupun yang kau terima,” Jihyo ingin memastikan perasaan Sana terhadap Chaeyoung.

“Aku merasa Chaeyoung berbeda dengan pria lain. Semua pria, yang berusaha mendekatiku setelah aku putus, mengingatkanku pada Jeongyeon,” jawab Sana. “Sejujurnya, aku sudah tertarik dengannya sejak dulu. Tapi, yang membuatku yakin untuk memberinya kesempatan adalah momen ini,” lanjutnya.

 

FLASHBACK

 

“Wah, liat! Ada stand yang menjual pernak-pernik!” ucap Sana dengan begitu bersemangat sambil menunjuk stand tersebut. Ia kemudian menarik tangan Chaeyoung dan membawanya ke stand tersebut. Sesampainya di sana, Sana mulai melirik sana sini, mengobservasi setiap barang yang ada di situ. Ia tampak begitu antusias melihat barang-barang tersebut.

“Chaeyoung, coba lihat ini!” panggil Sana. Chaeyoung pun memalingkan wajahnya ke arah Sana dan mendapatinya sedang mengenakan sebuah bando berbentuk telinga kelinci. “Lucu, bukan?” tanya Sana.

“Tentu saja,” ucap Chaeyoung sembari tersenyum lebar. Saat itu juga, jantung Sana langsung berdegup dengan kencang. Ia langsung menyadari bahwa hatinya mulai terbuka untuk Chaeyoung.

 

FLASHBACK END

 

“Selain itu, aku selalu merasa telah mengenal Chaeyoung cukup lama,” tambah Sana.

“Kau memang telah mengenal Chaeyoung cukup lama,” ujar Jihyo.

“Ya, lima tahun memang bukan waktu yang singkat. Bisa dibilang aku sudah cukup lama mengenalnya,” balas Sana tanpa mengetahui maksud yang sebenarnya dari perkataan Jihyo.

‘Bukan hanya lima tahun, melainkan berabad-abad,’ ucap Jihyo dalam hatinya.

“Aku masih belum mendengar ceritamu, Jihyo. Bagaimana kisahmu dengan Tzuyu?” kali ini Sana yang mendengar kisah asmara.

“Aku dan Tzuyu sudah lama ‘jadian’. Hanya saja ada beberapa hal yang membuat kami berpisah. Sekarang, kami bersama lagi,” Jihyo berusaha menjelaskan dengan logika manusia biasa. Ia tidak ingin menceritakan segala hal fantasi yang sebenarnya terjadi di antara mereka.

“Aku turut senang kalian bisa baikan. Semoga kalian bisa lanjut sampai pelaminan!” komentar Sana lalu terkekeh-kekeh.

‘Pernikahan kedua? Kurasa itu bukan ide yang buruk,’ ujar Jihyo dalam hatinya sembari tersenyum.

 

—————————————————————

@Apartemen Tzuyu, 10.15 P.M.

 

“Wine dari abad ke-19 ini memang sangat enak! Suatu kehormatan bisa minum wine ini bersamamu, Yang Mulia,” ujar Nayeon sambil mengangkat gelasnya yang berisi wine.

“Aku tidak pernah menjadi rajamu. Kenapa kau selalu memanggilku Yang Mulia?” tanya Tzuyu lalu meneguk wine yang berada di gelasnya.

“Walaupun kita hidup di zaman yang berbeda, kau tetaplah seorang raja! Dan aku hanya seorang kelas rendah,” jawab Nayeon lalu meletakkan gelasnya di atas meja.

“Kurasa tingkatan sosial sudah tidak berarti lagi sekarang. Toh, kita memiliki nasib yang sama,” ujar Tzuyu sambil memutar gelasnya dengan pelan dan menatap pergerakan wine di dalam gelasnya.

“Oh, ya! Dia sudah mengingat semuanya, bukan?” tanya Nayeon lalu diikuti oleh anggukan kepala dari Tzuyu. “Apa kau yakin ini pilihan yang tepat? Kau tahu kan ini melanggar hukum langit?” Nayeon bertanya lagi.

“Rasa keegoisanku memang lebih besar dari rasa takutku. Palingan aku akan mendapat hukuman yang sama dengan Chaeyoung,” jawab Tzuyu lalu meminum wine yang tersisa pada gelasnya.

“Ya, kau benar juga. Chaeyoung mendapatkan hukuman itu karena keegoisannya. Hukumannya pun tambah berat karena yang ia pisahkan adalah dua orang yang berjodoh,” balas Nayeon lalu menuangkan wine ke dalam gelasnya lagi.

 

FLASHBACK

 

Zaman Dinasti Joseon, Tahun 1592

 

Kehidupan seorang putri kerajaan tidaklah semenyenangkan yang dibayangkan orang-orang. Seluruh kehidupannya telah diatur dari A sampai Z. Hidupnya sangat terkekang. Ia bahkan tidak dapat keluar dari istana sepanjang hidupnya, kecuali ia telah menikah. Bisa dibayangkan betapa membosankannya hidup di istana selama bertahun-tahun tanpa mengetahui dunia luar. Namun, Putri Jeongnam adalah salah satu tuan putri yang beruntung. Dia memiliki seorang pengawal yang sangat dekat dengannya bagaikan seorang sahabat. Dia adalah Park Chaeyoung.

“Chaeyoung, kita akan ke mana malam ini?” tanya Putri Jeongnam yang telah menyamar dan bersiap-siap untuk keluar dari istana.

“Tuan Putri belum pernah melihat melihat babi secara langsung, bukan? Saya akan membawa Tuan Putri untuk pergi melihat itu malam ini,” jawab Chaeyoung lalu mengulurkan tangannya kepada Putri Jeongnam. “Ayo kita keluar sebelum ada yang melihat!” pinta Chaeyoung.

Mereka kemudian keluar dari istana secara diam-diam. Chaeyoung membawa Putri Jeongnam ke sebuah peternakan babi yang tak jauh dari istana. Tampak tempat itu cukup kumuh hingga Putri Jeongnam merasa tidak nyaman.

“Memang aroma ini tidak akan pernah tercium di istana,” komentar Chaeyoung.

“Setidaknya, aku memiliki pengalaman langka. Saudari-saudariku tidak akan pernah melewati hal seperti ini,” balas Putri Jeongnam. “Tapi, yang kusayangkan adalah para babi ini sudah tidur semua,” tambahnya.

“Mau bagaimana lagi.. kita hanya bisa keluar pada malam hari,” jawab Chaeyoung sembari memandangi babi-babi yang terlelap itu.

“Siapa kalian?!” tiba-tiba seseorang berseru. Hal itu langsung mengalihkan perhatian Chaeyoung dan Putri Jeongnam. “Kutanya siapa kalian?!” tanya orang itu lagi sambil memegang sebuah tongkat kayu. Hal itu langsung membuat Chaeyoung memasang badannya di depan Putri Jeongnam.

“Jangan berani macam-macam! Kau tidak tahu siapa dia!” ucap Chaeyoung lalu menghunuskan pedangnya.

“Makanya, aku bertanya siapa kalian?!” orang itu begitu bersikukuh. Dia tidak takut pada ancaman Chaeyoung.

“Chaeyoung, turunkan pedangmu!” pinta Putri Jeongnam. Tanpa membantah, Chaeyoung kemudian menaati perintah itu. Namun, ia tetap memegang ujung pedangnya untuk berjaga-jaga. “Maaf jika kami mengejutkanmu. Kami hanya ingin melihat babi-babi ini,” ujar Putri Jeongnam pada orang itu.

“Melihat babi-babi ini? Untuk apa?” tanya orang itu dengan tongkat masih berada di tangannya.

“Karena aku belum pernah melihatnya,” jawab Putri Jeongnam tanpa ragu.  Hal itu langsung membuat Putri Jeongnam mendapat cemoohan dari orang itu.

“Jaga perkataanmu!” pinta Chaeyoung lalu mengayunkan pedangnya hingga hampir mengenai leher orang itu.

“Wah, aku mengerti sekarang. Gadis ini pasti putri bangsawan dan kau adalah pengawalnya,” ujar orang itu sambil menatapi Putri Jeongnam dan Chaeyoung dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Kurasa tidak ada yang perlu kukhawatirkan. Kalian tidak mungkin mencuri babiku,” lanjut orang itu lalu menurunkan tongkatnya.

Orang itu kemudian berjalan mendekati Putri Jeongnam tanpa menghiraukan pedang yang hampir menggores lehernya. “Kau ingin menyentuhnya?,” tanya orang itu lalu menarik tangan Putri Jeongmam dengan pelan. Melihat itu, Chaeyoung langsung mengarahkan pedangnya ke arah orang itu. Namun, Putri Jeongnam menggelengkan kepalanya agar Chaeyoung menjauhkan pedangnya itu.

“Apakah tidak apa-apa jika aku menyentuhnya?” tanya Putri Jeongnam.

“Tentu saja! Kau tidak akan mati jika menyentuhnya,” jawab orang itu lalu membawa tangan Putri Jeongnam ke salah satu babi terdekat. Untuk pertama kalinya, Putri Jeongnam memegang hewan itu.

“Boleh aku tahu namamu?” tanya Putri Jeongnam lagi.

“Kyungwan. Namaku Kyungwan,” jawab orang itu.

Itulah awal pertemuan ketiga orang ini. Setelah pertemuan itu, setiap malamnya Chaeyoung akan membawa Putri Jeongnam ke peternakan babi itu. Itu semua karena Putri Jeongnam ingin bertemu dengan Kyungwan. Kyungwan adalah orang pertama yang menganggap Putri Jeongnam bukan seorang putri kerajaan. Dia memperlakukan Putri Jeongnam layaknya seorang teman. Itulah yang membuat Putri Jeongnam menyukai Kyungwan.

Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Semua kegiatan yang mereka lakukan secara diam-diam ini akhirnya diketahui oleh seseorang. Orang itu adalah kepala pengawal kerajaan, yang merupakan atasan Chaeyoung.

“Chaeyoung,” panggil kepala pengawal kerajaan. “Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau perbuat selama ini?” lanjutnya.

“Apa maksud Anda?” tanya Chaeyoung yang masih tak paham ke mana arah pembicaraan ini.

“Mulai hari ini berhentilah membawa Putri Jeongnam keluar dari istana atau kau tidak boleh memasuki istana lagi,” pinta kepala pengawal kerajaan itu.

“Bagaimana Anda bisa tahu?” tanya Chaeyoung yang masih berusaha tegar walaupun ia sangat terkejut.

“Tentu saja aku mengawasi gerak-gerik kalian. Putri Jeongnam menyukai orang rendahan itu, bukan? Apa kau tidak khawatir Putri Jeongnam akan menolak untuk menikah dengan Yeongmin? Jika hal itu terjadi, kepalamu pasti akan digantung di tengah kota!” jelas kepala pengawal kerajaan itu. (Yeongmin muncul di cerita selingan chapter 19, ‘Forgotten’)

“Hal itu tidak mungkin terjadi! Putri Jeongnam sangat patuh pada Yang Mulia!” bantah Chaeyoung.

“Lalu, kau akan tetap membawanya bertemu dengan orang rendahan itu? Itu tetap saja melanggar aturan! Aku masih baik padamu dengan memberimu peringatan terlebih dahulu. Lakukan perintahku atau kau bukan lagi pengawal di kerajaan ini!” seru pengawal kerajaan itu.

Mendengar ancaman itu, Chaeyoung menyadari bahwa ia tidak bisa lagi melakukan hal itu. Ia tidak ingin mengorbankan pekerjaannya. Hal terlarang yang mereka lakukan selama ini tidak sebanding dengan betapa berharganya pekerjaan Chaeyoung. Oleh karena itu, mulai malam itu Chaeyoung berhenti membawa Putri Jeongnam keluar dari istana. Jelas hal itu mendapat tanda tanya dari Putri Jeongnam.

“Mengapa tidak boleh?” tanya Putri Jeongnam yang masih tidak terima dengan penolakan Chaeyoung.

“Tuan putri.. kita tidak dapat melakukan ini terus menerus. Lama-lama semua orang istana akan curiga!” jawab Chaeyoung dengan sedikit membentak. Hal itu langsung membuat Putri Jeongnam terkejut. Putri Jeongnam menyadari Chaeyoung sedikit berbeda dengan biasanya.

Malam-malam berikutnya, Putri Jeongnam tidak lagi keluar dari istana. Ia tetap berada di istana sepanjang hari dan menjalankan hari-harinya yang membosankan. Lama-kelamaan rasa bosan dan rasa rindunya menumpuk. Akhirnya, itu menghasilkan sebuah keberanian  bagi Putri Jeongnam untuk kabur dari istana sendrian.

“Chaeyoung!” panggil salah satu dayang dari Putri Jeongnam.

“Ada apa?” tanya Chaeyoung dengan bingung.

“Putri Jeongnam tidak ada di kamarnya! Dia menghilang!” jawab dayang itu. Jawaban itu langsung membuat Chaeyoung berlari keluar istana. Ia tahu dengan pasti bahwa Putri Jeongnam pergi menemui Kyungwan.

Sesampainya di peternakan babi itu, Chaeyoung mendapati Putri Jeongnam sedang berbincang-bincang dengan Kyungwan. Tanpa menghiraukan situasi yang terjadi di sekitarnya, Chaeyoung langsung menghampiri Putri Jeongnam dan menarik tangannya.

“Tuan putri!” seru Chaeyoung.

“Chaeyoung?!” sahut Putri Jeongnam.

“Kau tidak boleh di sini! Kita harus kembali ke istana!” ujar Chaeyoung sembari menarik Putri Jeongnam. Ia tidak menghiraukan Kyungwan yang menatap mereka dengan terkejut.

Setelah malam itu, Putri Jeongnam tetap pantang menyerah untuk kabur dari istana. Seketat apapun Chaeyoung mengawasi Putri Jeongnam, Putri Jeongnam jauh lebih cerdik dari Chaeyoung. Ia selalu menemukan cara untuk kabur dari istana. Pada akhirnya, Chaeyoung tidak punya pilihan lain selain menjalankan rencana terakhirnya.

Secara diam-diam, Chaeyoung mengunjungi peternakan babi itu. Seperti yang diduganya, Putri Jeongnam belum datang dan Kyungwan tidak tampak di peternakan babinya. Chaeyoung lalu menghunuskan pedangnya dan mengayunkan pedangnya hingga menembusi badan salah satu babi yang berada di situ. Jelas babi itu merintih kesakitan dan itu langsung membuat Kyungwan keluar dari rumahnya yang berada tak jauh dari peternakannya. Kyungwan kemudian mendapati pedang Chaeyoung yang telah berlumuran darah dan wajah Chaeyoung yang telah penuh dengan cipratan darah.

“Chaeyoung, apa yang kau lakukan?!” tanya Kyungwan yang mulai panik. Chaeyoung tidak menghiraukan pertanyaan itu dan berjalan menghampiri Kyungwan. Seberapa cepat pun Kyungwan menghindari Chaeyoung, Chaeyoung jauh lebih cepat darinya. Akhirnya, Chaeyoung memukuli Kyungwan hingga ia pingsan lalu menyeret tubuhnya sampai ke dalam rumahnya. Chaeyoung kemudian membaringkan tubuh Kyungwan di atas alas tidurnya.

“Maafkan aku,” ucap Chaeyoung kepada Kyungwan yang tak sadarkan diri.

 

Chaeyoung lalu meninggalkan Kyungwan dan berjalan keluar dari rumah itu. Saat itulah, ia mendapati Putri Jeongnam yang menatapnya dengan terkejut. Dengan wajah dan pakaian yang penuh dengan percikan darah, Chaeyoung menghampiri Putri Jeongnam yang ketakutan melihatnya.

“Tidak ada alasan lagi untuk datang ke sini, tuan putri. Seperti yang kau lihat, aku telah..”

 

Plakk

 

Putri Jeongnam menampar Chaeyoung dengan keras lalu berlari meninggalkan tempat itu. Chaeyoung tahu bawah Putri Jeongnam telah salah paham. Namun, Chaeyoung membiarkan kesalahpahaman itu karena itulah yang diinginkannya. Itulah rencana terakhirnya.

Setelah kejadian itu, Chaeyoung memutuskan untuk berhenti menjadi pengawal Putri Jeongnam. Ia memilih menjadi prajurit untuk angkatan laut Joseon. Pada tahun itu, Jepang mulai menginvasi Joseon dan Perang Imjin pun dimulai. Di bawah kepemimpinan Laksamana Yi Sun Sin, seluruh angkatan laut Joseon berperang melawan Jepang, termasuk Chaeyoung. Sejak saat itu, Chaeyoung tidak pernah lagi bertemu dengan Putri Jeongnam.

 

FLASHBACK END

 

“Andai Chaeyoung tahu siapa kedua orang itu di kehidupannya sekarang,” ujar Nayeon lalu menyeringai.

 

—————————————————————

@Dahyun’s Bar, 11.00 P.M.

 

“Baiklah, Kyungwan.. Aku akan segera pulang setelah ini. Aku tutup telponnya ya,” ujar Jeongyeon lalu mengakhiri panggilan dari Kyungwan. Jeongyeon kemudian menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.

“Anakmu mencarimu?” tanya Dahyun sembari mengelap gelas yang dipegangnya.

“Iya, dia bilang dia rindu padaku. Ada-ada saja anak itu,” jawab Jeongyeon lalu menggelengkan kepalanya lagi.

“Kau harusnya menghabiskan waktu bersama anakmu. Bukan ke bar untuk minum-minum seperti ini,” balas Dahyun lalu meletakkan gelas yang baru saja dibersihkannya.

“Kyungwan.. apa kau tahu kenapa aku menamainya Kyungwan?” tanya Jeongyeon yang menghiraukan perkataan Dahyun.

“Memangnya kenapa?” Dahyun balik bertanya.

“Aku menamainya Kyungwan karena nama itu terasa familiar. Entah dari mana aku mendengar nama itu,” jawab Jeongyeon lalu meminum segelas bir yang berada di depannya.

“Jangan-jangan itu namamu di masa lalu,” canda Dahyun. Jeongyeon kemudian tertawa mendengar itu. Tentu saja ia tidak percaya pada hal itu.

“Masa lalu? Kau membuatku teringat pada Chaeyoung,” ujar Jeongyeon sambil menyeringai. “Oh ya, kapan Chaeyoung merilis bukunya?” tanya Jeongyeon sambil menatapi gelas bir yang berada di depannya.

“Aku juga tidak tahu. Harusnya tidak lama lagi. Semua orang sudah tidak sabar dengan perilisan bukunya,” jawab Dahyun.

“Aku merasa terhormat menjadi pembaca pertama buku itu, bahkan sebelum dirilis,” ujar Jeongyeon lalu tertawa kecil.

“Saat kau bilang pernah baca buku itu, aku akhirnya tidak heran lagi kenapa kau bisa tahu masa lalu Chaeyoung,” balas Dahyun.

“Terkadang Chaeyoung cukup bodoh untuk menyimpan hal seperti itu,” komentar Jeongyeon.

 

FLASHBACK

 

Saat itu, Jeongyeon sedang berbaring di atas tempat tidur Chaeyoung. Sembari menatapi langit-langit kamar Chaeyoung, ia memutar lagu dari ponselnya. Ia merasa sangat bosan menunggu Chaeyoung yang tak kunjung pulang.

 

Bukk!!

 

Tak sengaja, Jeongyeon menyenggol ponselnya hingga terjatuh dari atas tempat tidur. Ia lalu berusaha menggapai ponselnya yang tergeletak di atas lantai. Saat itulah dia menyadari ada sesuatu di bawah tempat tidur Chaeyoung. Barang itu adalah sebuah buku kecil berwarna merah (jika lupa, silakan cek chapter sesudah prologue).Tentu saja benda itu menarik perhatian Jeongyeon. Buku itu lalu diambilnya bersama dengan ponsel miliknya.

“Buku apa ini?” tanya Jeongyeon lalu mulai membuka buku itu.

Halaman demi halaman dibaca Jeongyeon. Awalnya Jeongyeon merasa aneh membaca buku itu. Namun, lama-kelamaan ia merasa isi buku itu sangat lucu. Buku itu penuh dengan hal yang menurutnya hanyalah imajinasi dari Chaeyoung.

“Aku tidak menyangka Chaeyoung seimajinatif ini,” komentar Jeongyeon.

Ia tidak membaca seluruh isi buku itu. Ia langsung membaca dua halaman terakhir dari buku itu.

Aku akan terus menanti hingga waktu itu tiba. Waktu di mana kita akan bertemu kembali. Aku sangat merindukanmu walaupun empat ratus tahun telah berlalu. Bahkan jika seribu tahun pun berlalu, aku akan tetap merindukanmu.’

Jeongyeon membaca paragraf terakhir itu sambil tertawa. Ia merasa tulisan Chaeyoung itu sangat berlebihan. Ia tidak menyangka bahwa Chaeyoung dapat menulis hal-hal seperti ini. Namun, segala tawanya berhenti ketika ia sampai pada halaman terakhir. Halaman di mana Chaeyoung menggambarkan wanita yang paling dicintainya. Melihat itu membuatJeongyeon sangat tertertegun. Ia tidak mengerti apakah yang dilihatnya itu nyata atau tidak. Yang jelas, dia mengenali sosok yang tergambar di halaman itu.

“Tidak mungkin.. bagaimana bisa?” tanya Jeongyeon kepada udara yang memenuhi ruangan itu.

 

FLASHBACK END

 

“Baiklah, saatnya aku pulang. Sampaikan salamku pada Chaeyoung ya!” ujar Jeongyeon lalu meletakkan beberapa lembar uang di atas meja bar Dahyun.

“Kalau kau ingin kita berdua mati,” tambah Dahyun sambil menggelengkan kepalanya.

 

—————————————————————

Keesokan Harinya

@ Taman Kanak-Kanak Chaewon, 11.00 A.M.

 

“Kita sudah sampai,” ujar Nayeon setelah memarkirkan mobilnya. Ia lalu melepaskan sabuk pengamannya dan memalingkan wajahnya ke arah wanita yang berada di sampingnya. “Kurasa Lisa sudah menunggu kita cukup lama. Kau sudah siap, Mina?” tanya Nayeon lalu diikuti oleh anggukan dari Mina.

 

———————-

Mina di cerita ini udah kembali. Semoga Mina yang asli juga lekas sembuh dan bisa bersama dengan para member yang lain lagi :’)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina