Norepinephrine

NUESTRA MAGOA [INDONESIAN BTS FANFICT]

The dawn passes
And when that moon falls asleep
The blue shade that stayed with me disappears

 

 

Author POV

Taehyung menutup rapat kopernya setelah ia memasukkan barang terakhir untuk dibawa pulang ke Daegu. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memastikan tidak ada barang penting yang tertinggal di kamarnya. Setelah dirasa cukup, ia melangkah keluar kamar sambil membawa koper dan tas tenteng kesayangannya. Di ruang tengah Suga sudah duduk manis di sofa dengan sebuah tas punggung di bawahnya sambil mendengarkan sesuatu di earphonenya.

“ Kau sudah selesai, hyung?” Tanya Taehyung sambil meletakkan tas tentengnya di meja depan Suga duduk.

Suga melepas sebelah earphonenya lalu mengangguk. Ia berdiri dan menggendong tasnya di punggung sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dorm. Dorm mereka telah sepi sejak kemarin dan hanya tersisa mereka berdua yang terakhir pulang.

“ Kajja!” Ucapnya lalu pergi keluar diikuti Taehyung lalu mengunci pintu dorm.

 

--Yonsan-gu Station—

Taehyung dan Suga duduk bersebelahan setelah memasuki kereta menuju Daegu. Perjalanan dari Seoul ke Daegu membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Suga telah kembali larut dalam dunianya dengan kedua earphone tersemat di masing-masing telinganya, sedangkan Taehyung memandang kosong keluar jendela ketika kereta mulai melaju. Tampak pohon-pohon serta ladang dilewati kereta dengan cepat. Pagi yang cerah untuk melakukan perjalanan singkat ke Daegu, rumahnya.

Pria bersurai kecoklatan itu menggeleng-gelengkan kepalanya ketika merasa pusing melanda kepalanya karena terlalu lama menatap tempat-tempat yang dilewati kereta berlalu terlalu cepat. Ia lalu mengalihkan pandangan ke hyungnya di samping.

“ Kenapa kau hanya membawa satu tas ransel, hyung?” Ucapnya setelah Suga melepas sebelah earphonenya ketika Taehyung menuentuh lengannya pelan.

“ Hanya sedang malas mengemas barang terlalu banyak. Aku masih memiliki baju cukup di rumah.” Ujarnya.

Taehyung mengangguk setelah mendengar jawaban Suga. Ia sering berkunjung ke rumah Suga dan mengenal ayah ibu hyungnya itu. Mereka orang tua yang baik dan sangat perhatian pada Suga dan itu membuat Taehyung cukup miris mengingat keadaan keluarganya.

“ Setelah sampai di Daegu, kau akan pulang kemana?” Tanya Suga.

Taehyung kembali menerawang ke luar jendela. “ Nan moella.” Ucapnya singkat.

Mendengar jawaban singkat dari Taehyung membuat Suga terdiam sejenak. “ Kukira sudah lama kau tidak mengunjungi ibumu. Kunjungilah dia sebentar, setelah itu kau bisa pulang ke apartemenmu sendiri.” Ucapnya sambil menatap tampak samping Taehyung yang masih diam menatap keluar jendela.

Keheningan terjadi sejenak. Taehyung masih melamun dan Suga masih menatap dongsaengnya itu lekat.

“ Ya, akan kuusahakan setelah mengunjungi makam halmonie.” Jawab Taehyung yang membuat Suga menepuk pahanya singkat, memberi gesture yang biasa ia berikan ketika ia tidak bisa berbuat apa-apa akan Taehyung dan member lain.

Taehyung POV

“ Annyeong, halmonie. Apa kau merindukanku?” Aku meletakkan seikat peony putih, bunga favorit halmonie ketika ia masih ada. Lalu mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar makam. Setelah kurasa bersih, aku duduk dan mulai berdoa untuk halmony.

Kuhela nafasku ketika melihat sepasang suami istri memeluk anaknya yang menangis tersedu tak jauh dari makam tempatku duduk. Melihat itu, memori akan kejadian pertama aku menginjakkan kaki ke rumah abadi halmonie terngiang.

Flashback

“ Thank you Philippines! You are amazing!!” Teriakku bahagia di encore konser kami. Satu persatu dari kami meninggalkan panggung sambil terus melambaikan tangan dan membungkuk sebagai tanda terimakasih. Ya, aku pun juga begitu. BTS tidak akan bisa seperti ini tanpa Army.

Seusai dari backstage, kami semua masih tetap tersenyum bangga setelah mengakhiri konser di Filipina dengan lancar. Lelah? Pasti, tapi lebih ke menyenangkan. Aku melangkah masuk sambil merangkul Jimin yang menceritakan betapa dingin tangan fans yang tadi sempat ia sentuh, Aku pun bercerita juga sempat menyentuh tangan fans, dan menurutku ia cantik. Aku duduk mengambil sebotol air dan meneguknya hingga setengah.

“ Kim Taehyung!” Panggil salah satu manager yang berjalan cepat memasuki dress room dengan ekspresi yang sulit diartikan. Manager hyung lalu duduk di sofa seblahku dan menepuk-nepuk bahuku pelan. Aku masih memandangnya bingung begitu juga semua orang yang ada di ruangan.

“ Wae? Kenapa kau aneh begini, hyung.” Ucapku berusaha mencairkan suasana kikuk disini.

Kulihat ia menghela nafas pelan, lalu mulai menceritakan hal yang sontak membuat dadaku terasa diremas sesuatu yang menyakitkan secara tiba-tiba.

“ Nenekmu….sudah pergi, Taehyung-ah. Mianhae..” Ucapnya sambil menatapku sedih. Aku sempat terdiam lama setelah mendengarnya. Apa yang dikatakannya? Nenekku? Pergi? Nenekku memang telah dirawat di rumah sakit karena penyakit di usia tua, tapi pergi apa maksudnya? Aku bahkan pura-pura tidak mengerti arti pergi yang dimaksud manager hyung.

Aku merasa semua yang ada di ruangan ini juga sama diamnya denganku. Mereka bahkan menundukkan kepalanya perlahan.

“ Boleh kuminta ponselku?” ujarku pelan. Entah kenapa tiba-tiba suaraku berubah lirih, aku tidak menginginkannya, sungguh!

Manager hyung segera menyerahkan ponselku. Dengan cepat aku mengambilnya dan mulai menekan panggilan menuju ayahku. “ Appa..” Kata pertamaku ketika sambungan diseberang diangkat dan tetesan air mata pertama jatuh terlebih dulu bahkan sebelum appa mengatakan sepatah kata.

Aku mendengarkan semua yang dikatakan appa di seberang sana dalam diam. Pandanganku jatuh ke lantai. Sebelah tanganku yang tadi menopang daguku kini mengusap air mataku yang jatuh tanpa hentgi. Aku menutup sebagian wajahku dan tanpa sadar terisak pelan sambil masih setia mendengarkan kata-kata maaf dari appa di seberang sana yang juga terisak.

“ Ka-kapan pemakamannya?” Tanyaku tersendat.

“ Tadi sore, sebelum gelap halmonie sudah dimakamkan, Taehyung-ah. Mianhae, jeongmal mianhae.” Suara appa benar-benar terdengar sangat lirih.

“ Kenapa tidak menungguku? Aku bisa langsung menuju Daegu sendiri setelah ini, Appa…Kenapa kalian tidak menungguku…” Aku benar-benar terisak keras sekarang. Ponsel di tanganku jatuh entah kemana, aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Entahlah, aku merasa kecewa dengan keluargaku disana, sangat kecewa. Seharusnya mereka bisa menungguku, dan memakamkan halmonie besok, setelah aku bisa melihat sosoknya untuk yang terakhir.

Kurasakan pelukan hangat yang erat dari Jimin yang sejak tadi berdiri di sampingku. Ia mengusap-usap punggungku perlahan tanpa mengatakan sepatah kata. Di sebelah kiriku, manager hyung merangkul pundakku dengan erat juga.

“ Taehyung-ah..” Suara Jimin sangat pelan terdengar.

“ Mereka keterlaluan Jimin-ah. Setidaknya mereka membiarkan aku untuk melihatnya sekali….Aku…Aku bahkan belum bertemu dengan halmonie sejak 1 tahun yang lalu, dan dengan seenaknya mereka membiarkan halmonie dikubur sendirian tanpa ada aku disana, Aku hanya mampu mengatakan aku menyayanginya di telepon, dan sekarang aku tidak akan bisa mengatakannya langsung…Ottokhae, Jimin-ah? Ottokahe…” Suaraku amat bergetar dan isakanku makin kuat seiring Jimin memelukku makin erat dan member lainnya ikut memelukku secara bersamaan dalam diam.

 

Tepat jam 11 siang esok harinya aku tiba di Daegu ditemani Suga hyung. Member lainnya sempat bersikeras untuk ikut namun karena jadwal yang harus dihadiri, akhirnya manager hyung hanya memperbolehkan Suga hyung yang menemaniku. Aku langsung menuju makam halmonie dengan setangkai peony putih di tanganku. Sejak kemarin aku tidak mengatakan sepatah katapun pada semua orang yang ada di sekitarku, dan aku berterima kasih karena mereka mengerti.

Aku berjongkok di sebelah sebuah nisan bertuliskan nama halmonie. Bunga-bunga segar masih berada di makamnya tanda ada seseorang yang baru saja menjenguknya.

“ Halmonie..” Selaput bening kembali menyelimuti mataku. Banyak yang ingin kukatakan padanya bila bertemu kembali, banyak yang ingin kuceritakan padanya terutama menunjukkan bahwa cucunya telah sukses di sini dan memenuhi janji yang 5 tahun lalu dibuatnya sebelum berangkat ke audisi Big Hit. Banyak harapanku melihat wajah bangganya, tapi mungkin semuanya sudah terlambat.

Aku tertunduk dalam dan menangis dalam diam, meremas tangkai peony yang kubawa untuk halmonie yang telah menjagaku selama 17 tahun menggantikan eomma dan appaku yang bahkan tidak kumengerti apa masalah mereka.

“ Taehyung-ah…kirimlah doa pada halmoniemu, tunda tangismu dan tersenyumlah saat berdoa.” Aku mengangguk dan menghapus air mataku yang tumpah, lalu diam dan memejamkan mata, berdoa seperti yang dikatakan Suga hyung.

Selesai mengirimkan doa pada Tuhan agar menjaga halmonieku disana, aku menatap nisannya sekilas. Tidak perlu berdoapun aku yakin halmonie akan mendapat tempat terindah disana karena halmonie adalah wanita terbaik yang pernah kukenal.

“ Terimakasih atas semuanya halmonie, aku akan sering pergi kesini untuk bercerita denganmu. Kurasa aku perlu membawa bantalku dari ruanganmu kesini, karena tempat kita bercerita akan berpindah sekarang.” Ucapku lalu beranjak. Suga hyung menepuk bahuku pelan dan tersenyum lalu merangkulku pergi.

Kalau kalian bertanya kenapa aku tidak kesini dengan appa dan eommaku, aku bahkan tidak memberitau mereka jika aku langsung menuju ke Daegu dari Filipina. Dan setelah inipun aku tidak akan mengunjungi mereka, dan langsung pergi ke Seoul. Terimakasih juga pada Suga hyung yang tidak bertanya mengapa. Itulah mengapa manager hyung mengirim Suga hyung untuk pergi bersamaku. Karena Suga hyung mengetahui sikap yang tepat untuk menjaga kembali seseorang yang jatuh tanpa merasa dikasihani.

Flashback end

Senyum kaku terpampang di wajahku mengingat orang tuaku bahkan tidak pernah datang kesini bersamaku. Bahkan sejak pemakaman halmonie aku tidak pernah bertemu dengan mereka. Aku kembali bercerita pada halmonie tentang segala hal yang kualami. Bahkan aku tertawa sendiri disini. Mungkin orang-orang akan menganggapku gila, tapi apa peduliku. Ini hidupku, bukan hidup mereka.

Setelah kurasa puas bercerita dan melepas rindu dengan halmonie, aku berdiri, dan melambaikan tangan pada makamnya. Ya, aku aneh, kuakui, melambaikan tangan pada seseorang yang bahkan tidak ada disana, tapi masa bodoh. Aku berbalik dan bersiap melangkah namun kakiku membeku di tempat ketika melihat siapa yang berjalan ke arahku.

Seorang wanita yang menggendong seorang bayi ditangannya sambil dirangkul oleh seorang pria. Wanita itu juga berhenti ketika pandangan kami bertemu. Keterkejutan tersirat jelas di wajahnya. Keterdiaman kami selama sejenak terhenti ketika aku melangkahkan kakiku mendekat.

“ Taehyung-ah, kau pulang?” Ucapnya padaku ketika aku sudah berada di depannya. Aku hanya menatapnya datar. Suaranya masih tetap sama seperti dulu.

“ Aku pulang untuk menjenguk halmonie dan haraboji. Dimana haraboji sekarang?” Tanyaku dingin.

“ Kau bahkan tidak menanyakan kabar eommamu ini, Tae-ah.” Matanya kembali menatapku kecewa. Bagiku, dia hanya wanita yang melahirkanku, selebihnya ia adalah orang asing.

Aku tersenyum miring. Sebenarnya setelah ini aku akan menuju ke rumahnya dan bersikap baik, tapi melihatnya menggendong bayi dengan seorang namja yang bahkan wajahnya terlihat lebih muda dariku, aku marah, benar-benar marah.

“ Aku hanya akan menanyakan kabar eommaku yang sebenarnya, bukan eomma dari banyak anak yang bahkan tidak jelas siapa ayahnya! Kau bahkan melakukan hal itu pada bocah ini..Ada dimana pikiranmu?!” Amarahku meledak. Bahkan ketika wanita itu menangis aku merasa semakin marah.

Ia menyerahkan bayi yang digendongnya pada namja yang sedari tadi diam saja di tempatnya. Lalu tangannya mulai meraih kedua tanganku.

“ Taehyung-ah, maafkan eomma, eoh? Eomma tidak bermaksud melakukan hal itu dengan banyak lelaki, tapi eomma tidak sengaja, eomma hanya merasa mereka semua bisa dipercaya untuk melindungi eomma, dia memang lebih muda darimu tapi…”

“ Jadi dia memang lebih muda dariku? Kau menikah dengan orang yang bahkan lebih muda darimu?! Sadarlah! Kau itu naïf dan murahan! Bahkan kau menganggap appa tidak bisa melindungimu, padahal kau yang datang menggoda ke orang-orang sepertinya yang tidak diketahui appa.” Ucapku marah sambil menunjuk namja di sebelahnya yang hanya tertunduk.

“ Lihat? Bahkan dia talut padaku dan tidak membelamu. Aku bersyukur appa bisa lepas dari wanita murahan sepertimu!” Ucapku lalu pergi meninggalkannya.

“ Aku eommamu! Tanpa ada aku, kau bahkan tidak akan ada!”

“ Aku akan lebih berterima kasih jika tidak dilahirkan dan hidup dari rahimmu!”

“ Aku sekarang menyesal melahirkan anak tidak tau diri sepertimu!”

“ Menyesallah! Aku bahkan lebih menyesal bahwa aku hidup!” Teriakku berbalik dan menatap wanita yang telah berderai air mata itu. Siang ini kami menjadi tontonan di pemakaman dan tidak ada yang berani ikut campur dari pertengkaran yang menyakiti siapapun yang mendengarnya.

Nafasku berderu tak karuan karena emosi yang telah membludak dari diriku. Aku yakin mata menyala tajam menatapnya.

“ Pergi dan jangan pernah temui eommamu ini!” Ucap wanita itu dengan suara yang sangat bergetar.

“ Dengan senang hati!” Ucapku lalu melangkah cepat meninggalkan pemakaman yang banyak terdengar bisikan dari orang-orang yang menyaksikan pertengkaranku dan wanita itu. Sebentar lagi pasti akan muncul artikel berjudul ‘V BTS ternyata anak tidak tau diri’.

 

Author POV

Asap putih mengepul seiring bibir tipis itu menghembuskannya dari sepuntung rokok yang diapit kedua jari panjangnya. Badan tegapnya berdiri mengamati hiruk pikuk kota Daegu malam yang ada di bawah. Ia telah berdiri disana selama 30 menit dan menghabiskan 3 batang rokok dengan agresif.

“ Jadi, namja itu dan bayi itu adalah keluarga eommamu yang kelima? Setelah pengusaha mesin dari Tokyo atau darimana itu?” Ucap seorang namja berambut perak yang duduk sambil menghisap puntung rokok serupa di belakang namja egap yang masih berdiri itu.

“ Keluarga keenamnya kurasa, atau ketujuh, entahlah, ia terlalu banyak berhubungan dengan pria-pria tidak jelas.” Ucap namja bersuara dalam itu dengan acuh. Ia lalu menginjak rokok yang telah pendek itu lalu bergabung duduk dengan temannya sambil meneguk segelas soju.

“ Huh, rumit juga ibumu itu.” Ujar namja bermata tajam itu lagi.

“ Yah, setidaknya tidak serumit hidupmu, Lee Taeyong.” Timpal namja itu sambil mengambil satu batang rokok lagi dari tempatnya pada Taeyong, namja bersurai perak yang sejak tadi menemaninya di rooftop apartemen temannya itu.

Taeyong meninju lengan orang di sebelahnya pelan. “ Sialan kau, Kim Taehyung!” Ujarnya bercanda lalu merebut rokok yang hampir tersemat di bibir Taehyung dan menghisapnya.

“ Ada satu keuntungan memiliki hidup rumit sepertiku,” Ia menunjuk dirinya sendiri. “ dan sepertimu juga.” Tambahnya sambil menunjuk Taehyung.

Alis Taehyung terangkat sebelah menunggu lanjutan dari perkataan teman yang telah 2 tahun ini menemaninya jika ia pulang ke Daegu.

“ Setidaknya kita punya lebih banyak cerita berbeda yang bisa diceritakan ke anak cucu kita nantinya.” Ucapnya lalu terkekeh geli begitu juga Taehyung yang mendengus lucu.

Taeyong merengut setelah mendapat jitakan di kepalanya. “ Itupun kalau kita tidak mati duluan.”

“ Bagaimana dengan Hyera? Hera? Sera? Siapa namanya, aku lupa.” Ucap taehyung lalu meneguk kembali soju di gelasnya.

“ Hyerin, Bodoh!” Taeyong berujar.

Taehyung hanya tertawa konyol menyadari tebakannya meleset jauh. “ Ah, Hyerin. Bagaimana dengannya? Terakhir kau cerita, ia menyalahkanmu karena mengira kau ayah dari anak yang masih ada di perutnya, bukan?”

Taeyong tersenyum kecut ketika akan menjawab pertanyaan namja yang seumuran dengannya itu. “ Aku membunuhnya.” Jawaban itu sontak membuat Taehyung tersedak.

“ Uhuk! Ya! Michoso?!” Teriaknya. Namun ketika mendapati tawa konyol dari temannya, ia langsung memukuli namja itu tanpa ampun.

“ Hahahaha, ya tidaklah, paboya! Mana mungkin aku setega itu.” Canda Taeyong yang masih mendapat tatapan sebal dari namja berwajah kartun di sebelahnya.

Taehyung melipat kedua tangannya di depan dada sambil melihat jauh ke langit malam Daegu. “ Lalu kau apakan yeoja itu?”

“Aku menghidupinya, lagipula sepertinya ia sangat mencintaiku, dan sepertinya ia hanya butuh seorang namja untuk melindunginya. Walaupun aku bukan penyebab ia hamil, tapi yasudahlah, baik juga untukku punya orang yang menyambutku ketika pulang, memasakkanku makan, dan mengurusiku juga.” Ucap Taeyong yang juga tengah menerawang ke pemandangan menenangkan di depannya.

Hening menyelimuti suasana di sana karena kedua namja berfigur layaknya tokoh anime tersebut sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Terdengar helaan nafas dari Taehyung yang membuat Taeyong menoleh. “ Bagaimana denganmu? Sudah bertemu dengan appa dan harabojimu?” Tanyanya.

Pertanyaan itu lagi-lagi membuat Tehyung tertawa kecil, tawa sarkasme. “ Mereka pindah ke Jeju dan tidak memberitahuku, yah, jadi disinilah aku, sendirian.” Taeyong merasa sedikit bersalah mengeluarkan pertanyaan itu dan iba dengan namja di sebelahnya. Namja itu sukses, berwajah tampan, sikapnya baik dan punya segalanya kecuali keluarga.

Ia menepuk bahu Taehyung pelan, “ Kau masih punya aku dan para hyungmu, ingat?” Sedangkan yang berusaha didukungnya malah kembali menuangkan soju ke gelasnya. Enath sudah berapa botol soju yang telah ia minum malam ini.

“ Ah, kau membawa permintaanku?” Pertanyaan Taehyung seketika membuat mendung ekspresi Taeyong.

“ Taehyung-ah, kau tau kan permintaanmu itu sangat berat untuk kupenuhi? Walaupun aku yang memiliki stok banyak, tetap saja aku sangat keberatan jika kau yang meminta.” Ucapnya dengan menatap Taehyung serius.

Taehyung tak menjawab dan langsung menggeledah tas Taeyong lantas tersenyum ketika menemukan sesuatu yang ia harapkan. Ia tersenyum lalu menyimpannya. “ Dan kau tau juga aku bisa mati tanpa benda ini, bukan?” Ucapnya sambil tersenyum dan hal itu tidak mengubah ekspresi Taeyong, dingin dan mendung.

 

~to be continued~

 

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Menarik nih!
dhesy_dpotter #2
Baru baca awalnya.. menarik ^^
Lanjutkan
lia_jiyoo #3
Chapter 4: Anw menurutku lebih pas "di dalam mobil" daripada "di atas mobil"

Dan oh ya, aku tidak menyangka Jung Hoseok punya ayah begitu ㅠㅠ
lia_jiyoo #4
Chapter 3: Kelam. Dan dingin.
lia_jiyoo #5
Chapter 2: Wah, membacanya cukup membuatku takut. Lebih takut daripada membaca chapter sebelumnya.
lia_jiyoo #6
Chapter 1: Ayahnya punya alter ego?
lia_jiyoo #7
Ditunggu lanjutannya