1. Meeting

The Little Prince

To gain someone’s heart is the hardest thing to do

So, what should I do?

 

 

Semua orang pasti memiliki masa lalu yang ingin dikubur dalam-dalam. Bagi Goo Junhoe, masa lalu itu sudah ia kubur dalam-dalam. Ia bahkan yakin bahwa masa lalu itu sudah cukup dalam untuk tak menyentuhnya lagi.

Junhoe sosok yang cenderung diam daripada banyak bicara. Ia adalah pendengar yang baik, sementara Donghyuk sahabatnya adalah pembicara yang baik. Dan Donghyuk adalah satu-satunya orang yang bisa berbicara seperti itu padanya. Karena Donghyuk adalah satu-satunya orang yang berhasil mendekati Junhoe. Memulai pembicaraan dengannya, dan berakhir menjadi sahabatnya.

Hingga tahun terakhir Junhoe sekolah, hanya Donghyuk orang yang berada di dekatnya.

He isn’t an social antic. He just pretends to be.

Bukan hanya diam, tapi ia juga tak pernah menggerakkan  ujung bibirnya untuk sekedar sebuah senyuman kecil.

Kadang Donghyuk merasa frustasi. Namun berada di samping Junhoe dan bisa memperhatikan namja itu sudah cukup bagi Donghyuk. Bahkan Yunhyeong kekasihnya merasa statusnya hampir tergeser oleh namja jangkung itu. Membuat Donghyuk butuh tenaga ekstra untuk menjelaskan semuanya pada kekasihnya. Berulangkali.

Alas an Yunhyeong merasa terancam tentu jelas. Karena menurut semua pandangan orang, Junhoe dan Donghyuk adalah sepasang kekasih. Mana ada yang peduli jika Donghyuk sudah memiliki kekasih yang dua tahun diatasnya dan tengah bersusah payah  menjadi seorang chef?

“Kau harus mencarikan Junhoe pacar.” Suatu saat Yunhyeong mengusulkan ide yang menurut Donghyuk mustahil itu. Ya, mustahil. Sangat.

Junhoe memang pendengar yang baik, tapi bukan berarti Junhoe tak pernah mulai bercerita lebih dulu pada Donghyuk. Untuk apa mereka bersahabat jika hanya ada hubungan satu arah?

“Tidak bisa, hyung.” Donghyuk menyenderkan kepalanya di bahu Yunhyeong. Hatinya ragu untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada kekasihnya. Bukankah ini adalah rahasianya dengan Junhoe? Itu artinya ia tak boleh membocorkannya pada siapapun kan?

“Memangnya kenapa? Apa Junhoe ingin menduda seumur hidup? Auw! Sakit, Dongie..”

“Jangan bicara sembarangan. Pokoknya tidak bisa. Ada seseorang yang membuat Junhoe tak boleh mendapatkan pacar sekarang!”

Dan hari itu Donghyuk tanpa sengaja membocorkan rahasianya pada Yunhyeong. Membuatnya mau tak mau menceritakan semuanya pada Yunhyeong setelah memastikan kekasihnya itu tak akan bercerita pada siapapun.

Donghyuk menceritakan semuanya. Termasuk kenapa ia mau bertahan berada di samping Junhoe.

 

 

Junhoe yakin ia sudah mengubur masa lalunya dalam-dalam. Lalu kenapa masa lalu itu bisa berada di depannya seolah hampir menyentuhnya sekarang?

Hari itu hujan turun. Junhoe yang tak pernah membawa payung mau tak mau harus berlari ke halte terdekat untuk berteduh. Motornya belum bisa keluar bengkel dan ia benci harus pulang dengan bus. Karena itu artinya ia harus menunggu.

he hates waiting.

Ia mengusapkan kedua tangannya saat merasa suhu di sekitarnya semakin dingin. Ia tak tahan dingin. Jika dingin, kulitnya memerah. Junhoe benci dingin. And he hates winter.

Tinggal menghitung hari dan musim gugur akan pergi. Musim dingin yang datang akan menghapus jejak yang ditinggalkan pohon-pohon yang berguguran. Dan tinggal menghitung hari bagi Junhoe untuk membolos sekolah karena malas untuk bertemu musim dingin.

Junhoe menghembuskan nafasnya pada telapak tangannya, berharap dinginnya berkurang. Matanya tak lepas dari ujung jalan mencari bus yang akan datang. Atau mungkin taksi yang bisa ia gunakan hingga sampai rumah. Tapi dari tadi, semua taksi selalu berisi penumpang sehingga semuanya melaju begitu saja melewati Junhoe.

Junhoe menghela nafasnya saat melihat kesekian taksi yang lewat sudah berisi penumpang. Tapi melihat sebuah taksi perlahan berhenti, kaki Junhoe segera memaksa tubuh jangkungnya untuk berdiri. Seseorang turun dari taksi itu dengan membuka payung berwarna biru langit.  Junhoe dengan terburu-buru mendekati taksi yang baru menurunkan penumpang itu hingga ia bisa mendengar percakapan antara si supir taksi dan penumpangnya.

“Kembaliannya, tuan.”

“Ah, untuk ahjussi saja.”

“Tapi tuan-“

“Tidak apa, ahjussi.”

Junhoe memutar bola matanya, kesal menunggu. Akhirnya ia memilih untuk masuk ke dalam taksi itu dari pintu yang lain, tak peduli dengan supir taksi yang kini menatapnya bingung.

“Goo Junhoe..”

Junhoe tersentak saat merasa seseorang memanggil namanya. Ia menatap si supir taksi yang sibuk mengucapkan terima kasih pada penumpang sebelumnya. Sebelum akhirnya mata Junhoe berhenti pada sosok penumpang baik hati dengan payung birunya.

Deg!

Tatapan itu..

Taksi itu berjalan tanpa sadar bahwa telah memutuskan tatapan bisu Junhoe dan si penumpang berpayung biru. Dan untuk pertama kalinya Junhoe berterima kasih pada sebuah taksi.

Because he just escaped from his past.

 

 

“June-ya, kau tahu cerita tentang The little prince?”

“Pasti hanya cerita tentang pangeran dan putri yang memiliki kisah hidup penuh drama hingga akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.”

Anak berusia 8 tahun itu menatap tak percaya pada sosok yang setahun lebih muda darinya itu. Tak hanya ia mungkin, orang yang mendengar ucapan Junhoe tentu juga akan terkejut. Ucapannya sangat dewasa, tak sesuai dengan ukuran tubuhnya dan wajahnya.

“Tapi buku yang eomma berikan tak menceritakan tentang pangeran dan putri!”

“Lalu apa? Pangeran dan binatang bodohnya?”

“Goo June! Dengarkan dulu ceritaku baru berkomentar!”

“Tadi kau bertanya padaku.”

“Huh!”

Bocah lelaki itu melipat kedua tangannya di depan dada sembari memutar badannya hingga ia membelakangi Junhoe. Yang disadari Junhoe yang kini menatap punggung sahabat hyungnya itu.

“Kau marah?”

“…”

“Baiklah, coba ceritakan tentang buku dongengmu itu.”

“Sudah kubilang itu bukan buku dongeng sebelum tidurku! Aku membacanya sendiri.”

“Tapi aku tak mengatakan itu buku dongeng sebelum tidur?”

“Kau menyebalkan!”

“Kau tak jadi bercerita?”

“Panggil aku hyung dulu baru aku mau menceritakannya padamu.”

Kedua bola mata kecil Junhoe itu membulat sempurna. Seumur hidupnya, selama ia berteman dengan sahabat hyungnya itu, ia tak pernah memanggil sosok di sampingnya itu hyung.

“Yasudah kalau tak mau aku tak jadi bercerita.” Sosok itu kembali memutar badannya dan memunggungi Junhoe.

Junhoe tahu ia tak pernah meminta sahabat hyungnya itu untuk bercerita tentang salah satu buku dongengnya. Tapi entah kenapa lidah Junhoe bergerak begitu saja dan berujar, “Hyung, ceritakanlah.”

Sosok sahabat hyungnya itu membalikkan badannya menghadap Junhoe dengan senyum lebar di wajahnya.

Hari itu, Junhoe mendengar cerita tentang seorang pangeran kecil yang berasal dari tempat lain selain bumi yang tengah berkelana seorang diri. Pangeran kecil itu bertemu dengan seorang pilot yang terdampar di tempat yang entah dimana. Pilot itu adalah orang yang tak menyukai takdirnya sebagai seorang pilot. Bagaimana mimpinya menjadi seorang pelukis dihancurkan oleh pemikiran orang dewasa. Namun si pangeran kecil, perlahan membuka jembatan persahabatan dengan si pilot. Bagaimana si pangeran kecil bisa menebak gambar yang digambar si pilot pada saat memandang gambar itu untuk pertama kali. Gambar masa kecil si pilot yang menjadi awal bagaimana mimpinya hancur.

Intinya bagaimana si pangeran itu berhasil membuat si pilot mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Bagaimana orang dewasa dan orang yang dewasa bersikap. Walau Junhoe yakin sahabat hyungnya ini tak mengerti maksud buku itu, karena jujur, Junhoe saja tak mengerti maksud yang hyungnya ceritakan. Bukan Junhoe menilai hyungnya lebih bodoh darinya.

“Aku ingin kau menjadi the little prince.”

“Huh?” Junhoe yang sebelumnya mulai bosan dengan cerita panjang kali lebar yang ia dengarkan dan memilih memperhatikan wajah si sahabat hyungnya tersentak. “Aku?”

“Iya, kau. Mulai sekarang aku akan memanggilmu the little prince.”

“Apa tak kepanjangan?”

“Little prince?”

“Maksudku.. kenapa kau harus memanggilku dengan sebutan itu.”

“Karena kau lebih dewasa dariku walau aku lebih tua darimu.”

Junhoe terdiam sesaat sebelum kembali membuka mulutnya. “Hanya itu?”

“Karena kau memberikan perubahan dalam hidupku.”

“Huh?” entah kenapa Junhoe yang biasanya pintar hari ini kehilangan kata-kata di depan hyungnya.

“Entahlah. Aku merasa berubah semenjak berteman dengamu. Seperti.. menjadi si pilot di akhir cerita?”

Junhoe mengerjapkan matanya sesaat. Tadi ia tak mendengar bagaimana akhir kisah si pangeran kecil. Meskipun ia tidak tahu apa maksud sahabat hyungnya itu, mau tak mau Junhoe hanya menganggukkan kepalanya.

“Terserahmu mau memanggilku apa. Asal aku tak harus memanggilmu hyung.”

“Jahat.. itu tak adil!”

“Kalau begitu kau tak boleh memanggilku little prince.”

“Kau menyebalkan.”

“Lagipula kita hanya berbeda 5 bulan. Kenapa aku harus memanggilmu hyung juga sih?”

“Karena kita lahir di tahun yang berbeda?”

“Yasudah kau tak boleh memanggilku little prince kalau begitu.”

Junhoe bangkit dari duduknya dan membersihkan celananya yang penuh rumput. Saat ia hendak berjalan meninggalkan sahabat hyungnya itu, sebuah tangan menahannya. Junhoe melirik si pemilik tangan.

“Baiklah..”

Sebuah senyuman tipis muncul di sudut bibir Junhoe. Senyuman tipis yang cukup menyatakan kemenagan untuknya.

 

 

Donghyuk melompat turun dari mobil Yunhyeong tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk Yunhyeong. Yunhyeong yang sedikit kesal memilih untuk memundurkan kursi kemudinya dan menghela nafas dalam. Ia tahu Donghyuk-nya sedang terburu-buru karena ingin melihat keadaan Junhoe. Tapi tidak seperti Junhoe habis kecelakaan hingga ia sekarat di ruang ICU. Bahkan mobilnya sekarang terparkir di depan rumah Junhoe, bukan rumah sakit.

Sekali lagi Yunhyeong menghela nafasnya dalam sebelum menutup matanya. Semoga orang itu benar-benar bertemu dengan Junhoe sehingga Donghyuk akan kembali seutuhnya menjadi miliknya.

Sementara Donghyuk yang sudah berdiri di depan pintu kamar Junhoe sibuk mengatur nafasnya setelah berlari nonstop dari mobil Yunhyeong hingga kamar Junhoe yang berada di lantai atas. Bahkan ia lupa memberi salam pada orang rumah. Dan darimana Donghyuk berpikiran bahwa Junhoe ada di kamarnya? Bagaimana kalau namja jangkung itu belum sampai rumah?

Tok tok tok

Dan Donghyuk menepis semua pemikirannya dengan mengetok perlahan pintu putih di depannya. Ia bisa mendengar suara erangan kesal milik Junhoe dan langkah kaki yang mendekat kearah pintu. Tak perlu menunggu lama untuk Donghyuk bisa melihat wajah menyeramkan Junhoe.

“Apa?”

Donghyuk mati kutu dengan pertanyaan itu. Apa yang harus ia gunakan sebagai jawaban? Junhoe di hadapannya lebih mengerikan dari Junhoe yang sehari-hari (yang diam saja sudah membuat orang takut untuk mendekat) bersamanya. Dan Donghyuk bisa mati di tempat jika tak segera menjawab pertanyaan Junhoe.

“Umm.. itu.. aku ingin meminjam buku catatan Fisikamu?”

Donghyuk merutuki dirinya dengan jawaban yang keluar dari bibirnya begitu saja. Junhoe seolah tak ingin melihat Donghyuk lebih lama di depan pintu kamarnya memilih untuk masuk ke kamarnya dan kembali dalam hitungan detik menyodorkan buku catatan Fisika pada Donghyuk.

“Sekarang bisa kau pergi bersama Yunhyeong-mu itu?”

Mulut Donghyuk terbuka lebar untuk sesaat sebelum ia tersadar dengan pintu yang tertutup tepat di depan wajahnya. Hampir saja mengenai hidung Donghyuk.

 

Yunhyeong membenarkan posisi kursinya saat melihat Donghyuk keluar dari rumah Junhoe. Tak lama, tak sampai lima menit tapi namja jangkung itu sudah berhasil membuat kekasihnya berjalan lesu kearah mobilnya.

“Bagaimana?” Yunhyeong bertanya pada Donghyuk yang baru duduk di kursi samping Yunhyeong. Yang sekarang sibuk memijat keningnya yang dengan sukarela Yunhyeong bantu.

“Worst. Kupikir Hanbin hyung tak bisa menunjukkan dirinya di depan Junhoe untuk saat ini.”

Mendengar ucapan Donghyuk membuat Yunhyeong menghela nafasnya dalam. Bukan bersimpati dengan Hanbin (yang bahkan tak pernah betemu dengannya), tapi lebih tepat bersimpati pada dirinya yang lagi-lagi harus berbagi Donghyuk-nya.

 

 

The Little Prince told me
That gaining someone’s heart
Is the hardest thing to do

 

 “June-ya,”

“Hmm?”

“Seperti apa ya rasanya jatuh cinta?”

“Uhuk!” Junhoe baru saja tersedak kue coklat yang Hanbin bawa ke rumahnya beberapa saat lalu. Sekarang sahabat hyungnya itu tengah sibuk memukul pelan punggung Junhoe karena ia tak punya air putih bersamanya.

“Kau habis membaca buku dongeng apa lagi sih?” ucap Junhoe sinis setelah ia berhasil meloloskan potongan kue coklat itu dari tenggorokannya. Junhoe benar-benar tak habis pikir. Karena sosok di sampingnya ini sudah berusia 10 tahun dan masih gemar membaca kumpulan cerita pengantar tidur itu.

“Itu bukan dari dongeng yang kubaca! Aku hanya penasaran.”

“Lalu kenapa bertanya padaku? Aku satu tahun lebih muda darimu.”

“Karea kau little prince?”

Junhoe memutar bola matanya sebelum menatap tajam kearah dua bola mata milik Hanbin. Yang balas menatapnya dengan tatapan polos khas miliknya.

“Jujur padaku, kau penasaran karena apa.”

“Karena appa bilang jatuh cinta adalah hal yang indah tapi rumit. Aku tak mengerti maksudnya tapi itu membuatku penasaran.”

Junhoe merutuk dalam hati. Kenapa Kim ahjussi harus berkata seperti itu di depan Hanbin sih?

“Kalau kuberitahu kau bagaimana rasanya jatuh cinta kau juga tak akan percaya.”

“Kenapa memangnya?” lagi-lagi Junhoe harus dihadiahi tatapan polos milik Hanbin.

“Karena aku belum pernah mengalaminya.”

“Mengalami apa?”

Duh. Junhoe ingin sekali menggigit pipi gembul milik Hanbin agar namja di sampingnya ini berhenti bertanya.

“Jatuh cinta.”

“Ah.. begitu ya..”

Junhoe terdiam sesaat melihat raut wajah Hanbin yang berubah menjadi sedih. Membuat Junhoe memutar bola matanya. Selalu begini. Saat Hanbin tak mendapat jawaban yang diinginkan, Hanbin akan berubah menjadi sedih sepanjang hari. Dan Junhoe benci itu.

“Kalau kubilang mendapatkan perhatian seseorang adalah hal yang sulit, apa kau mengerti?”

Hanbin menatap Junhoe sesaat. Raut wajah sedihnya perlahan hilang dan berganti dengan raut bingungnya lagi. Kadang Junhoe tak tahu kenapa sahabatnya ini selalu bingung.

“Seperti saat aku mencoba mengalihkan perhatianmu dari Obang yang mati?”

Kedua mata Hanbin mengerjap perlahan sebelum mulut mungilnya membentuk huruf ‘O’.

“Iya, aku mengerti! Aku tak mau berbicara padamu walau kau mengajakku berbicara.”

“Kau baru mau berbicara padaku setelah kuberikan buku-buku dongeng dari eomma yang tak pernah kubaca.”

“Hehe,”

Kali ini Junhoe menyesal kenapa ia memberikan buku-buku dongengnya pada Hanbin.

“Jadi apa pertanyaanmu sudah terjawab?”

“Sudah! Terima kasih little prince!”

Junhoe merasakan panas yang aneh saat mendengar nama sebutan itu keluar dari bibir Hanbin. Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Junhoe rasa dirinya aneh hari ini.

 

 

 

Do you think we’ll never be apart?
Would we have been best friends?

 

Junhoe tak tahu kenapa kakinya membawanya keluar dari rumahnya. Ini hari Sabtu siang, memang tak salah jika ia keluar jam segini. Tapi salah, setelah ia mengurung diri semalaman dan baru keluar kamar sekarang. Bukan untuk sarapan, tapi untuk keluar rumah dan berjalan-jalan.

Kaki jejangnya memasuki sebuah toko buku. Entah kenapa hari ini ia bergerak mengikuti kakinya, dan ia tak tahu apa yang menggerakkan kakinya untuk kesini. Bukan, bukan otaknya yang memintanya kesini. Ia seolah mendengar suara kecil yang memintanya untuk kesini.

Junhoe berjalan menyusuri buku-buku pelajaran. Sama sekali tak menarik. Hanya Donghyuk yang gila akan pelajaran. Ia hanya suka tentang pelajaran musik, cukup itu.

Kakinya berpindah tempat pada deretan buku cerita anak-anak. Benar, sepertinya otaknya tengah dikendalikan seseorang jika bukan otaknya yang menyuruhnya kemari. Untuk apa Junhoe ke tempat yang tak ia sukai. Buku cerita anak-anak tak pernah menarik perhatiannya sejak ia kecil.

Junhoe hendak melangkah pergi dari tempat itu saat seorang pegawai toko menghampirinya.

“Ada yang bisa saya bantu, tuan?”

Ini yang Junhoe tak suka dari berbelanja. Ditanya-tanya oleh pegawai toko.

“Apa sedang mencari buku untuk adik tuan?”

Junhoe benci pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan terus menerus. Kenapa para pegawai itu tidak diam saja di depan meja kasir daripada harus mengganggu pembeli?

“Kami baru saja mengeluarkan edisi terbaru dari The Little Prince. Karena banyak permintaan buku itu dicetak ulang dengan cover yang baru. Adik tuan pasti akan menyukai ceritanya.”

The little prince ya..

Junhoe rasa masa lalunya itu benar-benar sudah ada di depan matanya sekarang. Hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk bisa menggapai dirinya.

“Aku beli satu.”

“Baik, tuan. Akan saya proses. Silahkan tunggu di meja kasir!”

Dan Junhoe tak tahu kenapa dirinya malah membiarkan celah kecil terbuka untuk masa lalunya.

 

 

Making a heart that is like the wind to stay with me
Is such a hard thing

 

Hanbin berdiri di depan rumah bergaya klasik. Sudah lama ia tak berdiri di depan rumah ini. Banyak perubahan yang terjadi sejak ia meninggalkannya 8 tahun yang lalu. Hanbin begitu merindukan rumahnya yang dulu. Halaman belakang yang dulunya adalah tempat bermainnya sudah berganti dengan kolam berenang yang terlihat dari luar pagar besi rumah itu.

Sekarang tak ada lagi taman bermain miliknya dan Junhoe.

Junhoe. Bagaimana kabar sahabat kecilnya itu?

Hanbin mengalihkan pandangannya kearah rumah yang tak begitu berubah sejak 8 tahun ia tak lihat. Rumah itu masih seperti rumah saat terakhir kali ia lihat dari kaca mobilnya. Yang berbeda hanya sekarang rumah itu sedikit tertutup dengan pepohonan yang sudah setinggi atap rumah itu.

‘Apa June ada di dalam?’ Hanbin bertanya pada dirinya sendiri. Matanya tak bisa lepas dari jendela yang berada di sisi kanan rumah. Jendela tepat kamar Junhoe berada. Entah kondisi di dalam kediaman Goo sudah berubah atau belum, tapi Hanbin rasa posisi kamar Junhoe tak berubah sama sekali.

Pertemuan pertamanya dengan Junhoe setelah 8 tahun tak bertemu kembali terputar di benaknya. Bagaimana raut tegas wajah Junhoe yang dulu sudah nampak sekarang semakin jelas tampak. Alis tebalnya masih sama, dan sorot mata yang terkesan dingin namun memiliki kehangatan yang tersembunyi masih ada disana. Namun kehangatan itu seolah pudar dan nyaris samar saat pandangan mereka bertemu kemarin.

Hanbin tak tahu ia adalah seorang stalker handal. Dengan bantuan Donghyuk, Hanbin tak perlu susah-susah untuk mengetahui bagaimana kondisi Junhoe yang sekarang. Bagaimana Junhoe yang tumbuh dewasa itu tak menunjukkan perubahan yang signifikan karena Hanbin langsung mengenalinya sebagai sahabat kecilnya saat Donghyuk menunjukkan foto Junhoe pada Hanbin.

Mungkin Junhoe yang lupa dengannya.

Atau tidak. Pesan singkat yang dikirimkan Donghyuk mengenai Junhoe semalam membuat Hanbin takut. Ia takut. Sangat takut jika Junhoe tak ingin mengenalnya lagi sebagai Kim Hanbin, sahabat hyungnya.

Acara nostalgia yang cukup menyakitkan itu terhenti ketika Hanbin merasakan ponselnya berbunyi. Ia mengeluarkan benda persegi panjang itu sebelum mengangkatnya. Sebuah panggilan dari Donghyuk.

“Hyung dimana?”

“Aku? Apartment.” Bohong. Kim Hanbin baru saja berbohong pada Donghyuk.

“Oh ya? Kalau begitu kutunggu di depan apartment-mu yah?”

“Andwe!”

“Huh?”

“Eum.. aku berniat keluar untuk membeli sesuatu. Ah, atau mungkin aku bisa membelinya sepulang dari restoran kekasihmu. Bagaimana kalau kau beritahu nama restoran kekasihmu saja? Biar aku langsung kesana.”

“Apa hyung tak apa?”

“Ya Kim Donghyuk, kau takut aku nyasar, eoh?”

Habisnya kau kan sudah lama tak disini. Dan kau punya otak navigasi yang buruk, hyung.”

“Aish, anak ini. Kau tenang saja. Disini ada yang namanya GPS dan taksi ya. Sekarang cepat kirimkan alamatnya. Kau tinggal duduk manis di restoran kekasihmu menungguku.”

“Arasseoyong. Kukirimkan lewat katalk ya.”

“Eum.”

Panggilan itu berakhir. Hanbin menghela nafasnya sembari menatap rumah kediaman Goo untuk terakhir kali. Sebelum kakinya memutuskan untuk membawanya pergi dari sana.

 

Hanbin tak sadar dengan sepasang mata yang memperhatikannya dari sebuah balik mobil van yang terparkir tak jauh dari rumah kediaman Goo dan tempat Hanbin berdiri sebelumnya. Cukup jauh untuk mendengar pencakapan Hanbin di telepon, tapi tak terlalu jauh untuk dapat melihat bagaimana Hanbin sekarang.

Hanbin yang dulu memiliki pipi tembam dan hidung yang sangat mancung itu tak banyak berubah. Hidungnya semakin mancung, namun pipi tembamnya berubah menjadi pipi tirus. Dan proporsi tubuh Hanbin sangat tak seimbang. Hanbin seolah tenggelam di dalam baju hangat yang ia gunakan walau tinggi badannya tak sependek itu. Hanbin terlalu kurus untuk namja berusia 20 tahun.

Junhoe rasa Hanbin banyak berubah. Tapi Hanbin tak melupakannya. Masa lalu yang sempat ia kubur dalam-dalam itu tak melupakannya. Masa lalu yang kembali muncul itu..

“Selamat datang kembali, Kim Hanbin..”

Bisikan lirih itu terbawa angin. Yang tentu tak akan membawanya menuju sosok yang sudah menghilang dari pandangan Junhoe. Walau bayangan namja 20 tahun itu masih terbayang di benaknya.

 

 

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
okkysekar #1
chapter 3: salah satu fanfic junbin terkeren yg pernah sy baca..penasaran bgt kelanjutan dari kisah mereka..kira2 apa yg terjadi ketika mereka ketemu lg..

please author..continue this story..i will always waiting for this..fighting author..!!!
happyviruses92 #2
Chapter 3: Please continue this story :(
Kinda curious what's relationship between hanbin and kimbab :3
chanyeolstagram #3
Chapter 3: Im waitinggggggggghhhhhhhhhhhhhhhh
rocketrochers #4
Chapter 2: Suka pemilihan kata2nya. Ini salah satu dr segelintir ff berbahasa Indonesia yg pernah gue baca, yang enak dibaca (?) lol

Waiting for the next update ~
GbabyBong
#5
I can't wait for the next update.. The plot interest me a great deal hehehehehe