The Reason

ROOMMATE (Korean Fan Fiction)

Apa-apaan ini?

Tuhan... Apa yang sebenarnya terjadi?

Aku menelan ludah. Jantungku berdebar tak karuan. Keringat dingin membasahi kedua telapak tanganku.

"Kau sungguh.. Pemilik kamar ini?" Tanyanya hati-hati

Aku hanya mengangguk lemah. Sementara wajahnya menampilkan sorot kekecewaan.

"Arrghh!" Ia mengacak-acak rambutnya. Seakan frustasi. "Bagaimana ini?! Aku lelah dan ingin langsung istirahat!"

Aduh, bagaimana ini?

Aku menunduk. Jujur aku juga lelah dan mengantuk sekali. Membangunkan tetangga lain juga tak mungkin. Apalagi sang pemilik apartment yang juga tinggal disini. Perlu dicatat, ini dini hari!

"Bagaimana bila aku langsung masuk? Lagipula, ini juga kamarku."

Deg.

Napasku memburu. Kulihat sosoknya lagi dari balik mataku. Wajahnya lelah. Lingkaran hitam didekat matanya juga sedikit nampak. Kerutan-kerutan di dahinya.

Dari mana saja lelaki ini sampai aku baru menyadari bahwa ia letih sekali?

"Tolong menyingkirlah dari pintu," Sahutnya kemudian. "Aku tahu kita sama-sama lelah."

Aku benci tatapannya itu. Sorot mata yang mengintimidasi.

Oh God! Please, help me..

 

 

*

 

Aku duduk di sofa sembari memain-mainkan jemariku. Lelaki itu langsung menuju kamar mandi begitu memasuki ruangan.

Untung saja disini ada dua kamar mandi. Meski satunya hanyalah berisikan toilet kecil untuk tamu. Sedangkan yang satu adalah kamar mandi yang lengkap. Aku bersyukur dia hanya masuk ke dalam toilet saat ini.

Lalu bagaimana besok?

Aku mendesah. Mengedarkan pandangan ke sekeliling. Entah dia menyadarinya atau tidak, tapi aku sudah berusaha membersihkan apartmentku dengan cepat saat ia masih di kamar mandi.

Di mana dia akan tidur nantinya?

Deg.

Aku memandangi tempat tidurku.

Gosh! Aku lupa membersihkan bagian atas ranjang. Ugh.

Ya. Ranjangku terdiri dari dua tingkatan. Dengan tangga kayu kuat di ujungnya. Namun aku lupa membersihkan kasur berdebu itu, apalagi melengkapinya dengan seprai atau bed cover.

Bukannya aku tak tahu. Aku tahu kalau suatu hari aku akan mempunyai teman sekamar.
Hanya saja.. ini terlalu mendadak. Apalagi dia seorang pria!

Rasanya aku ingin berkata kasar pada si pemilik apartment yang dengan kurang ajarnya menerimanya dan menempatkannya di apartmentku. Berteriak dan memaki kalau bisa.

Damn!

Cklek..

Aku menoleh. Lelaki itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya. Memakai kaos putih dan bercelana training. Kini ia malah menatapku.

"Menyingkirlah dari sana." Ujarnya kemudian

Eh?

"Menyingkirlah dari sana. Aku akan tidur di sofa."

Huh? Tidak bisakah nada suaranya biasa saja? Kenapa harus kesal begitu..

"Kenapa diam saja! Aku juga tahu kasur di ranjang atas berdebu! Memang kau mau aku tidur di sebelahmu di ranjang bawah?"

Eh.. "Ti-tidak."

"Ya sudah, menyingkir dari sana! Aku lelah sekali."

Dengan cepat aku bangkit dari sofa dan berjalan menuju tempat tidurku.

Kuamati dia yang langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Mengabaikanku dan memejamkan matanya.

Ugh! Mengesalkan sekali. Kenapa tiba-tiba marah seperti itu?

Aku berbalik dan menghadap dinding. Namun sekali lagi, aku menoleh dan mendapatinya kini telah tertidur pulas.

Sial. Kenapa disaat-saat seperti ini ia bisa-bisanya tidur cepat?

Ya Tuhan... Mimpi apa aku semalam?

 

 

*

 

"Teman sekamarmu seorang pria?!"

Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Sama sekali tak ingin menjawab perkataan Dokyeom. Ia baru bereaksi beberapa menit setelah aku menceritakan semuanya.

"Noona, ini gila! Apa yang terjadi? Kau baik- baik saja 'kan?" Tanyanya bertubi-tubi

Ugh..

Ingin sekali aku mengabaikannya. Aku mengantuk sekali. Semalam setelah lelaki itu datang, aku mungkin hanya tidur satu atau dua jam saja.

"Noona.. Coba kau lihat. Hyung bahkan sampai diam saja karena terlalu syok mendengar ceritamu."

Aku langsung mendongak. Dan benar saja.
Seungcheol diam mematung. Namun matanya menatap tepat ke arah mataku.

"Kau baik-baik saja 'kan, Rissa-ya?" Tanyanya kemudian

Aku berpikir. "Dengan mengetahui fakta baru bahwa seterusnya aku akan sekamar dengan seorang pria asing? Ya, aku baik-baik saja."

Aku mengangguk-angguk. "Sangat baik kurasa."

Seungcheol tertawa ringan. "Aku berani bertaruh dia tidak akan macam-macam padamu. Karena dia sama sekali tak tertarik denganmu."

"Lucu sekali, Seungcheol-ah. Aku menyesal menjadi temanmu."

Dan mereka berdua tertawa.

"Lalu bagaimana tadi saat kau bangun, noona?" Tanya Dokyeom

Aku mengerutkan dahi. "Entahlah. Ia sudah pergi pagi-pagi sekali. Jadi ia hanya tiga sampai empat jam berada di kamarku."

Mereka mengangguk. Kemudian keheningan menyelimuti kami.

Jujur saja aku merasa lega. Bisa menceritakan hal ini pada Dokyeom dan Seungcheol.

Deg.

Maafkan aku, Dhini. Seharusnya aku bisa menjaga jarak dengan Seungcheol..

Namun aku juga butuh mereka. Aku butuh teman-temanku untuk menceritakan hal ini.
Sedang kau bahkan tak ada disini bersama kami.

"Mengapa Dhini-ya tak masuk ya.. Aku 'kan jadi rindu padanya, noona." Dokyeom menatapku sendu.

"Yah.. Tadi pagi ia meneleponku. Mengatakan bahwa ia harus izin tiga hari karena sibuk menyiapkan acara kampusnya."

Seungcheol mengangguk. "Ia juga meneleponku. Katanya ia juga sudah izin pada manajer."

"Apa?!" Dokyeom menatap kami secara bergantian. "Mengapa hanya aku yang tak diberitahu."

"Karena kau selalu menggodanya. Hahaha," Seketika Seungcheol tertawa.

Dokyeom mencubit pelan lengannya.

"Kau tahu, ia begitu cerewet saat ditelepon! Hahaha," Seungcheol kembali tertawa.

Dan aku pun ikut tertawa.

"Sial! Awas kau, Hyung!"

Aku dan Seungcheol pun tertawa.

Deg.

Rencana Dhini mendekati Seungcheol sepertinya akan berjalan lancar.

Hmm.. Baguslah. Aku ikut senang. Tapi kenapa ada rasa lain di dalam dadaku ya?

"Jadi bagaimana selanjutnya permasalahanmu, noona?"

Pertanyaan Dokyeom kembali menyadarkanku.

"Ah.. Tentu saja aku akan menemui pemilik apartmentku setelah pulang kerja nanti." Aku menatap mereka secara bergantian.

Sementara Seungcheol dan Dokyeom saling pandang.

"Apa perlu kami temani?" Tanya Seungcheol

Aku menggeleng. "Tidak perlu, Seungcheol-ah."

"Aku bisa menyelesaikannya sendiri."

Kulihat Seungcheol menopang dagunya dengan kedua tangannya. Ia mengamatiku.

"Dugaanku benar. Aku yakin kau akan mengatakannya."

Ia tersenyum. Manis sekali.

"Baguslah," Ia memegang tanganku dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya masih menopang dagu.

"Karena kau gadis yang tangguh, Rissa-ya."

Deg.

Ya Tuhan.. Senyuman itu..

Seketika aku diliputi rasa bersalah.

Maafkan aku, Andhini Zhafira.

 

 

*

 

"Jadi.. Apa yang ingin kau bicarakan Rissa-ssi?"

Aku mengamatinya. Alisnya bertaut. Juga senyum miring yang menyebalkan. Ingin sekali kutonjok wajahnya itu.

Dasar Kim Jongin sialan!

"Aku sama sekali tak paham dengan pola pikirmu, Ahjussi."

"Maksudmu?"

"Tega-teganya kau membiarkanku sekamar dengan seorang pria!" Sentakku langsung

Hening seketika menyelimuti kami.

"Ah... Sudah kutebak kau akan membicarakan masalah itu." Jawabnya tenang

Ia tersenyum miring lagi. Menyebalkan!

"Well, aku punya beberapa alasan soal itu, Rissa-ssi."

Aku mengerutkan kening.

"Kamarmu sudah lama dihuni oleh satu orang saja. Sedangkan kamar-kamar lain sebagian besar diisi oleh dua orang."

Lalu?

"Tentu saja aku bebas mencari keuntungan 'kan bila ada orang yang ingin menyewa apartementku?"

Hhh.. Baiklah. Ini masih masuk akal.

"Lalu kupikir lagi.. Kau bahkan belum membayar biaya sewa selama tiga bulan, Rissa-ssi."

Eh? Itu benar, tapi..

"Jadi rasanya akan impas kalau Seo Kang Joon kuterima di kamar apartmentmu. Sebagai rasa toleransiku karena kau belum membayar sewa selama tiga bulan."

Apa?

Apa-apaan ini?

"Maaf, Ahjussi.. Tapi dulu kau bilang tak apa-apa aku belum membayar sewa. Lagipula bulan ini akan kubayar!"

Ia hanya tersenyum.

"Uh.. Bulan ini, ya? Tapi bagaimana, ya.. Kau juga tak bisa mengusirnya dari kamarmu."

"Ia sudah membayar lunas sewa kamarnya juga selama tiga bulan."

Apa?!

Ugh sial! Dia menjebakku!

Aku bangkit dari kursiku. Menatapnya geram dengan kedua tanganku yang terkepal. Sementara ia hanya terkekeh. Dengan sorot wajah yang begitu... Menyebalkan!

Apa-apaan?

Kenapa aku yang dijadikan tumbal seperti ini?

Aku tahu dia kaya dan pemilik apartment.. Tapi ini sungguh-sungguh..

"Baiklah, aku permisi."

Aku berbalik dan melangkah cepat-cepat ingin meninggalkan ruangannya.

"Ah, Rissa-ssi." Panggilnya

Aku berhenti. Tepat di depan pintu ruangan.

"Kau tahu, Seo Kang Joon pagi-pagi sekali tadi juga datang menemuiku. Membicarakan hal yang  sama denganmu."

Benarkah?

Aku mendengar Kim Jongin berbicara tanpa berbalik menghadapnya.

"Dan aku menjelaskan alasan-alasannya, seperti halnya yang kujelaskan padamu. Ia tenang saja menerimanya. Tak sepertimu yang banyak protes." Ia terkekeh. "Kau tahu kenapa?"

Deg.

Apa? Kenapa?

Kenapa juga diriku diselimuti kembali perasaan tak enak?

"Karena dia seorang gay." Lanjutnya

 

*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet