She is a Mania

NUESTRA MAGOA [INDONESIAN BTS FANFICT]

Tangan kekar Park Jimin menutup kedua telinganya karena gangguan amat besar dari dering ponselnya. Entah sudah dering keberapa kali ini, yang pasti lebih dari tiga kali. Ia membalikkan badannya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Insting ketenangannya menasihati untuk terus mengabaikan panggilan itu, biarkan saja, Jim!

Helaan nafas lega terdengar samar ketika ponselnya berhenti berdering. Akhirnya. Ia kembali membuka selimut yang menutupi kepalanya lalu memposisikan diri lebih nyaman untuk kembali ke mimpi indahnya.

Fire….

Fire….

“ Arghh!! Sialan!” Lagi-lagi orang di seberang sana tidak menyerah.

Dengan sangat tidak rela, Jimin mengambil ponsel berisik itu di atas nakas sebelah ranjangnya dan langsung menekan tombol terima tanpa melihat siapa orang kurang kerjaan yang menelponnya beberapa kali.

“ Eoh, waeyo?” Suaranya serak khas orang yang baru saja diusik tidur tampannya.

“ Kau ada dimana hyung? Bisa temui aku di kafe biasa sekarang?” Suara Jungkook terdengar di seberang sana.

Jimin mengernyitkan alis bingung, masih dengan mata setengah terbuka. “Sekarang?”

Ia menjauhkan ponsel dari telinga mungilnya untuk melihat jam berapa sekarang ini.

1 pagi. ‘Bagus sekali Jeon Jungkook, awal yang terlalu awal untuk mengusik malam indahku.’ Batinnya geram.

“ Kau tau kau baru saja mengganggu mimpiku yang hampir sedikit lagi menyentuh bibir…. aishh! Waeyo? Kau mau melakukan apa di pagi-pagi buta seperti ini?” Namja bermata sempit itu berucap frustasi sambil membenamkan wajah kembali ke bantal empuk kesayangannya.

“Cepatlah, hyung, aku sudah sampai di kafe. Kutunggu sampai kau datang kesini. Ppali!” Ucapnya lalu memutuskan sambungan secara sepihak.

“Ck! Jinja!” Dengan sangat terpaksa ia beranjak dari singgasana tidur manisnya dan pergi bersiap.

Sebenarnya bisa saja Jimin membiarkan Jungkook menunggu disana dan kembali ke tidur indahnya, namun hati nurani seorang Park Jimin yang kelewat mulia itu tidak membiarkan insting egoisnya menang.

Seperti yang semua orang ketahui, Park Jimin, si malaikat Bangtan tidak akan membiarkan sahabat, ah bukan, saudaranya sendirian di pagi-pagi buta seperti ini dan bahkan orang itu adalah Jungkook, bayi kesayangan mereka walaupun itu berarti mengorbankan waktu tidurnya sekalipun.

 

Bunyi bel terdengar ketika tangan penuh venanya mendorong pintu kafe yang biasa ia sambangi itu. Mata sipit yang masih menyiratkan rasa kantuk itu mengedari penjuru ruangan dan berhenti pada sosok yang tengah memejamkan matanya sambil bersandar ke jendela kafe di meja sudut sana.

Kaki kekar Jimin melangkah mendekatinya dan duduk dengan sunyi tanpa suara di seberang namja yang masih setia memejamkan matanya. Ia memandangi wajah tegas namja yang 2 tahun lebih muda darinya itu dengan seksama. Wajah itu sedikit pucat dan menyiratkan secercah kesedihan baginya.

“ Apakah aku semakin tampan, hyung?” Jungkook berucap tanpa membuka matanya. Ia telah sadar akan kehadiran Jimin bahkan ketika namja itu membuka pintu kafe.

Alis Jimin mengerut, “ Jika kau mengatakan itu di depan Jin hyung, aku yakin kau akan mendapat jitakan keras di kepala bodohmu itu.”

Jimin semakin menatap aneh Jungkook ketika namja itu malah tertawa kecil, bukan tawa lucu untuk lelucon yang baru saja diucapkannya, tapi justru tawa sarkas yang ia tangkap.

“ Hah, omong-omong tentang Jinnie hyung, aku jadi merindukan namja tua itu, umurnya sudah seperempat abad, tapi kelakuannya bahkan lebih kekanakan dariku.”

Jimin menanggapi gumaman Jungkook itu dengan tawa kikuknya. “ Hati-hati dengan ucapanmu, kau bisa dikutuk namja tua itu menjadi batu.”

Mata bulat Jungkook terbuka dan manik hitamnya itu langsung tertangkap basah oleh manik sempit Jimin. Jimin sedikit terhenyak dalam batinnya ketika melihat mata Jungkook memerah dan sedikit bengkak seperti habis menangis. Ingin sekali ia menanyakan apa penyebabnya namun hanya bungkam yang dapat ia lakukan.

Keheningan menyelimuti mereka dalam beberapa detik hingga seorang pelayan membawa secangkir latte panas pesanan Jungkook.

“ Apa kau ingin memesan sesuatu, Jimin?” Tanya pelayan itu akrab.

Jimin menopang dagunya dengan tangannya di atas meja, berpikir, “Hmm.. apa kau punya teh hijau, Choisa?”

Yeoja berambut pendek itu yang masih membawa nampan itu menoleh ke arah rak minuman dan mengangguk setelah menemukan apa yang ia cari.

“ Kalau begitu teh hijau satu, tanpa gula.” Ucapnya.

Choisa, pelayan sekaligus pemilik kafe itu mengangguk lantas melenggang pergi untuk membuatkan pesanan Jimin.

“ Apa kau sedang diet lagi, hyung? Kenapa memesan teh hijau, tanpa gula lagi, sudah pahit, kau tambahi pahit lagi.” Jungkook menyendok lattenya yang masih panas. Entah kenapa ia malas untuk menyesap langsung dari cangkirnya.

Jimin beralih menatap Jungkook kembali, “ Aniya, hanya ingin saja, lagipula hidupku hari ini sudah pahit karena seorang namja tidak tahu diri yang membangunkanku jam 1 dini hari lalu seenaknya menyuruhku menembus dinginnya malam ke kafe ini.”

Sendok yang akan masuk ke mulut Jungkook terhenti, ia tertawa pelan lalu mengalihkan sesendok latte favoritnya ke arah Jimin. Namja bermata sipit itu lantas mengangkat sebelah alisnya bingung.

“ Ini, minumlah, sebagai ganti tidurmu yang telah terganggu.” Ucap Jungkook masih menyodorkan sesendok latte ke mulut Jimin.

“ Sesendok latte ini maksudmu? Kau membayar tidurku yang terusik dengan sesendok latte ini? Woah! Bocah ini!” Kepalanya seakan panas dan akan terbakar. Anak muda di hadapannya ini memang sesuatu. Ah, ia baru ingat, Jungkook memiliki 6 potongan sifat dari tiap hyungnya di Bangtan dan 1 sifat aslinya. Dan sifat kali ini meyakinkannya akan potongan sifat alien milik Taehyung. Memang kesalahan besar, seharusnya mereka tidak membesarkan Jungkook bersama Taehyung.

Alih-alih menanggapi Jungkook, Jimin mengambil sendok berisi latte yang telah dingin itu lalu menyuapkannya ke mulut Jungkook. Ia lalu meletakkan sendok itu kembali dan kini menatap Jungkook intens.

“ Katakan padaku, apa yang kau lakukan dini hari begini di kafe ini dan meninggalkan rumah. Apa ayahmu tidak memarahimu? Atau bahkan ia tidak tahu?” Jimin memutuskan untuk langsung menyerang Jungkook to the point karena sudah cukup ia menerima sifat aneh namja yang aslinya tidak seperti ini.

Namun Jungkook hanya diam dan menarik cangkir kopinya mendekat padanya lalu meneguk habis langsung isinya. Ia bahkan tidak peduli akan panas yang masih terkandung disana dan hal itu membuat Jimin makin menatapnya penuh selidik.

Jemari panjang Jungkook memainkan sendok dan cangkir yang telah kosong itu sambil menatap kosong ke arah kedua mainannya. “ Hyung… Ijinkan aku menginap di rumahmu hari ini.”

 

 

Jimin memindahkan omelette buatannya ke piring yang telah ia siapkan. Lantas ia membawa piring berisi omelette itu untuk Jungkook yang duduk di meja makan rumahnya. Mereka tengah berada di rumah Jimin setelah Jimin mengangguk dan mengijinkan Jungkook menginap di rumahnya.

“ Gomawo, hyung.” Ucap Jungkook lalu bergegas melahap omelette buatan Jimin. Sedangkan sang koki, Park Jimin di depannya menatap Jungkook ambigu.

Di benaknya sekarang terbesit puluhan pertanyaan tentang si maknae, mengapa ia ada di luar? Bagaimana bisa ayahnya tidak tau? Apa yang membuatnya menangis? Apa yang ia sembunyikan? Dan masih banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan sejak tadi namun terpendam ketika melihat wajah kelaparan milik bayi bangtan itu.

“ Apa enak?” Lagi-lagi Jimin gagal mengeluarkan satu saja kata tanya tentang Jungkook dan malah menanyakan hal tidak penting.

Namun anggukan dari seorang Jeon Jungkook yang menunjukkan bahwa ia sangat menikmati omelette asal bikinan Park Jimin itu sejenak menghangatkan hatinya dan membuatnya tanpa sadar tersenyum. Jungkook adalah seorang yang sangat gemar menghargai sekecil apapun hal yang diberikan padanya.

Terutama makanan. Bahkan ketika semua orang hanya sanggup mencicipi sesendok nasi goreng kimchi mahakarya Taehyung dan Namjoon yang rasanya benar-benar fantastis itu, hanya Jungkook seorang yang mau menghabiskannya bersih walaupun di awal ia ikut-ikutan meledeki makanan itu.

 

“ Hahaha, aigo, kau sangat menggoda..hahahaha..”

Suara seseorang tertawa terdengar hingga ke tempat Jimin dan Jungkook sekarang. Jungkook menghentikan suapannya dan menatap Jimin penuh tanya dan agak merinding. Tentu saja namja 19 tahun itu sempat mengira ada hantu disana karena ini masih pukul 2 pagi.

Helaan nafas terdengar dari Jimin menyadari pikiran maknae itu telah melalang buana ke jalur yang salah. “ Itu noonaku, paboya. Bukan hantu yang ada di pikiranmu.”

Sontak huruf O terbentuk di bibir Jungkook yang juga sedang mengangguk lega. Ia lalu memasukkan suapan terakhir ke mulutnya sehingga membuat piringnya yang tadi penuh menjadi kosong, bersih.

“ Eoh? Bukankah noonamu seorang biarawati? Kenapa dia ada di rumah pagi-pagi buta seperti ini?” Alis tebal Jungkook makin menyatu ketika hanya kedikan bahu yang ia dapat dari Jimin.

“ Hahaha, jangan sentuh bagian situ! Kau membuatku semakin terpancing, nakal!”

Mereka berdua terdiam ketika lagi-lagi mendengar suara sang noona yang terdengar begitu genit dari ruang tengah. Jungkook makin terlihat bingung dan penasaran apa yang dilakukan noona hyungnya disana namun Jimin malah terdiam gusar di kursinya. Ia tahu jelas apa yang tengah dilakukan kakak perempuannya itu di jam ini.

“ Hyung, aku mengantuk. Bisakah kita tidur sekarang?” Suara serak Jungkook menginterupsi batin Jimin yang mencoba mengontrol emosi. Sungguh, ia merasa malu jika Jungkook tahu hal apa yang sedang dilakukan kakaknya dan ia juga merasa selalu marah ketika melihat apa yang biasa kakaknya lakukan di jam ini setiap minggu.

Namun ia memutuskan untuk pasrah dan akan menerima apa yang Jungkook pikirkan dan sampaikan nantinya. Dengan sekali gerak, Jimin bangkit dan menggandeng Jungkook keluar dari ruang makan untuk menuju ke kamarnya yang mana harus melewati ruang tengah.

Mata Jungkook yang tadinya sempat terpejam setengah karena serangan kantuk tiba-tiba setelah makan seketika terbuka. Di sana, di sofa ruang tengah ia melihat dua orang, sepasang laki-laki dan perempuan, tengah saling menindih dan melakukan hal yang biasa ia tonton di komputer bervirus yang ada di dorm bersama Namjoon.

Langkahnya sempat terhenti dan membuat Jimin yang bahkan tidak mau menoleh ke arah sofa berhenti juga. Mata sipit namja itu saling bertukar pandang dengan mata penuh kejut dari Jungkook. Ia menghela nafas lalu mengangguk seakan mengerti maksud pandangan Jungkook, sejenis telepati mungkin.

Jimin kembali menarik tangan Jungkook untuk mengikuti langkahnya dan masuk ke kamarnya. Bahkan kedua sejoli itu tidak menghentikan kegiatan mereka ketika pintu kamar Jimin tertutup cukup keras.

 

 

Canggung. Itu yang tengah dirasakan Jungkook setelah masuk ke kamar Jimin dan duduk dengan kaku di tepi ranjang hyungnya. Sedangkan Jimin tengah sibuk membereskan ranjang yang cukup berantakan ketika tadi ia tinggal untuk menemui Jungkook.

Selesai merapikan ranjangnya, Jimin langsung berbaring nyaman dan menyelipkan kedua lengannya di bawah kepala. Matanya memandang lurus ke arah langit-langit kamar. Lagi-lagi helaan nafas khas Park Jimin terdengar.

“ Apa kau terkejut?” Jantung Jungkook sedikit bereaksi ketika pertanyaan itu terdengar. Ia belum siap untuk bicara atau bereaksi tentang hal tadi.

Mereka diam cukup lama hingga Jungkook memutuskan untuk ikut berbaring di samping Jimin. Namja berhidung mancung itu mengikuti arah pandang Jimin ke langti-langit kamar dengan tangan terlipat di depan dada.

“ Huh, tidak ada hidup sempurna di dunia ini, hyung. Dimana ada hitam disana pasti ada warna lain, bahkan langit malam yang paling gelap sekali pun tidak sepenuhnya berwarna hitam. Kau akan menemukan biiru, ungu dan warna gelap lainnya.”

Ucapan dari mulut Jungkook itu membuat Jimin melirik sekilas ke arahnya. Ia cukup terkejut mendengar apa yang namja itu katakan tadi. Jungkook adalah tipe yang sangat sulit untuk diajak bicara seserius ini. Namun ketika mendapati kesungguhan dari balik manik hitamnya, Jimin menyadari Jungkook yang ada di sampingnya ini adalah Jungkook. Bukan kookie , Jk, atau nama panggilan konyol Jungkook lainnya.

“ Jihee noona adalah seorang biarawati seperti yang kau tahu.” Jungkook berganti menoleh ke arah Jimin yang sekarang telah beralih menatap langit-langit kembali.

“ Aniya, kalau kau tidak mau menceritakannya maka jangan.”

Jimin sempat terdiam. Namun ia kembali melanjutkan ceritanya. “ Ia menjadi biarawati bukan karena keinginannya sendiri, tetapi karena paksaan ayah dan ibuku.”

Tubuh kekar Jimin beralih duduk dan menyandar pada kepala ranjang untuk menemukan posisi ternyamannya. Lantas ia menatap Jungkook yang kini menatapnya juga antusias.

‘ Katamu jangan menceritakannya tapi kenapa kau seperti bocah yang menunggu dongeng pengantar tidur.’ Batin Jimin.

“ Jika kau bertanya kenapa ia dipaksa, untuk mudahnya…. ia adalah penggila seks. Aku tahu itu sebutan yang terlalu kejam tapi memang kenyataannya seperti itu. Seks baginya seperti narkoba. Ia merasa candu dan bahkan berpikir akan mati jika tidak melakukan hal itu dalam seminggu.”

Cerita Jimin sempat berhenti ketika Jungkook kini ikut duduk dan memangku bantal menghadap ke Jimin lalu meletakkan sikunya di atas bantal agar lengannya dapat menopang dagunya nyaman.

“ Teruskan, hyung.”

“ Ia menurut memang masuk ke asrama biarawati sesuai dengan perintah ayah dan ibu, tapi mereka tidak tahu bahwa Jihee noona selalu menyelinap keluar dari asrama setiap minggu pukul 1 pagi untuk menemui pria yang dikenalnya dan pergi ke hotel saat orang tuaku ada di rumah atau ke rumah ketika mereka sedang pergi. Untuk melakukan hobbynya itu.”

Jungkook mengerutkan alis, “ Tapi dia tidak takut kau tahu dan mengadukannya kepada ayah dan ibu?”

Jimin kali ini tertawa sarkas, tawa yang belum pernah dilihat Jungkook dari seorang Park Jimin. “ Disitulah letak kecerdikannya dan kebodohanku. Ia tahu aku tidak akan tega melaporkannya pada ayah dan ibu karena jika mereka tahu, Jihee noona akan langsung dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Dan ia memang benar, aku tidak akan tega membiarkannya.”

Jungkook sedikit terperangah mendengarnya. Tega juga orang tua Jimin, namun jika ia berpikir ada di posisi orang tua, mungkin ia akan melakukan hal yang sama juga. “ Tapi, hyung….bagaimana jika noonamu…emm… hamil?”

“ Hahhh…” Jimin bergumam sambil menjatuhkan tubuhnya kembali berbaring merasakan kenyamanan ranjangnya. “ Dia itu seorang pro, asal kau tahu. Ia dapat mengendalikan nafsunya dengan baik dan selalu sempat memasang pengaman sebelum melakukannya jadi sangat kecil kemungkinan untuk hamil.”

Jungkook mengangguk-angguk mengerti. “ Lalu apa biarawati lain di asrama noonamu tidak tahu jika ia keluar di malam hari?”

Jimin terkekeh singkat lalu menjawab, “ Sudah kubilang ia cerdik, ia selalu memberi obat tidur dengan dosis kecil ke semua minuman penghuni asrama sehingga mereka tidak akan bangun ketika ia keluar di malam hari dan mereka belum bangun ketika ia kembali di pagi hari.”

Lagi, Jungkook membentuk huruf O di bibirnya. “ Noonamu memang cerdas, hyung. Tidak sepertimu, bodoh.”

Jimin melotot dibuatnya dan langsung melancarkan jitakan keras yang membuat namja bertubuh lebih tinggi darinya itu mengeluh sakit. “ Dasar durhaka!” Ucapnya lalu diakhiri tawa geli.

“ Aish, lihatlah, kau tertawa ketika aku kesakitan, dasar iblis! Beruntung noonamu tidak akan melakukan hal itu padamu karena kau adiknya.” Ucapnya sebal sambil mengusap-usap area bekas jitakan Jimin.

“ Siapa bilang ia tidak pernah melakukannya padaku?” Suara Jimin yang menyeruak itu seketika membuat usapan yang Jungkook lakukan di kepalanya sendiri terhenti kaku. Ia sontak menatap Jimin menuntut kebenaran seakan berkata, ‘Tolong katakan kau hanya bercanda.’

Seakan tidak bisa menjawab iya akan pandangan Jungkook, Jimin hanya bisa menggit bibirnya singkat.

“ Ia pernah, Jungkook. Ia….pernah memperkosaku.”

 

 

~to be continued~

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Menarik nih!
dhesy_dpotter #2
Baru baca awalnya.. menarik ^^
Lanjutkan
lia_jiyoo #3
Chapter 4: Anw menurutku lebih pas "di dalam mobil" daripada "di atas mobil"

Dan oh ya, aku tidak menyangka Jung Hoseok punya ayah begitu ㅠㅠ
lia_jiyoo #4
Chapter 3: Kelam. Dan dingin.
lia_jiyoo #5
Chapter 2: Wah, membacanya cukup membuatku takut. Lebih takut daripada membaca chapter sebelumnya.
lia_jiyoo #6
Chapter 1: Ayahnya punya alter ego?
lia_jiyoo #7
Ditunggu lanjutannya