04, Platonic.

Seoulite (Sequel to 1AM)
Please Subscribe to read the full chapter

Tidak terasa sudah seminggu mereka berpacaran, tapi walau baru seminggu sudah banyak yang harus mereka lewati.  Waktu seminggu itu pula yang membuat mereka menjadi terbiasa dengan pandangan orang terhadap mereka. Walau kebanyakan tidak suka, tidak berarti tidak ada yang mendukung. Masih ada beberapa siswa di sekolah—kebanyakan teman mereka sendiri—yang bahagia dengan hubungan mereka.

“Mereka pikir Taeyong bisa membawa pengaruh buruk terhadapmu, tapi aku percaya kau juga bisa membawa pengaruh baik untuk Taeyong,” seorang siswa berkata kepada Ten saat istirahat. Ten tidak mengenal siapa siswa yang tiba-tiba datang dan menepuk punggungnya itu, namun mengetahui masih ada orang yang mendukung mereka membuat Ten bahagia. Itu seperti oksigen di antara orang-orang yang berusaha mencekiknya.

“Terima kasih,” Ten tersenyum kepada anak itu.

“Tidak masalah, aku Taeil by the way, anak kelas tiga,” kata anak itu sebelum melenggang pergi. 

Ten sedang menunggu Taeyong di kantin saat itu, mereka selalu makan siang besama. Walaupun makan siang itu selalu berlangsung dengan canggung dan penuh percikan api karena baik teman dekat Ten dan Taeyong juga ikut bergabung.

“Jangan buat aku menghabiskan waktu berdua saja dengan Johnny,” Yuta mendelik kepada Ten ketika temannya itu menyuruhnya untuk pindah—lama-lama Ten lelah sendiri mendengar keluhan Yuta. “Dan jangan buat aku makan sendirian juga.”

“Suruh mereka saja yang pergi,” Youngho mengusulkan.

“Enak saja, kami tidak akan meninggalkan teman kami sendirian di antara para ular,” itu Doyoung yang bicara.

“Ngaca dong, yang ular itu siapa,” Yuta berdecak kesal.

“Heh, Jepang, kau diam saja.” Doyoung menatapnya kesal. Rasanya seperti kembali ke jaman ketika mereka masih berteman saja. Dari dulu Yuta dan Doyoung memang suka berselisih, mereka akan beradu mulut setiap ada kesempatan. Lebih baik menutup telinga daripada mendengarkan omong kosong mereka.

Tapi tetap saja setidak-nyamannya waktu istirahatnya setiap hari, Ten senang melihat mereka bisa menghabiskan waktu bersama. Sejujurnya dia berharap mereka akan dekat seiring dengan waktu yang berjalan.

 

 

 

Yuta tidak suka melihat Taeyong selalu berada di samping Ten kemana pun temannya pergi padahal tidak perlu, seperti mengantar Ten kembali ke kelasnya usai istirahat padahal sudah ada Yuta yang menemani Ten.

“Aku hanya khawatir,” Taeyong membela diri ketika Yuta menyebutnya berlebihan. Mereka berdua sedang berada di depan toilet menunggu Ten menyelesaikan urusannya di dalam.

“Khawatir apanya, memangnya sekolah ini sarang singa? Lagipula kan ada aku.” Lucu sekali.

“Justru aku khawatir padamu,” Taeyong menatap tajam Yuta. “Jangan bilang aku bodoh, rasa khawatirku ini beralasan. Aku tahu selama ini kau menghasut Ten untuk menjauhiku. Siapa yang tahu omong kosong apa lagi yang akan kau katakan padanya.” Siapa yang bilang Taeyong akan diam saja?

“Heol, aku tidak menghasutnya.” 

“Terus saja mengelak. Aku masih ingat kau bilang tidak membenciku karena kejadian waktu itu. Bull, huh? Ternyata kau buruk juga.”

“Aku memang tidak pernah membencimu!” tangan Yuta mengepal. Jadi Taeyong berpikir bahwa dia menyuruh Ten menjauhinya karena dendam? Yang benar saja. “Oke aku menyuruhnya untuk menjauhimu, tapi aku tidak pernah melarangnya untuk menemuimu.” Yuta berusaha terlihat senormal mungkin walaupun bara api di hatinya berkobar, dia hanya tidak ingin mereka jadi perhatian karena bertengkar. “Yang aku lakukan itu logis, Taeyong.” Taeyong diam, menunggu belaan apa lagi yang Yuta akan lontarkan, “Kudengar orang tua Ten juga tidak menyukaimu. Kau tahu kenapa mereka begitu? Itu karena mereka menyayangi Ten dan tidak mau dirinya dekat dengan berandalan sepertimu.”

“Lalu apa hubungannya denganmu?”

“Alasanku sama, akum au melindunginya darimu. Pikirkan Tae, kalau kau punya adik apa kau akan membiarkannya dekat dengan Jaehyun, Doyoung, atau Mark?”

“Kau juga dulu temanku.”

“Lalu?”

“Kau bisa berubah kenapa aku tidak?” Taeyong benci dengan ini semua, bahkan Yuta pikir dia orang yang buruk? Bukankah Yuta juga dulu sama sepertinya? “Semuanya bilang tidak suka Ten berhubungan denganku karena sayang padanya?” Taeyong tidak bisa mengontrol dirinya, suaranya naik beberapa oktaf dan tentu saja itu membuat orang-orang menoleh pada mereka. Taeyong geram, dadanya sesak, matanya menyapu semua wajah di sekitarnya, “Kalian pikir aku juga tidak menyayanginya? Kalian pikir aku akan tega menyakitinya? Aku bahkan tidak bisa melihatnya menangis!”

Sudah cukup.

Mata Taeyong menangkap Ten yang baru keluar dari toilet, dia  segera menarik anak laki-laki yang tidak tahu apa-apa itu ke dalam pelukannya, “Aku juga menyayanginya!” Taeyong menggertakan giginya. Tahu apa mereka tentang perasaannya?

Semua siswa di sana tersentak, termasuk Yuta yang sekarang kehilangan kata-kata, terpaku di tempatnya. Mereka baru bereaksi ketika Ten mendorong Taeyong menjauh, menggembungkan pipinya, “Dasar bodoh, kita sedang shooting drama apa sih?” Kemudian menarik Taeyong menjauhi kerumunan anak-anak. “Permisi sunbae, hehe,” katanya ketika melewati beberapa anak tingkat atas yang tadi ikut berkumpul. Yuta yang tertinggal terpaksa harus membubarkan kerumunan.

“Aku tadi serius,” Taeyong berkata ketika mereka sudah berdua saja.

Ten tersenyum lembut, “aku tahu, aku juga menyayangi hyung.”

“Aku serius denganmu,” Taeyong mengulangi, “Akan kukenalkan kau pada orang tuaku juga.”

 

 

 

Ten dan Taeyong seperti merasakan déjà vu, hanya saja mereka berganti peran dan keadaannya tidak secanggung sebelumnya. Malam itu orang tua Taeyong menyambut Ten dengan hangat. Mereka tahu tentang hubungan-hubungan Taeyong sebelumnya, namun ini pertama kalinya anak mereka mengenalkan kekasihnya. Mereka senang Taeyong membawa anak yang baik  dan punya sopan santun ke rumah.

Malam itu Ten datang lebih awal dari jam makan malam. Dia tidak perlu menunggu dengan hati gusar di depan pintu karena kali ini Taeyong—yang menjemputnya dari rumah—bersamanya.

Ten datang dengan senyum merekah di wajahnya, senyuman cerah yang lebih terang daripada matahari, setidaknya itu yang Taeyong pikirkan.

“Kau tidak terlihat seperti dari sini?” Ayah Taeyong berkomentar ketika mereka semua telah duduk mengitari meja. Dengan Ten mereka menjadi berempat karena kakak perempuan Taeyong sedang kuliah di luar negeri.

“Aku dari Thailand, Paman,” Ten menjawab dengan sopan sambil menyunggingkan senyum terb

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
yeohwanwoong
poster is up! check it out guysss

Comments

You must be logged in to comment
oohxxx
#1
Chapter 8: Seru seru..... taeten so cute
eunhaecutiepie #2
Chapter 2: ini ff taeten ya? apa johnten? plissss johnten :( im their crazy shipper
intandm97 #3
Ayeye chittaphon
unicornajol #4
Chapter 8: Awawawaw manis bangeeeeet, duuuh
Perutku melilit saking manisnya
taeten2701
#5
Chapter 8: Yaaaahhhh..... Dah selesaiiiii.....pasti kangen bgt sama taeten, kangen tingkah konyol geng nya taeyong.. Huhuhuhu
Thank you loh thor udah bikin ff taeten romance dan sedikit komedi gini, lumayan lah buat menghibur ditengah ff taeten yg angst :(( tp skrg udah end... ㅜㅜㅜㅜㅜㅜ
Ditunggu ff taeten yg lainnya thor, fighting ^^
mimimini #6
Chapter 8: yah... selesai ffnya..
thnks thor.. suka banget ama endingnya, apalagi pas taeyong mark jaehyun ngerapp .. sampai langsung aku dengerin lagu mad city nya.. baca lirik sambil denger lagunya.. ini keren sumpah .. dan tambahan.. tadi malam bertebaran foto ten pakai celana pendek sampai ada meme kalo ten bisa masuk ke new member GG.. eh... pagi ini malah disuguhin ten pakai baju cewe.. sumpah.. pandanganku tentang ten cowo cantik makin kuat aja..
sekali lagi aku beneran suka sama ceritanya.. ditunggu next ff taeten nya ...
Rosmaria #7
Chapter 8: selesai jugaa.. Yuta sama siapa dong thor? Kirain jadi sama bang joni wkwk
Rosmaria #8
Chapter 6: ceritanya bisa sebagus ini.. Campur aduk hati ini thorr
Rosmaria #9
baru bacaaaa.. Author followback aku ya di twitter @rosmariaaaa_
Rosmaria #10
baru bacaaaa.. Author followback aku ya di twitter @rosmariaaaa_