[iv] her unfortunate

COMEBACK

Sorry for typo(s)
___________________________

Kesalahan terbesar yang langsung dikutuki Nara adalah ia yang tidak kepikiran tentang perbedaan waktu antara Vancouver dengan Seoul. Kesalahan itu berdampak cukup besar dan Nara jelas-jelas sangat menyesalinya.

Awalnya, Nara berpikir bahwa mengambil penerbangan pagi bisa membuat dia sampai di sana di waktu petang. Tapi, time gap telah menghancurkan rencananya. Sekarang Nara paham mengapa Hyori berteriak-teriak begitu menelpon Nara saat itu.

Hyori jelas tidak mau datang ke bandara pukul setengah empat pagi semacam ini.

Singkatnya, sekarang Nara dalam masalah besar. Karena 1) Ponselnya mati dan dia jelas tidak bisa menghubungi teman tidak jelasnya itu, 2) Nara belum melihat satu pun stop kontak setelah ia memutari bandara sebanyak tiga kali berturut-turut, 3) Ia buta arah dan dipastikan bakal tersesat kalau nekat pergi sendiri dari bandara untuk bisa mencari penginapan.

Mungkin, Nara bisa saja menanyakan di mana letak hotel terdekat. Ia juga bisa menggunakan GPS--kalau saja ponselnya tidak mati dan ia menemukan stop kontak--untuk menemukan hotel. Tapi, Nara membutuhkan orang yang benar-benar paham dengan seluk beluk kota ini. Sebab, tujuannya ke sini yakni untuk menemui teman lamanya. 

Nara butuh Hyori untuk mengantarnya ke sebuah alamat yang sudah ia ambil secara diam-diam dari buku telepon rumah. Ia juga butuh Hyori untuk mengantarnya ke sana kemari mengingat bahwa cewek tomboy itu jelas punya banyak kendaraan.

Kini, Nara tengah lesu di sebuah ruang tunggu bandara. Sementara melihat orang lain--yang juga satu pesawat dengannya--sudah mulai bepergian dengan koper-koper mereka, Nara yang sebenarnya keluar paling awal malah masih bertahan di bandara ini, masih terduduk dengan sebuah ransel dan juga tampak sangat memprihatinkan.

Ketika dalam perjalanan, Nara memang berhasil mengatasi rasa bosannya dengan berbincang dengan laki-laki yang duduk di sampingnya itu. Nara suka bicara, jadi mudah saja untuknya mencari topik pembicaraan. Tapi, sekarang? Tampaknya ia bakal mati putus asa di ruang tunggu bandara alih-alih mati bosan di dalam pesawat.

Orang-orang masih tampak berlalu lalang. Mereka semua sibuk dengan kepentingan masing-masing. Nara memperhatikan bahwa sejauh ini kebanyakan orang yang ia lihat di bandara adalah orang yang setipe dengan ibunya. Mereka pasti orang bisnis. Tipe orang yang bakal selalu sibuk dan dikejar waktu sehingga selalu tampak terburu-buru.

Peluang Nara untuk mendapat bantuan dari orang-orang ini sepertinya hanya mencakup sekitar lima persen. Ia jelas tidak mau mencoba kemungkinan kecil itu, kecuali ia siap untuk diabaikan dan dianggap sebagai pembuat repot orang.

Nara menghela napas pendek. Ia masih bertahan di ruang tunggu dan berdoa mati-matian dalam hati supaya Hyori benar-benar datang. Maksudnya, meskipun cewek itu jelas-jelas pembuat masalah di sekolahnya, tapi Nara sangat yakin bahwa Hyori masih punya hati. Cewek itu bisa saja sengaja datang terlambat hanya untuk membuat Nara kesal. Setelahnya, ia bisa menghubungi Nara ataupun memanggilnya lewat pengeras suara kalau Nara benar-benar tidak bisa dihubungi.

Saat itu Nara benar-benar sedang berpikir tentang pengeras suara ketika namanya benar-benar dipanggil lewat pengeras suara, membuatnya langsung menegakan punggung dan mengernyit bingung. Sebab, apa yang diserukan oleh pengeras suara itu jelas bukan panggilan formal yang biasa diserukan di bandara. 

"Perhatian, panggilan ini ditujukan untuk Miss Na Ara Jung, perempuan yang tengah duduk di ruang tunggu tepatnya bangku kedua dari kiri di barisan pertama. Miss Na Ara Jung, perempuan berambut hitam panjang dengan jaket berwarna cokelat dan sebuah ransel hitam, dimohon untuk segera menuju ke sumber suara untuk membayar kerugian kerusakan mobil setelah memarkir secara sembarangan. Sekali lagi, Miss Na Ara Jung untuk segera menuju sumber suara karena--"

Biasanya, orang-orang umum tidak akan mempedulikan pengumuman bandara kecuali pengumuman itu menyangkut diri mereka. Tapi, reaksi itu jelas-jelas berbeda untuk kasus pemanggilan Nara. Orang-orang yang berlalu lalang dan tampak sibuk dan juga orang-orang yang sama-sama menunggu di ruang tunggu, rata-rata sekarang sedang memandanginya dengan sorot mata aneh.

Pengumuman itu diserukan dalam bahasa Inggris dan Korea. Nara mendengar gumaman seorang wanita berumur yang duduk tidak terlalu jauh darinya, ia menyebut-nyebut pengumuman dan menunjuk-nunjuk Nara.

Berteriak frustrasi jelas tidak cukup untuk menghilangkan rasa malunya. Nara malu setengah mati. Wajahnya mungkin sudah mirip kepiting bakar saking merahnya.

Nara mencoba bertingkah senormal mungkin. Ia membenarkan jaket yang dipakainya lalu mulai pergi dari ruang tunggu dengan hati yang sudah melontarkan berbagai macam umpatan yang mampu membuatnya diceramahi oleh guru bimbingan konseling selama tiga jam penuh.

"Hyori Freaking Kang, you'll pay this. I swear." Adalah kalimat yang digumamkan Nara sebelum tangannya disambar secara tiba-tiba oleh seseorang yang tengah berlari ke arahnya.

Orang tersebut memakai pakaian serba hitam. Dari topi, masker, jaket kulit, celana jeans, sampai sepatu boots hitam. Ia menyambar pergelangan tangan Nara dan terpaksa membuat Nara ikut berlari bersamanya. Kini semua orang-orang di bandara tengah melihatnya. Keduanya benar-benar menjadi pusat perhatian, membuat Nara tidak peduli lagi dengan tingkah sok normal dan upaya tutup mulut yang dilakukannya selama beberapa menit terakhir.

"Damn, Hyori!" teriak Nara begitu mereka melewati beberapa petugas keamanan bandara. 

Sementara Nara sedang khawatir setengah mati, cewek berambut pendek yang tengah menariknya ini malah tertawa puas dengan posisi masih berlari. 

"Menyenangkan, bukan? Jangan berlagak seolah kau tak pernah melakukan ini!" ujar Hyori. Suaranya agak teredam oleh masker hitam yang ia gunakan. "Lompat!"

Di depan mereka terdapat pagar besi setinggi lutut dan Hyori benar-benar menyuruh Nara ikut melompatinya. Dengan posisi masih ditarik oleh temannya, Nara mau tak mau mengikuti intruksi yang ada. Napasnya tampak tersenggal saat ia berkata, "Kau gila! Kita bisa benar-benar masuk penjara!"

"Calm down. I just have fun," ungkap Hyori. "Lagian, setahuku kau juga sudah pernah masuk penjara."

Nara sangat yakin kalau mereka masih dikejar. Ia mengutuki wilayah bandara yang sangat luas, membuat pintu keluar terasa sangat jauh. 

"This is not freaking action film!" seru Nara sekali lagi. Ia menambahkan, "Lagi pula, aku tidak pernah masuk penjara. Kau mendapat info yang salah."

"Whatever."

Nara menahan keinginan untuk menggetok kepala Hyori dengan sikunya. Kakinya sudah mulai pegal-pegal, ranselnya juga entah kenapa jadi terasa lebih berat.

"Mereka bakal menangkap kita. Mereka bakal menutup pintu keluarnya!" ujar Nara panik. 

Di depan keduanya kini terdapat sebuah pintu keluar yang dijaga oleh beberapa orang petugas. Mereka tampak tidak tahu dengan keributan yang tengah terjadi di dalam bandara sana, mereka bahkan hanya memandangi Nara dan Hyori dengan ekspresi bingung ketika keduanya berlari melewati pintu keluar. Salah satunya bahkan tampak tidak terpengaruh dan masih fokus memindai keamanan sekitar. Mungkin acara lari-larian di bandara sudah sering sehingga membuat orang itu tak lagi heran.

Beberapa menit setelahnya, barulah seruan-seruan itu terdengar. Nara mengernyitkan dahi, merasa ngeri. Hyori menariknya ke parkiran mobil sebelum menaiki mobilnya dan menyetir dengan kecepatan lumayan.

Nara langsung terhempas ke kursi penumpang begitu ia masuk ke dalam mobil. Napasnya masih terengah. Ia benar-benar tidak menyangka bakal berolahraga lari sepagi ini.

"Mereka bakal mencegat kita di gerbang luar," ujar Nara. "Jujur saja, aku memang gila tapi tidak segila kau barusan."

Hyori tertawa. Ia melepas masker dan topi yang ia pakai dengan satu tangan, sementara tangan kanannya sibuk menyetir.

"I'm not that stupid," ungkap cewek berambut pendek itu. "Aku sudah memastikan bahwa mereka tidak membawa walkie-talkie. Mereka akan sulit berkomunikasi dengan cepat untuk menginformasikan ini itu."

Hyori berhasil keluar dari bandara dengan selamat. Tidak ada yang mencurigai mereka ketika mereka melewati gerbang. Nara pun mempercayai ungkapan Hyori tentang ia yang katanya sudah mengamankan alat komunikasi tersebut.

"Kau mengerjaiku." Nara mendengus. Ia menghela napas panjang. "Ibuku bakal tahu ini. Aku bakal dalam masalah besar. Terima kasih banyak, Miss Kang."

Nara bisa melihat Hyori yang memutar matanya. Ia mengetukan jarinya pada setir, kemudian berkata, "Aku hanya ingin memberi pelajaran untuk orang yang secara kurang ajar memintaku menjemputnya di bandara pukul tiga pagi tanpa imbalan apa pun."

"Sepertinya nasibku memang selalu dikelilingi orang yang suka cari masalah," keluh Nara. Ia menoleh, "Masalah apa lagi yang menimpamu? Kenapa kau sampai kepikiran untuk menerobos masuk dan membajak sektor informasi di bandara?"

Hyori tidak menjawabnya. Nara sudah memperkirakan ini. 

Alih-alih menjawab pertanyaan Nara, Hyori malah berkata, "Tenang saja, kau tidak bakal kena masalah besar. Mereka hanya akan melaporkanku pada Ayah, bukan kau."

Tiba-tiba saja Nara ingat bahwa ayah Hyori bekerja sebagai orang penting di bandara itu. Ayahnya merupakan atasan dan punya otoritas tinggi terhadap segala kegiatan yang ada di bandara. Nara tidak tahu nama apa yang pantas untuk menyebut pekerjaan ayah Hyori. Ia hanya tahu bahwa Hyori berasal dari keluarga yang mempunyai barang-barang mewah dan berekonomi tinggi.

Masalah ini jelas cukup sensitif. Nara tidak mau mengulasnya lebih jauh, apa lagi dilihat dari tingkah Hyori yang agak menutup diri. Cewek itu memang bukan teman dekatnya, ia malah bisa dianggap sebagai rival terbesar Nara di sekolah. Nara juga sering kena masalah karena Hyori. Tapi, di sinilah mereka berdua. Berada di mobil yang sama dengan Nara yang yakin bakal diberi bantuan oleh anak itu.

"Jadi, bantuan macam apa yang kau minta dariku?" tanya Hyori.

Nara agak tersenyum saat mendengarnya. Dari apa yang dikatakan Hyori, Nara bisa mengambil kesimpulan bahwa dirinya pasti sudah membantu Hyori secara tidak langsung. Sebab, Hyori punya kelakukan yang agak buruk. Cewek itu sering kali pamrih, Hyori sangat jarang berlaku tulus.

"Sebentar. Apa yang membuatmu mau membantuku?" Nara balik bertanya. Ia menaikan sebelah alisnya. "Apakah ada hubungannya dengan keributan tadi?"

"Katakan saja apa maumu."

"Aku merasa menjadi korban. Kau harus tanggung jawab, namaku jelas-jelas tercemar."

Nara merasa bahwa Hyori memutar setir secara berlebihan ketika mereka menikung. Bahkan sampai membuat kepala Nara terantuk kaca mobil.

"Aku sedang tidak ingin banyak bicara, oke? Aku takkan kena pancing lagi untuk membeberkan semua masalahku padamu," balas Hyori ketus. Ia bergumam, "Nasihatmu yang menyarankan agar lebih baik melakukan hal gila daripada hal negatif masih kuingat. Aku hanya merasa perlu membalasnya."

"Sebenarnya nasihat itu juga tidak terasa benar. Aku sendiri jadi sering kena masalah karena prinsip itu," elak Nara. "Aku menyesal tidak menasihatimu dengan sesuatu yang lebih bijak. Misal, janganlah jadi menyebalkan atau apalah. Jujur saja, kau jadi sangat menyebalkan setelah membuatku malu untuk ke sekian kalinya."

Nara bisa melihat Hyori yang tampak menahan tawa. Cewek itu berdeham, kemudian berujar, "Apa yang bisa kulakukan?"

Nara membuka tas ranselnya. Ia masih terfokus dengan apa yang tengah ia cari ketika berkata, "Tidak banyak. Kau hanya perlu mengantarku ke sebuah penginapan dengan harga standar. Kemudian, aku ingin kau mengantarku ke sebuah alamat."

"Alamat di Seoul?"

"Bukan. Tapi, alamat di Manchester," balas Nara cepat. Ia berdecak pelan. "Menurutmu?"

"Korea Selatan tidak hanya terdiri atas Seoul, aku hanya mengingatkan."

Nara gatal ingin membalas perkataan Hyori dengan jawaban paling sarkastik yang ada dalam benaknya. Tapi, saat ini ada sesuatu yang membuat perhatiannya lebih terfokus dibandingkan menimpali perkataan Hyori.

Nara masih sibuk dengan tas ranselnya. Ia tampak mencari-cari sesuatu. Ia bahkan sampai mengeluarkan beberapa barang untuk bisa menemukan benda yang ia cari. Dilakukannya proses mencari itu secara berulang-ulang, benda yang ia maksud tampak masih belum ditemukan.

Kini Nara merogoh tiap saku dari pakaian yang ia kenakan. Dari saku jaket sampai celana jeans. 

"Kau tampak sibuk, Jung Nara," ujar Hyori dengan nada main-main. "Kita hampir sampai di penginapan. Ada yang salah?"

Nara mengecek tas dan sakunya sekali lagi. Tapi dari ekspresi yang ada, tampaknya hasilnya nihil.

"Aku bakal mati."

"Ya, semua orang bakal mati, anak setengah dewa sekalipun."

"Tutup mulut, Kang Hyori," balas Nara kesal. Ia mengusap wajahnya dengan frustrasi, jelas-jelas merasa terpukul. "Aku benar-benar akan mati. Kau memang sangat sialan."

"Hey! Jangan menyalahkan orang sembarangan, aku sudah berbaik hati menjemputmu," gerutu Hyori. "Ngomong-ngomong, kita sudah sampai. Kau harus segera keluar dari mobilku sebelum aku menendangmu."

Nara menghempaskan punggungnya pada senderan kursi. Ia menghembuskan napas berat, ekspresi wajahnya seakan  menggambarkan bahwa ia baru saja mendengar kabar ada alien yang hendak menargetkannya sebagai istri.

"Kau seperti mau muntah."

Nara mengabaikan komentar Hyori yang ia rasa cukup benar. Ia memang merasa ingin muntah, bahkan lebih dari itu. Mungkin saat ini ia malah ingin muntah, menangis, dan pingsan dalam waktu yang bersamaan.

Dunia memang kejam, pikirnya.

"Kalau kau tidak mau bicara, aku benar-benar akan menendangmu."

Nara ingin berteriak. Dia ingin menangis keras-keras. Sepertinya berbohong pada ibu telah membuatnya mendapat nasib kejam semacam ini.

Kembali menghembuskan napas dengan berat, Nara pun berbicara dengan nada nelangsa.

"Aku tidak mau tahu, yang jelas kau benar-benar harus membantuku secara penuh, Hyori. Aku baru saja tertimpa musibah besar. Ponselku hilang. Aku bakal mati. Sebab, aku tidak membawa uang cash sedikit pun dan aku tidak hafal password rekening bank milikku. Semuanya ada di dalam ponsel. Alamat yang kucari juga tertulis di sebuah kertas yang kutempel pada case ponselku. Aku jelas tidak bisa mencari alamat itu sekarang, padahal aku sangat membutuhkannya. Hyori, aku bakalan tamat, kau tahu?" []

_______________________________

Remake version.

Tolong, kasih aku feed back ya~ makasih^^

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sacrifar-kun
#1
Good fanfic. Agak susah nemu fanfic bahasa indonesia NCT yang well written. You did it good. Keep writing, okay!