The Book

The Warriors

Bintang phoenix akan segera muncul tepat saat salju pertama jatuh. Ikuti bintang itu, maka kau akan tiba di mana seharusnya kau berada. Terimalah takdirmu. Kami sudah menunggu kalian, para penyelamat, para pejuang.

 

Mata Celice terpaku pada jalanan di depannya. Nafasnya tidak beraturan, jantungnya masih berdegup kencang, sementara kedua tangannya yang berkeringat dingin memegang erat pegagan mobil. Celice menarik naas lega ketika menyadari tidak terjadi apapun dengannya. Mobil yang dikendarainya juga mashi utuh. Ia pikir, ia baru saja akan berjalan menuju kematian. Ia pikir, mobil yang dikendarainya akan menabrak sesuatu dengan keras kemudian terbakar yang akhirnya akan membawanya pada ayanya.

Lalu, mengapa mobil itu berhenti mendadak jika tidak menghindari sesuatu, atau akan menabrak sesuatu? Kepala Celice otomatis berpaling pada namja yang mengendarai mobil itu, Jungkook. Celice meliat kedua manik mata namja itu bergetar. Air mata menggenang di pelupuk matanya yang indah. Peluh menetes dari dahinya sementara tangannya yang bergetar mencengkram kuat setir mobil itu.

“Jungkook....kau tidak apa-apa?” tanya Celice dengan hati-hati sambil meletakkan tangannya di pundak Jungkook sekedar menenangkannya.

Jungkook menoleh ke arah Celice kemudian menjawab dengan suara lirih.
“Seokjin hyung adalah teman kami. Dia meninggal 1 tahun lalu. Dia juga anggota BTS.”

Celice terkejut mendengar jawaban Jungkook. Ia merasa sangat bersalah telah mengingatkannya pada temannya yang sudah meninggal.

“Maafkan aku...aku tidak bermaksud mengingatkanmu dengan almarhum temanmu.” Ujar Celice denga rasa bersalah.

“Tidak apa-apa.” Jawabnya singkat sambil kembali menyetir namun dengan pandangan yang memancarkan kesedihan.

 

Akhirnya, Celice tiba di apartementnya setelah menempuh perjalanan beberapa menit dalam diam. Celice tidak berani berkata apapun saat meliat ekspresi Jungkook yang penuh dengan kesedihan dengan air mata yang siap jatuh kapan saja. Saat memasuki kamarnya, Celice belum bisa menghilangkan rasa penasarannya pada pria itu “Seokjin”, salah satu anggota BTS yang sudah meninggal dunia. Saat ia menanyakan tentang hal itu, ada perasaan aneh yang ia rasakan dari kata-kata Jungkook. Sepertinya ada hubungan antara Seokjin dan keadaan BTS sekarang.

“Mungkinkah yang membuat BTS seperti itu adalah kematian teman mereka Seokjin? Sebenarnya apa yang terjadi?” rasa penasaran terus menyelimutinya sepanjang malam. Sebenarnya ia tidak ingin memikirkannya, tapi entah mengapa perasaan itu terus datang. Ia terjaga sepanjang malam sampai waktu menunjukkan pukul 3 pagi. Karena esok hari Celiceh arus masuk kelas pagi, akhirnya Celice memaksakan dirinya untuk tidur.

--#--

Sekarang Ia sedang berdiri di sebuah padang rumput yang luas. Sangat luas, hingga pandangannya tidak mampu lagi menjangkau ujung dari tempat itu. Sejenak suasana hatinya begitu tenang. Seolah semua pikiran yang menumpuk di kepalanya hilang tertiup angin. Tanah yang diinjaknya terasa sangat lembut, rasanya seperti menginjak bulu domba. Ia membaringkan dirinya di padang rumput yang terasa sangat nyaman itu. Melepaskan segala kepenatan dan tekanannya selama ini.

“Andaikan aku bisa seperti ini selamanya.”

Saat ia membuka matanya kembali, suasana di sekitarnya telah berubah.Yang sebelumnya ia sendirian di sana, tiba-tiba padang rumput itu sudah dipenuhi oleh orang-orang berambut keemasan dan berparas rupawan yang menggunakan busana abad pertengahan. Orang-orang tersebut terlihat sangat bahagia. Sementara, tidak jauh dari tempatnya berdiri terdapat seseorang berjubah hitam sedang bersimpuh. Karena penasaran, ia berjalan mendekati orang itu. Semakin dekat semakin jelas tergambar, manusia itu adalah seorang pria. Pria menggunakan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya termasuk kepalanya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas siapa pria dibalik jubah itu. Tapi satu hal yang ia tahu, pria itu sedang menangis dan matanya menatapnya nanar. Isakan pria itu begitu perih dan memilukan hati. Hati Celice benar-benar bisa merasakan kesedihan dari raungan pria itu. Rasanya ia ingin memeluk pria itu untuk menenangkannya. Berlahan Celice melangkahkan kakinya mendekati pria itu. Ia mengerakan tangannya hendak menjangkau pria itu. Tetapi tiba-tiba suara halilintar mengelegar sangat keras. Bersamaan dengan itu, langit yang tadinya sangat cerah berubah menjadi sangat gelap. Satu persatu orang-orang yang tadinya tersenyum bahagia mulai berjatuhan. Kakinya merasakan sesuatu yang dingin seperti air. Saat ia menengok ke bawah, ternyata rumput yang tadinya sangat lembut telah dipenuhi oleh darah yang keluar dari luka yang muncul dari tubuh orang-orang yang tergeletak di sana. Seketika air mata keluar dari mata almondnya. Tubunya bergetar kencang, ketakutan menyelimutinya. Kakinya menjadi lemas ia jatuh tersimpuh ke tanah yang sudah dipenuhi darah. Ia sudah tidak kuat lagi, rasanya ia ingin berteriak meminta tolong pada siapapun yang bisa membawanya keluar dari sana.

“Arg!!!!!”

Celice terbangun dari tidurnya. Ia meliat ke sekelilingnya. Ia menarik nafas lega begitu mengetahui ia masih berada di kamarnya. Ia berusaa mengatur nafasnya yang tidak beraturan dan menyeka keringat dinginnya.

“Apa yang baru saja aku alami? Mengapa aku bermimpi seperti itu? Apa artinya mimpi itu?”

--#--

Keesokan paginya, seperti biasa Celice berangkat ke kampus dengan naik bis. Tapi, ada yang aneh dengan hari itu. Apa itu hanya perasaannya saja, atau memang itulah yang terjadi, banyak orang yang memandanginya dengan tatapan aneh. Merasa risih, ia melihat dirinya sendiri

“Tidak ada yang salah denganku. Tapi, kenapa semua orang memandagku seperti aku ini penjahat?” Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

Hal yang sama juga terjadi di kampus. Rasanya mata-mata itu tidak pernah lepas memandanginya. Ia jadi tidak nyaman melakukan apapun. Sepertinya semua gerak-geriknya diawasi. Dia memilih untuk makan siang di tempat yang paling sepi.

“Hei Celice!” suara Rose mengagetkannya.

“Celice, kamu kenapa? Dari tadi aku liat kamu seperti menghindar dari semua orang?”

“Heh? Bukan aku yang menghindar. Tapi, rasanya seperti semua orang mengawasiku.”

“Oh, karena itu. Aku kira kamu habis mencopet tadi di bis.” seloroh Rose yang dengan gerak-gerik misterius berpindah duduk di sebelah Celice.

“Kamu benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu? Kamu sekarang bukan gadis biasa. Kamu manajer BTS. Ribuan wanita menginginkan punya kesempatan sepertimu. Apalagi, kemarin saat wawancara itu, kau benar-benar mengagumkan.”

“Benarkah?” Entah mengapa Celice seperti lupa pada wawancara kemarin. Apa karena ia terlalu kesal pada BTS atau......Seokjin?

“Ah, sudah hentikan! Kenapa aku jadi kepikiran hal itu terus?” gumamnya yang terlihat sangat frustasi. Celice menceritakan semua kejadian kemarin kepada Rose termasuk tentang Seokjin dan ...... mimpinya.

--#--

Sore itu, ia kembali mengerjakan pekerjaan paruh waktunya sebagai manajer BTS. Hari itu, ia habiskan waktunya untuk membicarakan proposal dengan BTS. Masih dalam suasana yang sama, menyebalkan. Namjoon semakin menyebalkan saja. Ia menyuruh Celice melakukan hal-hal yang tidak penting. Dan tidak berhenti memarahinya. Sama seperti kemarin, pertengkaran terus terjadi diantara dua kubu itu.

“Andai ada Jin hyung di sini, pasti kita dapat menyelesaikan ini dengan mudah.” Gumam Taehyung dengan polos yang sontak membuat seluruh anggota BTS terkejut, termasuk Celice.

“Sudah kubilang kan, jangan mengingat kejadian itu. Jangan sebut nama Jin hyung lagi! Aku tidak ingin mengingatnya lagi!”bentak Namjoon yang membuat raut wajah Taehyung berubah.

“Jangan bohongi dirimu hyung. Aku tahu, kau masih mengingatnya dan karena kesedihanmu yang juga kesedihan kami, kau meluapkan semuanya kepada kami. Kau sering tidak bisa mengontrol emosimu, bertindak semaumu. Kau yang sekarang bukan kau yang dulu, dan itu semua karena kepergian Jin hyung.” Dengan berurai air mata, Taehyung meninggalkan Namjoon yang masih mematung di tempatnya.

“Namjoon, aku heran sekali padamu. Kau ini leader kami, tapi kamulah yang paling tidak dewasa di sini. Aku sudah muak dengan semua ini. Kenapa kita tidak bubar saja, hah?” Hoseok yang biasanya sangat ceria, tiba-tiba meninggikan suaranya di depan Namjoon, jika Jimin tidak berusaha menahannya, sepertinya kepalan tangan Hoseok siap mendarat di wajah Namjoon.

“Hoseok, jaga ucapanmu!!!”pekik Yoonggi dari ujung ruangan.

Suasana semakin memanas. Bisa ditebak, sebentar lagi akan terjadi perkelahian di sana. Sementara Jungkook hanya duduk termenung di sofa dengan tatapan kosong. Keadaan ini begitu membingungkan dan membuat Celice semakin penasaran tentang Jin. Tiba-tiba, tuan Han masuk ke ruangan itu. Bersamaan dengan itu, semua aggota BTS keluar dari ruangan meninggalkan Celice dan tuan Han di sana. Seperti tahu kebingungan Celice, tuan Han mengajak Celice ke atap gedung.

“Aku akan memberitahukanmu sesuatu, yang sebenarnya sudah lama tidak ingin kubicarakan lagi. Kau pasti tahu kan tentang Seokjin?”

Celice menjawab pertanyaan itu dengan anggukan pelan. “Aku sudah tahu dari Jungkook. Seokjin adalah personil BTS yang meninggal 1 tahun lalu, karena kecelakaan.”

“ Sudah kuduga, dia pasti tidak menceritakan yang sebenarnya.” Tuan Han menghela nafas panjang.

“Sebenarnya?”

“Karena kau sekarang manajer mereka, kau harus tahu hal ini. Tapi, kau harus berjanji tidak akan menceritakannya pada siapa pun.” Ekspresi Tuan Han berubah serius. Sepertinya ia akan mengatakan sesuatu yang sangat penting.

“Baiklah, akan kupegang janjiku”

“Seperti yang kau tahu, Jin memang dikabarkan telah meninggal dunia karena kecelakaan. Tapi, sebenarnya bukan itu yang terjadi. Satu tahun yang lalu, saat Jin masih ada di sini bersama kami, suasana begitu tenang dan damai. Mereka sangat akrab dan hampir tidak pernah bertengkar. Jin meruakan member BTS yang sangat bijaksana dan periang. Namun, dia sangat tertarik dengan mitos-mitos kuno. Dia senang melakukan penelitian tentang semua hal yang berhubungan dengan mitos. Termasuk tentang universitas kalian yang mempunyai banyak mitos misterius. Hingga suatu malam Jin menghilang begitu saja tanpa jejak. Dan setelah dilacak oleh polisi, polisi menemukan barangnya di tepi sebuah jurang. Meskipun mereka tidak menemukan jasadnya, mereka menganggap Jin sudah meninggal karena bunuh diri. Karena kami tidak mungkin memberitakan yang sebenarnya, kami pun memutuskan untuk memberitahukan kepada publik bahwa Jin meninggal karena kecelakaan. Para personil tentu saja sulit menerima ini. Mereka sampai sekarang percaya kalau Jin masih hidup. Itulah sebabnya, kami memilih anda untuk menjadi manajer mereka. Karena kami pikir, anda bisa lebih mengerti dan mampu membantu mereka melupakan Jin. Kami mohon tolonglah mereka. Kalau begini terus, umur grup mereka tidak akan lama lagi, pasti mereka akan bubar. Kumohon buatlah mereka mampu melupakan Jin.” Tuan Han menatap Celice penuh dengan harapan.

--#--

Dengan langkah gontai, Celice berjalan kembali menuju ke ruangannya. Ia tidak mampu menghilangkan pikiran tentang Jin. Ia tidak tahu mengapa, tapi ia juga merasa Jin belum meninggal. Hatinya terasa seolah begitu dekat dengan Jin. Di tengah-tengah lamunannya, ia melihat Jungkook duduk termenung sambil membaca buku. Tapi Ia tahu sebenarnya pikirannya tidak berada di buku itu. Ia mengambil tempat duduk di samping Jungkook, memandanginya dengan penuh perhatian. Hatinnya ikut merasakan kesedihan mereka. Jungkook yang terlalu sibuk dengan pikirannya, tidak merespon tatapan sedih Celice.

“Kau tahu, sebenarnya aku juga punya pengalaman yang sama seperti kalian. Ayahku sebenarnya sudah meninggal.” Suara Celice bergetar dan Jungkook menoleh kearahnya. Celice berusaha menahan air matanya dan tetap tersenyum kemudian melanjutkan kata-katanya

“Ayahku meninggal 5 tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan. Dan dulu ayahku adalah seorang musisi. Peristiwa itu membuat keluarga kami kehilangan sumber finansial kami. Awalnya memang menyakitkan. Aku tidak mampu menerimanya. Sampai sekarangpun, aku masih sering menangis karena teringat ayahku. Tapi aku sadar, hidupku masih sangat panjang. Aku harus melanjutkan hidupku dan membuat ayahku tersenyum di surga. Aku rasa Jin juga begitu. Dia akan sedih melihat kalian seperti ini. Pasti dia ingin kalian seperti dulu lagi, tertawa ceria bersama.” Jungkook menatap Celice, sepertinya ia tersentuh dengan kata-kata Celice. Ia merasakan kehangatan yang mendesir di hatinya.

“Terimakasih” Jungkook menggenggam tangan Celice. Canggung dengan peristiwa itu Celice berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Jungkook”

“Maaf, aku terlalu terbawa suasana” Jungkook melepas tangan Celice kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ayo, kita harus menyelesaikan tugas kita.”

--#--

Hari itu berakhir dengan sedikit kehangatan. Sudah tidak seperti kemarin. Setidaknya, ada orang yang mau berterimakasih pada Celice. Tetapi, ia tidak bisa menghilangkan ingatan tentang perktaan Tuan Han tadi. “Membuat mereka tertawa lagi dan melupakan Jin” Entah mengapa ia tidak setuju dengan kata-kata Tuan Han itu.

“Melupakan Jin?” Hatinya berkata, ini bukan saatnya untuk melupakan Jin.

“Tapi, mengapa? Bukankah akan lebih baik jika mereka melupakan Jin? Ah...... Ini semua membuatku gila!” ujar Celice dalam hati.

Ia memutuskan untuk melupakan hal itu dan berfokus pada pekerjaannya. Satu bulan ini harus dijalani dengan sebaik mungkin. Meskipun baginya, satu bulan bekerja bersama mereka terasa seperti 1 tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Melelahkan dan membuatnya selalu kesal dengan sikap para personil BTS. Ia kembali duduk termenung di dekat jendela, seperti yang biasa ia lakukan jika hatinya sedang tidak tenang. Tiba-tiba ia tersentak “Hah!!! Aku lupa. Mengapa aku malah bersantai begini?” sambil melihat ke arah setumpuk kertas yang ada di mejanya. “Kurasa, aku harus melembur.” Katanya sambil mendesah kesal.

-#-

“Kring!!!!Kring!!!!” jam alarm Celice berbunyi kencang. Ia terbangun dengan masih dalam keadaan terduduk di depan proposal yang menumpuk. Ia merasakan kepalanya sangat pusing karena kurang tidur. Dengan malas ia menengok ke arah jam wekernya

“Ah!!!!! Tidak aku terlambat!!!! Aduh bagaimana ini? Ini semua gara-gara BTS!!” Dengan terburu-buru Celice bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Ini adalah untuk pertama kalinya ia terlambat datang ke kampus. Dan bagi seorang mahasiswa beasiswa yang terkenal pandai, cukup memalukan datang terlambat. Entah mengapa sekarang setiap ia pergi kemanapun, banyak orang yang memperhatikannya. Bahkan di bus, yang tadinya para siswi sekolah menengah tidak memperhatikannya, sekarang semua mata tertuju padanya disertai bisikan-bisikan. Itu semua membuatnya tidak nyaman. Padahal ini baru hari ketiganya dan rasanya ia ingin segera menyelesaikan 1 bulan menyebalkan itu.

Sesudah turun dari bis, ia berlari dengan terburu-buru menuju ke kampusnya. Berharap dia tidak terlambat. Tapi ternyata harapannya sirna, dia sudah terlambat. Saat ia masuk ke dalam kelas, semua mata menatap ke arahnya. Beberapa diantara mahasiswi saling berbisik dan tertawa kecil. Sepertinya mereka senang kalau Celice dipermalukan seperti itu.

“Kenapa semua orang tidak menyukaiku?” Ujarnya dalam hati dan segera duduk di tempat duduknya. Waktu berjalan begitu cepat, jam kuliah pun telah usai dan itu berarti sebentar lagi saatnya baginya untuk kembali ke pekerjaan menyebalkannya itu. Ia berjalan dengan lesu di jalan berbatu yang indah dan dihiasi pohon-pohon cemara yang berjejer rapi.
“Celice!!!! Tunggu” seru Rose yang berlari ke arahnya.
“Kau, kenapa lagi ha? Kau kelihatan lemas dan matamu itu mengapa bisa bengkak begitu?” tanyanya kuatir.

“Hah..... Apakah kau mau menggantikanku?”

“Apa maksudmu menggantikanmu?”

“Kau tahu pekerjaanku itu membuatku gila, hari ini aku terlambat karena harus menyelesaikan proposal sampai jam 3 pagi.” jawab Celice sambil menekuk wajahnya.

“Oh..... begitu. Aha!!! aku punya sesuatu yang pasti akan membuatmu punya semagat lagi. Ayo!” Rose menarik tangan Celice dan membawanya ke tempat latihan anggar.

“Hah? Kenapa kita ke sini? Sekarang, bukan kita lagi pengurus dari klub anggar ini. Tapi, Namjoon menyebalkan itu.”

“Ah... kamu ini bagaimana, bukan pengurus itu bukan berarti kita tidak boleh bermain anggar di sini lagi, kan? Siapa saja boleh memakai tempat ini. Lagipula, aku dengar hari ini tidak ada latihan di sini. Jadi, tempat ini pasti sedang kosong.” Mereka pun masuk ke ruang anggar yang cukup luas itu. Ternyata benar kata Rose, di sana tidak ada orang sama sekali. Mereka segera meletakkan tas mereka di loker yang sudah disediakan dan berganti pakaian dengan pakaian anggar.

“Akhirnya, aku bisa memegang pedang anggar lagi. Tangganku sudah gatal ingin memegangnya” Kata Celice sambil tersenyum lebar. Saat mereka bersiap-siap untuk bertanding, dering handphone Rose berbunyi. Dia mengangkat telepon dan berbicara dengan orang yang ada di seberang telepon. Ia kembali dengan senyum yang merekah di wajahnya, tapi dengan sedikit raut menyesal.

“Maafkan aku Celice, aku tidak bisa menamanimu latihan hari ini. Orang tuaku baru saja datang dari London. Aku harus segera pulang.”

“Wah..... Benarkah?? Tidak apa-apa. Sampaikan salamku untuk orang tuamu, ya! Kalau ada waktu, pulang kerja nanti aku akan mampir ke rumahmu.” Kata Celice sambil tersenyum. Rose pun pergi dengan wajah ceria sementara Celice hanya sendirian di sana. Ia memandang seluruh ruangan itu. Tata letak ruangan itu benar-benar mirip dengan ruang anggar di London yang biasa ia pakai untuk latihan bersama ayahnya.

“Andai saja, ayah masih ada..... Aku pasti akan merasa jauh lebih tenang.” Katanya sambil menunduk. Beberapa menit ia duduk merenung di sana seorang diri. Tiba-tiba ada seorang yang masuk ke ruangan itu.

“Hei!!! Siapa yang mengijinkanmu datang ke sini, hah?” kata seseorang dengan suara yang tidak asing untuknya.

“Namjoon, apa urusanmu?? Memang benar aku bukan pengurus klub anggar lagi. Tapi aku tetap bisa bermain di sini, kan? Tempat ini kan fasilitas bagi seluruh mahasiswa tanpa terkecuali.” Kata Celice sambil menatap tajam ke arah Namjoon.

“Oh..... begitu, ya? Siapa yang bilang seperti itu, hah? Memang semua mahasiswa boleh memakai tampat ini. Kecuali kau!!! Aku akan mengijinkanmu berlatih di sini, tapi kau harus mengalahkanku dulu!” Kata-kata Namjoon membuat semangatnya kembali lagi. Sepertinya Celice ingin melampiaskan semua kekesalannya dengan mengalahkan Namjoon.

“Baiklah ayo kita bertanding!! Dan lihat saja, siapa yang akan menjadi pemenangnya!!!” seru Celice mantap.

Merekapun bertanding dengan sengit.
“Hei!!! Jika tanganmu lemah seperti itu, bagaimana bisa kau mengalahkanku?”kata Namjoon sambil terus memberi perlawanan pada Celice. Entah mengapa tiba-tiba Celice kembali teringat pada ayahnya. Kata-kata yang dikatakan Namjoon benar-benar mirip dengan kata-kata yang pernah dikatakan ayahnya padanya saat ia dilatih oleh ayahnya.

“Jadilah lebih kuat! Ini bukan saatnya untuk menyerah!” Namjoon kembali mengatakan kata-kata yang pernah dikatakan ayahnya. Itu membuat Celice semakin sedih dan karena itu, ia tidak bisa menanahan emosinya. Ia berhasil memberi perlawanan kepada Namjoon sampai ia kewalahan. Tapi, dengan sebuah trik Namjoon berhasil mengalahkan Celice.

“Benarkan apa yang ku katakan, kau tidak akan menang dariku.” Suasana menjadi sangat hening ketika Celice terjatuh di matras. Namjoon merasa heran mengapa Celice sama sekali tidak merespon kata-katanya, biasanya jika dikatakan begitu ia akan segera berdiri dan membalas kata-kata Namjoon dengan omelannya. Terdengar suara tangisan dari balik topeng pelindung kepala Celice.

“ Hey....mengapa kau malah menangis? Jangan gara-gara kalah dariku kau jadi menangis. Cengeng sekali kamu!” Celice tetap menangis, ia menangis karena ia kembali teringat pada ayahnya. Ayahnya benar-benar berarti baginya dan sulit untuk melupakannya meskipun 5 tahun sudah berlalu.

“Sudahlah..... jangan menangis lagi, aku akan tetap mengijinkanmu berlatih di sini.” Kata Namjoon yang merasa bersalah karena telah membuat Celice menangis.

“Iya, aku memang cengeng!! Aku tidak bisa melupakan ayahku yang meninggal 5 tahun lalu. Tapi, aku tidak seperti kalian!!!! Aku berusaha tetap melanjutkan hidupku dengan sebaik mungkin, agar bisa membuat ayahku senang. Sementara kalian, apa yang kalian lakukan? Setiap hari melakukan pertengkaran bodoh. Kalian pikir, Jin akan senang jika kalian seperti itu? TIDAK!!!Dia sama sekali tidak senang!!!!” sambil terus menangis Celice berlari ke arah ruang ganti. Kata-kata Celice tadi seolah menusuk hati Namjoon. Kata-katanya benar-benar membuatnya terkejut. Ia tidak menyangka gadis seperti Celice mempunyai kisah sedih yang ia pendam. Tapi Ia berbeda dengan mereka, meskipun berat dan menyakitkan, ia berusaha untuk bisa melupakan ayahnya dan melanjutkan hidupnya.

Namjoon melangkahkan kakinyan menuju ke arah Celice pergi. Ia merasa sangat bersalah dan ingin meminta maaf padanya.

“Eh, mengapa aku malah mengikuti dia? Ada apa denganmu Namjoon? Tidak usah urusi dia, mungkin dia lebih baik sendiri. Ayo Namjoon pergi dari sini!!!!” perintahnya pada dirinya sendiri.

-#-

Sementara itu, Celice masih terus menangis di ruang ganti. Pikiran tentang ayahnya terus menghantuinya. Ia terlalu sibuk dengan dunianya sampai-sampai ia tidak sadar jika dari tadi ada dua orang mahasiswi yang mengamatinya sejak bertanding dengan Namjoon. Salah satu diantaranya memberikan isyarat kepada yang lain dan mereka segera menangkap Celice. Celice meronta-ronta dari sergapan dua orang mahasiswi yang tidak dikenalnya itu. Tetapi, ia tidak dapat melepaskan diri dari mereka. Mereka membawa Celice ke sebuah bangunan tua yang berada tidak jauh dari ruang anggar.

“Hei, apa yang ingin kalian lakukan padaku? Kenapa kalian membawaku ke sini? “ tanya Celice kepada kedua orang itu.

“Kami hanya ingin memberimu pelajaran karena sudah mendekati dan menggoda BTS. Kau pikir, kau bisa mendapatkan mereka, hah? Mereka hanya milik kami!!! Yeoja aneh sepertimu tidak boleh dekat-dekat dengan mereka, apalagi menjadi manajer mereka!” Kata mereka sambil keluar dari bangunan itu dan mengunci Celice di dalam.

“YAA!!! Lepaskan aku!!! Keluarkan aku dari sini!!!!Tolong!!!!!” pekik Celice sambil menggedor-gedor pintu bangunan itu. Tapi usahanya sia-sia, ia tidak dapat membukanya dan tidak ada seorangpun yang mendengar suaranya.

“Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caranya aku keluar dari sini?” gumam Celice dengan putus asa. Karena lelah, ia duduk di sebuah kursi tua yang ada di sana. Diterangi sinar redup dari luar bangunan itu, ia akhirnya menyadari tempat apa sebenarnya itu. Ternyata bangunan itu adalah sebuah perpustakaan tua. Dengan rak-rak buku yang berjejer dengan rapi. Arsitektur ruangan itu bergaya eropa abad pertengahan, dengan ukiran-ukiran yang ada di dindingnya. Dan sepertinya sudah lama perpustakaan itu tidak terpakai. Mata Celice menangkap sebuah buku yang ada tepat di atas meja di depan ia duduk. Ia melihat ada sebuah lampu meja kecil di situ.

“Hah, kenapa ada lampu seperti ini di sini? Pasti pernah ada orang yang sering datang ke sini dulu.”gumamnya heran. Di depannya ada sebuah buku tua yang terlihat lusuh dan berdebu. Debunya begitu tebal hingga tidak terlihat tulisan yang ada di sampulnya. Setelah dibersihkan, baru terlihat sebuah tulisan “PIEVECY” dengan huruf V yang besar dan ada sepasang kuda sembrani di atasnya.

“Ah, jangan bodoh Celice, kenapa aku harus membaca buku ini? Sekarang bukan waktunya membaca buku. Kau harus mencari jalan keluar dari sini!” tegasnya pada dirinya sendiri. Ia mengurungkan niatnya untuk membaca buku itu dan melangkah menjauh dari sana. Tiba-tiba kepalanya kembali terasa sakit, dan bayangan pria itu kembali datang. Kali ini, pria itu mendekat ke arahnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Celice. Tatapan mata itu seolah meminta Celice untuk membaca buku itu. Seperti ada kekuatan yang menuntunnya, ia pun membuka lembar pertama dari buku itu.

“Hanya yang berhati murni yang bisa membaca buku ini. Hanya yang terpilih yang dapat membaca buku ini. Jika kau tidak yakin akan apa yang terjadi bila membaca buku ini, sebaiknya tutup dan jangan baca buku ini. Karena jika kau gentar dan takut, buku ini mungkin hanya akan membawa ketakutan. Tapi, jika kau berani dan berhati mulia, kau akan menemukan jawaban dari semua misteri yang ada dalam hidupmu. Dan mewujudkan semua keinginanmu.”

Celice melepaskan tangannya dari buku itu. Entah mengapa jantungnya berdebar begitu kencang dan seluruh tubuhnya bergetar.

“Buku apa ini? Benarkah buku ini bisa menjawab semua misteri ini dan aku bisa mendapatkan semua keinginanku?” tiba-tiba ia teringat kata-kata Tuan Han
“Kembalikan senyum mereka lagi.” dan rasa penasarannya tentang kematian ayahnya dan juga Jin terlintas di benaknya. Entah mengapa, ada perasaan yang mendorongnya untuk membuka halaman berikutnya.

“Bukalah lembar berikutnya, kau harus membukanya. Inilah takdirmu!”sebuah suara tiba-tiba muncul di kepalanya. Dengan ragu-ragu ia mencoba untuk membuka lembar berikutnya. Namun saat ia menyentuh buku itu ada seperti getaran listrik yang menjalar di tangannya.

“Apa maksudnya ini? Apakah ini karena aku ragu-ragu?” Tanyanya heran melihat kejadian aneh itu. Kemudian ia mencoba untuk lebih memantapkan hatinya.

“Baiklah, aku menerima syarat ini. Semua ini demi ayah dan juga BTS. Aku harus membuat mereka tersenyum lagi.” Saat ia mengatakan kata-kata itu dan membuka lembar berikutnya, tiba-tiba cahaya yang sangat terang menyinari seluruh ruangan itu. Ia tidak dapat melihat apapun, hanya cahaya putih yang sangat terang kemudian ia merasa kepalanya sangat sakit dan akhirnya menjadi gelap tidak terlihat apa-apa lagi.

-#-

Malam itu, semua member BTS berkumpul di lobi gedung Big Hit Entertainment. Mereka memang ada di sana, tetapi sepertinya pikiran mereka tidak di sana. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Taehyung mulai terlihat cemas.

“Sebenarnya di mana Celice? Mengapa dia tidak datang-datang juga? Kita harus segera berangkat ke studio untuk rekaman.”

“Tidak biasanya ia terlambat seperti ini.” Gumam Jimin.

“Nomor Celice juga tidak dapat dihubungi.” Kata Hoseok yang memandang layar handphonenya.

Namjoon mulai terlihat tidak tenang. Bukan karena ia takut terlambat rekaman, tetapi karena ia mengkhawatirkan Celice yang belum memunculkan dirinya di gedung Big Hit setelah kejadian tadi. Berulang kali ia memindahkan posisi duduknya, tangannya mulai berkeringat, hatinya tidak tenang. Ia teringat saat terakhir kali ia bersama Celice tadi, Celice sedang sangat kacau. Teriakan dan tangisan Celice masih teringat jelas di otaknya.

“Apa Celice masih di sana? Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?”

Tiba-tiba Jungkook beranjak dari kursinya setelah ia menghubungi seseorang.

“Sepertinya aku harus mencarinya di Kyunghee. Kata temannya, ia tidak tahu Celice di mana. Terakhir ia bersama Celice di ruang latihan anggar.” Sesudah mengatakan itu, Jugkoook bergegas keluar dari gedung Big Hit menuju ke mobilnya. Bersamaan dengan itu, Namjoon juga keluar dari gedung Big Hit mengikuti Jungkook. Sementara member BTS yang lain hanya memandang kepergian kedua temannya itu dengan heran.

“Apa yang terjadi pada mereka berdua? Sejak kapan mereka peduli pada orang lain?”

--#--

“Celice!!! Kau di mana??” teriak Jungkook sambil berlari mengitari ruang latihan anggar. Terpatri dengan jelas kecemasan di wajahnya yang tampan. Sementara Namjoon berlari ke arah ruang loker. Di sana ia melihat sebuah loker yang terbuka. Betapa terkejutnya ia, begitu ia melihat tas dan handphone Celice di sana.

“Ini kan barang Celice, aku yakin ia masih di sini. Tapi, di mana?”

Namjoon segera berlari ke arah belakang gedung latihan anggar, Jungkook mengikuti di belakangnya. Jugkook bergegas menuju ke arah kamar mandi yang ada di dekat sana, takut terjadi sesuatu pada Celice. Sementara, Namjoon terpaku pada bangunan yang ada di depannya. Bangunan berbentuk lingkaran dengan atapnya yang berbentuk kubah, juga ukiran di setiap dindingnya. Bangunan itu terlihat sudah sangat tua, dan sepertinya sudah tidak digunakan sejak lama.

“Tidak mungkin Celice ada di bangunan itu.” Gumam Namjoon. Tetapi, sepertinya hatinya tidak sependapat dengan pikirannya. Kakinya melangkah mendekati pintu bangunan itu. Ia merasa seperti ada yang memaggilnya untuk mendekat. Ia menyentuh pintu itu merasakan debu tebal yang melekat di setiap inchi kayu oak yang melapisinya. Ia mencoba membuka pintu itu, tapi pintunya terkunci.

“Apa jangan-jangan Celice ada di dalam” wajah Namjoon mulai berubah panik. Ia menggedor-gedor pintu itu mencoba memanggil Celice. Tetapi, tidak ada jawaban dari sana. Namjoon berusaha mendobrak pintu itu. Ia membenturkan tubuhnya berkali-kali, ia merasakan ngilu yang menjalar di seluruh tubuhnya. Ia tidak peduli rasa sakit itu, yang terpenting baginya adalah menemukan Celice. Hingga akhirnya pintu itu berhasil terbuka.

“Celice!!!” mendengar suara dobrakan pintu, Jungkook segera berlari ke arah Namajoon yang masih mematung. Jungkook segera menuju ke arah Celice, mengangkatnya, lalu membawanya ke mobilnya.

Kejadian itu terjadi begitu cepat, Namjoon hanya mampu melihat Jungkook yang berlari menuju ke mobilnya dengan Celice di tangannya. Namjoon merasakan desiran aneh melihat hal itu.

“Mengapa harus Jungkook yang menyelamatkannya?”

Perhatian Namjoon teraalihkan saat ia melihat sebuah buku tua tergeletak di atas meja. Seperti ada kekuatan yang mendorongnya untuk mengambil buku itu. Saat ia menyentuh buku itu, seolah ada sengatan listrik yang menjalar di seluruh tubuhnya. Ia membuka lembar-lembarnya yang sudah lusuh, tetapi tidak tertulis apapun di sana. Buku itu kosong. Kemudian ia melihat cover buku itu, di sana tertulis sebuah tuisan yang anehnya, ia merasa sudah pernah mendengar kata itu.

“Pievecy?” Apa maksudnya judul buku ini? Padahal di dalamnya tidak tertulis apapun.”

--#--

Namjoon melangkahkan kakinya ke depan pintu ruang rawat di sebuah rumah sakit. Dengan ragu-ragu ia membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya dengan perlahan menyadari kehadiran orang lain di samping tempat tidur Celice. Orang yang duduk di samping tempat tidur Celice adalah Jungkook. Jungkook hanya terdiam memandang Celice yang terbaring lemah. Kedua mata Jungkook melekat tepat ke wajah Celice, terlihat jelas kekhawatiran di sana. Terlihat jelas Jungkook begitu peduli pada Celice, yeoja yang baru beberapa hari dikenalnya itu. Tiba-tiba kedua tangan Jungkook menggenggam erat tagan Celice yang terhubung dengan selang infus. Melihat hal itu, desiran aneh itu kembali dirasakan Namjoon. Rasanya, ia tidak senang melihat adegan di hadapannya. Ia ingin menjadi orang yang duduk di sana,di sisi Celice. Namun, ia masih berusaha menampik perasaan itu, dan memilih keluar dari ruangan Celice dan kembali pulang ke dorm BTS.

Begitu tiba di dormnya, ia melihat seluruh dorm sudah gelap. Sepertinya, semua member sudah tertidur karena memang saat itu sudah larut malam. Sesudah pergi dari rumah sakit tadi, Namjoon tidak langsung pulang ke dormnya. Hatinya merasa tidak tenang, jadi ia pergi ke salah satu bar langgananya untuk menenangkan diri. Namjoon memilih untuk duduk di piano yang ada di ruang tengah. Ia meletakkan buku yang ditemukannya di atas piano, kemudia mulai memainkan jemarinya di tuts piano. Jemarinya dengan lihai bergerak di tuts-tuts piano, menghasilkan suara yang sangat indah. Ia memainkan sebuah lagu yang dulu sangat sering didengarnya, tepatnya 1 tahun yang lalu. Lagu ini begitu merdu. Setiap nadanya membawa kedamaian dan ketenangan yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Tiba-tiba pikirannya kembali terbawa ke 1 tahun yang lalu ketika Jin masih ada bersama mereka. Ingatan itu begitu jelas, terputar seperti film di otaknya.

Namjoon terbangun dari tidurnya begitu mendengar lantunan piano dari ruang tengah. Ia berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya masih dengan mata yang setengah terpejam.

“Siapa yang tengah malam begini memainkan piano?”

Namjoon menghentikan langkahnya ketika melihat seseorang duduk di depan sebuah piano besar. Ia begitu terpana dengan keindahan lagu yang dimainkan oleh orang itu. Ia belum pernah mendengar lagu itu sebelumnya, yang ia tahu lagu itu begitu mengagumkan.

“Jin hyung, apa yang kau lakukan malam-malam begini? Apakah itu lagu ciptaanmu yang akan dimasukkan ke album terbaru kita?”

“Oh? Joonie, maafkan kalau aku mengganggumu.”

“Tidak apa-apa hyung, aku sangat kagum mendengar lagu yang kau mainkan. Lagu itu....ah aku tidak dapat menjelaskannya dengan kata-kata.”

“Oh lagu ini? Tentu saja lagu ini indah, lagu ini berasal dari negeri yang sangat indah jauh di sana.”

“Kau mulai lagi hyung....sebaiknya kau menjadi penulis novel saja atau menjadi seorang arkeolog hahaha.” Seloroh Namjoon sembari duduk di samping Jin.

“Kau tahu, aku menemukan sebuah buku yang sangat menarik. Buku itu menceritakan tentang sebuah pulau yang sangat damai, indah, dan penuh keajaiban. Pulau itu bernama pulau Pievecy. Pulau itu berada di dimensi yang lain dari kita. Sehingga kita manusia tidak dapat menemukannya. Hanya orang-orang terpilih saja yang diijinkan masuk ke sana.”

“Jin hyung sudah kubilang berhenti membaca buku-buku dongeng seperti itu...Lebih baik kalau imajinasimu itu kau tuangkan dalam sebuah lagu. Atau, carilah pacar hyung, sepertinya kau jadi begini karena kurang kasih sayang hahahaha.....”

“Hahahaha.....”
 

Namjoon tersadar dari lamunannya. Ia segera meraih buku misterius berjudul Pievecy itu. Ia tertegun begitu menyadari lembar yang tadinya kosong sekarang muncul tulisan di sana. Namjoon menarik nafas panjang sebelum membaca kalimat yang tertulis di sana

“Bintang phoenix akan segera muncul tepat saat salju pertama jatuh. Ikuti bintang itu, maka kau akan tiba di mana seharusnya kau berada. Terimalah takdirmu. Kami sudah menunggu kalian, para penyelamat, para pejuang.”

Namjoon menjatuhkan buku itu ke lantai. Ia tidak mempercayai apa yang baru saja dilihatnya. Semua hal ini terasa begitu aneh baginya.

“Tulisan itu, lagu itu, Pulau Pievecy, Jin hyung? Apa maksud semua ini? Apa jangan-jangan Celice juga sudah membaca buku ini?”

--#--

Ceice kembali berada di sana di padang rumput penuh darah itu. Rasa takut kembali menyelimutinya. Dan seperti yang kemarin dialaminya, tanpa alasan air mata mulai membasahi pipinya. Di ujung padang itu, ia melihat cahaya yang sangat terang. Ia mencoba lari menuju cahaya itu, ia berusaha melarikan diri dari kengerian dan kesedihan mendalam yang ia rasakan di padang itu. Akan tetapi, ia merasakan ada seseorang yang memegang tangannya, mengghentikannya untuk melarikan diri. Cengkraman tangan itu begitu kuat, tapi tidak terasa menyakitkan. Ia memballikkan tubuhnya ke pemilik tangan tersebut. Ia kembai mendapati pria berjubah yang sebelumnya juga muncul di mimpinya. Sekarang ia dapat dengan jelas melihat mata pria itu, sangat indah, tapi diselimuti ketakutan dan kesedihan. Air mata mengalir dari kedua mata indah pria itu. Tanpa disadarinya, pria itu mengurung Celice dalam pelukannya. Celice dapat merasakan kehangatan tubuh pria itu yang entah mengapa terasa sangat menenangkan. Ia merasa sudah sangat mengenal tubuh yang memeluknya. Ia merasa sangat merindukan pelukan itu. Ia juga merasakan seluruh tubuh pria itu bergetar hebat. Dekapannya di tubuh Celice semakin erat.

“Tolong aku....” terdengar suara lirih dari pria itu.

“Tolog aku....” kali ini suaranya terdengar lebih keras.

“Tolongg Akuuu!!!!” yang terakhir bukan lagi gumaman tetapi teriakan orang yang putus asa.

Tiba-tiba dengan kasar, pria itu melepaskan pelukannya dan melemparkan tubuh Celice ke tanah. Wajah Celice memucat begitu melihat mata pria itu yang berubah menjadi merah terang. Tubuh pria itu membesar. Sayap hitam mulai tumbuh dari punggunggnya, kulitnya berubah mengeras, tanduk tumbuh di kepalanya, dan taring-taring tajam terlihat bersamaan dengan seringainya yang mengerikan.

“Tidaaakkk!!!”

Celice terduduk di tempat tidurnyaa. Ia merasakan kepalanya sangat sakit, dan nafasnya terasa sesak. Ia mengerjapakan matanya berkali-kali, memastikan apa yang baru saja dialaminya hanya mimpi.

“Celice kamu kenapa? Kamu tidak apa-apa kan?”

Celice terkejut melihat dirinya sedang berada di rumah sakit dengan infus di tangannya. Ia semakin heran saat melihat 5 orang namja dan Rose berdiri mengelilinginya.

“Iya Celice...apa kau merasa pusing? Kau demam?” Taehyung mendekat ke arah Celice kemudian memeriksa suhu tubuh Celice dengan punggung tangannya.

“Kurasa dia baik-baik saja. Dia tidak demam.” Gumam Taehyung

“Kenapa kalian ada di sini? Dan kenapa aku di sini?”

“Kami yang harusnya bertanya padamu, bagaimana bisa kau sampai ditemukan pingsan di sebuah bangunan tua yang terkunci.” Jimin mengembalikan pertanyaan Celice.

Celice berusaha mengingat kejadian yang dialaminya kemarin. Ia ingat kemarin ia bertarung anggar bersama Namjoon, lalu ia menangis, kemudian ada 2 orang yang membawanya ke gedung tua, menguncinya di sana, dan ia menemukan sebuah buku....

“O ya, buku itu? Di mana buku itu? Apa kalian menemukan sebuah buku di tempat aku dikurung?” pertanyaan tiba-tiba Celice membingugkan semua orang yang ada di sana.

“Buku? Apa yang kau katakan Celice? Sepertinya kau bukan demam, apa jangan-jangan kau amnesia? Apa kemarin kepalamu membentur sesuatu?”

“Taehyung, jangan bicara yang aneh-aneh!” Yoongi menyahut dari sofa di belakang mereka.

“Apa yang kau maksud buku ini?” Namjoon masuk ke ruangan rawat Celice dengan membawa sebuah buku di tangannya.

“Namjoon hyung, kukira kau tidak akan ke sini. Kurasa kau sudah mulai menyukai Celice, bahkan kemarin saat kau tahu Celice menghilang kau berlari meninggalkan kami dengan ekspresi yang sangat kacau. Tidak kusangka kau memiliki sisi seperti itu juga....”

Namjoon melirik Taehyung dengan sebal. Kata-kata Taehyung membuatnya malu di hadapan Celice. Ia juga mengutuki dirinya sendiri yang sudah bersikap terlalu baik pada yeoja itu.

“Aku ingin membicarakan sesuaatu dengan Celice. Bisakah kalian keluar sebentar?”

“Wah...kau ingin bicara apa hyung? Apa kau akan menyatakan cinta pada Celice?” Ledek Taehyung di depan Namjoon.

“Ayo Tae...keluar dari sini. Kau ingin membuat Namjoon marah?” Hoseok menarik tagan Taehyung keluar dari sana.

 

Suasana kembali hening saat mereka meninggalkan Celice dan Namjoon sendirian di sana. Dua musuh itu seperti enggan memulai percakapan. Ada rasa gengsi di antara mereka berdua untuk memulai percakapan lebih dulu.

“Ehm…soal kemarin…itu…aku sebenarnya tidak berniat menolongmu. Itu semua….karena aku yang terakhir melihatmu di sana..jadi….” Namjoon berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk menjelaskan persitiwa kemarin. Ia terlalu malu untuk mengakui bahwa ia sebenarnya mulai “sedikit” peduli pada yeoja pucat yang ada di hadapannya.

“Sudahlah Namjoon, aku sama sekali tidak memintamu menjelaskan semua itu. Tapi, aku tetap mau berterima kasih padamu. Kalau kau tidak menolongku, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku saat ini.” Celice mengucapkan terima kasihnya pada Namjoon dengan tulus disertai senyuman manisnya.

Ucapan terima kasih sederhana dari Celice, mampu membuat Namjoon merasakan panas yang aneh di kedua pipinya.

“Gedung tua itu, sudah tidak pernah lagi digunakan. Bagaimana bisa kau menemukanku di sana?”

“Aku merasakan perasaan yang aneh saat aku melihat gedung itu. Kemudian, seperti ada kekuatan yang menuntunku ke sana. Kemudian aku menemukan…….”

“Buku tua bertuliskan Pievecy?” Celice memotong penjelasan Namjoon.

“Benar. Aku menemukan buku ini. Saat aku membaca buku ini, awalnya tidak tertulis apapun di sana. Tapi, malam itu aku mengalami kejadian aneh. Aku baru teringat kalau….” Namjoon menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kata-katanya.

“Jin hyung pernah mengatakan padaku tentang sebuah pulau bernama Pievecy yang dia baca dari sebuah buku. Awalnya, aku pikir itu hanya dongeng. Tapi, setelah aku menyaksikannya sendiri…….”

“Menyaksikan apa Namjoon?” Tanya Celice penasaran.

“Secara ajaib, muncul sebuah tulisan di sana. Tulisan itu membicarakan tentang bintang Phoenix….Aku tidak mengerti sama sekali. Atau jangan-jangan…..”

“Sepertinya kau memiliki pikiran yang sama denganku Namjoon. Sepertinya buku ini sedang berusaha menunjukkan sesuatu pada kita.”

--#--

Seminggu telah berakhir semenjak Celice di rawat di rumah sakit. Ia sekarang sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, setelah dirawat selama seminggu di sana. Celice pingsan karena ia ternyata memiliki penyakit saluran pernapasan, dan ia kekurangan oksigen saat terkurung di sana. Rose dan orang tuanya secara bergantian merawat Celice di rumah sakit. Berkali-kali Celice harus menjelaskan pada kedua orang tua Rose, jika ia hanya bekerja bersama BTS, tidak terjadi apapun diantara mereka. Orang tua Rose menyangka seperti itu, karena beberapa kali mereka datang menjenguknya terutama, Jungkook. Menurutnya, di antara anggota BTS yang lain, Jungkooklah yang paling peduli padanya. Jungkook adalah orang yang sangat hangat dan ceria begitu Celice mengenalnya lebih dekat. Namun, Celice hanya menganggap Jungkook sebagai teman baiknya, tidak lebih dari itu. Sementara semenjak pertemuan terakhirnya seminggu yang lalu, Celice belum bertemu dengan Namjoon. Menurut anggota BTS yang lain, Namjoon sedang sibuk mempersiapkan album mereka yang berikutnya.

Malam itu, Celice bersama Rose tiba di sebuah dermaga. Musim gugur sudah hampir berakhir jadi, angin musim dingin sudah mulai terasa. Celice harus menggunakan mantel tebal untuk menghindari dinginnya angin malam itu. Meskipun sebenarnya itu sia-sia, karena ia masih tetap merasakan ngilu di tulang-tulangnya akibat suhu yang sangat dingin.

“Menyebalkan sekali, kenapa malam-malam begini kita harus berangkat ke Jeju? Naik kapal lagi, bukankah ada pilihan transportasi lain yang jauh lebih nyaman dan aman?” gerutu Celice dari balik lilitan syal merahnya.

“Sudahlah Celice, jangan menggerutu. Bukannya kau yang bilang sendiri kau akan melakukan pekerjaanmu sebaik mungkin. Kau seharusnya bersyukur, aku diijinkan menemanimu.”

“Tetap saja Rose. Kurasa hanya mereka yang meminta pegawainya untuk bekerja keras di hari pertamaku keluar dari rumah sakit. Liat saja nanti, kalau aku sudah bukan manajer mereka lagi, aku akan membalasnya!”omel Celice sambil berjalan menuju sebuah kapal yang tersandar.

Setelah sekian lama ia tidak melihat sang musuh, akhirnya ia melihatnya di sana, berdiri seorang diri di dek kapal sambil menatap kosong ke langit. Celice mengambil tempat tepat di samping Namjoon. Ia memperhatikan ekspresi wajah Namjoon. Dari kerutan di dahinya, ia tahu Namjoon sedang memikirkan sesuatu yang berat. Tidak mau mengganggunya, Celice memilih untuk ikut menatap ke langit malam yang sangat gelap. Langit malam itu sangat cerah, terlihat bulan bersinar terang di sana. Seperti berusaha menyatakan kekuasaannya, bulan tidak ditemani banyak bintang seperti biasanya. Hanya ada satu bintang yang bersinar sangat terang, seolah berusaha mengalahkan terangnya bulan.

“Saat salju pertama jatuh, bintang Phoenix akan muncul dan akan membawamu ke tempatmu seharusnya berada.” Namjoon melafalkan ulang tulisan misterius yang dibacanya di buku berjudul Pievecy.

“Menurutmu, apakah itu bintang Phoenix?” Tanya Namjoon sembari menunjuk ke satu-satunya bintang di malam itu.

“Aku tidak tahu…semenjak hari itu, tidak muncul tulisan apapun di buku ini. Apakah mungkin, apa yang kita lihat itu hanya imajiasi kita?” Celice menghela nafas panjang sembari mendekap buku tua yang selama beberapa hari ini selalu menemaninya.

Tiba-tiba Celice merasakan sesuatu yang dingin jatuh di tangannya. Benda itu berwarna putih ddan terasa sangat lembut. Namjoon dan Celice saling berpandangan dan bersamaan berkata

“Salju pertama……”

Bersamaan dengan itu, tiba-tiba langit berubah menjadi lebih gelap dari yang sebelunya. Awan hitam mulai datang beriringan menutupi cahaya bulan. Suara gelegar halilintar mulai terlihat di kejauhan. Angin yang semula sangat tenang, bertiup sangat kencang, mengiringi ombak lautan yang mulai meninggi. Kapal mereka sekarang tidak lagi berjalan tenang. Kapal berukuran sedang itu, mulai terombang-ambing seperti akan segera tertelan ombak.

“Awasss!! Semuanya ada badaii!!Pakai pelampung keselamatan kalian!! Dan berpegangannlah pada apapun yang kuat!!!” tuan Han berteriak dari arah dalam kapal.

Semua orang di sana menjadi sangat panik, seperti kematian sedang menjemput mereka. Saat Celice akan berlari menuju ke dalam untuk mengambil pelampung, Namjoon memegang tangannya.

“Berpegangan padaku!!! Kalau tidak kau akan terseret ke bawah.”

Celice merasakan ombak membuat kapal itu miring, jika terlambat sedetik saja Celice saat ini pasti sudah terjatuh ke laut dan tubuhnya akan terbawa ombak laut yang ganas. Semakin lama, ombak malah bertambah semakin mengerikan. Teriakan-teriakan dan tangisan mulai terdengar dari dalam kapal. Air mata juga mulai memenuhi wajah Celice. Tubuhnya bergetar sangat kuat. Ia tetap berusaha memegang tangan Namjoon. Tubuhnya mulai terseret ke laut bersama gravitasi.

“Apakah aku akan mati?”

“Celice, lihat di sana!!! Di sana ada cahaya sangat terang!” dibalik ketakutannya, Celice mengedarkan pandangannya ke laut yang luas.

Tidak jauh dari kapal mereka, terlihat sebuah cahaya yang membutakan mata. Begitu terangnya, malam yang gelap itu, menjadi terang seterang siang hari. Lama-kelamaan terlihat jelas cahaya itu membentuk sebuah pintu raksasa. Dengan patung Pegasus dan phoenix besar di atasnya. Persis dengan yang ada di buku. Pintu itu berlahan-berlahan mulai terbuka, dan terdengar suara musik aneh dari sana. Bersamaan dengan itu, ombak yang sangat besar datang dari arah belakang. Mendorong kapal itu masuk ke dalam pintu misterius itu. Sementara, tangan Celice sudah tidak mampu menahan berat tubuhnya. Bersamaan dengan ombak itu, tangan Celice terlepas, dan ia terjatuh ke laut.

“CELIICEEE!!!!”

To Be Continue

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet