Chapter 3

Sweet Lies (Indonesian Translation)
Please Subscribe to read the full chapter

Aku tak dibawa terlalu jauh dari tempatku sebelumnya. Aku di bawa masuk pengawal ke elevator dan naik satu lantai. Aku merasa lega tidak melihat satupun tamu hotel di sekitar sini, atau siapapun yang dapat menyaksikanku tak mengenakan apapun selain dibalut jas dengan percikan darah dan air mata pada wajahku lalu digeret oleh pengawal atau semacamnya.

Aku masih menangis saat kami sampai di kamar suite berukuran besar dengan pintu ganda.

“Berhentilah menangis atau kau hanya akan membuat keadaan semakin buruk,” bisik suara di atas lenganku. Si pengawal bahkan tak memberiku kesempatan untuk bertanya sebelum dia mengetuk pintunya dua kali.

“Aku tak mau berada di sini,” pintaku padanya.

Pintunya terbuka dan seorang pria dengan wajah asing berdiri di sana, berpakaian hampir sama dengan lelaki di sampingku dan lelaki yang sebelumnya. Mereka pengawal atau pelayan? Aku tak dapat menyimpulkannya. Aku di bawa masuk ke dalam lalu pria tadi melanjutkan aktivitasnya.

Bagian dalam ruangan suite ini lebih luas, dengan sebuah ruang tamu dan dapur dengan kamar yang dipisah. Dengan perabotan yang terlihat lebih mahal pula.

Aku langsung menyadari Sehun tak berada di sana dan sesaat merasa lega. Pemandangan akan adanya dua orang pria lagi selain pengawal yang mengantarkanku tadi sudah membuatku bertambah takut. Salah satunya sedang memasukkan pakaian ke dalam tas ransel dan satunya lagi sedang duduk di kursi di dalam dapur dengan ponsel di tangannya.

“Kemana dia pergi?” tanya orang yang mengantarkanku tadi, akhirnya melepaskan lenganku. Aku menjauh beberapa langkah darinya.

Lelaki dengan ponsel melirik dari layarnya. “Bermain untuk putaran selanjutnya selagi kita menyiapkan segalanya,” sahutnya. “Aku memberi tahunya kita akan menjemputnya setelah aku menemukan Yixing.”

Dari sudut mataku, terlihat lelaki yang sedang mengemas menegakkan posturnya dan melihat ke arahku. Dapat kulihat dia mengambil sesuatu dan berjalan ke arahku.

“Ini. Chanyeol bilang untuk mengambil ini dari ruang tamu,” gumamnya, lalu dilemparnya padaku tanpa memberi aba-aba. Aku menangkapnya. Tak lebih dari sebuah jeans kusut dan sweater berlengan.

Orang yang tadi mengawalku tampaknya bernama Chanyeol. Dia mengangguk setuju pada lelaki yang tadi pergi. “Ada kamar mandi di sebelah sana. Bersihkan dirimu sendiri. Kita akan pergi sebentar lagi.” Dia menunjuk sebelah kirinya di tempat di mana pintunya berada dengan ibu jarinya.

Aku tak menanyakan kemana atau mengapa kami pergi. Momen kesendirian di dalam kamar mandi itu sendiri kusambut dengan senang hati jadi aku cepat-cepat mengunci pintunya.

Aku bergegas ke wastafel, aku tak berani menatap kaca dan langsung melepas jasnya Chanyeol lalu mulai menggosok badanku. Airnya menciprat kemana-mana saat aku mencoba untuk menghilangkan darah dari lenganku dengan buru-buru dan membilas seluruh wajahku. Aliran airnya berwarna merah gelap dan aku berusaha untuk tak melihatnya, dan hanya menyiramkan lebih banyak air pada kulitku.

Akhirnya kumaatikan airnya setelah kucuci cincin paman Rin, kuambil handuk kaku berwarna putih dari rak di belakangku dan mengeringkannya. Aku telah membasahi semuanya. Diriku, rak atas, lantai. Saat seluruh badanku kering, kulempar handuknya ke atas genangan air.

Pakaian yang kurang lebih dicuri untukku beberapa ukuran lebih besar tapi aku lebih dari senang untuk mengenakannya. Saat aku mengancing celanaku aku baru menyadari bahwa aku tak punya sepatu juga. Tak banyak yang dapat kulakukan atau kukatakan mengenainya jadi kuambil napas dalam-dalam dan membuka pintunya, kembali ke tempat dimana lelaki tadi berada. Pada detik terakhir, aku teringat untuk mengambil jaketnya Chanyeol.

Chanyeol sedang bersandar ke meja, mengamati lelaki yang sedang berbicara lewat telepon. Dia mendongak saat aku kembali dan mengamatiku dari atas sampai bawah. Mengunyah snack yang sedang digenggamnya, dia menunjuk ke arah sofa.

“Sepatumu di sana.” Dia melihat ke arah lelaki yang sedang memasukan barang ke tas ransel. “Taeil?”

Lelaki yang tadi memberiku pakaian menghentikan aktivitasnya dan mengambil sepasang sepatu dari lantai, melemparkannya ke arahku sambil berjalan ke arah kamar di ruang tamu. Aku melirik Chanyeol sebelum mengambil sepatu tenis putih itu dan memakainya setelah menaruh jas Chanyeol ke atas sofa. “Kita akan keluar dari sini sekitar lima belas menit lagi,” Chanyeol memberitahuku. Di belakangnya, lelaki itu masih berbicara lewat teleponnya. “Apa kau siap?”

Enggan untuk menjawab pertanyaanya yang retoris, aku menatapnya dalam diam. Dia mengerucutkan bibirnya dan berpaling.

“Right, well.” Dia meraih jaketnya dan berjalan menuju pintu, melihat lelaki di meja melalui pundaknya. “Mark, aku akan berada di bawah bersama Bos. Dia akan siap untuk pergi sebentar lagi jadi sebaiknya kau lakukan dengan cepat. Bawa dia juga saat kau turun.”

Membuatku tersadar dia akan meninggalkanku dengan lelaki ini (bukannya aku mempercayainya sebanyak itu) dan aku merasakan sebuah dorongan kecil untuk meminta diajaknya tapi menyadari itu bukanlah ide yang baik melihat dia akan menemui Sehun. Aku tidak mau berada di dekat pria itu. Aku hanya berdiri di samping saat dia berjalan melewatiku, melirikku tajam seakan mengatakan untuk menjaga sikapku atau aku akan menanggung akibatnya.

Tak bisa merasa nyaman di kamar suite seora

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ssadssad #1
♥♥♥♥♥