The Chance?

Salty Salt

“Park Jihyo!!” aku mendengar suara Sana yang memanggilku dari ruang tamu. Aku saat ini sedang berada di atas tempat tidurku, merenungkan kalimat Tzuyu sejak semalam. Entah mengapa kalimatnya terus menghantui pikiranku. Mengapa? Mengapa orang asing ini begitu mengganggu hidupku?

“Hoi, Park Jihyo!” panggil Sana yang tiba-tiba memasuki kamarku. “Dari tadi aku memanggilmu, tapi kau tidak menyahut,” gerutunya.

“Maaf, tadi aku sedang melamun,” jawabku lalu duduk di pinggir tempat tidurku.

“Memangnya apa yang sedang kau pikirkan? Oh, aku tahu! Pasti kencanmu semalam, bukan?” tanyanya lalu duduk di sampingku. Apa katanya? Kencan? Yang benar saja..

“Kencan apanya.. kami tidak berkencan,” jawabku dengan nada yang tidak semangat.

“Wah, wah.. apakah tidak berjalan dengan baik?” tanya Sana yang tampak penasaran dengan apa yang kualami.

“Bukan seperti itu..” jawabku sembari menundukkan kepalaku. “Ah, aku juga tidak mengerti,” ucapku lalu menghempaskan badanku ke atas tempat tidur.

“Tidak apa-apa, Jihyo. Itu bukan akhir dari segalanya. Masih banyak kesempatan lain,” ucapnya lalu berbaring di sampingku. “Sejujurnya aku ingin mengucapkan terima kasih padamu,” lanjutnya.

“Terima kasih karna?” tanyaku sambil menatapnya dengan bingung.

“Semalam adalah kencan yang menyenangkan,” jawabnya sambil tersenyum lebar. Kencan katanya? Apa aku tidak salah dengar? Dia menganggap itu kencan?

“Kencan?” tanyaku memastikan. Ia lalu menggangguk sambil tersenyum. ‘Wah, Tzuyu sukses besar,’ gumamku sembari tersenyum simpul.

“Kau bilang apa, Jihyo?” tanyanya yang tampaknya mendengar gumamku.

“Ah, bukan apa-apa,” jawabku menyembunyikan kebenarannya. “Jadi, apa yang terjadi selama kau kencan dengan Chaeyoung?”

Sebenarnya tidak ada yang spesial. Hanya saja.. Terasa berbeda saat berjalan dengan Chaeyoung,” jawabnya sambil memejamkan matanya dan tersenyum dengan lebar. “Dia berbeda dengan pria lain. Terkadang aku merasa dia terlalu polos. Tapi..”

“Tapi apa?” aku mulai bertanya-tanya apa yang dipikirkan Sana tentang Chaeyoung.

“Kau tidak merasa aneh?” tanyanya sambil melirikku.

“Aneh? Apa yang aneh?” tanyaku dengan bingung.

“Kau tidak heran kenapa aku baru pulang sekarang?” dia menanyaiku balik. Pertanyaan itu langsung membuat otakku bekerja dengan maksimal. Mengapa dia tidak pulang semalam? Apa yang dilakukannya? Dia menginap di mana? Dengan siapa ia semalaman? Semua pertanyaan yang muncul di otakku itu bermuara pada satu jawaban. Jelas Chaeyoung adalah jawaban dari semua pertanyaanku itu.

“Kau.. tidur dengan.. Chaeyoung?” aku menanyainya dengan ragu-ragu.

“Aku tidur di hotel Chaeyoung,” ia seolah-olah memperbaiki kalimat yang kuucapkan sebelumnya. “Tapi, aku tidak ingat apa yang terjadi semalam,” lanjutnya.

“Apa semalam kalian pergi minum?” aku memastikan apa yang mereka lakukan semalam. Ia lalu mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaanku.

“Kurasa Chaeyoung tidak akan berani melakukan sesuatu padamu. Selama ini aku mengenalnya sebagai pria yang sangat polos,” aku mencoba memberikan pendapatku. Namun, dari raut wajahnya, aku merasa Sana tidak setuju dengan pendapatku.

“Awalnya aku juga berpikir seperti itu..” ucapnya lalu terdiam sejenak. “Tapi, coba lihat ini,” lanjutnya lalu menunjukkan.. bekas kecupan yang ada pada pundaknya..? HEOL!! SON CHAEYOUNG SEJAK KAPAN KAU SEPERTI INI?!

 

—————————————————————

***

Kantor CT Group, 10.15 A.M.

 

Selangkah demi selangkah, aku mulai mendekati suatu ruangan. Suatu ruangan yang hanya ditempati oleh CEO dari CT Group. Mengapa aku berjalan menuju tempat itu? Aku juga masih tidak paham. Asisten dari CEO tersebut hanya memintaku untuk datang menemui CEO mereka, yang tak lain adalah Tzuyu. Mengapa Tzuyu tidak menghubungiku langsung? Lagi-lagi aku juga tidak tahu. Mungkin hanya sekedar formalitas.

Perlahan-lahan aku membuka pintu ruangan itu. Kemudian, aku mendapati ruangan itu begitu sepi, seolah-olah tidak berpenghuni. Namun, aku tahu ada seseorang selain aku dalam ruang itu. Dia berada di balik kursi besar yang ada di hadapaku. Aku menebak Tzuyu berada di balik kursi itu.

“Ehem,” aku mendengar suara dari balik kursi itu. Namun, anehnya suara itu tidak terdengar seperti suara Tzuyu.

Perlahan-lahan kulihat kursi itu berputar dan mulai menunjukkan sosok yang ada di balik kursi itu. “Hai! Kau Chaeyoung ya? Maaf membuatmu terkejut,” ucap orang itu sesaat setelah menunjukkan sosoknya. Betapa aku sangat terkejut saat menyadari bahwa orang itu bukanlah Tzuyu.. melainkan sesosok wanita yang sama sekali tidak kukenali.

 

—————————————————————

***

Taman Kanak-Kanak Chaewon, 10.20 A.M.

 

“Semuanya ayo kembali ke tempat duduk masing-masing! Hari ini kita akan membuat kartu ucapan,” ucap seorang wanita muda sembari tersenyum manis. Anak-anak yang berada di kelas itu langsung menuruti perkataan wanita itu, tanpa ada yang mengabaikannya.

“Di meja kalian sudah ada kertas dan juga pensil warna. Dengan itu, kalian bisa membuat kartu ucapan untuk orang yang kalian sayang!” ucap wanita itu dengan semangat. Semua anak dalam kelas itu pun ikut bersemangat.

“Nah, sekarang kalian ambil kertas yang ada di atas meja kalian,” wanita itu mulai menginstruksikan cara membuat kartu ucapan. Semua anak yang ada dalam kelas itu mengikuti instruksinya dengan baik.

“Selanjutnya, lipat kertas itu menjadi dua bagian seperti ini,” ucap wanita itu sambil memberikan contoh. “Nah, setelah itu, pikirkan siapa yang akan kalian beri kartu ucapan. Kalau kalian sudah menentukan, ambil pensil warna kalian dan mulailah menuliskan ucapan untuk orang tersebut! Kalian juga boleh menggambar sesuatu pada kartu ucapan itu.”

Anak-anak yang berada dalam kelas itu mulai menuliskan kartu ucapan mereka, termasuk Kyungwan. Dengan penuh antusias, Kyungwan menuliskan kartu ucapan itu lalu menggambarkan sesuatu di atasnya. Melihat keantusiasan Kyungwan membuat wanita itu menghampiri Kyungwan untuk melihat apa yang telah dibuatnya.

“Untuk siapa kau membuat kartu ucapan ini, Kyungwan?” tanya wanita itu.

“Untuk eomma,” jawab Kyungwan tanpa mengalihkan perhatian. Medengar jawaban itu membuat wanita itu bersimpati pada Kyungwan. Ditambah lagi ia membaca kalimat yang ditulis Kyungwan.

 

‘Eomma, aku merindukanmu.

Aku ingin eomma bersamaku.’

 

Di samping kalimat itu, terdapat sebuah gambar wanita tanpa wajah. Melihat itu membuat guru Kyungwan menebak-nebak siapa sosok yang digambarnya. “Apakah itu eomma?” tanyanya.

“Iya, ini eomma. Tapi, aku tidak tahu wajah eomma.. Jadi, aku tidak menggambarnya,” jawab Kyungwan dengan sedih. Jawaban itu membuat gurunya sangat bersimpati hingga ingin memeluknya dengat erat.

 

—————————————————————

***

Kantor CT Group, 10.30 A.M.

 

“Aku tidak menyangkan bisa bertemu dengan penulis terkenal sepertimu,” wanita itu memecah keheningan yang sedaritadi meliputi kami.

“Terima kasih atas pujiannya,” jawabku sambil tersenyum malu. Saat pertama kali melihatnya, aku sempat berpikir bahwa Tzuyu menipuku. Namun, ternyata aku hanya salah paham. Wanita yang ada di depanku saat ini bukanlah CEO dari CT Group. Dia hanya seorang teman dekat dari Tzuyu. Ya, itu yang dikatakannya padaku.

“Nampaknya Tzuyu banyak menceritakan tentang diriku ya. Kau bahkan mengetahui wajahku dan nama asliku,” ucapku lalu menyesap teh yang ada di depanku.

“Ya, tentu saja. Aku kan teman dekatnya,” jawabnya dengan santai.

 

Krekk

 

Suara pintu yang sedang dibuka tiba-tiba mengalihkan perhatian kami. Kami kemudian mendapati sesosok pria yang tak asing memasuki ruangan. Ya, tentu saja pria itu adalah Tzuyu. Dengan raut wajah yang dingin, ia berjalan mendekati kami.

“Hei, kami sudah menunggumu cukup lama,” wanita itu mengomentari kedatanga Tzuyu yang terlambat.

“Apa yang kau lakukan di sini, Nayeon?” tanya Tzuyu dengan dingin.

“Aku hanya ingin bertemu denganmu. Apakah ada yang salah?” wanita yang bernama Nayeon itu balik bertanya.

“Sebaiknya kau berusaha menyelesaikan pekerjaanmu,” ujar Tzuyu dengan nada datar. Rupanya sikap Tzuyu memang selalu dingin dan datar, bahkan terhadap teman dekatnya.

“Baiklah, Yang Mulia. Maaf aku mengganggu pekerjaanmu,” ucap wanita itu lalu bangkit berdiri. “Nanti malam kita pergi minum ya. Bye, Tzuyu~” wanita itu kemudian pergi meninggalkan ruangan ini.

“Apakah dia mengatakan sesuatu hal yang aneh padamu?” tanya Tzuyu lalu duduk di tempat wanita tadi itu duduk.

“Hmm, kurasa tidak,” jawabku dengan sedikit ragu. “Jadi, kenapa kau ingin menemuiku?” aku langsung bertanya to the point.

“Bagaimana kencanmu semalam? Apakah berjalan dengan lancar?” Tzuyu menanyaiku balik. Mendengar pertanyaannya itu membuatku menjadi percaya akan perkataan Sana semalam.

“Jadi, kalian memang merencanakan semua ini?” tanyaku untuk memastikan kebenarannya.

“Ya, aku merencanakan ini agar bisa berkencan dengan Jihyo,” jawabnya lalu tersenyum kecil. Wah, untuk pertama kalinya aku melihat orang ini tersenyum. “Jadi, apa kau sudah menembaknya?” tanyanya.

“Huh? Apa yang kau bicarakan..” jawabku yang kebingungan dengan maksud pertanyannya.

”Jadi, kau belum menembaknya?” ia menanyakan suatu pertanyaan yang sangat aneh.

“Kurasa kau salah paham. Aku tidak akan menembak Sana. Aku tidak mengerti kenapa kau berpikir seperti ini,” jawabku dengan tegas.

“Huh? Kenapa tidak?” tanyanya. Aku kemudian menghembuskan nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan itu.

“Karna dia sudah punya pacar,” jawabku sambil tersenyum pahit.

“Dia sudah putus dengan pacarnya itu,” Tzuyu tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang membuatku terkejut.

“Kau bilang apa?” aku ingin memastikan perkataan Tzuyu.

“Dia. Sudah. Putus. Jihyo yang memberitahuku kemarin,” jawaban Tzuyu membuatku membisu. Aku masih tidak percaya dengan apa yang dikatakannya.

 

—————————————————————

***

Di dalam sebuah mobil, 02.15 P.M.

 

“Paman Kim..” Kyungwan memanggil Paman Kim yang sedang mengemudikan mobil yang mereka tumpangi. (Kalau kalian lupa siapa Paman Kim, dia adalah Pak Kim yang ada di chapter 13 ‘Vacation -part 1-‘)

“Iya, ada apa, tuan muda?” tanya Paman Kim lalu melirik ke arah Kyungwan. Kyungwan kemudian terdiam sejenak. Ia seperti ragu untuk berbicara. “Apakah ada masalah di sekolah, tuan muda?” Paman Kim menanyainya lagi.

“Paman Kim..” panggil Kyuwan lagi.

“Iya, tuan muda?” Paman Kim menjawab panggilan itu.

“Apa Paman Kim pernah melihat ibuku?” tiba-tiba Kyungwan menanyakan pertanyaan yang membuat Paman Kim membisu. “Apa Paman Kim juga tidak ingin mengatakannya?”

“Bukan seperti itu, tuan muda. Paman baru kembali ke Korea setelah tuan muda lahir. Jadi.. paman juga tidak tahu,” jawab Paman Kim dengan sedih.

Setelah itu, Kyungwan hanya terdiam sambil memegangi kartu ucapan yang dibuatnya. Dia berharap suatu saat ia dapat memberikan kartu ucapan itu pada ibunya.

 

20 menit kemudian..

 

“Tuan muda, kita sudah sampai,” ujar Paman Kim sesaat setelah memarkir mobil yang mereka tumpangi. Tanpa membalas ucapan Paman Kim, Kyungwan langsung berlari keluar. Melihat itu, Paman Kim hanya menghembuskan nafas panjang. Ia merasa sedih ketika Kyungwan terus menanyakan keberadaan ibunya.

 

Yoo’s Mansion, 02.37 P.M.

 

“Bibi Seo!” panggil Kyungwan saat melihat seorang wanita sedang menyapu lantai.

“Ada apa, tuan muda?” tanya wanita tua itu lalu menghentikan pekerjaannya sejenak.

“Apa Jeongyeon sudah pulang?” tanya Kyungwan.

“Belum, tuan muda,” jawab wanita tua itu dengan ramah. Tanpa membalas jawaban itu, Kyungwan langsung berlari menuju kamar Jeongyeon. Hal itu membuat wanita tua yang dipanggil Bibi Seo itu terlihat kebingungan.

“Ada apa dengan tuan muda?” gumamnya sambil melihati Kyungwan yang berlari dengan cepat.

“Tuan muda bertanya soal ibunya lagi,” ujar Paman Kim yang mendengar gumam Bibi Seo.

“Aigoo.. kasihan sekali tuan muda,” ucap Bibi Seo sembari menggelengkan kepalanya. Raut wajahnya tampak sedih, memikirkan keadaan Kyungwan yang seperti itu.

Di dalam kamar Jeongyeon, Kyungwan tampak sedang membongkar laci dari meja kecil yang berada di samping tempat tidur Jeongyeon. Hampir seluruh barang ia keluarkan dari laci itu hingga akhirnya dia menemukan barang yang ia cari. Barang itu adalah sebuah foto. Sebuah foto yang tampaknya memiliki sejuta kenangan.

“Eomma..” gumam Kyungwan sambil memandangi seorang wanita yang berada dalam foto itu. Di sebelah wanita itu, terdapat Jeongyeon yang sedang merangkulnya.

Tanpa diketahui oleh siapapun, Kyungwan telah lama menemukan foto ini. Ia menemukan foto ini tanpa sengaja dan semenjak itu ia selalu memandangi foto itu ketika teringat akan ibunya. Setelah memandanginya, ia selalu meletakkan foto itu kembali pada tempatnya. Namun, kali ini dia sama sekali tidak berniat untuk melakukan hal itu.

 

—————————————————————

***

Sungai Han, 09.00 P.M.

 

Dengan segelas bir di tanganku, aku memandangi Sungai Han yang tampak tidak begitu berubah sejak terakhir kali aku melihatnya. Sepanjang hari ini kepalaku dipenuhi oleh berbagai hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku bahkan masih tidak percaya dengan apa yang kudengar. Bagaimana bisa Sana mengalami semua itu? Mengapa aku harus pergi saat dia mengalami semua itu? Mengapa aku meninggalkan dia sendirian untuk menghadapi semua itu?

“Apa yang kau lakukan, Jeongyeon? Dasar bedebah..” gumamku lalu meneguk bir yang ada di tanganku.

Rupanya kepergianku adalah keputusan yang paling bodoh. Kupikir dengan aku pergi, semuanya akan kembali seperti semula. Namun, kepergianku tidak ada artinya. Aku tetap tidak bisa melupakan Sana dan Sana juga.. tidak bahagia dengan orang yang ia cintai. Mengapa takdir begitu kejam kepada kami?

“Oh, Chaeyoung!” suara itu.. suara yang paling kurindukan. Takdir, apa maksud dari semua ini?

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Sana yang datang menghampiriku. Kulihat dia tampak terkejut melihatku di sini.

“Oh, aku tidak menyangka bertemu denganmu di sini,” ucapku sambil tersenyum kepadanya. “Aku sedang mencari udara segar. Sudah lama tidak ke sini,” lanjutku.

“Ah, rupanya begitu,” ucapnya lalu duduk di sampingku. “Tampaknya kau sedang minum. Aku juga baru membeli beberapa kaleng bir,” lanjutnya sambil menunjukkan beberapa kaleng bir yang dibelinya.

“Jihyo di mana? Kenapa dia tidak bersamamu?” tanyaku sambil melihat ke sekelilingnya.

“Dia sudah pulang. Aku ke sini sendirian,” jawabnya lalu membuka salah satu kaleng birnya. “Bersulang?” tanyanya sambil mengangkat kaleng birnya. Kami kemudian bersulang dan meminum bir kami masing-masing.

“Cuaca malam ini bagus ya,” ucapku sekedar basa-basi.

“Iya,” jawabnya sambil tersenyum simpul. “Apa yang sedang kau pikirkan, Chaeyoung?” tanyanya secara tiba-tiba.

“Yang sedang kupikirkan?” aku menanyainya balik. Ia lalu mengangguk dan meneguk birnya lagi.

“Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Aku juga datang ke sini karna sedang memikirkan sesuatu,” jawabnya sambil memandangi sungai Han yang berada di depan kami. Andai aku bisa berkata ‘aku sedang memikirkanmu.’ Namun, hal itu mustahil. Aku tidak bisa mengatakannya walaupun aku sangat ingin mengatakannya.

“Memikirkan wanita itu, huh?” ujarnya sambil melirik ke arahku. Kau bisa membaca pikiranku, huh?

“Wow, apa kau seorang cenayang?” tanyaku lalu tertawa.

“Rupanya ada yang belum bisa move on,” ujarnya seolah-olah sedang mengejekku.

“Ya, begitulah. Aku terlalu menyayanginya,” ucapku sambil memandanginya. Ingin kukatakan semua padanya. Ingin kupeluk dia dengan erat. Ingin kucium bibir merahnya itu sambil menggenggam tangannya dengan erat. Namun, bagaimana? Andai ia tahu betapa aku sangat merindukannya.

“Kenangan.. itu yang membuat kita tidak bisa beralih,” ujarnya lalu kembali memandangi sungai Han yang berada di depan kami. “Sejujurnya, saat ini aku berada di posisi yang sama sepertimu,” lanjutnya.

“Kau masih memikirkan Jeongyeon?” tanyaku dengan miris. Rupanya Jeongyeon masih ada di hatimu. Kapankah aku bisa berada di hatimu lagi?

“Rupanya kau sudah tahu,” ucapnya sembari menundukkan kepalanya. “Kenangan bersamanya begitu manis hingga sulit untuk melupakannya,” lanjutnya.

“Kenangan kita bersama juga begitu manis. Tidakkah kau ingat?” Betapa inginnya aku berkata seperti itu. Namun, semua kata-kata tidak akan pernah keluar dari mulutku.

“Ya, aku mengerti perasaanmu,” ucapku lalu meminum birku hingga habis. Aku kemudian meremas kaleng bir itu untuk meluapkan emosiku. Sesaat kami terdiam sambil memandangi langit malam yang begitu indah. Tampaknya langit masih sama walaupun empat ratus tahun telah berlalu. Namun, apakah aku masih memiliki kesempatan yang sama? Kesempatan untuk berada di hatinya.

“Kenangan bersama mereka memang manis, tapi..” ucapnya sambil melirik ke arahku. Ia tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya itu. Namun, aku kemudian memberikan senyumanku sebagai tanda aku siap mendengarkan apapun yang ingin dikatakannya.

.

.

.

.

 

“Mari kita buat kenangan yang lebih manis lagi,” lanjutnya sambil tersenyum.

 

——————

Sekali lagi terima kasih buat yang udah baca sampai sejauh ini. Mohon maaf karna progres cerita ini lambat dan semakin rumit aja permasalahannya :’)

semoga bisa kuselesain dengan baik hehe..

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
momomoguring
Spin-off: A Poem Titled You
https://www.asianfanfics.com/story/view/1411438/a-poem-titled-you
Mungkin ini termasuk spoiler(?)

Comments

You must be logged in to comment
poplarbear #1
Chapter 30: AAAAAAAAA will you someday update this story? :'))
poplarbear #2
Chapter 12: Soo... Jeongyeon knows about Chae's past??
poplarbear #3
Chapter 10: Wew cerita bagus gini kok upvotesnya kurang yah :')
poplarbear #4
Chapter 2: AAAAAAA
babibu #5
Chapter 30: ah elah jeong udah deh move on aja ntu bukan jodoh elu, gw tabok kalo bikin onar lagi jeong
ini lagi emaknya kyungwan siapa sih? masih kepo nih
Kim6Ex
#6
Chapter 29: Aarrrrrr ga sabar update trozzz min,,,,,
SanaCheeseKimbap_
#7
Chapter 29: PEDANG PEDANGAN HAHAHAHAH
oncezara #8
Chapter 28: aaaaa :'))
Kim6Ex
#9
Chapter 28: Ahh.... Hemmm..... Ga bisa ngomong apa2
babibu #10
Chapter 27: sianjir jitzu angst banget sihh yalord swedih banget gw, ini lagi ceyong nembak aja lemotnya bukan maen malah asal nyosor doang! belum nembak loh, oh ya tuhkan gw sempet lupa kalo nama aslinya sana itu mina