Four

왜또?

What’s Wrong? 왜또?

 

What should you do?

If the hottest guy in your school likes flirting with you?

What should you do?

If the young athletic teacher suddenly cares for you?

What should you do?

If the new handsome student becomes your tablemate?

What should you do?

Ah, what should Hanbin do?

 

 

Hanbin tak bisa memproses dengan baik apa yang baru saja terjadi padanya. Jadi, tadi Jiwon sunbae datang ke kelasnya. Jiwon sunbae dan Donghyuk adu mulut. Junhoe tiba-tiba menarik tangannya. Dan sekarang ia masih diseret Junhoe di lorong kelas 2.

“Aku menyuruhmu menunjukkan jalan ke kantin bukannya diam saja.”

Ucapan Junhoe menyadarkan Hanbin yang sebelumnya sibuk dengan pikirannya sendiri. Ah, itu. Junhoe baru saja menyelamatkannya dari Jiwon sunbae.

“Gomawo Junhoe!”

Langkah kaki Junhoe terhenti membuat langkah kaki Hanbin mau tak mau berhenti juga. Namja yang lebih tinggi darinya itu menatapnya dengan satu alis terangkat seolah bertanya ‘Apa maksudmu?’.

“Kau sudah membawaku pergi dari hadapan Jiwon sunbae.”

“Namja tak jelas yang tadi tiba-tiba masuk kelas itu?”

Hanbin mengangguk cepat. Ia sangat setuju dengan ucapan Junhoe yang menyebut Jiwon sebagai namja yang tak jelas.

“Kau kira aku menolongmu?”

Eh?

“Aku lapar. Kau harusnya menunjukkanku jalan ke kantin karena aku tak tahu jalan.”

Jadi si murid baru ini bukannya mau menolongnya? Ia menariknya hanya karena ia lapar dan ingin ke kantin?

“Dan kau membuang waktu makanku dengan hanya berdiri disini.”

Hanbin menatap Junhoe kesal. Hanya sesaat karena Hanbin langsung menciut begitu melihat tatapan mengintimidasi Junhoe.

“Huh, padahal tadinya aku mau metraktirmu karena sudah meyelamatkanku dari si kelinci buas. Yasudah ikuti aku.”

Hanbin bejalan di depan Junhoe dan terus memajukan bibirnya sepanjang perjalanan ke kantin. Ia benar-benar keki pada namja di belakangnya itu. Kalau bukan karena Park saem menitipkannya padanya, ia tak mau menjadi tour guide orang semenyebalkannya. Sebelas dua belas dengan sunbae kelincinya itu.

Ice cream kedengarannya enak.”

Hanbin menghentikan langkahnya dan memutar badannya. Hampir membuat Junhoe menabraknya jika kakinya tak bergerak cepat. “Maksudmu?”

“Kau bilang tadi akan mentraktirku.”

Oh tidak, kenapa pemikiran akan mentraktir namja di depannya ini terlintas begitu saja dan langsung dilontarkan mentah-mentah olehnya sih?!

“Kau bilang kau hanya lapar makanya menarikku. Itu tak termasuk kategori menolongku berarti.” Hanbin kembali membalikkan badannya dan kembali berjalan.

“Kalau aku tak lapar kau mau ke kantin bersama namja tak jelas itu?”

“Arrrgghh! Baiklah! Akan kutraktir ice cream sepulang sekolah nanti!”

Hanbin yang cemberut sayangnya melewatkan senyuman tipis yang tersungging di wajah Junhoe. Senyuman Junhoe yang pertama sejak ia kembali ke kota kelahirannya itu..

 

 

😊😊😊

 

 

Jiwon berjalan lunglai menuju kelasnya dan langsung membantingkan tubuhnya ke tempat duduknya tanpa memperdulikan tatapan Jinhwan dan Chanwoo.

“Tolong jangan cerita tentang Hanbin. Aku sedang sibuk menyalin pr. Nanti bisa salah.” Jiwon yang baru membuka mulutnya untuk bercerita langsung mengatupkannya lagi mendengar ucapan Jinhwan. Ia melempar buku tulis diatas mejanya kearah si kecil yang dengan cepat berhasil dihindarinya.

Jiwon memutar badannya kearah Chanwoo sebelum menatapnya penuh harap. Ia benar-benar butuh seseorang untuk meluapkan amarahnya.

“Oke.. karena kau sudah memberikan jatah makan siangmu padaku.”

Chanwoo memang sahabat terbaiknya!

Jiwon menghabiskan waktu lima menit untuk meluapkan semua emosinya. Bahkkan hingga bel masuk kembali berbunyi dan segerombolan teman sekelasnya masuk ke dalam kelas. Termasuk Yunhyeong yang langsung mendapat tatapan sinis dari Jiwon. Yang tentunya diabaikan oleh si president siswa.

“Jadi kau dibuat tak berkutik ketika bocah baru tengil menculik Hanbin-mu?”

“Jangan ungkit soal itu! Sudah kubilang aku akan menculik Hanbin-ku balik!”

“Kasihan sekali Hanbin dioper-oper begitu.”

“Diam saja kau. Katanya sibuk menyalin pr.”

Jinhwan mengangkat kedua tangannya, melepaskan pulpen di genggamannya. Menunjukkan pada Jiwon bahwa ia sudah selesai menyalin pr.

“Jadi kau sudah punya rencana untuk mengambil Hanbin-mu balik?”

Pertanyaan Chanwoo membuat Jiwon tersenyum lebar. Membuat Chanwoo dan Jinhwan bergidik ngeri menyaksikan betapa mengerikannya sahabatnya itu.

“Tentulah! Kim Jiwon selalu punya tumpukan rencana di kepalanya.”

“Dan lebih dari 95% rencanamu itu selalu gagal.”

“Diam kau.”

 

 

☺☺☺

 

 

Bel pergantian pelajaran berbunyi membuat penghuni kelas 2-2 itu memasukkan buku Kimia mereka ke laci meja. Tak terkecuali dengan Hanbin yang segera menggantinya dengan buku Fisika. Lihat, betapa menyenangkanya hari Rabu untuk penghuni kelas 2-2 karena semua pelajaran eksak berkumpul disana.

“Bin!”

Hanbin menoleh kearah Donghyuk yang berteriak dari bangkunya. Kenapa anak itu tak berjalan saja menuju mejanya jika ingin berbicara sesuatu sih?

“Tolong panggilkan Jung saem dong! Aku harus ke ruangan Park saem untuk latihan olimpiade sekarang.”

Jadi si ketua kelas ini mau bolos pelajaran Fisika eoh?

Hanbin beranjak dari tempat duduknya sebelum berjalan ke bangku Donghyuk. “Good luck!” Hanbin menepuk pundak Donghyuk pelan sebelum berjalan keluar kelas untuk memanggil Jung saem.

Ini lah kebiasaan guru tertua di sekolahnya. Guru pria berusia hampir 60 tahunan itu selalu lupa jadwal meskipun di mejanya sudah ditempeli jadwal mengajarnya. Atau mungkin lupa kelasnya dimana karena memiliki memori navigasi yang kurang. Jadi bagi semua kelas yang mendapatkan jamnya, si ketua kelas biasanya akan ke ruang guru untuk memanggilnya.

Hanbin mengetok pintu ruang guru sebelum membuka pintunya. Hanya ada beberapa guru yang sedang bersiap untuk mengajar disana. Tapi sejauh mata memandang, Hanbin tak menemukan sosok Jung saem.

“Mencari seseorang, Hanbin?”

Hanbin terlonjak kecil mendengar suara yang terdengar dari belakangnya. Membuatnya harus memutar badannya untuk melihat si pemilik suara.

“Song saem! Saem mengejutkanku..”

Song saem hanya tertawa pelan.

“Saem baru selesai mengajar?”

“Iya, baru saja mengajar kelas 2-5. Kau sedang mencari siapa?”

“Jung saem. Tapi tampaknya Jung saem tak ada disini..”

“Ah, Jung saem. Ia ada keperluan mendadak sehingga meninggalkan sekolah saat jam istirahat tadi.”

Jam kosong rupanya.

“Terima kasih, saem. Aku akan menanyakan ke guru piket untuk meminta tugas jika Jung saem menitipkan.”

Hanbin membungkukkan badannya 90 derajat untuk berpamitan. Namun ucapan Song saem menghentikan langkahnya untuk keluar dari ruang guru.

“Mau kutemani?”

 

“Jadi saem dulu mantan ketua klub musik?!”

Mino menggigit bagian dalam pipinya untuk menahannya dari tersenyum. Betapa menggemaskannya Hanbin saat terkejut seperti itu.

Anggukan dari Mino membuat Hanbin bergumam,“Harusnya aku tahu silsilah ketua klub musik selain Jihoon hyung dan Jisoo hyung..”

“Jadi kau berniat menjadi ketua klub musik selanjutnya, Hanbin?”

Hanbin mengangguk cepat. “Jabatan Jihoon hyung akan berakhir di akhir semester ganjil karena ia sudah kelas tiga. Jadi masih ada waktu dua bulan untuk pemilihan selanjutnya. Saem, apa saem ingat dulu kenapa bisa terpilih menjadi ketua?”

Mino tampak berpikir sesaat. Bolehkah ia mengatakannya? “Sedikit biased sih. Aku dekat dengan Kwon saem. Banyak yang bilang aku anak emasnya. Dulu aku bersaing untuk mendapatkan kursi ketua bersama Seungyoon. Tapi tiba-tiba aku yang terpilih karena keputusan akhir Kwon saem.”

“Seungyoon- yang artis rocker itu?! Kudengar ia alumni sekolah ini!”

Mino tersenyum sesaat sebelum mengangguk. “Ya, aku tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Seungyoon waktu itu. Bahkan aku lebih memilih menjadi guru olahraga dibandingkan penyanyi sepertinya dan sukses di usia muda.”

“Tapi saem hebat kok.” Ucapan Hanbin membuat Mino menghentikan langkahnya dan menatapnya. Mendadak ditatap seintens itu oleh gurunya membuat Hanbin salah tingkah dan mencoba mengalihkan pandangannya kearah lain selain Mino.

“Maksudku.. Jihoon hyung juga dipilih berdasarkan Kwon saem. Kwon saem bisa melihat bakat tersembunyi dari Jihoon hyung yang tak seaktif anggota yang lain. Setelah Jihoon hyung terpilih ia bahkan membawa klub musik lebih maju dari sebelumnya.”

Mino mencerna baik-baik ucapan Hanbin. Entah kenapa, sejak lima tahun berlalu setelah pemilihan itu, tak ada satupun orang yang mempercayainya seperti Hanbin. Semuanya berpihak pada Seungyoon waktu itu. Hanya Kwon saem yang tetap berdiri di sampingnya. Dan Hanbin adalah orang kedua yang berdiri di sampingnya yang lain, bersama Kwon saem.

Perlahan sebuah senyuman hangat terukir di wajahnya. Tangannya bergerak untuk mengacak-ngacak surai coklat Hanbin. “Kalau begitu kau sudah tahu apa cara terbaik untuk mendapatkan jabatan ketua klub musik kan?”

Hanbin menunduk. “Iya seandainya aku punya bakat terpendam seperti saem dan Jihoon hyung.”

Tangan Mino berhenti untuk mengacak-ngacak rambut Hanbin. Kini tangan itu bergerak untuk merangkul pundaknya.

“Pasti ada, Hanbin. Semua orang punya bakat yang terpendam dalam dirinya masing-masing.”

“Tapi..”

“Boleh kutahu posisimu di klub musik?”

Ada rona merah yang muncul di pipi Hanbin. Ini baru pertama kalinya Hanbin memberitahu orang lain tentang posisinya di klub musik selain keluarganya, Donghyuk dan Yunhyeong. “Composer..”

Mino tak bisa tersenyum lebih lebar lagi. “Kutunggu dua bulan. Setelah dua bulan itu dan aku pergi ke latihan klub musik, aku yakin kau bisa berdiri di depan anggota klub musik yang lain dan memimpin jalannya latihan.”

Melihat senyuman gurunya membuat Hanbin ikut mengangkat sudut bibirnya sebelum mengangguk pasti.

“Ah, Saem, ini sudah di lorong kelas dua. Aku permisi untuk kembali ke kelas dulu, ya.”

Hanbin kali ini benar-benar membungkukkan badannya untuk pamit dan berjalan meninggalkan Mino.

Mino hanya menatap punggung Hanbin dengan senyuman yang masih tak lepas dari wajahnya. “Kau masih sama dengan bocah laki-laki empat tahun yang lalu, Hanbin.”

 

 

☺☺☺

 

 

Bel pulang yang berbunyi kencang membuat sebagian besar penghuni kelas 2-2 bernafas lega. Sementara yang lain terburu-buru membereskan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Dan Hanbin termasuk ke dalam orang yang terburu-buru membereskan bukunya.

“Aegi-ya~”

Duh, Hanbin tak tahu seberapa cepat seekor kelinci untuk lari dari daerah kelas tiga di lantai bawah ke daerah kelas dua yang ada di ujung lantai dua.

Kali ini Jiwon tak sendiri. Ia datang bersama kawanannya, Jinhwan dan Chanwoo. Kedatangan grup hits di sekolah tentu menyita perhatian seluruh penghuni kelas 2-2. Sebagian malah sudah ada yang berbisik tentang Hanbin. Salah satu fans fanatik dari Jiwon tentu tak luput dari kelasnya.

“Aegi, aku tahu film baru yang sedang diputar di bioskop.”

Hanbin tak mau duduk tenang di samping kelinci ini di ruangan gelap.

“Tapi sunbae..”

Bagus, Hanbin sudah bisa menemukan suaranya ketika berhadapan dengan Jiwon. Lanjutkan, Bin!

“Kau mau pilih film horror? Tak apa, malah akan lebih bagus menurutku daripada film romantis.”

Ada apa dengan alis sunbae kelincinya itu? Kenapa bergerak tak jelas seperti itu? Terlihat menggelikan untuk Hanbin.

“Aku sudah ada janji dengan Junhoe! Iya, janji dengan Junhoe. Iya kan Junhoe?”

Dari sekian banyak teman yang ia punya, kenapa juga ia harus menyebutkan nama Junhoe? Ia kan bisa menyebutkan nama Donghyuk. Oh iya, ia lupa sahabatnya itu belum kembali dari pelatihan olimpiade.

“Janji apa?”

Jujur seumur hidup Hanbin mengenal Jiwon, ia tak pernah mendengar suara sunbae kelincinya itu semenyeramkan itu. Dan Hanbin kembali kehilangan kata-katanya saat Jiwon menatapnya tajam, seolah meminta alasan yang lebih spesifik.

“Hanbin ingin membantuku untuk mengerjakan tugas fisika yang diberikan hari ini.”

Kali ini semua pandangan serempak tertuju pada Junhoe. Bagi penghuni kelas Hanbin, itu kalimat ketiga yang mereka dengar selain perkenalan Junhoe, dan insiden pengusiran si ratu kelas dari Junhoe.

“Kau kan bisa mengerjakannya sendiri. Memangnya tak diajarkan di sekolahmu yang dulu apa?”

Oh tidak Kim Hanbin.. kau telah menimbulkan peperangan.

“Sayangnya aku hanya murid baru yang belum punya buku tapi harus mengumpulkan tugas.”

“Kau bisa meminta bantuan yang lain!”

“Kalau aku maunya dengan Hanbin?”

“Hanbin milikku!”

“Tak tertulis dimanapun di bagian tubuhnya kalau ia milikmu.”

“Aku mengenalnya jauh sebelum kau datang, bocah tengil!”

Wow, Hanbin tak pernah melihat Jiwon seemosi ini. Dan ia tak tahu kenapa Junhoe bisa begitu tenang saat ada kelinci yang siap meledak kapanpun di hadapannya.

“Kalau begitu biar Hanbin yang memilih.”

Eh?

“Hanbin, kau pilih ingin pergi ke bioskop denganku atau belajar rumus tak penting itu dengan bocah tengil ini.”

Tak bisakah mereka lanjutkan peperangan agar Hanbin bisa diam-diam kabur saja?

Hanbin menatap Jiwon yang masih dengan raut emosi yang sangat jelas terpampang di wajahnya. Lalu ia beralih menatap Junhoe yang dengan santainya menggerakkan bibirnya membentuk kata ‘ice cream’. Oh, benar. Ia harus mentraktir Junhoe ice cream. Ia sudah berjanji.

“Maaf sunbae..”

Hanbin membungkukkan badannya. Membuatnya kehilangan pemandangan Junhoe yang menyeringai penuh kemenangan dan Jiwon yang mendadak punya mata belo karena menandangnya tak percaya.

Tapi Junhoe tak membiarkan Jiwon membuka mulutnya lagi dan langsung menarik tangan Hanbin. Yang untungnya namja itu sempat menarik tali tasnya sehingga tasnya tak ketinggalan.

Lagi, si bocah tengil kembali menculik Hanbin Jiwon.

“Sepertinya skor menjadi 2-0.”

Ucapan Jinhwan membuat mata Jiwon kembali menjadi normal, segaris ketika menatap sinis kearah si mungil.

“Perlu kucatat agar kau tak lupa berapa kekalahan yang harus kau balas?”

Dan ucapan Chanwoo membuat Jiwon ingin membenturkan kepala dua sahabatnya itu satu sama lain.

“Catat, Chanwoo. Aku akan membalasnya dengan dua kali lipat kemenangan.”

Tapi sepertinya ide Chanwoo tidak begitu buruk.

 

 

☺☺☺

 

 

Hanbin dan Junhoe tiba di kedai eskrim yang tak jauh dari sekolah mereka. Keduanya memilih untuk duduk di pojok dan jauh dari jendela. Menghindari Jiwon yang siapa tahu tiba-tiba melintas dan melihat mereka di dalam. Bisa-bisa terjadi perang dunia ketiga.

“Silahkan menunya, tuan.”

Hanbin dan Junhoe menerima dua menu. Hanbin membalik-balikkan menunya. Sebetulnya ia sudah punya satu menu yang terlintas di otaknya. Menu yang selalu ia pesan jika kesini bersama Donghyuk dan Yunhyeong.

Oke, cukup akting membaca menunya.

“Choco banana split.”

“Choco banana split satu.”

“Maaf?”

Tampaknya bukan hanya si pelayan yang bingung dengan menu yang disebutkan secara bersamaan. Hanbin juga tak menyangka Junhoe suka dengan menu yang sama dengannya. Padahal Donghyuk sering mengejeknya seperti anak kecil karena memesan menu itu. Jadi ia menemukan teman ‘kecil’nya nih?

Junhoe melirik Hanbin sesaat sebelum menatap pelayan itu.

“Choco banana split dua.”

“Ah, baiklah. Silahkan ditunggu pesanannya!”

Saat si pelayan pergi, Hanbin langsung membuka suaranya.

“Kau suka choco banana split juga?”

Junhoe menatap Hanbin sesaat sebelum sibuk dengan ponselnya. “Hanya menu itu yang kuingat.”

“Huh?”

“Sebelum pindah ke amerika, hanya eskrim itu yang pernah kumakan.”

“Memangnya di Amerika tidak ada kedai eskrim?”

Terlalu bodoh tampaknya pertanyaan Hanbin hingga membuat Junhoe memutar bola matanya. Tak menjawab pertanyaan Hanbin menjadi pilihannya. Memandang layar ponselnya lebih menyenangkan tampaknya daripada memandangi orang yang baru ia kenal kurang dari 12 jam itu.

Hanbin hanya memajukan bibirnya saat Junhoe mengabaikan pertanyaannya. Akhirnya ia lebih memilih ber-chat ria dengan Donghyuk yang baru selesai pelatihan hingga dua choco banana split datang ke meja mereka.

Ada untungnya Junhoe meminta imbalan eskrim. Hanbin jadi bisa menikmati choco banana split setelah cukup lama ia, Donghyuk dan Yunhyeong kesini.

Hanbin dan Junhoe sama-sama larut dengan eskrim masing-masing sebelum Junhoe membuka suaranya.

“Kau tau binggu?”

Tadinya Hanbin mau mengacuhkan Junhoe saja sebagai balasan ia yang mengacuhkan Hanbin lebih dulu. Tapi merasakan tatapan Junhoe yang tetap terarah kearahnya membuat Hanbin dengan enggan membuka mulutnya.

“Tahu. Karakter bodoh yang suka bertingkah aneh kan?”

“Nah, persis.”

Hanbin menatap Junhoe tak mengerti. Sebenarnya dari awal ia tak tahu kenapa Junhoe memilih binggu untuk membuka pembicaraan. Seperti tidak ada topik yang lebih menarik apa?

“Maksudmu a-“

“Persis seperti dirimu sekarang.”

Persis seperti dirinya sekara- Oh tidak. Jangan bilang Hanbin makan eskrim sampai belepotan di wajahnya.

Hanbin dengan cepat mengambil tisu dan mengusapkannya ke bagian wajahnya. Ia sendiri tak tahu dimana bagian belepotannya.

Setelah akhirnya menemukan dimana eskrim itu mengotori wajahnya, Hanbin melempar tisu bekas membersihkan wajahnya kearah Junhoe, yang sekarang sibuk tertawa kencang-kencang.

Benarkah yang duduk di depannya adalah orang yang menbuat ‘ratu’ kelasnya Shin Jinhee menangis?

Hanbin sampai harus menendang kaki Junhoe agar namja itu terdiam.

“Berhenti tertawa! Semua orang menatap tak suka kearah kita.”

Junhoe langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi ekspresi yang hampir selama 12 jam Hanbin lihat. Ekspresi dingin khas teman sebangku barunya itu.

“That’s not my business.”

Hanbin membuka mulutnya lebar. Apa tadi Junhoe bilang? Business? Bisnis? Memangnya mereka orang kantoran apa mengurusi bisnis segala.

Jika Junhoe tak ingat keadaan sekitar (memangnya kapan ia peduli), ia sudah tertawa kencang-kencang lagi karena melihat Hanbin lagi-lagi menampilkan ekspresi binggu. Junhoe harus menahannya dengan menggigit bagian dalam mulutnya.

“Berhenti memasang ekspresi seperti itu. Kau mau kupanggil binggu mulai sekarang?”

Jangan salahkan Hanbin jika sebuah garpu melayang kearah Junhoe nantinya.

 

 

☺☺☺

 

 

Mino berjalan menusuri lorong kelas tiga yang sepi. Bel pulang sudah satu jam yang lalu berbunyi. Sekolah mulai sepi tanpa penghuni dan menyisakan murid yang ada keperluan atau kegiatan klub setelah pulang sekolah.

Langkah Mino berhenti di depan sebuah ruangan yang tertutup rapat. Ia mengetok pintunya sesaat sebelum sahutan “Masuk!” dari dalam membuatnya membuka pintunya.

“Hyung belum pulang?” suara yang menyambut telinga Mino itu membuat namja berambut hitam itu tersenyum sebelum berjalan mendekati sosok itu.

“Kau sendiri? Sibuk mengurusi apalagi?”

Sosok di depannya itu hanya memutar bola matanya saat pertanyaannya dibalas dengan pertanyaan lagi oleh Mino. Namun bibir sosok itu tetap terbuka untuk menjawab. “Jihoon baru memberikanku proposal untuk lomba yang diikuti klub musik bulan depan. Aku harus mengeceknya sebelum memberikannya pada kepala sekolah.”

Mino duduk di kursi yang berhadapan dengan sosok itu sebelum memperhatikan lembaran kertas di mejanya.

“Sudah lama ya,”

Sosok itu mengangkat kepalanya dan satu alisnya. Menunggu Mino menyelesaikan ucapannya.

“dulu aku yang mengurus proposal seperti ini sebelum diberikan pada Jaebum.”

Sosok di depannya tersenyum. “Nostalgia, hyung?”

Mino hanya tersenyum tipis sebelum memperhatikan lebih seksama kertas di hadapannya.

“SOPA?”

Mino baru membaca kalimat penyelenggara lomba.

“Iya, hyung. Bukankah dari tahun ke tahun SOPA selalu mengadakan kompetisi yang sama?”

Mino menyenderkan punggungnya pada senderan kursi sebelum menatap sosok yang tengah menatapnya itu.

“Ya, selalu begitu. Tak berubah juga rupanya setelah empat tahun. Hanya SOPA yang pernah mengadakan lomba dan memasukkan tim mereka untuk mengikuti lomba juga. Dan selama dua tahun lebih aku bergabung di klub musik, sekolah kita selalu menduduki peringkat kedua sementara SOPA, si tuan rumah yang selalu menduduki peringkat pertama.”

“Kau tahu persis itu hyung. Setelah kau lulus, kejadian itu tetap berulang hingga tahun lalu.”

“Jangan kau lupakan juri yang juga dari pihak SOPA.”

Sosok didepannya tertawa renyah sebelum membereskan dokumen-dokumen di mejanya dan memasukkanya ke dalam sebuah map.

“Tapi klub musik sekolah kita tetap mencoba untuk mematahkan tradisi itu, hyung. Kuharap aku bisa melihat mereka mengalahkan SOPA di tahun terakhirku bersekolah disini.”

“Kalau aku sih, masih bisa melihatnya sampai jabatanku menjadi guru habis.”

“Jahat kau hyung.”

“Jadi guru makanya.”

“Lalu yang meneruskan usaha keluarga kita siapa?”

“Suruh appa dan eomma buat adik baru untuk kita.”

“Kau gila hyung.”

“Baru sadar setelah 19 tahun mengenalku?”

Ucapan Mino hanya dibalas dengan sosok itu yang memutar bola matanya. Setelah itu Mino hanya menunggu sosok di depannya untuk membereskan barang-barangnya untuk pulang bersama.

Brak!

Mino hampir saja terjatuh dari kursinya saat tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka.

“Yoyo hyung~ Maaf membuatmu menunggu lama! Park saem memberiku tugas tambahan untuk olimpiade nanti.”

Mino terkejut dengan kemunculan tiba-tiba namja berambut abu-abu yang bahkan tanpa sungkan-sungkan menjatuhkan buku-buku tebal di tangannya ke meja di depan Mino.

“Tak apa, Dongie. Hyung tak sendiri selama menunggumu kok.”

Dongie? Ah, Mino baru ingat sekarang. Namja berambut abu-abu ini kan temannya Hanbin yang panik saat Hanbin pingsan kemarin.

“Song saem?! Ya Tuhan, maaf saem! Aku tak melihat saem ada disini!” Donghyuk sibuk membungkukkan badannya untuk meminta maaf sampai Yunhyeong menghentikannya.

Yunhyeong, sosok yang sedari tadi menjadi lawan bicara Mino itu menahan Donghyuk untuk membungkukkan badannya lagi. Membuat Donghyuk menatapnya bingung.

“Maaf hyung, baru sempat mengenalkan kekasihku padamu. Ini Kim Donghyuk, kelas 2-2. Donghyuk, kau pasti sudah diajarkan olehnya kemarin kan? Dia kakakku, Donghyuk. Kakkakku yang baru kembali dari Amerika dua minggu yang lalu.”

“Hai, Donghyuk.”

Donghyuk tak tahu sudah berapa lebar mulutnya terbuka saat ini. Ingatkan ia untuk memarahi Yunhyeong karena selama ini merahasiakan identitas kakaknya dan ternyata kakaknya itu adalah guru olahraganya.

 

 

☺☺☺

 

 

Ini sudah kesekian kalinya Junhoe menatap ke ujung jalan untuk melihat apakah ada bus yang datang atau tidak. Sebelum kembali duduk di kursi tunggu halte di sebelah Hanbin.

“Apa biasanya setelat ini?”

Junhoe sempat melirik jam tangannya. Sudah pukul delapan malam. Salahkan Hanbin yang tergiur dengan toppokki di jalan saat menuju halte.

“Aku tidak tahu.. tapi menurut jadwal kedatangan bus harusnya masih ada jam segini.”

Junhoe memicingkan matanya. “Kau tak pernah pulang jam segini?”

Gelengan kepala dari Hanbin membuat Junhoe memutar bola matanya.

“Tidak dengan bus. Dongie biasanya memanggilkan taksi untukku pulang jika sudah lewat jam delapan. Tapi sedari tadi tak ada satu pun taksi kosong yang lewat.”

Benar-benar anak rumahan.

“Oh ya, bukankah kau baru pindah kesini? Apakah kau biasa naik bus di Amerika?”

“Aku berangkat ke sekolah naik bus tadi pagi.”

“Aku kan tak bertanya tentang itu..”

Junhoe mengacuhkan Hanbin yang entah sudah keberapa kalinya memajukan bibirnya hari ini. Ia memilih berdiri untuk melihat ke ujung jalan apakah sudah ada bus yang datang. Dan untungnya, bus merah itu muncul dari ujung jalan.

“Busnya datang.”

Ucapan Junhoe membuat Hanbin bangkit dari duduknya dan berjalan untuk berdiri di samping Junhoe sembari menunggu bus untuk berhenti.

Hanbin dan Junhoe duduk di kursi nomor tiga dari belakang. Hanbin yang duduk dekat jendela langsung menyibakkan tirai yang menutupi jendela itu agar Hanbin bisa melihat pemandangan di luar jendela. Sementara Junhoe yang duduk di sebelahnya sibuk dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya.

Sepuluh menit perjalanan, dan Hanbin sudah tertidur pulas dengan kepala yang bersender pada jendela. Junhoe yang tanpa sengaja menangkap pemandangan itu hanya tersenyum tipis.

Tidak sampai sebuah lubang mengguncang bus hingga menimbulkan bunyi keras antara kepala Hanbin dan jendela yang berbenturan. Junhoe meringis. Pasti sakit.

“Auw..”

Bukan hanya Junhoe yang meringis, ringisan susulan keluar dari bibir Hanbin. Yang sekarang terbangun dan sibuk mengusapkan kepalanya yang sakit.

“Hei, kau berhenti di halte mana?”

Hanbin yang masih sibuk mengusap kepalanya menoleh kearah Junhoe. Menatapnya sesaat sebelim dengan panik melihat kearah jendela.

“Ya Tuhan! Ini sampe halte mana?”

Jalanan yang gelap menyulitkan Hanbin untuk melihat halte di depan dimana bus ini akan berhenti. Hanbin sampai harus memincingkan matanya sebelum bernafas lega.

“Aku akan turun setelah halte ini.”

Junhoe tak merespon apa-apa dan memilih untuk kembali memasangkan earphone ke telinganya. Membuat Hanbin ingin menjitak kepala namja di sampingnya. Tak bisakah namja ini merespon sedikit gitu?

Hanya memakan waktu tak lebih dari lima menit sampai bus berhenti di halte berikutnya. Hanbin menggeser tubuh Junhoe agar ia memberikan jalan untuknya turun. Tapi Junhoe menahannya dengan tak menggeser kakinya sama sekali.

“Junhoe aku ingin turun.”

Haruskah namja ini membuatnya kelewatan halte pemberhentiannya?

“Terima kasih.”

Hanbin yang tadinya ingin menjoroki Junhoe agar kakinya tak menghalanginya lagi mengurungkan niatnya.

“Atas eskrimnya.”

Senyuman muncul di wajah Hanbin terlebih saat kaki Junhoe menyingkir, tak lagi menghalangi jalannya. Hanbin segera berjalan melewati Junhoe dan terus berjalan menuju pintu untuk turun. Sebelum menoleh kearah Junhoe.

“Terima kasih juga untuk toppokkinya!”

Junhoe membuang mukanya segera. Dalam hati ia mengumpat. Tak bisakah si binggu itu mengucapkannya selagi masih di dekatnya, tak usah teriak teriak seperti itu?

Junhoe tanpa sengaja menyibakkan tirai yang lagi-lagi menutupi jendela dan menatap punggung Hanbin yang semakin menjauh. Saat Junhoe mendengar pintu bus akan ditutup, Junhoe segera berdiri dari tempatnya duduk.

“Saya turun disini, ahjussi.”

Junhoe tak memperdulikan tatapan tak senang si supir karena ia yang mendadak menahan bus itu untuk melaju lagi. Toh Junhoe bayar untuk naik bus ini. Ia punya hak untuk turun kapan saja.

Bus merah itu langsung melaju saat Junhoe sukses menapak tanah. Tampaknya si supir dendam dengan Junhoe.

Junhoe melihat kearah Hanbin berjalan dan tak menemukan sosok itu lagi. Ia lalh berjalan menuju kursi halte dan duduk disana. Tangannya sibuk dengan ponselnya beberapa saat sebelum menempelkannya ke telinganya.

“Jemput aku di halte jamsil.”

Hanya satu kalimat sebelum Junhoe mengakhiri panggilannya.

Tak sampai sepuluh menit, sebuah sedan hitam berhenti di depannya. Junhoe memasukkan ponselnya ke saku celana coklat mudanya sebelum sempat menekan tombol play di playlistnya. Setelah Junhoe masuk, sedan itu langsung melaju pergi meninggalkan daerah Jamsil.

 

 

TBC

 

Next update~ Once again, thanks for your reviews guys <3 Love ya all <3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
love__kjk76 #1
Chapter 4: Baru nemu ceritanya skrg, pengen d update dong plissss
Mudah2an akhirnya sama Jiwon hihihihi
Hoki37 #2
Chapter 4: Author, baru nemu fanfic in I, vhuhuhj, please update author :'(
okkysekar #3
Chapter 4: keren banget nih..penasaran siapa yang akhirnya bisa jadi pasangan hanbin nantinya..author, update please..T.T..
dark_tale #4
i really miss this story.... i hope you update it soon
Alice_K26 #5
Chapter 4: Tumben bgt ada ff bhs.indo yg bkin ak ktagihan bacanya...
Bgs bgt ini critanya...
Berharap bgt ini endingna doubleb...
Klo enggak, my heart gak kuattttt nantiiii.....
Heterochromer
#6
Chapter 4: astaga terima kasih atas updatenya! It made my day!

Aku suka karakter Mino disini duh. Second-male lead emang selalu menarik perhatian. I'm still waiting for more Mino's appearance because teacherxstudent relationship is always interesting /lel.

Semangat menulis ceritanya, author-nim and once again thanks for the update :D
Heterochromer
#7
Chapter 4: astaga terima kasih atas updatenya! It made my day!

Aku suka karakter Mino disini duh. Second-male lead emang selalu menarik perhatian. I'm still waiting for more Mino's appearance because teacherxstudent relationship is always interesting /lel.

Semangat menulis ceritanya, author-nim and once again thanks for the update :D
Heterochromer
#8
Chapter 4: astaga terima kasih atas updatenya! It made my day!

Aku suka karakter Mino disini duh. Second-male lead emang selalu menarik perhatian. I'm still waiting for more Mino's appearance because teacherxstudent relationship is always interesting /lel.

Semangat menulis ceritanya, author-nim and once again thanks for the update :D