like

Cave Canem

Secretary

 

 

Jadi sekretaris itu nggak gampang. Kamu harus pandai mengatur jadwal bos kamu, menjadi seseorang yang kelihatan presentable di depan kolegamu yang mungkin ingin menjatuhkanmu setiap ada noda membekas di blus putihmu, menjadi yang paling cemerlang di antara yang cemerlang, dan jelas memiliki muka badak setiap kali ada yang menggosipimu cewek nggak-nggak karena bisa jadi sekretaris di usia muda, apalagi kalau bos kamu pria paruh baya yang berani memadu lebih dari lima orang gadis perawan di rumah yang berbeda-beda.

Jadi, untuk Im Chaehyun, menjadi bawahan dari seorang Chief perempuan dari sebuah perusahaan developer besar di Seoul, Lee SM Inc, adalah hal yang luar biasa menguntungkan. Perlu di bold, italic, di garis miring, perempuan. Karena, seperti yang kita sudah tahu, fitnah yang kejam tidak akan nemplok di Chaehyun ketika mereka tahu kalau atasannya cewek. Apalagi Bu Soojung sudah memiliki buah hati yang lucu-lucu. Tidak bakal ada yang sibuk kanan kiri mengatai Chaehyun membuka selangkangannya lebih lebar dibandingkan gerbang sekolah di pagi hari.

Yang jadi masalah adalah, selain merupakan arsitek yang cukup bonafid dan terpercaya di kalangan sosialita, Jung Soojung adalah wanita karier yang begitu menggoda. Dia kelihatan cantik bahkan dengan baju tertutup, matanya yang dingin seperti es krim di siang hari super panas. Kulitnya putih menggoda dan dia juga punya suara yang, berdasarkan kolega Chaehyun yang laki-laki, begitu seduktif.

(“Apa itu yang ada dipikiranmu, Sehun?”

Sehun Cuma nyengir sedikit sebelum berkata, “Nggak lah, say. Tenang aja. Aku masih suka kamu kok.”

Najis. Bikin terbang aja nih cowok.)

“Hai Chaeyeon!” seru Chaehyun ketika melihat cewek mungil dengan pipi roti kukus putih berjalan masuk. Chaeyeon adalah anak semata wayang dari Jung Soojung. Chaeyeon selalu datang ke ruang kerja pribadi Soojung setiap saat sang Ibu menjemputnya dari SD-nya, dan Chaehyun tidak pernah keberatan karena Chaeyeon sangat manis.

“Halo, Tan!” seru Chaeyeon dengan sangat semangat. “Hari ini aku dapat tiga bintang dong!”

“Tiga bintang?”

“Gurunya ngasih dia tiga bintang karena PR dia benar semua,” suara Soojung terdengar dari ujung koridor. Dia muncul dengan wajah tenang dan sedikit bangga. Walaupun dia begitu chic, Chaehyun yakin Soojung sangatlah senang dengan perkembangan anaknya tersebut. “Oh ya? Pintar banget dong! Bikin apa memangnya? Ngomong-ngomong, Chaeyeon sudah makan?”

“Beluuum!” ucap Chaeyeon. “Tadi aku bikin pancake lumpur, tapi nggak kumakan, soalnya bu guru bilang pancake lumpur nggak bisa dimakan… Padahal itu kan pancake! Semua pancake bisa dimakan, kan? ya kan Tan?”

Dan itu adalah cue Chaehyun untuk mengiyakan perkataan Chaehyun sambil menggiring si gadis kecil menuju kantin. Kalau tidak begini, Soojung yang terlalu sibuk akan meninggalkan pekerjaannya, dan hasilnya adalah mereka akan diomeli atasannya atasan Chaehyun, yang mana sangat tidak menyenangkan dan tidak recommended banget.

“Chae, aku masuk ya? Suruh Yeon masuk ke office kalau kalian sudah selesai,” ucap Soojung sambil tersenyum, dan segera kembali ke handphone-nya. Sepertinya ada klien baru yang membuat Soojung pusing akhir-akhir ini. Chaehyun mengangguk.

“Jadi tadi bikin karangan apa?”

“Keluarga!” seru Chaeyeon. Chaehyun mengangguk sambil mendengarkan ocehan Chaeyeon yang sepertinya sudah hapal isi dari karangannya sendiri, “Halo, nama aku Jung Chaeyeon, umurku enam tahun. Aku kelas dua SD, ibuku bilang karena akau aksel. Aku punya Ibu, namanya Jung Soojung. Dia sangat suka warna putih, dan dia cantiiik sekali. Seperti snow white!” Chaehyun tertawa dengan pangkalkalimat Chaeyeon yang begitu polos, dan berbisik ‘satu set kiddie bibimbap dan es jeruk serta pasta dengan jus tomat’. Chaeyeon tidak akan makan siang dengan pasta, dia benci makanan dengan keju. “Ibuku seorang arsitek.” Mata Chaeyeon bercahaya begitu cantik ketika dia duduk di depan Chaehyun, “Dan aku punya kakek nenek, mereka tinggal di Itaewon. Mereka membuat kimchi musim dingin yang sangat enak dan renyah. Kami sering main kesana saat liburan musim panas, dan saat chuseok. Oh, saat tahun baru juga!”

Chaehyun ingat pertama kali dia diajak ke rumah ibu dari Soojung, di Itaewon. Rumah yang begitu megah dan cukup tua, bahkan halamannya memiliki refrigerator alami tempat menaruh kimchi di tanahnya, dan juga ada pemandian air panas terbuka! Soojung terlihat seperti anak berada, namun tidak ada yang tahu kalau ternyata dia adalah anak dari keluarga kaya raya di Itaewon.

“Aku juga punya seorang tante, namanya Chaehyun, dia sangat cantik! Dia kerja bersama ibuku, kami sering bermain bersama. Tamat!”

Sepotong ucapan yang dilontarkan si kecil membuat Chaehyun tersenyum terharu. Sebelum Chaehyun bisa bertepuk tangan dengan sangat keras, tidak peduli ada beberapa orang yang sedang istirahat di sekitarnya, Chaeyeon menunjukkan wajah bingung sebelum berkata, “Tante, tadi siang Mark bilang padaku keluargaku kurang Ayah… dia bilang itu aneh sekali. Tante, memangnya kalau tidak punya Ayah aneh ya Tan?”

Pertanyaan itu bagaikan sambaran listrik lima ribu volt untuk tubuh Chaehyun. Ini begitu mendadak. Ini bukan masalah yang bisa dia adress dengan mudah kepada gadis kecil yang sudah malang melintang dalam hidupnya. Soojung mungkin atasannya, namun mereka cukup dekat selama tiga tahun bersama-sama. Cukup dekat untuk tahu bahwa Soojung benci dengan warna hitam. Cukup dekat untuk tahu bahwa topik ‘suami’ bukanlah hal yang baik untuk dibicarakan di atas perjamuan makan malam bersama Soojung. Cukup dekat untuk tahu bahwa Chaeyeon adalah anak hasil MBA, alias Married by Accident… alias anak haram.

Tentu hal ini begitu mengejutkan Chaehyun, karena Soojung tidak terlihat seperti seorang gadis yang memiliki seorang anak diluar nikah, malah dia mungkin wanita yang divote untuk mendapatkan pernikahan paling istimewa di kantor mereka. Dia tipe wanita yang cocok untuk menikah di Italia, dibawah altar dengan bunga marigold dan rosemary, diboyong bulan madu ke Maldives, dan kemudian memiliki anak kembar, serta memiliki rumah besar dengan satu anjing golden retriever di Gangnam.

Dia tidak terlihat seperti tipe wanita yang berangkat jam tujuh pagi pulang jam lima pagi, yang tidak memperhatikan jadwal makannya ketika tidak diingatkan, yang tidak memperhatikan dirinya sendiri jika sudah menyangkut anaknya dan orang yang disayanginya. Dia terlihat seperti tipe spoiled.

Tapi ternyata hidup Soojung lebih parah dari yang Chaehyun ketahui. Oleh karena itu, sekiranya kalian harus tahu betapa banyaknya badai La Nina yang sekarang berkecamuk tanpa ampun dalam tubuh Chaehyun. Chaehyun pusing abis. Ini bukan hal yang bisa Chaehyun bicarakan dengan begitu kasual, namun Chaehyun tidak ingin Chaeyeon menanyakan ini kepada Soojung.

Jadi Chaehyun hanya berkata dengan lemah, “Hm… ah… itu dia bibimbap kamu, sayang…”

.

.

.

.

.

Beberapa hari setelah insiden-tak-terkatakan (yang Chaehyun akan sebut sebagai insiden bibimbap) Soojung kelihatan begitu stres dan lelah. Kulitnya pucat dan ada kantong mata hitam yang begitu besar di sekeliling matanya. Sepertinya dia bahkan tidak tidur untuk lebih dari dua hari ini. Chaehyun tidak tahan dan mengultimatum akan memutus semua koneksi internet dan wifi kantor pribadi Soojung jika wanita itu tidak tidur barang lima jam saja. Soojung sudah protes kalau saja Chaehyun tidak membawa keluar gunting yang jadi alat pengesahan putusnya nirkabel wifi kantor untuk selama-lamanya.

Chaehyun tidak pernah bermain-main dalam hal blackmailing.

Jadi karena kerjaan Chaehyun bertambah dobel, Chaehyun sedang sangat sibuk, sehingga ketika dia mengangkat telepon dari nomor tak diketahui, Chaehyun segera berkata, “Selamat siang, Lee SM Inc, ada yang bisa saya bantu?”

“…Apakah ada Jung Soojung disana?”

Siapa nih? “Kebetulan Ibu Soojung sedang keluar ruangan sekarang, anda bisa titip pesan ke saya.”

“…Kalau begitu saya tunggu saja beliau. Dia akan balik jam berapa ya?”

Tentu saja menentukan ETA atau Estimation of Time Arrival dari Soojung sulit, karena klien mereka kali ini begitu meledak-ledak dan sulit ditebak, belum lagi perfeksionis. Sepertinya karena itulah Soojung terlihat seperti a hot mess beberapa hari ini. Chaehyun segera mengucapkan dengan tidak pasti bahwa mungkin Soojung akan selesai satu jam lagi, silahkan menghubungi saat tersebut.

Suara laki-laki tersebut langsung terputus.  

.

.

.

..

.

Satu jam berlalu dan sepertinya belum ada tanda-tanda Soojung akan kembali ke kantor. Mungkin malam ini mereka harus lembur lagi, pikir Chaehyun. Serta merta dia segera menggapai telpon untuk menelpon supir pribadi kantor mereka untuk menjemput buah hati sang atasan. Chaeyeon sudah waktunya untuk diboyong ke kantor, kalau tidak Soojung bisa serangan jantung karena panik. Namun belum sempat dia menyentuh gagang telepon, telpon tersebut berbunyi nyaring.

“Selamat siang, Lee SM Inc. ada yang bisa dibantu?”

“Selamat siang, Mbak. Saya yang sejam lalu menelpon. Apakah Jung Soojung sudah berada disana?”

Ooh, mas yang tadi. “Maaf pak, sepertinya beliau masih lama, janji dengan kliennya masih belum selesai. Mungkin Bapak bisa memberi pesan kepada saya?”

“Oh,” suara itu terdengar kecewa, “Kalau begitu bilang aja… Jongin ingin bicara. Sejam lagi saya telpon, kira-kira dia ada di kantor nggak ya?”

“Wah, kurang tau juga,” ucap Chaehyun. “Tapi saya akan beri tau kok, Pak—“

“Jangan panggil ‘Pak’, panggil Jongin aja.” Ucap suara diseberang, suaranya hangat dan penuh tawa.

“Oke kalau gitu, maaf kalau saya lancang sebelumnya, Jongin. Saya akan beri tahu secepatnya kepada beliau saat dia sampai.”

“Oke, thanks sebelumnya.”

Klik. Chaehyun menutup telpon dan segera menelpon driver pribadi untuk menjemput Chaeyeon.

.

.

.

.

.

Dua jam berlalu, dan Jongin sudah menelpon dengan total empat kali. Entah apa yang begitu emergency-nya sampai-sampai Jongin konsisten menelpon satu jam sekali. Setengah jam menuju jam ke-lima, Soojung muncul dengan wajah letih namun puas. Chaehyun bertanya bagaimana developer akan menghadapi klien satu ini. Soojung menceritakan kalau semuanya sudah beres.

“Omong-omong, tadi ada yang telepon terus menerus.”

Soojung yang tengah mengelus Chaeyeon yang sedang tertidur di atas sofa dalam office Soojung hanya mengangguk dan menuju desknya. “Oh ya? Who?”

“Namanya Jongin.”

Soojung menatap Chaehyun seakan-akan Chaehyun baru muncul tanduk pertama. Kemudian kedua. Kemudain ketiga.

“Ada masalah?” tanya Chaehyun bingung setelah detik ke sepuluh Soojung tidak juga mengalihkan tatapannya dari Chaehyun. Soojung tiba-tiba langsung terhuyung dan Chaehyun buru-buru menopangnya. “Ada apa, Soo?” tanya Chaehyun panik. Soojung kelihatan langsung pucat pasi danseluruh warna di wajahnya langsung drained to the root.

“Kamu bilang… Jongin? Kim Jongin?”

Namanya emang Kim Jongin? “Nggak tau,” jawab Chaehyun jujur. “Dia Cuma bilang Jongin. Dan saat kali ketiga aku tanya siapa nama panjangnya, dia ketawa, dan dia bilang ‘Soo knows damn well which Jongin is this.’.”

Dan kemudian Soojung melakukan hal yang paling Chaehyun tak duga.

Dia langsung menyumpah.

Fasih, lagi.

Oke, memang menyumpahnya dalam bahasa Inggris, bukan bahasa Korea, tapi untuk seseorang yang memiliki kualifikasi tinggi dalam bahasa Inggris bahkan Chaehyun sendiri merasa kaget. Dia tidak tahu Soojung bahkan bisa ngomong sekotor itu dalam waktu sepuluh detik dia mengatakan nama si cowok. Cowok ini pasti seseorang yang sangat penting dalam hidup Soojung.

“Chae,” ucap Soojung, setelah wajahnya tidak lagi pias. Tangan Soojung mencengkram lengan atas milik Chaehyun dengan sangat keras, “Kalau misalnya dia telpon lagi, bilang aku nggak ada di tempat. Mau akau ada kek, mau beneran nggak ada kek, bilang aku nggak ada di tempat. Oke?”

“O-oke,” ucap Chaehyun. Tidak berani menanyakan lebih lanjut. Soojung mengangguk dan menghela napas, “Oke. Oke kalau gitu.”

Tapi ini nggak oke sama sekali, pikir Chaehyun keesokan harinya, setelah berpuluh-puluh telepon dari pria bernama Jongin masuk terus menerus tanpa pikir waktu lagi. Chaehyun ini banyak kerjaan! Dia tidak Cuma mengerjakan kerjaan dia, tapi membantu kerjaan Soojung juga! Apa cowok ini waras?

“Saya Cuma mau bicara dengan Soojung,” ucap Jongin untuk kesekian kalinya. Ke tiga puluh? Ke empat puluh? Entahlah, Chaehyun sudah muak untuk menghitung. Awalnya Chaehyun berpikir kalau cowok ini romantis abis! Apa coba motif seorang cowok menelepon cewek sebegitunya kalau bukan karena tergila-gila? Tapi setelah telepon berdering lewat hitungan ke dua puluh satu, Chaehyun sepakat dalam hati untuk merasa sebal dan merasa cowok ini bebal abis.

“Dia tidak ada di tempat,” ucap Chaehyun, berusaha berbuat profesional, namun kepalanya yang butuh aspirin berkata lain.

Jongin diam. “Kalau gitu boleh saya titip pesan?”

BOLEEEHHH ASAL LO NGGAK DATENG LAGI. “Silahkan,” ucap Chaehyun pendek, mengambil pena dan kertas.

.

.

.

.

.

.

Soojung tidak menyangka cowok itu datang.

Setelah lebih dari lima tahun pria ed ini nggak datang, Soojung merasa Jongin benar-benar tidak adil. Soojung mensupport hidupnya dan hidup Chaeyeon just fine. Kenapa, oh kenapa, Jongin tiba-tiba bertemu dengannya di acara penggalangan amal seminggu lalu? Kenapa Soojung mau-maunya diajak bicara dengan Jongin? Kenapa mau-maunya Soojung, dengan semua dinding hati yang kebal akan manuver lelaki-lelaki bangsat, membiarkan Jongin mencumbunya, di sebelah elevator, dengan cumbuan yang amat panas?

Soojung tidak habis pikir. Rasanya hatinya begitu ruwet sekarang. Dia bertemu dengan ayah dari anak kandungnya. Chaeyeon akan ingin tahu siapa ayahnya, dimana dia sekarang, kenapa dia absen dari hidup mereka. Soojung tidak mau berbohong, Soojung benci berbohong. Jadi kenapa? Kenapa Jongin muncul lagi ketika hidup Soojung sudah stabil?

Tapi, toh Soojung tidak bisa bohong. Dia merindukan bagaimana Jongin datang dan menyentuhnya. Dia merindukan sentuhan Jongin saat mereka berciuman begitu liar di sebelah elevator sialan itu. Dia rindu bau Jongin,tawanya, semuanya. Soojung memang bodoh. Soojung sangat tolol. Walaupun Soojung berusaha menampik perasaan itu, tapi siapa yang tahu kata hati? Siapa yang bisa mengerti rasa cinta diam-diam?

Ketika Soojung sedang diam antara ingin marah dan gusar, Chaehyun masuk ke dalam ruangan dengan wajah yag agak merah. Oke, ralat, dia kelihatan sangat merah.

“Ehem,” Chaehyun berdeham sebelum memulai mengatakan sesuatu, “ehm… ada pesan yang harus disampaikan kepadamu.”

Soojung mengerutkan dahi bingung. “Kamu kan bisa memberi tahukan itu nanti?” biasanya Chaehyun memberi tahu pesan ketika Soojung sedang mendekatinya, dan bukan sebaliknya. Pesan apa yang begitu penting hingga membuat Im ‘Workaholic’ Chaehyun meninggalkan posnya?

“Err..” Chaehyun terbatuk tiga kali sebelum membaca sesuatu dari secarik kertas yang jelas baru dia unyel-unyel sebelumnya. “Ini pesan dari Jongin-ssi.”

Soojung langsung merasakan mental breakdown.

“Sebelumnya tolong mengerti kalau saya tidak menambahkan atau mengurangi pesan dari Jongin-ssi,” ucap Chaehyun mendadak formal. Soojung tidak mengerti. “Kalaupun saya menambahkan, saya tidak mendapat kelebihan apapun dan kalau mengurangi, Jongin-ssi secara langsung bilang dia akan menuntut saya. Jadi saya bukannya tidak profesional saat membacakan pesan ini—“

Soojung semakin curiga. “Apa pesannya?”

Chaehyun jelas lebih memilih untuk dianggap tidak profesional dan disuruh ngibrit dari ruangan itu juga, namun Chaehyun melihat api di mata Soojung dan dengan enggan membaca ulang apa yang jadi pesan Jongin kepada Soojung.

“Dia bilang… d-dia bilang, kalau kamu tidak segera mengangkat teleponnya, dia akan mengikatmu di tiang bed post dan kemudian menampar b-bokong telanjangmu sampai kamu menjerit… minta lebih.”

Soojung bengong. Lalu, merasa murka.

.

.

.

.

.

.

.

“Jadi, apa kata dia?”

“Katanya, OFF, .

.

.

.

.

.

.

.

.

inspirasi datang habis baca Dirty Little Secret-nya AliaZalea! good one, good one.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
weirdoren
#1
Chapter 2: “Apa tuh, ‘hmm’? Ngomong pakai bahasa korea dong!”

HAH. Ciri khasnya masih ada. *love sign*