Lilin Kecil

A Box of Chocolates

“jadikan aku sebuah lilin kecil” bisikmu pelan, pada satu sore di musim gugur.

Diluar sana hujan masih turun rintik – rintik, dan kau masih menatap tetesan air di kaca jendela, seolah itu adalah hal paling menarik yang bisa kau lakukan saat ini

“Kenapa lilin kecil?” jawabku tak acuh, merespon hanya untuk membuatmu tak merajuk, merasa diacuhkan.

“Agar aku bisa menerangi hidupmu.” Jawabmu pelan, dengan jari bergerak mengukir sebuah gambar lilin yang menyala, pada kaca jendela yang perlahan mulai berembun. Terlihat sekali kau sibuk dengan pikiranmu yang entah berada dimana.

“Jadi saja matahari kalau begitu” aku menjawab sekedarnya, masih asik dengan buku yang sedang kubaca.

Kau bergumam kecil menanggapi perkataanku, dan aku harus memasang telingaku baik – baik untuk mendengarnya. Tapi kau seolah menyimpan rahasia itu untukmu sendiri, menolak untuk memberi tahuku apa yang terjadi dan justru memilih menyandarkan kepalamu pada dinginnya kaca jendela, menatap entah apa diluar sana.

“Kau kenapa? Apa petir diluar sana menyambar otakmu?” kututup buku yang kubaca untuk memberikanmu atensiku seutuhnya, namun kau justru berdiri dan melempar sebuah bantal kursi ke wajahku.

“Lupakan saja, kau menyebalkan” dan kau pun berlalu, meninggalkanku yang hanya bisa terpaku heran.

***

Masih di musim gugur yang sama, setelah percakapan yang terputus di sore hari itu, aku pulang ke rumah dan tak menemukanmu disana. Dimanapun aku mencari. Kau, dirimu yang selalu memberi kabar akan keberadaanmu tiba – tiba saja menghilang, entah kemana. Aku terkejut, panik, khawatir terjadi sesuatu pada dirimu. Kucoba menenangkan diriku sejenak, berfikir jernih, dan saat itulah aku menemukan sebuah amplop. Diletakkan diatas laptop kesayanganmu.

Untuk Siwon Hyung,

Tulisan indah itu terukir diluar amplop, tulisan, yang aku hafal benar siapa pemiliknya.

“Jadikan aku sebuah lilin kecil, karena dengan cahayanya mampu mengusir gelap dan menemanimu saat kau menginginkannya.

Tak perlu jadi matahari, jika saat kau tak menginginkan panas cahayanya mengikutimu, kau tidak bisa menyingkirkannya. Lilin kecil pun sudah cukup, bisa kau matikan jika kau sedang tak membutuhkannya, dengan begitu aku tak perlu khawatir kau akan membenciku, membeci cahayaku yang tak seberapa menerangi hidupmu

Kenapa tak jadi matahari saja? Matahari kan sumber cahaya abadi, kau bilang.

Bukan tak ingin menjadi matahari, kalau bisa, kalau boleh, ingin sekali menjadi matahari yang kau inginkan selalu keberadaannya. Menjadi cahaya terbesar yang akan menerangi hidupmu.  

Tapi, mimpi hanyalah mimpi. Bagaimana bisa aku menjadi matahari? Jika posisi sebagai pusat tata surya itu sudah ada yang memilikinya? Sudah ada yang menjadi pusat tata suryamu.

Maka, cukuplah aku sebagai sebuah lilin kecil, yang akan menerangimu saat kau menginginkannya, saat tak ada lagi cahaya yang bisa menerangi hidupmu,

Izinkan aku untuk menenangkan diriku sejenak, menyiapkan diriku untuk menjadi lilinmu, menyiapkan hatiku agar tak lagi ada perasaan iri terhadap sang mentari.

Kuucapkan selamat untukmu, yang telah berhasil menemukan pusat tata surya mu, semoga kau bahagia selalu.

Dari aku, yang akan selalu mendoakanmu.

***

Kau katakan dalam suratmu kalau kau hanya akan menenangkan dirimu sejenak, tapi nyatanya kau tak kembali. Tak pernah. Aku tak tahu apa yang kau pikirkan, siapa matahari yang kau maksud? Bagaimana mungkin aku melihatnya jika kaulah pusat tata surya ku selama ini? Bahwa hanya kepadamulah aku meng-orbit, hanya kepadamulah aku selalu kembali.

Dulu, aku masih menghitung tiap detik setelah kepergianmu. Menghitung menitnya, jam, yang kemudian berubah menjadi hari, dan menghitung minggu. Masih berharap dengan berlalunya waktu kau akan segera kembali, bukankah kau bilang sejenak?

Aku tak tahu apa yang membuatku menunggumu, perasaan khawatir tentang dirimu kah? atau hidupku yang perlahan mulai sepi? Atau keduanya?

Kau tahu? Hanya ada satu orang yang dengan begitu menyebalkannya mengomeliku di pagi hari untuk tidak terlalu banyak minum kopi, hanya ada satu orang yang dengan begitu berisiknya bermain games hingga tengah malam dan mengganggu tidurku dengan teriakannya. Dan hanya ada satu orang, yang tak banyak bertanya, tak banyak bicara, namun tahu, mengerti, apa yang aku inginkan dan aku butuhkan saat aku lelah, saat orang lain tak ada yang menyadarinya.

Aku jadi senang duduk di dekat jendela akhir – akhir ini, berharap dapat melihat satu sosok yang selama ini kurindukan. Berharap melihat dirimu, dengan sweeter abu – abu panjang kesayanganmu, berjalan melewati halaman diluar sana dan menyapaku dengan senyuman menyebalkanmu, senyuman meledek yang seolah mengejekku karena aku terlalu melankolis menghadapi ini semua. Berharap bahwa, ini hanyalah salah satu ide jahilmu saja, untuk membuatku kesal.

Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padamu, tak mengerti dengan segala rumitnya perasaan yang kau miliki. Tapi aku tahu satu hal, ketika kau kembali nanti, ada sesuatu yang ingin kutunjukkan.

Untukmu,

Dariku yang selalu berada dalam doamu

Kutinggalkan sepucuk surat itu di kamarmu, diatas laptop kesayanganmu.

***

1 Year Later

Perpisahan kita, percakapan kita terakhir terjadi di musim gugur. Musim gugur satu tahun yang lalu, saat kau melangkahkan kakimu dari sini. Bolehkah aku berharap, musim gugur tahun ini, kau akan melangkahkan kakimu kembali?

***

Siwon melangkahkan kakinya dengan lesu pulang ke rumah, mengusap wajahnya kasar setelah perasaan lelah akan padatnya kegiatan di hari itu menguras habis tenaganya. Belum lagi nasib buruk yang harus ia hadapi saat menemukan ban mobilnya bocor, entah karena siapa, entah bagaimana. Jadilah ia pulang hari ini dengan taksi, mungkin masalah mobil itu akan ia minta pada asistennya untuk di bereskan esok hari. Ia membuka gerbang dan melangkah masuk, terlalu lelah hingga tak sadar ada berbeda di malam hari itu. Baru saja saat ia akan memasukkan password kunci rumahnya, ia melihat dan menyadari lampu di dalam rumahnya yang sudah menyala terang, gorden jendela yang sudah tertutup rapat. Dan hatinya berdegup kencang seketika.

Mungkinkah?

Terburu – buru, ia memasukkan passwordnya dengan tangan bergetar hebat. Dan sepasang sepatu adalah pemandangan yang ia lihat pertama kali ketika membuka pintunya. Dengan tergesa ia melepas sepatunya dan berlari menuju ruang tamu.

Dahulu, ia membayangkan dirinya akan marah besar pada sosok yang meninggalkannya dengan tiba – tiba itu. Ia sudah pernah menyusun skenario, apa yang akan dilakukannya, apa yang akan dikatakannya. Namun jatuh terduduk dengan air mata berlinangan jelas bukan salah satunya. Namun itulah yang ia lakukan sekarang. Kakinya seolah tak lagi mampu menopang berat tubuhnya yang terasa lemas, hatinya terlalu senang, terlalu bahagia, terlalu lega untuk mengucapkan sebuah kata. Disana, di  sebuah kursi panjang tak jauh darinya, Kyuhyun, seseorang yang selama ini ia tunggu tengah menatapnya terkejut, mungkin karena kegaduhan yang ia timbulkan, dengan sebuah buku yang berada dalam genggamannya.

“Ah, hyung.”

Sebuah senyuman kecil, dan itu cukup untuk membuat Siwon berdiri dan menarik lembut sosok dihadapannya, mendekapnya erat dalam sebuah pelukan hangat, sarat akan rindu.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
loveKyuu #1
Chapter 3: chap 3 paling lucu dan nyenengin buat bacanya...
tp dr segi bahasa dan puisi ny paling oke chap 1
aq suka cara menulis mu...bahasanya bagus dan indah
Indrhywks #2
Chapter 3: so sweet, yg kyu p'y cita2 jd biksu it lucu
mrs_kyu #3
Chapter 3: These are the sweetest and most adorable stories !!!!
elfviliebe #4
Chapter 3: I love this ...... bahasanya....
Maynidit
#5
Chapter 2: trnyta sbnernya choi siwon jg mencintai kyuhyun, lanjut chingu
buat wonkyu brsma
FiWonKyu #6
Chapter 2: Yeiyyy!! Ini baru wonkyu!!
FiWonKyu #7
Chapter 1: Eitzzzzz....siwon sama siapa??? Kyukyu kasian...
pjs-ckh-lhj
#8
IYUY YOU'RE BACK OMG