Painful Reality

The Warriors

Come back. Even as a shadow, even as a dream.
—Euripides

 

Seorang yeoja duduk sendirian di bangku panjang sebuah taman. Taman itu dipenuhi bunga mawar putih yang merekah. Di belakangnya, berdiri kokoh sebuah pohon beringin rindang dengan akar-akarnya yang menjulur sampai ke tanah. Di telinganya terpasang headphone berwarna putih. Matanya memandang dengan serius sebuah buku yang terbuka di pangkuannya. Jemarinya digerakkan sesuai irama musik. Wajahnya merona merah tertimpa hangatnya sinar mentari pagi. Bola matanya berwarna coklat bening ditambah bentuk matanya yang bulat besar, membuat tatapannya seolah bersinar. Rambutnya yang panjang, bergelobang, berwarna kuning emas terikat sempurna. Kulitnya putih bersih khas asia, terlihat bersinar membiaskan sinar mentari. Sebuah perpaduan sempurna keelokan fisik barat dan timur.

“ Celice, sedang apa kau di sini? Kenapa kau tidak pernah bosan, duduk berjam-jam di sini setiap hari?”

Menanggapi suara yang memanggilnya ia menolehkan kepalanya ke seorang namja barat paruh baya yang sekarang sudah duduk di sampingya.

“Ayah!? Kenapa ayah selalu mengagetkanku?Padahal aku sedang membaca bagian yang paling menegangkan!”Celice mengembungkan mulutnya, dan memanyunkan bibirnya.
“Dasar anak ayah yang cantik ini, suka sekali ngambek. Kamu mirip sekali seperti ibumu.” Ayah Celice mengelus lembut rambut putri satu-satunya itu. Celice menunjukkan senyumnya setelah mendegar  pujian sekaligus sindiran ayahnya itu.
“Apa yang sedang kau dengarkan?Pasti lagu ayah, kan?”Ayah Celice melepas headphone dari telinga Celice dan memasangnya di telinganya sendiri.
“Aku tidak boleh mendengarkannya? Baiklah, aku akan menghapusnya sekarang!” ledek Celice sambil bersiap-siap menekan tombol delete di handphonenya.
“Silahkan saja, awas saja kalau sampai menyesal menghapus lagu dari produser terkenal seperti ayah!” Ayah Celice berbalik meledek Celice.
“Ayah ini sombong sekali!!!” Celice tersenyum sambil meletakkan kepalanya di pundak ayahnya
“Ayah, sampai kapan ayah akan pergi ke Korea?”
“Tentu saja sampai ayah menyelesaikan produksi album di sana.”
“Ayah bisa tidak, tidak usah pergi? Aku akan sangat merindukan ayah.”Celice dengan manja memeluk lengan sang ayah tercinta.
“Selama ayah pergi, jaga ibumu ya dan juga jaga dirimu. Apapun yang terjadi jangan mudah mengeluarkan air matamu, itu tandanya kau lemah. Bertahanlah sampai akhirnya pelangi akan datang menggantikan hujan. Tenang saja ayah pasti akan segera kembali. Ayah janji!”
“Kenapa ayah bicara seolah ayah tidak akan kembali lagi?”

Mendengar tanggapan Celice, ayahnya hanya tersenyum kemudian mencium kening putrinya itu.

“Ayah pasti kembali putriku.......”

Tiba-tiba ada sinar yang sangat terang menyilaukan mata Celice. Ia memejamkan matanya berusaha menghindari sinar yang memedihkan mata. Saat sinar itu menghilang, ia kembali membuka matanya dan betapa terkejutnya ia melihat ayahnya sudah tidak ada di sampingnya.

“Ayah!!!!Ayah!!!!Ayah kau ke mana???Ayah jangan tinggalkan aku!!!!

Mimpi buruk itu kembali membuat Celice terbangun dari tidurnya untuk yang kesekian kalinya. Ia sendiri heran mengapa akhir-akhir ini mimpi buruk tentang ayahnya selalu datang padanya.

Dan kata-kata itu “Ayah pasti kembali....” selalu muncul di pikirannya.

Setelah beberapa saat terdiam, ia baru menyadari seluruh tubuhnya penuh keringat. Air matanya mengalir membasahi wajahnya yang menyiratkan kesedihan. Nafasnya terasa sangat berat, dadanya sesak, yang ada di pikirannya sekarang hanyalah sosok ayahnya. Dengan gemetar Ia meraih foto ayahnya dan memeluknya.

“Ayah? Kenapa aku kembali memimpikanmu? Ayah...aku merindukanmu. Kenapa ayah tidak menepati janji? Kenapa ayah tidak kembali?” Sudah tiga tahun Celice Jung hidup tanpa ayahnya. Kata-kata ayahnya di taman itu, adalah yang terakhir sebelum akhirnya Celice tidak akan pernah bisa melihat ayahnya lagi.

Tiba-tiba, angin berhembus menyingkap tirai jendelanya yang ternyata belum ditutup sejak kemcelice. Hangatnya sinar mentari memenuhi ruangan itu dan memberikan Celice sedikit kehangatan. Bersamaan dengan itu, terdengar sebuah suara yang tidak asing baginya.

“Apapun yang terjadi jangan mudah mengeluarkan air matamu, itu tandanya kau lemah.”

“Ayah?”

Angin itu menerbangkan mawar putih yang memang sengaja ia tanam di depan kamarnya. Mawar itu tepat jatuh di pangkuannya. Ia kembali teringat pada wajah ayahnya yang selalu mampu menenangkan jiwanya. Ia menghapus air matanya dan memandang dirinya sendiri di cermin.

“Benar,aku tidak boleh menangis lagi!Aku harus kuat!!

-#-

Seperti biasa Celice berangkat ke kampus menggunakan bis kota dari tempat tinggalnya. Ia tinggal di sebuah apartemen sederhana di pinggir kota Seoul. Setiap hari dia harus berangkat pagi-pagi sekali untuk tiba di kampus tepat waktu. Di sepanjang jalan dia hanya mendengar percakapan yang membosankan. Sekelompok yeoja berseragam sekolah menengah, duduk bergerombol sambil memandangi foto-foto para idol yang ada di majalah. Diantara mereka asik membicarakan idol favorit mereka masing-masing.

“Hei, lihat ini BTS ada di peringkat pertama tangga lagu MuBank lagi!”
“Benarkah?????Wah.....mereka memang benar-benar keren. Andaikan aku bisa menjadi  yeojachingu salah satu dari mereka.”
“Hahaha jangan ngayal ketinggian deh. Nanti jatuh, sakit loh. Mana mungkin mereka tertarik sama yeoja kayak kamu!!!”

Celice menghela nafas menanggapi percakapan yeoja-yeoja yang duduk di sampingnya. Ia sama sekali tidak tertarik dengan yang seperti itu. Yang ada  dipikirannya hanyalah belajar dan belajar.

“Aku heran, mengapa mereka selalu memandangi wajah-wajah aneh itu. Apa tidak ada hal lain yang bisa mereka kerjakan?” Celice mendengus pelan.

Kira-kira satu jam kemudian, Celice tiba di Kyunghee University. Salah satu dari top ten universitas di korea. Kyunghee university juga salah satu yang terbaik di Asia yang sudah berdiri sejak 65 tahun yang lalu. Celice adalah mahasiswa tahun ketiga  jurusan manajemen di universitas ternama  itu. Dan ia merupakan salah satu dari beberapa mahasiswa luar negeri yang mendapat beasiswa di universitas itu. Sesudah kepergian ayahnya, entah mengapa ia menjadi punya tekad tersendiri untuk melanjutkan pendidikannya di  Korea, tempat ayah Celice meninggal dalam sebuah kecelakaan kapal yang bahkan jasadnya tidak dapat ditemukan. Ia merasa lebih dekat dengan ayahnya jika ia berada di sana. Tetapi, ada suatu hal yang membuatnya trauma. Semenjak hari itu, ia menjadi tidak menyukai musik lagi. Mendengar musik membuatnya kembali teringat pada almarhum ayahnya yang memang adalah seorang musisi.

Kyunghee University, terkenal dengan mahasiswa pandai yang mendapatkan beasiswa dari berbagai negara. Universitas ini memiliki mahasiswa asing terbanyak di Korea. Kyunghee university juga merupakan kampus favorit bagi para selebriti negeri gingseng karena memiliki jurusan seni dan musik yang terbaik di Korea.Tapi, di sisi lain juga merupakan tempat bagi kaum elit untuk memamerkan kekayaaan mereka. Karena universitas favorit, sangat sulit untuk bisa masuk ke sana. Selain memiliki standard yang tinggi, biaya kuliah di sana tidak murah. Mengingat statusnya yang merupakan universitas swasta. Banyak artis-artis muda Korea yang menimba ilmu di sana. Juga anak-anak pejabat pemerintah Korea dan pengusaha-pengusaha sukses ikut mendominasi. Sudah seharusnya Celice bangga bisa masuk ke universitas itu.

“Celice!!!!!tunggu!!!!”seru seorang yeoja berkacamata tebal berkepang dua yang membawa banyak buku di tangannya.
“Bruk!!!!” yeoja itu tiba-tiba terjatuh tepat di belakang Celice.
“Rose, kan sudah kubilang kalau jalan hati-hati. Sini aku bantu.” Kata Celice kepada yeoja itu sambil membantu membereskan bukunya yang berserakan.

Dialah Rose Kim, dia adalah sahabat Celice sejak masih di London. Namun dia berbeda dengan Celice. Dia bukan mahasiswi yang mendapatkan beasiswa, tapi orang tuanyalah yang menyekolahkannya di sana. Orang tuanya adalah seorang pengusaha di London. Satu-satunya alasan Rose berkulia di Seoul adalah karena ia tidak ingin terpisah dari Celice. Padahal, sebenarnya ia mampu berkuliah di universitas-universitas terkenal di dunia, dengan kecerdasan dan kekayannya. Tapi, Rose memili teman terbaiknya, Celice. Jika melihat penampilanya, tidak akan ada yang percaya dia orang kaya. Wajah mungil manisnya, tersembunyi di  balik kacamata  bulat tebal yang terpaut di hidungnya yang mancung. Dia seorang yeoja kutu buku dan bisa dibilang sangat cupu. Namun demikian, hatinya sangat lembut dan baik. Ia sangat suka membantu orang lain. Ia sering menawarkan Celice untuk tinggal di rumah yang disewakan orang tuanya untuknya. Tapi, Celice menolaknya karena dia tidak ingin merepotkan banyak orang.

Semenjak kepergian ayahnya, keluarga Celice kehilangan sumber finansial utama mereka. Ibunya yang hanya bekerja sebagai guru sekola menengah, tentunya tidak sanggup membiayai kuliah Celice jika bukan karena beasiswa. Tabungan keluarga mereka juga sudah habis digunakan untuk biaya neneknya yang sakit-sakitan. Celice harus mengalami kehidupan yang bertolak belakang dengan waktu ayahnya masih ada. Tapi, Celice tidak pernah mengeluhkan hidupnya. Ia berusaha tetap kuat sampai pelangi itu akan muncul menggantikan badai yang sekarang sedang menerpa hidupnya.

Saat pulang, Celice berjalan sendirian di jalan berbatu yang ditata sangat indah. Di kanan dan kirinya berjajar rapi pohon cemara diselingi beberapa pohon maple besar. Celice  menghirup udara sore yang sangat menyegarkan itu. Sambil sesekali memejamkan matanya menikmati keindahan senja musim gugur Korea. Ia mengamati gerak-gerik setiap orang yang lewat yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Beberapa ada yang membawa buku tebal, yang lain berbusana modis, bermantel kulit, sambil sibuk dengan gadget yang ada di genggaman mereka. Taman-taman bunga indah menghiasi setiap sudut halaman kampus. Dan juga beberapa air mancur dengan patung-patungnya yang bernilai seni tinggi. Berada di sana, seperti berada di Eropa abad pertengahan. Kyunghee university merepukan universitas terindah di korea. Dengan bangunannya yang bergaya khas eropa dengan nuansa gothic yang sangat kental.

“Trit.....trit....” nada dering handphonenya berbunyi, membuyarkan lamunan indahnya. Ia memandang handphonenya dan mengernyitkan dahinya. Terdengar  nada panik dari orang yang sedang berbicara dengannya.

“Halo, Rose ada apa?”
“Begini ada masalah besar di klub anggar kita. Cepat ke sini!”
“Masalah apa?”
“Sudahlah ke sini saja, aku tidak bisa menjelaskannya sekarang!”

Dengan tergesa-gesa Celice berlari  ke gedung pusat olahraga di mana klub anggar mereka biasa berlatih. Bisa diketahui selain karena nilai Celice yang lumayan..... dia juga mendapatkan beasiswa karena prestasinya di bidang anggar. Olahraga yang sudah digemari dan ditekuninya sejak kecil. Olahraga yang telah mengantarkannya menjadi juara nasional dan menyabet medali perak di kejuaraan anggar internasional.

Celice membelalakan mata bulatnya saat ia tiba di gedung latihan anggar. Semua anggota klubnya menatapnya dengan tatapan yang sama bingungnya dengannya.

“Ada apa ini? Kenapa ada orang yang mengganti semua susunan pengurus seenaknya?”tanya Celice sambil menatap bingung papan pengurus yang sudah berubah total. Bahkan lambang klubnya juga sudah berubah.

“Seragam klub kita juga hilang. Di loker kita yang ada malah seragam ini.” Rose menyodorkan sebuah kostum anggar berwarna putih  dengan lambang pedang berwarna hitam  di bagian belakangnya. Melihat itu, kekesalan dan kemarahan Celice semakin memuncak.

“Siapa yang melakukan ini?????” pekiknya, memekakan telinga semua orang yang ada di  sana.

“Aku yang melakukannya!!!”

Semua orang yang tadinya mengerubungi Celice, otomatis menyingkir saat seorang namja jangkung berjalan ke arah Celice. Rambut perak namja itu bersinar tertimpa mentari sore. Karisma dari senyumannya seolah bisa membuat semua orang yang melihat senyumnya meleleh.  Sorotan mata tajam namja yang ada di hadapannya membuatnya sedikit gemetar. Ia harus sedikit menahan diri dari pesona namja itu yang seperti mempunyai gravitasi tersendiri. Ia harus menengadahkan kepalanya agar dapat mencerna dengan jelas ekspresi namja jangkung itu.

Mata almond namja itu meyelidik Celice dari kepala sampai ujung kaki. Sepertinya namja itu heran melihat penampilan Celice. Seorang yeoja berparas cantik yang menggunakan kemeja, jeans denim dan sepatu kat. Dengan rambut dikuncir kuda yang ditutupi topi. Mirip sekali seperti preman.

“Wah, ternyata kamu orangnya? Ketua dari klub aggar ini? Aku kira ketua klub ini seorang namja gagah, ternyata hanya seorang yeoja preman sepertimu. Dengan penampilanmu, aku hampir saja mengira kau ini namja berwajah yeoja.”
“Hei!!!!Jangan bicara seenaknya, ya!!!Aku ini seorang yeoja!”
“Ah, terserah. Mau kau yeoja atau namja aku tidak peduli karena tujuanku ke sini adalah untuk menggantikan posisimu menjadi ketua klub anggar.“
“Enak saja!!! Bagaimana bisa  kau mau mengambil alih klub ini seenaknya? Memangnya, kau siapa?”gertak Celice tanpa takut sedikitpun.
“Apa?? Kamu bertanya siapa aku? Ha.....ha.....ha.... lucu sekali ada orang yang tidak tahu siapa aku. Aku adalah Rap-Monster anak pemilik universitas ini. Sekaligus personil dari BTS.”

Celice tidak terkejut mendengarnya.
“Haha...nama macam apa itu? Monster? Cocok sekali dengan tingkanya!”pikir Celice sambil tersenyum kecut. Menurutnya, dengan posisinya dia bisa mengambil dengan seenaknya klub mereka? Apakah kekuasaan bisa membeli semuanya? Baginya itu NOL BESAR!!! Dengan menegakkan badannya ia berjalan mendekat ke arah namja sombong itu. Ia menegakkan kepalanya dan dengan berani menatap tepat ke matanya yang menyiratkan kemarahan.

“Hah..... aku tidak peduli siapa kamu. Mau kamu artis, anak konglomerat bahkan anak presiden sekalipun, aku tidak peduli!!!”
“Dasar, keras kepala bagaimanapun juga aku telah mengambil alih klub ini. Karena aku sudah punya ini!!” Ia menunjukkan sebuah surat pernyataan dan memperlihatkannya di depan mata Celice.
“Setelah melihat ini, kau masih mau melawan juga? Silahkan, kalau kau mau dikeluarkan dari sini!”

Membaca surat itu rasanya, Celice marah sekali. Ia ingin menyiramkan air selokan ke muka namja sombong itu. Tapi ia sadar dengan keadaanya sekarang, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa memandang geram dan menyimpan kekesalannya yang sewaktu-waktu bisa meledak. Untuk menenangkan pikirannya, ia menarik nafas panjang sebelum menjawab pernyataan scack match yang berhasil memojokan posisinya.

“Terserah saja, ambilah ini sesukamu!”kata Celice geram lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Sementara di belakangnya, Rap-Monster tersenyum puas.

--#--

“Celice tunggu!!!!” seru Rose yang mengejar di belakangnya.
“Apa kau yakin akan menyerahkan begitu saja klub kita untuknya?”
“Memangnya, apa yang bisa kulakukan? Kau tahu kan siapa dia? Percuma aku marah-marah di depannya tidak ada gunanya.” Kata Celice sambil menahan amarah.
“Sudahlah Celice, aku yakin klub itu pasti akan kembali pada kita suatu saat nanti. Mau pulang bersama? Aku akan mentraktir makan, oke!” Berusaha mencairkan suasana hati Celice, Rose menggandeng Celice masuk ke mobilnya. Senyuman tulus Rose mampu memadamkan api yang sedang berkobar di hati Celice.

Celice cukup menikmati makan sorenya bersama Rose di sebuah restoran favoritnya. Bahkan Rose mengajaknya ke toko boneka dan membelikannya sebuah boneka beruang yang sedang tersenyum.

“Dasar, Rose memang paling bisa membuatku senang. Sifatnya benar-benar seperti ayah. Andaikan dia seoran namja, pasti aku sudah memacarinya.”kekeh Celice sembari meletakan boneka itu tepat di samping foto keluarganya. Ia tersenyum sebelum akhirnya menghepaskan tubuhnya di tempat tidur.

Rasanya ia lelah sekali. Dan ternyata rasa kesalnya belum sepenuhnya hilang. Kata-kata pedas Sonwoo terus terngiang-ngiang di telinganya. Membuat gendang telinga Celice serasa mau pecah. Karena terlalu kesal, sampai-sampai Celice tidak menyadari handphonenya sudah berdering dari tadi.   Ternyata, ibunya yang menelepon. Ia mengangkat handphonenya dengan malas.

“Halo, Celice apakah kamu di sana baik-baik saja?” suara lembut ibunya, membuat Celice merasa sedikit lebih baik yang paling tidak mampu mendinginkan telinganya yang memanas.
“Tentu saja bu, memangnya ada apa ibu menelepon tumben sekali?”
“Begini, sebenarnya  ada yang ingin ibu katakan kepadamu sayang. Seminggu yang lalu nenekmu sakit dan harus dirawat di rumah sakit.”
“Apa?? Nenek sakit? Bagaimana keadaanya apakah nenek sudah sehat sekarang?”katanya sambil dengan segera merubah posisi duduknya.
“Nenekmu sudah boleh pulang ke rumah sekarang. Namun masalahnya kerena itu ibu harus menggunakan uang yang seharusnya ibu kirimkan untukmu, untuk biaya rumah sakit. Maafkan ibu sayang, bulan ini ibu tidak bisa mengirimkan uang untukmu. Ibu rasa kamu sudah dewasa bisa bekerja paruh waktu. Untuk bulan ini saja, ibu mohon kamu bisa mengerti keadaan kita sekarang”

DEG

Saat  mendengar hal itu, ia terkejut sekali. Ia tidak bisa percaya apa yang dikatakan ibunya. “Bagaimana caranya aku mendapatkan uang untuk biaya hidup selama sebulan ini? Aku kan belum pernah bekerja paruh waktu sebelumnya?”pikirnya dalam hati.
“Halo...halo... Celice, kamu tidak apa-apa sayang?”
“A...Aku tidak apa-apa ibu. Baiklah tenang saja bu, aku bisa mengatasinya, kan aku anak ibu.” Jawabnya dengan terbata sambil segera menutup telepon. Sebenarnya pikiranya sangat kalut.

“Mengapa masalah datang bertubi-tubi kepadaku? Baru saja tadi ada masalah di klub, sekarang timbul masalah yang lebih besar lagi. Haruskah aku mencari pekerjaan paruh waktu? Tapi, apa yang bisa kulakukan? Aku belum pernah bekerja paruh waktu selama ini. Mungkinkah aku meminta pertolongan kepada Rose tapi itu tidak mungkin, aku tidak ingin merepotkannya terus menerus. Hah...... apa yang harus aku lakukan?”

-#-

Namja tampan itu duduk sambil menunduk. Dia tidak memperhatikan orang-orang yang dari tadi lewat di depannya. Bahkan ia seolah tidak mendengar jeritan orang-orang yang berusaha membela diri dari tuduhan yang diajukan. Juga suara langkah sepatu para petugas yang terburu-buru, maupun sirene mobil yang saling bersahutan. Ia sibuk dengan dunianya sendiri. Dari raut wajahnya, terlihat kekawhatiran dan ketakutan. Ketakutan akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya.

“Maaf, kami tidak bisa menemukannya.” seorang pria berseragam polisi berdiri tepat di hadapannya dengan ekspresi bersalah.
“Apa? Dia pasti bisa ditemukan tolonglah berusaha carilah dia. Kumohon!” Namja itu menatap pria yang ada di hadapannya nanar, cairan bening mengalir dari sudut matanya.
“Kami sudah berusaha sebaik mungkin. Dan kami kira dia......dia.... sudah tiada.”
“Apa maksudmu? Dia.....dia..... bagaimana kau bisa tahu?”

“Kami menemukan ini di pinggir jurang yang tidak jauh dari tempat itu. Juga mobilnya ada disana. Kami tidak berhasil menemukan jasadya. Tapi, kami yakin dia melakukan aksi bunuh diri. Mungkin, tubuhnya sudah dimakan bianatang buas yang ada di hutan itu.”

Namja itu memandang tas itu tidak percaya. Air matanya mulai mengalir deras. Rasa kehilangan meliputi dirinya.

“Tidak mungkin!!!! Dia tiidak mungkin mati!!!! Dia tidak mungkin melakukannya. Dia pasti masih hidup!!! Kau berbohong, kan??? Benar kan kau berbohong!!!!” Namja itu mengangkat kerah pria yang ada di hadapannya dan hampir memukulnya andai saja tidak ada orang yang berusaha menghentikan emosinya.

“Namjoon, kumohon kendalikan dirimu!”
“Tidak....ini tidak mungkin!!! Hyung tidak mungkin melakukan hal itu! Bunuh diri? Lelucon macan  apa ini? Katakan kalau ini semua hanya kebohongan. Katakan padaku Yonggi hyung!!! Pekik namjoon dengan suara parau ke arah namja yang sekarang berusaha melepaskan cengkraman tangan namjoon. Sementara Yoonggi tidak mampu mengatakan apa-apa. Matanya memerah, air mata berusaha keluar dari kelopak matanya.
Yoonggi hyung!!!!!! Kenapa kau diam saja?? Jawab pertanyaanku!!! Arrghh!!!” Namjoon mengerang keras sambil terduduk ke lantai.

Namjoon terbangun dari mimpi  buruknya. Ia berusaha menenangkan dirinya dan mengatur nafasya yang sesak. Wajahnya mengambarkan kesedihan yang mendalam. Ia menoleh ke bingkai foto yang di dalamnya terdapat foto 7 orang namja yang sedang tersenyum bahagia.
“Hyung, kau jahat! Kenapa kau tega meninggalkan kami?”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet