Chapter 4

Sweet Lies (Indonesian Translation)
Please Subscribe to read the full chapter

Tempat tujuan yang dimaksud, yang mana kumengerti dengan cepat, ternyata adalah sebuah bandara.

Sesuai dugaan, kami langsung diantarkan ke hanggar dimana jet privatnya telah menunggu. Seorang pria yang berteriak dalam bahasa Cina kepada beberapa anggota dari kru penerbangan datang untuk menyapa ketika Chanyeol membuka pintu landasan.

“Hey, man, tepat waktu sekali.” Pria Cina itu mengedikkan kepalanya ke arah pesawat jet, berpura-pura tidak menyadari keberadaanku. “Jetnya sudah siap.”

Sehun menganggukkan kepalanya sedangkan Chanyeol dan yang lainnya mengeluarkan ransel-ransel dari bagasi mobil. Dia melirikku. “Kemari, sayang,” panggilnya. Aku masih tertegun melihat pesawat di depanku dan pikiranku dipenuhi semua peristiwa yang telah terjadi, aku mematung. Bagaimana bisa dia memaksaku naik ke dalam pesawat dan membawaku ke Perancis sesuka hatinya? Aku tak memiliki paspor dan bahkan tak membawa SIMku. Jadi untuk sekarang ini aku bukanlah siapapun, aku hanyalah orang yang dibawa oleh mafia yang serakah untuk mengembalikan uang tidak bergunanya.

Aku terlonjak, terkejut, saat Sehun tiba-tiba mencengkeram lenganku dengan kuat. “Kau memang benar-benar mau membuatku kesal, ya?” desisnya, menyeretku ke jetway. Aku hanya menahan rintihan pada ujung lidahku, daripada mencoba untuk melepaskan jarinya dari lenganku. Sirkulasi darah pada lenganku terasa mulai terhenti. “Teruskan saja maka hal terakhir yang akan kau lihat dalam hidupmu hanyalah bagian dalam sebuah kamar hotel.”

“Lalu mengapa repot-repot membawaku bersamamu? Tak ada bukti akan siapa diriku,” ucapku serak, lalu tersandung pada ambang pintu.

Tanpa memberi peringatan apapun, Sehun menarikku mendekat. Aku terjatuh dan mendarat pada lututku. “Satu-satunya hal yang perlu kau cemaskan sekarang adalah untuk tidak membuatku lebih kesal dari ini.” Dia membungkuk dan mendekatkan wajahnya padaku. “Mari kita lihat apa kau dapat memahaminya selagi kau dirantai seperti hewan selama 10 jam kedepan.” Dia mengangkatku dari lantai dengan mudahnya dan menyeretku ke dalam pesawat, melewati bagian kursi penumpang VIP dan menuju ke bagian belakang pesawat. Di ujung lorong, dia menggeser sebuah pintu, yang memperlihatkan sebuah ranjang berukuran king.

“Jongin!” panggilnya, mendorongku jauh ke dalam, ke sebuah sofa. Aku menggerutu, menahan tubuhku sebelum kepalaku terantuk dinding. Tak lama, lelaku itu muncul dengan Chanyeol di ambang pintu.

“Ya, Boss?”

Sehun menjulurkan tangannya. “Borgol.” Jongin mengeluarkan sepasang dari kantongnya dan menyerahkannya dalam diam. Seharusnya aku tak terkejut bahwa mereka membawa barang semacam itu untuk dipakai kapan saja mereka mau.

Jongin berdiri di samping pintu tanpa mengatakan apapun, memperhatikan Sehun memasangnya pada pergelangan tangan kiriku dan yang lainnya pada meja yang disemen ke permukaan. Sesudah dia mengencangkannya, dia berlutut di depanku. Aku mengerutkan wajahku dengan marah.

“Tatapan yang sangat pandai kau lakukan itu,” ucapnya, menaruh salah satu tangannya di atas lututku, “hanya akan membuatmu masuk ke dalam masalah juga, sayang. Jika kau melakukannya lagi, kau akan berharap mendapatkan borgolmu kembali.” Menatapku kosong, meremas lututku, menekan ke dalam tulangku dengan menyakitkan. Aku merapatkan bibirku untuk mencegah erangan namun seringaian yang terpampang di wajahnya menunjukkan bahwa dia dapat melihat ketidaknyamananku.

Dia memutuskan bahwa poinnya sudah dapat kupahami, lalu pergi meninggalkanku sendirian di dalam ruangan. Jongin mengekorinya, ia bahkan tak melirikku sama sekali.

 

 

Setelah beberapa jam kemudian, orang lain kemudian masuk. Perasaan lega menyeruak dari semua perasaan yang tersisa, karena ternyata orangnya adalah Chanyeol. Dia melepaskan borgolku dan memberiku waktu cukup lama untuk buang air kecil lalu aku diborgol lagi dan ia meninggalkanku sendiri.

Lalu saat ada orang yang datang lagi, orang itu adalah Jongin dan ternyata kami sudah sampai di Perancis. Aku terkejut melihatnya membawakan tasku yang kutinggalkan di loker pegawai sewaktu di casino. Dia menyerahkan tasku dengan sebuah amplop kuning setelah ia melepaskan borgolku.

“Kartu identitasmu dan paspormu, semuanya ada di dalam sini,” ucapnya, menuntunku keluar dengan menarik sikuku. Aku tak sempat menanyakan sesuatu sebelum aku dipaksa masuk ke dalam mobil hitam dengan Sehun di dalamnya yang sedang berbicara dengan sopir menggunakan bahasa Perancis.

Setengah jam kemudian, kami sampai di tempat parkir sebuah hotel mewah. Chanyeol dan Jongin mengikuti di belakang kami dengan mobil yang hampir sama persis dan ada beberapa pria dan seorang wanita yang menunggu di area parkir tersebut.

“Keluar,” perintah Sehun, ia keluar dari mobil dan menahan pintunya. Dalam beberapa detik, Chanyeol dan Jongin sudah berada di samping kami. Chanyeol mengambil tas-tas dari bagasi dan Jongin mengekori Sehun yang berjalan mendekati sekelompok orang yang sedang menunggu di elevator. Aku merasa terkejut menemukan seorang wanita mungil berponi dengan bibir kecil yang berwarna merah muda di antara pria-pria berbalut pakaian rapi.

“Dan dimana kau menemukannya?” tanyanya, memandangku seolah aku adalah permen karet yang menempel di sepatunya.

Sehun mengedikkan bahunya, tak menghentikan langkahnya untuk menyapa. Dia langsung berjalan menuju pintu elevator yang terbuka. “Apa itu menjadi masalah?” Jongin memencet tombol lantai 40, membuat kami berempat terkurung di dalam ruangan kotak. “Kurang dari dua-puluh-empat jam dia akan mati. 12 jam bila kau dapat bekerja dengan gesit.”

“Dia sungguh bersemangat, bukan?” tanyanya ke Jongin. Jong

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ssadssad #1
♥♥♥♥♥