Curiousity

ROOMMATE (Korean Fan Fiction)

Apa benar dia seorang gay?

Ini sama sekali tak menggangguku.

Tapi kenapa hal ini terus menerus muncul di otakku sejak keluar dari ruangan Kim Jongin sialan itu?

Lagipula, ini sedikit menguntungkanku 'kan?

Ia jadi tidak akan macam-macam terhadapku.

Cklek. Tidak dikunci?

Oh tentu saja. Dia pasti sudah meminta kunci kamar pada Kim Jongin tadi pagi saat menemuinya.

Aku menghela napas. Rasanya tak bersemangat memasuki apartmentku sendiri.

"Kau sudah pulang?"

Ia bertanya saat aku memasuki ruang tengah. Membuatku mematung. Memakai kaos hitam dan bercelana pendek selutut. Lelaki itu tampak santai menonton tv dan merebahkan dirinya di sofa. Tak memandangku sama sekali.

Ugh.

Aku mengabaikannya. Berjalan gontai menuju dapur kecilku. Rasanya lapar sekali dan aku ingin membuat sesuatu untuk kumakan.

Namun langkahku tiba-tiba terhenti. Ada semangkuk besar samyang saat aku melewati meja makan. Kelihatannya lezat sekali. Tapi...

"Makanlah. Aku sudah makan tadi."

Aku menoleh saat ia mengucapkannya. Ia juga tengah menatapku.

"Aku membuatkannya untukmu." Ucapnya kemudian.

Aku jadi ragu. Sementara ia beranjak dari sofa. Menghampiriku.

"Well, ini sebagai permintaan maaf karena sepertinya tadi malam perkenalan kita tidak berjalan baik."

Ia bersandar di dinding tak jauh dariku. Memasukan kedua tangannya di saku celana. Tersenyum memandangku.

Orang ini..

"Namaku Seo Kang Joon. Panggil saja aku Joon." Ia sedikit membungkuk, "Salam kenal."

Aku melihatnya tersenyum lagi. Memunculkan guratan-guratan halus di wajahnya. Entah mengapa ini membuatku jadi ikut tersenyum.

"Baiklah, akan kumakan kalau begitu." Aku mengangguk-angguk.

"Salam kenal juga. Namaku Clarissa Natasya."

"Dan kau bisa memanggilku Rissa." Lanjutku

 

 

*

 

Ia kini duduk di hadapanku. Memandangiku yang tengah makan sambil sesekali menyeruput tehnya.

"Kau jago memasak ya?"

Ia mengerutkan kening.

"Samyang ini enak." Ucapku jujur. Apalagi porsinya lumayan. Membuatku jadi tak ingin buru-buru menghabiskannya.

Ia tertawa. "Itu hanya samyang. Makanan instant." Jawabnya, "Apa kau tak pernah masak?"

Aku menggeleng sedikit. Memakan kembali samyangku. "Tak sempat. Aku lebih sering makan diluar atau membawa pulang makanan."

"Lagipula saat aku memasak samyang, tak pernah seenak ini."

Joon memutar bola matanya. Menopang dagunya dengan tangan kanannya.

"Sebegitu sibuknya?" Tanyanya

"Ya. Aku kuliah dan kerja paruh waktu." Aku menghela napas, "Tugas-tugas kuliah dan kerja paruh waktu yang sering lembur sudah cukup membuatku sibuk."

"Kuliah ya? Sepertinya mengasyikkan."

Trekk. Aku menatapnya. Sedang Joon kembali menyeruput tehnya.

"Kau tak kuliah?" Tanyaku sedikit ragu

"Tidak. Aku langsung bekerja setelah lulus sekolah." Jawabnya datar

O-oh?

"Bekerja di mana?"

"Berpindah-pindah 'sih. Tapi sekarang di toko bunga."

Menggunakan dagunya, ia menunjuk sudut ruangan apartment dan balkon yang pintunya terbuka.

Aku ikut menoleh.

Eh?

Sejak kapan beberapa rangkai bunga itu ada disana? Kenapa aku tak menyadarinya?

"Aku baru saja membawanya dari toko hari ini. Besok pagi-pagi sekali aku harus mengantarkan pesanan itu."

Pantas saja ia pergi pagi-pagi sekali hari ini. Tapi, kenapa ia datang dini hari?

"Oh iya, terima kasih juga sudah membereskan ranjangku saat aku pergi cepat tadi." Ujarnya

Aku mengangguk. "Ya. Kau tidur di bawah dan aku di atas."

"A-apa?!"

Suara ini. Lagi-lagi..

"Mana bisa begitu! Masa' aku harus tidur di ranjang bekas yang kau tempati itu!"

Ugh. Bisa tidak 'sih nada bicaranya tak menyebalkan begitu?

Kukira tadi baik-baik saja. Huh. Aku jadi tak napsu makan kalau begini.

"Tentu saja bisa! Aku perempuan dan kau laki-laki!" Sentakku langsung

"Mana mungkin aku yang di bawah! Kalau kau tiba-tiba turun tangga 'kan.."

"Hhh ya sudah!" Ia memijat pelipisnya. Menyuruput tehnya dan bangkit dari hadapanku.

Bagus. Dia menurut. Lagipula aku benar 'kan?

"Dasar. Padahal aku juga tak akan macam-macam padamu." Ujarnya kemudian. Melangkah menuju dapur.

"Aku sama sekali tak tertarik."

Seketika.. Entah mengapa..

Perkataan Kim Jongin tadi terngiang kembali dalam otakku.

 

 

*

 

"Jadi dia seorang gay?"

Seungcheol menatapku dan bertanya lagi setelah aku selesai bercerita.

"Jongin ahjussi berkata begitu." Jawabku, "Dan sepertinya itu benar."

"Apa dia tampan, noona?"

Duk. Seungcheol memukul Dokyeom dengan sebuah talenan.

"Jangan asal bicara!"

Sementara Dokyeom hanya nyengir kuda.

Seungcheol kembali menatapku. Wajahnya menampilkan sedikit sorot kekhawatiran.

"Bagaimanapun kau harus berhati-hati, Rissa-ya." Ucapnya kemudian, "Kalau ada apa-apa kau bisa langsung menghubungiku."

Aku mengangguk. "Tentu saja, Seungcheol-ah."

"Aku tak sebodoh itu."

"Kau ini seperti seorang lelaki yang khawatir dengan kekasihnya, Hyung." Ucap Dokyeom lagi.

Saat Seungcheol hendak memukulnya kembali, Dokyeom sudah mengambil langkah seribu. Meninggalkan dapur.

"Dasar bocah!" Seru Seungcheol, mengejarnya.

Aku hanya terdiam. Berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Dan aku langsung teringat Andhini Zhafira..

 

 

*

 

"Selesai!"

Aku berseru riang. Mengucek mataku dan melirik ke arah jam dinding. Tepat pukul 11 malam!

Sial.

Semua ini akibat aksi kejar-kejaran Dokyeom dan Seungcheol yang mengganggu para pelanggan. Manajer jadi menyalahkanku dan akhirnya aku mendapat tugas lembur.

Tentu saja Dokyeom dan Seungcheol tidak.

Dokyeom sudah pulang sejak tadi.

Dan Seungcheol?

Tentu saja..

Aku berjalan menghampirinya setelah merapikan semuanya.

Lelaki itu sudah cukup lama tertidur. Bersandar di kursi dan menyilangkan tangannya di depan tubuhnya.

Ia bersikeras menemaniku lembur karena merasa bersalah. Tentu saja ia tak melakukan apa-apa dan hanya menungguku. Meski begitu aku harus berterima kasih padanya karena sudah menemaniku.

"Seungcheol-ah bangunlah!"

Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya. Tak ada respon.

"Seungcheol-ah, ayo bangun!"

"Hmm.."

Sedikit respon yang didapat. Kini malah aku yang lelah.

Aku duduk di kursi. Menyandarkan diriku pada meja dan menatap langsung ke arahnya.

Wajahnya itu..

Bahkan dalam keadaan tidur saja ia terlihat tenang.

"Seungcheol-ah!"

Hm? Dia tak bisa dibangunkan kah?

Lalu aku harus bagaimana..

Tubuhnya kemudian bergerak sedikit. Matanya sedikit demi sedikit terbuka. Ia menggerakkan lengan dan kakinya.

"Ah, Rissa-ya.." Panggilnya, "Kau sudah selesai?"

Aku hanya mengangguk.

"Baiklah, kuantar kau pulang." Ucapnya kemudian

Apa? "Tidak."

"Tanpa penolakan!"

 

 

*

 

Aku merutuki diriku sendiri. Bodoh. Dasar Risa bodoh. Memakai jaket tipis disaat-saat hendak musim dingin. Tentu saja tubuhku rasanya ingin membeku. Jari-jariku bahkan sudah dingin.

Aku menoleh.

Disampingku, Seungcheol berjalan dalam diam. Matanya seakan menerawang kosong jalanan di depan.

Apa dia masih mengantuk?

Duh, aku jadi merasa bersalah.

"Sini." Ucapnya

Aku mengerutkan kening.

"Kemarikan tanganmu."

Apa? Kenapa?

"Terlalu lama."

Ia langsung menarik kedua tanganku dan menggosok-gosokkannya. Menggenggam tanganku dengan kedua tangannya.

Deg.

Kenapa tangannya begitu hangat..

Dan lagi saat aku menatapnya. Wajah itu bahkan lebih dekat. Dengan sorot khawatir khasnya, ia menatapku.

"Kau ini.. Jangan lagi membuatku khawatir." Ucapnya, "Musim dingin sebentar lagi, Rissa-ya. Pakailah jaket tebalmu."

"A-aku.."

Kenapa aku jadi terbata?

"Sudah hangat?"

Aku mengangguk.

"Baiklah," Ia menarik tangan kiriku dan membenamkannya di saku jaketnya. Menggenggamnya dengan tangan kanannya.

"Seungcheol-ah.."

"Tanganmu mungil juga. Jadi muat masuk di saku jaketku." Jelasnya

"T-tapi.."

"Sudahlah, kita berjalan berdekatan dan bergandengan seperti ini jauh lebih hangat, Rissa-ya."

Deg.

"Lagipula, aku senang melakukannya."

Deg.

Senyum manis itu lagi..

Tatapan matanya padaku..

Dhini, bolehkah aku egois?

Karena kini aku bahkan ikut tersenyum dan melangkah bersamanya. Bergandengan tangan seperti ini.

Deg.

Maafkan aku..

Karena bersamanya saat ini.. Terasa menyenangkan.

 

 

*

 

"Kim Hanbin?"

Seungcheol mendadak berhenti setelah menggumamkan nama seseorang. Aku pun ikut berhenti.

Aku menoleh. Mengikuti arah pandangannya yang tertuju pada sebuah klub di seberang jalan.

Disana ada seorang lelaki. Usianya mungkin tak jauh beda dengan Seungcheol ataupun denganku.

"Sedang apa dia.. Bersama para wanita itu?"

Aku kembali melihatnya. Rupanya lelaki itu tak sendiri. Disekelilingnya ada tiga.. ah, empat wanita yang berjalan bersamanya.

Mereka tertawa bersama. Dan kemudian sosoknya menghilang masuk ke dalam klub itu.

Sepertinya lelaki bernama Kim Hanbin itu tak menyadari keberadaan Seungcheol. Tentu saja. Kami ada di seberang jalan.

Tunggu..

Apa aku tak salah lihat?

Itu 'kan.. Seo Kang Joon?

Ia berjalan tak begitu jauh di belakang Kim Han-bin. Bersama para wanita lain yang juga mengelilinginya.

Salah seorang wanita yang tadi bersama Kim Hanbin keluar dan menghampiri Joon. Membuat lelaki itu tertawa.

Deg.

Mata kami bertemu!

Sebelum masuk ke dalam sana, ia menoleh dan mendapatiku!

Deg.

Siapa sebenarnya Seo Kang Joon itu?

Kenapa dia masuk ke dalam sebuah klub bersama lebih dari satu wanita?

Apa benar dia seorang gay?

 

 

*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet