Back to the place

That's okay, I'm your brother.

Airport, Februari 2015

 

Suho benar-benar meluangkan waktunya hari itu. Ia berkeliling untuk mencari Sehun diantara semua penumpang pesawat di ruang tunggu. Dan disana dia, Suho melihat Sehun sedang membaca buku dengan minuman ditangannya. Sehun tidak tahu apa-apa, ia hanya duduk sendiri di samping kopernya sambil melihat isi majalah yang ia pegang dan menunggu penerbangan yang akan membawanya ke Cina.

 

30 menit…

 

18 menit…

 

10 menit…

 

“Sehun..” Suho menghampiri Sehun yang sedang bersiap-siap, merapikan buku dan barang-barangnya yang lain. Sehun berhenti dari aktivitasnya mendengar suara kakaknya. Menolehkan kepalanya dan pandangan mereka bertemu. “Hyung...”

 

“Jaga kesehatanmu di sana Sehun. Kalau ada waktu, kembalilah dan  luangkan waktu liburmu disini. Atau paling tidak, Suho hyung yang akan-” Suho menutup mulutnya, tidak menyelesaikan ucapannya barusan. Matanya menatap koper Sehun lebih lama. Terkejut akan aksi Sehun, Suho hanya diam.

 

“Hyung.. Aku tau. Aku hanya akan menghabiskan beberapa tahun di sana. Kau tidak perlu menambah beban pikiranmu untuk meng-” Sehun menutup matanya. Kali ini ucapannyalah yang terhenti akan aksi Suho.

 

Mereka diam dalam posisi mereka sampai beberapa menit berlalu. Suho memeluknya erat seakan nyawanya bergantung pada tubuh Sehun. Mereka terdiam dan menikmati kehangatan yang tercipta di sekitar mereka. Suho rindu ini, Sehun rindu ini. Mereka rindu akan pelukan satu sama lain.

 

Di dalam hati kecilnya, Sehun menangis. Ia kesakitan, rasanya seakan ratusan belati menyayat tubuh rapuhnya. Perasaan untuk membalas pelukan kakaknya benar-benar membuatnya mati rasa. Waktu seakan mengutuknya dan ia tak bisa kembali. Perasaan bersalah menyelimutinya. Pikiran bahwa pilihan yang ia ambil sekarang antara salah dan benar.

 

Ia dilema. ‘Hyung… Setan apa yang merasukiku beberapa tahun terakhir?’

 

Dan air mata Sehun menetes. Pelupuk matanya tak sanggup lagi menahan air matanya yang mendesak turun. Ia terisak dipelukan kakaknya sekarang., menyadari pelukan hangat itu benar-benar ia rindukan dan akan semakin ia rindukan.

 

“SShh… Hyung..” Suho tidak bisa berucap lagi. Ia ikut terisak, tidak merelakan adiknya untuk pergi bersekolah di belahan dunia yang berbeda darinya. Suho masih merasa bersalah dan belum berhasil ia menerima maaf dari Sehun, Sehun justru akan pergi.

 

Suho benci berprasangka buruk. Tapi, perasaannya benar-benar berat melepas Sehun. Ia tertawa pelan dan melepaskan pelukannya. Ia malu dokter berumur 30 tahun sepertinya menangisi adiknya yang akan berkuliah di luar negeri. Ia setidaknya bisa terlihat lebih dewasa dan merelakan Sehun.

 

“Berhenti menangis..” Suho memegang bahu Sehun, menggerak-gerakkan ibu jarinya untuk menenangkan adiknya. “Kau sendiri menangis!” Sehun mengusap wajahnya dengan lengan bajunya. Suho hanya tersenyum. “Tidak bisakah kau tinggal?” dan ucapannya yang meluncur dari mulutnya membuatnya kaget.

 

Suho bergerak gelisah. Seharusnya kata-kata itu ia simpan di dalam lemari paling jauh di dalam dadanya. Tapi, keinginannya kuat. Kata-kata itu terbang dan melarikan diri sampai di telinga sehun.

 

 “Hyung.. aku-” “Tidak Sehun, hyung minta maaf. Suho hyung tidak bermaksud.. Hyung.. Hyung tidak menahanmu.” Mereka terdiam lagi, yang terdengar hanya suara berisik dari gerbang menuju pesawat dan suara pengumuman keberangkatan pesawat.

 

“Kejar mimpimu Sehun.” Adalah ucapan terakhir Suho sebelum menurunkan tangannya dari bahu Sehun. Pesawatnya akan segera berangkat. Sehun hanya menatap kakaknya beberapa detik kemudian berbalik, menarik kopernya menutu pesawat yang akan membawanya ke Cina.

 

‘Terima kasih hyung.. Tapi, sebenarnya aku juga senang kau menahanku tadi.’

 

Sehun tersenyum. Setidaknya keinginannya untuk melihat Suho sekali lagi terwujud. Ia baru menyadari rasa sayangnya masih sama besar untuk Suho seperti Sehun kecil yang dulu, atau justru lebih besar. Ia menyadari sifat kekanak-kanakan dan keras kepalanya.

 

Suho menghampirinya ke bandara dan tak ada satupun ucapan berarti yang keluar dari mulutnya. Kata-katanya masih tertahan di tenggorokannya dan sulit keluar. Ia bertekad untuk mengatakannya kelak, setelah ia kembali dan membuat kakaknya lebih bangga. Pergi ke Cina tidak begitu buruk.

 

--

 

Suho terduduk di kursinya berjam-jam. Perutnya hanya terisi kopi dan beberapa bungkus roti. Makan siangnya terlewatkan sekali lagi. Bekerja untuk pasien dan mengurus rumah sakit membuat merasa lebih cepat tua. Kadang punggungnya terasa sakit.

 

Suho sibuk membaca dan menyalin sesuatu -yang hanya dia dan tuhan yang tahu. Matanya tidak berhenti bergerak. Kacamata yang melekat di batang hidungnya sesekali ia benarkan. Masih tidak sadar akan kehadiran dua orang di ruangannya, Suho tetap melanjutkan kegiatannya.

 

Salah satu dari tamunya sudah bergerak gelisah. “Apa Suho hyung baik-baik saja? Apa dia tidak sadar ada manusia disini? Hyung tidak bisa melihat hantukan, noona?” Kai, salah satu diantara mereka memiringkan badannya dan berbisik pelan ke telinga lawan bicaranya. “Apa maksudmu Kai?”.

 

“Siapa tau hyung bisa melihat hantu dan mengira kita salah satu dari mereka. Maksduku, menyangka kita adalah hantu dan dia membiarakannya begitu saja. Mungkin Suho hyung benar-benar sibuk noona..” Kai terus berbisik.

 

“Hmm, yeah.. kurasa. Kita sudah lima menit di sini, dan matanya hanya terfokus ke kertas itu.” Jihyun, tamu yang satunya lagi menggerakkan dagunya menunjuk berkas-berkas di tangan Suho. Kai terkekeh pelan, mendapat tatapan bingung dari perempuan yang lebih tua darinya itu.

 

“Apa yang kau tertawakan Kai?” “Tidak, haha.. kau cemburu pada kertas-kertas itu noona?! Karena jelas, Suho hyung memang terfokus ke kertas-kertas itu, auu noona.. kau punya saingan.” Kai tersenyum manis dan menahan kekehannya, membuat Jihyun mengepalkan tangannya di samping bahunya.

 

Kekehan Kai keluar lagi, noonanya yang satu itu senang mengancam dengan kepalan tangannya. Kai hanya terkekeh memperlihatkan gigi-giginya yang tersusun di balik bibirnya, sambil menyilangkan tangannya di depan dada membentuk tameng.

 

“Huhh.. kertas-kertas itu bahkan tidak memiliki wajah!” Jihyun terlihat kesal. Menyilangkan kedua tangannya di depan dada, tingkahnya terlihat seperti anak kecil. Kai terkekeh lagi dan lagi. “Ya yaa.. itu mengapa Suho hyung memilihmu. Karena kau punya wajah dan wajah itu cantik.” Kai menggoyang-goyangkan alis, masih setia menggoda-goda Jihyun. Melihat perilakunya akhir-akhir ini memang menynangkan.

 

“Apalagi, kau baik. Dokter bedah. Dan.. ehmm, kau perempuan.” Lanjutnya. Kai tersenyum lagi, lebih lebar.  Jihyun terlihat mengedip-ngedipkan matanya dan menarik nafas dalam beberapa kali, memperlihatkan bahwa dia menahan kekesalannya dan mencoba tidak memukul Kai tepat di hidungnya.

 

Suho mendengar suara-suara berisik dari area tamu yang berada beberapa meter di hadapannya. Matanya membulat, menatap mereka bingung. ‘Sejak kapan makhluk-makhluk ini ada disini?’

 

“Heii..” Suho menyahut membuat dua orang tamunya menoleh. “Ahhh.. akhirnya kau sadar dengan ‘penampakan’ kami hyung?” “Kami sudah ‘lebih’ dari tujuh menit duduk di sini menunggumu, oppa!!” “Huh, yeahh.. kau terlihat benar-benar sibuk dengan berkas-berkas itu.” “Kami bisa ditumbuhi lumut hijau duduk di sini!” Mereka saling sahut-menyahut, melemparkan protes ke dokter yang duduk tidak jauh dari mereka.

 

Kai menatap Jihyun dengan tatapan aneh. Ia merasa jijik dengan ungkapannya tentang lumut hijau tadi. “Heol! Aku tidak mau ditumbuhi lumut. Ewh..” Kai kini melayangkan protesnya ke Jihyun. Jihyun yang merasa dikhianati membulatkan matanya menatap Kai seolah berkata ‘What?’. Seharusnya Kai diam saja dan mendukungnya menyerang Suho dengan protes-protes yang sudah tersusun di kepalanya.

 

Kai kembali menatap Suho. “Jihyun noona bahkan cemburu pada kertas-kertas berkasmu hyung.” Suho melihat mereka bergantian. “Astaga.. kalian ini!” Suho membuka kacamatanya dan beranjak dari tempat duduknya, menghampiri Kai dan Jihyun.

 

“Maaf, tapi pekerjaanku tadi benar-benar membutuhkan konsentrasi penuh.” Suho berucap lagi, perkataan maafnya diikuti kecupan singkat di dahi Jihyun. Suho menghela nafas sambil memijat keningnya, ia terlihat kelelahan. “Istirahatlah oppa..” Jihyun memijit lengan Suho dan tersenyum manis.

 

“Ehmm..” Kai mengingatkan keduanya, dirinya masih ada di sana! ‘Jangan pikir untuk melupakanku..’

 

“Jadi? Kalian kesini untuk apa? kenapa tiba-tiba? Kau tidak menghubungiku untuk datang, Jihyun.” Sekarang, giliran Suho yang menyerang mereka. Pertanyaannya berderet keluar dari mulutnya.

 

“Kami hanya mampir. Aku dan Kai bertemu di depan. Aku pikir tidak perlu untuk menghubungimu oppa.” Jihyun mengangkat sebelah alisnya. Melihat itu, Kai dan Suho hanya mengangguk. Kai menyetujui dan Suho memberikan sinyal bahwa dia paham.

 

“Kau sudah memeriksa kandunganmu, Jihyun?” Suho kembali bertanya. Jihyun mengangguk memberi jawaban. Kai merasa Suho mendapat jawabannya. Sejak tadi ia menanyakan sesuatu. Lidahnya sudah gatal ingin bertanya. Memastikan mereka tidak membicarakan soal kandungan Jihyun lagi, Kai mulai membuka mulut.

 

 “Jihyun noona bilang Sehun akan kembali hyung? Kapan?” Kai menatap Suho yang mengerutkan alisnya. “oh yah?” dan kini semua perhatian tertancap kembali ke Jihyun.

 

Jihyun mengangguk lagi. “Aku mendengarnya dari Luhan. Katanya mereka berdua akan kesini saat mereka libur beberapa hari. Sekitar minggu depan mungkin.” Suho mengangguk-angguk. Ia menatap Kai dan Jihyun lagi secara bergantian. “Sehun tidak bilang apa-apa. Dia tidak menghubungiku. Kau juga Jihyun? Kau sudah mengubunginya?”

 

Jihyun menggeleng kali ini. Kai juga menggeleng dengan senyumannya yang terlukis di bibirnya. Suho tahu maksdunya, Kai tidak berteman baik dengan Sehun. Mereka jarang bicara jadi apa yang diharapkan dari Kai untuk saling berhubungan dengan Sehun?

 

“Nomornya tidak bisa dihubungi. Luhan bilang dia sedikit sibuk. Jadi, kita tunggu saja kedatangan mereka.” Jihyun berucap sambil mengelus-elus perutnya buncitnya. “Kurasa kedatangan mereka akan bertepatan dengan kelahiran anak ini.” Suho dan Kai menoleh. Dahi mereka mengerut bingung. “Hanya perasaanku.. kalian tidak perlu menatapku seperti itu.” Jihyun tertawa melihat mereka berdua.

 

“Okay.. tapi serius noona.” Kai mengganti posisi duduknya. Memutar badan untuk menghadap Jihyun. Kini, Kai siap untuk berkomentar lagi. “Kau lebih aneh dengan kehamilan keduamu Jihyun noona. Saat Minseok di kandunganmu kau lebih pendiam, tapi yang seka -Yahh Hyungg!!”

 

Kai membungkuk mengelus kakinya. Jihyun menatap Kai kaget karena teriakannya, kemudian menatap Suho dengan tatapan bingung dan menatap Kai lagi dengan raut prihatin. “Suho oppa.. kau ini.” Jihyun dan Suho menggeleng-gelengkan kepala mereka pelan sambil melihat Kai yang meringis kesakitan. “Lagipula aku tidak menendang kakinya begitu keras.”

 

Kai mendongak dan melihat Suho dengan alisnya yang bertaut. “Tapi ujung sepatumu runcing hyung!” Kai membela diri. “Aishhh.. berhenti oke? Dan berhenti merengek Kai. Ya tuhan.. kau ini sudah kuliah.” Jihyun mencibir.

 

“Ohh.. Mrs. Lee menghubungiku tadi, katanya perut Minseok sakit. Kau sudah melihatnya? Aku hanya memintanya untuk memberi Minseok obat.” Nada suara Suho kini berubah khawatir. Umur Minseok akan memasuki empat tahun, dan ia tak henti-hentinya menggigit semua mainan yang ada di genggamannya. Kabar dari penjaga Minseok membuat Suho khawatir.

 

“Hmm.. aku sempat mengunjunginya tadi setelah memeriksa kehamilanku oppa. Kau tenang saja, dia sudah membaik.” Jihyun meyakinkan. “Nanti aku akan singgah menemaninya hyung. Akan ku belikan mainan baru.” Kai menimpali. Senyum lebarnya tidak ketinggalan. Ia juga rindu Minseok.

 

“Kusarankan untuk tidak selalu membelikannya mainan Kai. Cukup biskuit saja. Pada akhirnya semua mainan itu akan masuk ke mulutnya.” Sementara mereka membicarakan Minseok. Smartphone milik Suho berbunyi dan hanya berselang dua detik, milik Jihyun ikut berbunyi.

 

Nama Sehun muncul di layar milik Suho. Sehun mengiriminya pesan.

Sehun

Aku menuju ke bandara sekarang. Apa yang harus ku beli untuk Minseok?

 

Suho tersenyum melihat pesan darinya. Suho benar-benar merindukan adiknya. Dua tahun lebih tidak melihatnya, membawa semangat tersendiri saat mengetahui Sehun akan datang lebih cepat.

 

Kai melihat keduanya tidak percaya. Ia harus menunggu lagi. Sendiri. Tidak ada yang mengiriminya pesan. Lagipula Kai tidak peduli. Melihat itu semua, Kai mendesah pelan dan memutar  bola matanya kesal.

 

Sementara di layar smartphone milik Jihyun tertera nama Luhan. Luhan mengiriminya pesan.

Luhan

Aku ada di taksi noona. Sehun bersamaku dan kami menuju ke bandara sekarang. Keberangkatan kami dipercepat :). Beritahu Suho hyung kami akan segera sampai dalam beberapa jam. Ada yang ingin kalian pesan? Sehun berencana singgah di toko untuk membeli sesuatu untuk Minseok. Maaf, baru mengabarimu noona. Sehun tiba-tiba memberitahuku, dia membeli dua tiket penerbangan hari ini. Jadi, tunggu kami :)

 

Suho dan Jihyun membalas pesan mereka. Dan percakapan antara Suho, Kai dan Jihyun dimulai lagi, dengan topik baru mengenai kepulangan Sehun yang lebih awal.

 

Yap, Sehun pulang, dengan Luhan yang ikut bersamanya.

 

 

--

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
0shanaa
Yuhuuuu!! xD TO, IYB-nya update haha.. kayaknya cuma aku yg senang :P Check it :3

Comments

You must be logged in to comment
Skylarie
#1
Chapter 8: so eumm... kalo masih ada yang nyasar ke sini, asal tau aja ini ff udh stop wkwkk
authornya lupa password dan email akunnya XD
dia nyampein permintaan maaf krna tibatiba ngilang gitu aja><
atik_han #2
Chapter 8: Ditunggu next ch nya kak
ririrein #3
Chapter 8: ditunggu updatenya kaka
figting
keyhobbs
#4
Chapter 5: yahh...jadi mau ditunda nih? tapi jangan lama lama ya, and semoga laptopnya cepet bener lagi hehe
arainy #5
Ahhh sehunnya kenapa ?
keyhobbs
#6
Chapter 1: ahh~~~kesian suho:( Sehun,aku heran kenapa kamu bisa benci pada hyungmu sendiri nak?? I'll wait for the next chapter authornim