- 2 - Holocaust

Who's Next ?

 

 

HOLOCAUST

 penganiayaan dan pemusnahan massal orang-orang Eropa keturunan yahudi secara sistematis yang disponsori negara Jerman Nazi  dan sekutu-sekutunya antara tahun 1933-1945. Atau disebut juga mitos pembantaian orang yahudi.

...namun Holocaust ditakdirkan untuk gagal.

 


 

“Berhenti mengikuti, mengganggu dan menghalangi jalanku,”

Si mata empat itu berani melawan. Bibirnya mengatup keras. Alis tebalnya saling bertaut. Buku jarinya memutih akibat kepalan pada tangannya menguat. Matanya yang besar dan cantik tertutupi  kaca mata bulat dengan frame hitamnya, menatapku begitu berani. Ia terlihat berusaha untuk menakutiku. Tapi, hal itu malah membuatnya begitu menggemaskan. Jarak kami hanya berbatasan dengan nafasku yang menderu. Aku ingin merengkuh wajahnya, mencium lembut bibir penuhnya, menyicip manis salivanya sambil memainkan lidahku yang mengabsensi deretan giginya. Begitu membuatku kelaparan.

“Jongin, panggil aku Jongin, Hyung,”

Menunjukkan senyuman terbaikku padanya, memamerkan deretan gigiku yang harum penyegar mulut, ia pasti akan menyukaiku, menyadari kesungguhanku dan membalas perasaanku. Ia tersenyum— menyeringai. Senyuman yang tidak dapat dikategorikan senyum kebahagiaan. Ya, iya memang selalu begini. Tidak ada yang pernah melihatnya tersenyum normal. Seperti ada yang telah menyegel seluruh emosinya, memendam senyumnya, meleburkan tiap kebahagiaan yang ia punya.

Aku masih terpaku pada punggung mungilnya yang semakin menjauh, hingga menyadari sakit yang teramat sangat bersarang pada bahu kananku, nyeri dan ngilu. Sesuatu tertancap begitu dalam disana, sebuah pisau bedah berukuran kecil, cantik. Pisau itu begitu cantik, tapi tidak secantik ia yang menanamkan pisau bedah ini. Tidak sedingin ia yang membenamkan rasa sakit ini.

Ia Do Kyungsoo. Imajinasi tertinggiku akan sebuah cinta. Aku begitu mencintainya sampai seluruh rasa sakit ini akan kupersembahkan untuknya. Atau bahkan rela menjual jiwaku pada iblis agar dapat memenuhi hasratnya. Ia yang kucinta—kupuja dengan segala kekotoran dalam jiwaku.

Aku akan melayaninya sampai ia tidak membutuhkanku lagi.


 

Sekarang sudah satu tahun semenjak hari itu, dan ia mulai terbiasa dengan kehadiranku. Wajahnya tidak setegang saat pertama kali kami bertemu, ia semakin mempesona. Aku percaya ia hanya anak kecil kesepian yang kehilangan arah menuju rumah. Aku, hanya aku yang mampu menunjukkan rumahnya.

Aku menyukainya dan segala hal-hal kecil yang ada padanya. Ia hanya memakan makanan yang manis atau kadar gula yang tinggi.

“Kau akan membutuhkan makanan manis jika setiap saat dihadapkan pada racun,”

Ia juga menyukai warna hitam.

“Hitam adalah warna jiwaku,”

Ia akan membulatkan matanya jika aku mencuri ciuman dibibirnya.

Ia akan menarik jaketku dan meremas ujungnya, memainkan bibirnya sambil mengatakan kalimat-kalimat aneh seperti bahasa latin atau apalah itu.

Ia selalu membawa foto kami berdua kemanapun, berbingkai cantik dengan hiasan kerang. Dan ia tersenyum disana, begitu mengagumkan.

Aku tahu ia menyukaiku, namun ia seolah menimbun perasaannya dalam lautan terdalam.

Selain itu, ada sesuatu hal aneh pada dirinya yang mati-matian ia sembunyikan, dan aku pernah menghadapinya. Bocah berlumuran darah dalam sebuah ruangan tertutup, timbunan mayat berada disekeliling tubuh mungilnya. Darah ada dimana-mana dan tercium bau besi, amis darah.

“Hyung, seragammu berbau anyir,”

Aku berusaha setengah mati agar suara ini tidak bergetar, berusaha agar tidak berlari sambil menangis ketakutan, mematikan seluruh indera yang lain dan memusatkan pada ia yang tengah bungkam sambil menutup rapat matanya. Berharap aku akan berlari ketakutan setelah ia membuka matanya— tapi tidak, aku sudah berhenti menjadi pengecut.

 Ia menyembunyikan tangan kanannya dibelakang punggungnya, sebuah pisau bedah berlumur darah dengan ukuran yang tiga kali lebih besar dari yang pernah ia tancapkan pada bahuku. Aku melihatnya lewat cermin besar itu. Sosoknya yang asli.

“Jongin, kau menemukanku,” suaranya pecah, matanya terbuka perlahan menunjukkan kekosongan, dan yang paling mengerikan— ia tersenyum. Kali ini senyuman yang terasa hampa, kebas, dan patah.

Aku tahu. Ia adalah psikopat keji yang memiliki dua kepribadian bertolak belakang.

Aku tahu. Ia membunuh untuk sebuah ritual pembersihan dosa, membawa jiwa-jiwa kotor itu ketempat-Nya.

Bukankah ia terlihat mengagumkan? Begitu mulia dan suci seperti malaikat. Aku semakin menggilainya, semakin memujanya dan akan selalu berada dibelakangnya.

Ia Do Kyungsoo – malaikat maut mungilku  yang suatu saat akan menarik jiwaku keluar dengan lembut, menciumi ragaku sebelum jiwa  ini terlepas, dan menari bersamaku ditempat terdalam dunia;  dimana hanya ada kekekalan.


 

“Tubuhnya terkontaminasi oleh banyaknya obat bius yang diterima, bahaya,”

“Gunakan alat pengejut jantung, ia harus segera pergi dari Korea sebelum Holocaust  dimulai,”

“Permainan itu akan dimulai esok pagi, masih ada waktu semalaman untuk melakukan percobaan itu padanya,”

“Baiklah, siapkan peralatan yang dibutuhkan untuk proses penyatuan gen, cih, anak ini bahkan sudah tidak pantas lagi disebut manusia atau manusia gila,”

Ia tertidur begitu damai, seperti malaikat yang dikirim Tuhan untuk memberi kebahagiaan. Tersenyum kecil pada dunia yang sebentar lagi tidak akan terasa sama. Ia menggumam pelan melewati deru nafasnya lewat selang-selang itu. Membentuk sebuah kata ajaib yang membuat matanya terbuka sedikit.

“...Kyungsoo,”


 

Mereka dihadapkan pada dinding tebal yang begitu kokoh; terlihat lubang-lubang kecil pada dinding tersebut, tingginya sekitar tiga puluh meter, lantainya terlihat berbeda— berpasir halus— dibandingkan dengan lantai pada ruangan lain yang dingin terbuat dari metal. Terdapat layar besar yang turun dari langit-langit, terlihat lebih canggih dengan layar yang lebih besar dari pada sebelumnya.

Kyungsoo melihat Chanyeol melalui sudut matanya, ia terlihat menatap kebawah, menatap kaki telanjangnya. Kyungsoo tidak terlalu peduli, walaupun ia masih tetap memandanginya. Baekhyun berada beberapa meter dibarisan depan. Mereka semua sudah berkumpul dan berbaris sejak 60 menit itu berakhir namun belum ada tanda-tanda apapun. Mereka engenakan sebuah sweater berwarna putih yang terlihat mengembang dan celana hitam tanpa alas kaki. Juga sebuah ransel hitam yang berisi peralatan yang telah disediakan, tidak ada yang bisa membuka ransel itu, seperti terprogram otomatis dan beratnya sekitar 5 kg.

“Chanyeol, benar namamu?”

Ia berpaling menatap Kyungsoo, terlihat ketakutan dan depresi. Mata kanannya berdenyut juga sudut bibirnya, seperti sarafnya sudah terganggu. Ia mengangguk.

“Kau mengidap Trypophobia*?”

“K-kau tahu?”

“Hilangkan phobia itu mulai dari sekarang sebelum kau kehilangan nyawamu nanti jika berada didalam,”

“Kyungsoo?”

“Umm..”

Chanyeol merogoh saku celananya, memperlihatkan sebuah bungkusan hitam dengan tali yang mengkerut disekelilingnya. Ia menyerahkannya ragu kepada Kyungsoo.

“Gula,”

Kyungsoo terkejut, gula. Kotak- kotak manis yang bisa menaikkan moodnya secara ekstrim. Ia tahu ia tidak dapat menerimanya karena itu berarti satu hal. Ia harus terus menempel pada bocah menyedihkan ini— menjaga keselamatannya.

“Kau hanya memakan makanan yang manis, aku melihatnya, kau memakan permen coklat saat dikafetaria, aku pernah mencurinya dari dalam kopermu diam-diam dan tersedak karena rasanya begitu manis,”

“Tidak, aku tidak membutuhkannya, dan berhenti berbicara padaku, kita bukan teman,”

Chanyeol menatap Kyungsoo lembut, ia bisa membaca semuanya, Kyungsoo ibarat buku yang terbuka. Begitu mudah terbaca dan ia mengetahui satu hal. Kyungsoo berbohong.

“Aku akan menggigit lidahku dan mati konyol dihadapanmu, atau kau akan menerima ini,” Chanyeol mempertegas tiap katanya dan memasang mimik serius. Menggelikan.

“Cih, idiot,” Kyungsoo kemudian mengambil bungkusan itu kasar.


 

Layar itu menyala, dengan bunyi yang berisik dan  terlihat seperti gerombolan semut hitam dipermukaan datarnya. Bunyi berisik itu begitu keras sampai mungkin dapat memecahkan gelas atau kaca. Mengerikan. Para siswa kemudian hening. Memaku pandangannya pada layar raksasa yang kelamaan menampilkan sebuah gambaran buram. Sebuah ruangan yang sama seperti sebelumnya, meja kantor, lemari berisi buku-buku dibelakangnya dan plakat bertuliskan “Headmaster Mr. Redrum” di atas meja. Keheningan yang mencekam kembali terasa. Seseorang terlihat duduk dikursi raksasa itu, postur tubuhnya kecil dan sepertinya berumur setengah abad jika mendengar suaranya yang bergetar.

“Well, selamat datang di labirin Holocaust. Kami telah menyiapkan perbekalan dalam tas kalian yang hanya akan terbuka jika kalian berhasil menyelesaikan misi yang terdapat dalam labirin tersebut. Tidak harus menjadi satu-satunya, karena yang terpenting kalian dapat bertahan sampai akhir. Siapapun yang mampu menyelesaikan labirin ini akan diberikan uang satu juta won dan dapat bebas dari tempat ini,”

Para siswa terlihat sumringah, bagai disuntikkan serum semangat hidup, mereka mulai berbisik satu sama lain. Chanyeol tertawa sambil membayangkan rumahnya, ayah dan ibunya yang menyambutnya dengan senyuman hangat mereka. Lain dengan Kyungsoo yang memucat, matanya menatap kaki telanjangnya, bergerak liar mencari sebuah jawaban, ia ketakutan.

‘Persetan dengan permainan ini! Holocaust bukan hanya sebuah permainan berhadiah uang dan kebebasan, tidak, hanya perlu bertahan sambil menyerang..sampai mati,’ Kyungsoo menatap layar itu kembali, menghapus ingatan perih delapan tahun yang lalu, dimana ia menjadi satu-satunya yang bertahan. Ia tidak menunjukkan ekspresi apapun, kosong. Kyungsoo tahu Holocaust ditakdirkan untuk gagal, dan ia yang akan menggagalkannya. Sama seperti delapan tahun yang lalu.

“Tapi, bukankah akan menarik jika kita menempatkan sang Pemburu dalam labirin? Jangan sampai tertangkap dan temukan ia lebih dulu sebelum ia menemukan kalian. Who Snake? Temukan ular itu, dan...bunuh,”

Bunuh. Bunuh. Bunuh. Menyerang. Bertahan. Itulah yang diajarkan kepada mereka selama ini, bukan pelajaran normal pada umumnya, tapi lebih kepada bagaimana kita menemukan kelemahan lawan dan menjatuhkannya. Dan, semua itu untuk ini. Untuk hari ini, sebuah hari penentuan. Mereka tercekat, namun ada beberapa siswa yang terlihat tenang, ada juga yang menyeringai bengis dan tatapan yang haus akan membunuh.

“Sehun, kau juga sudah tahu apa arti semua ini, ‘kan?” seorang pemuda berwajah mungil menyenggol bahu teman  disebelahnya. Pemuda berkulit pucat dengan emo-style dan smoky eyes hitam. Terlihat begitu tampan dan mematikan.

“Yap, snake itu hanya umpan, bisa jadi ia tidak benar-benar ada dan hanya akan membuat kita menjadi gila dengan menyerang satu sama lain, sampai mati,” ia berujar malas, ia sudah siap mati bahkan sejak ia dimasukkan kedalam Albatross Academy, jadi sekarang atau nanti ia tidak peduli jika ia harus mati.

“Kau telah menyadarinya juga,” seru suara lain disebelahnya, begitu berat dan serak.

“Kris, kukira kau menyusul Suho diruang penyembuhan !” pemuda berwajah mungil itu— Luhan Louie seperti terkejut dengan sijangkung yang berdiri kokoh disebelah kiri Sehun.

Pandangan Kris tertuju pada pemuda yang berada satu meter darinya, ia terlihat memegangi pinggang kirinya dengan tubuh yang membungkuk. Menyedihkan, ia terlihat begitu rapuh. Luhan dan Sehun ikut merasakan kepedihan Kris. Melihat orang yang ia cintai harus menderita sampai seperti ini.

“Akan kutemukan otak dari semua permainan konyol ini dan membunuhnya dengan tanganku,” Kris berdesis, ia mengepal tangannya kuat dan tubuhnya terlihat gemetar.

Sehun terkekeh, begitu juga Luhan. Mereka yang sudah tahu tujuan permainan ini, terlihat hanya akan menyerah pada takdir mereka. Karena pada akhirnya mereka tetap akan mati juga dalam labirin itu. Kyungsoo—berada dibelakang mereka mendengarkan dengan intens, menyadari bahwa ia bukan satu-satunya orang yang mengetahui arti dibalik permainan ini. Ia tertawa kecil. Berpikir mungkin permainan ini akan menjadi lebih menarik.


 

“Kalian diberikan waktu 96 jam untuk menyelesaikan labirin ini dan menemukan pintu keluarnya, mudah sekali bukan? Tapi, jika dalam waktu 96 jam kalian belum menemukan pintu itu, maka ia akan menghilang dan kalian mungkin akan tersesat disini selamanya, hahahaha, baik kurasa sudah cukup, kami berharap dapat menemukan ia-yang-bertahan, selamat berjuang, anak-anak !”

Suara terakhir dari Mr. Redrum yang terdengar sebelum layar itu kembali padam, tak lama kemudian menunjukkan 96  jam yang terhitung mundur. Tapi, belum bekerja. Dinding raksasa itu bergetar dengan suara gemuruh, membentuk lubang-lubang pintu tepat dihadapan masing-masing barisan. Mereka berjalan masuk kedalam. Sebuah sekat- sekat cukup luas  yang sama tingginya dengan dinding tersebut, sama seperti labirin pada umumnya, namun lubang-lubang kecil pada dinding itu benar-benar mengganggu. Seperti pori-pori kulit yang dilihat menggunakan mikroskop.

Para siswa sudah merangsek masuk, beberapa diantaranya ada yang langsung pingsan sesaat masuk kesana. Hawanya begitu lembab dan berbau busuk. Seperti cucian kotor dan basah, begitu menyengat. Tidak ada ventilasi, hanya langit-langit terbuka yang hanya terlihat kehitaman. Bagai memasuki sebuah dunia baru, hanya bisa masuk tanpa bisa keluar, seperti lingkaran narkotika dimana semakin kau hirup akan semakin sulit untuk dilepaskan. Begitu mematikan.

 


 

Remains  ˹95 hr  59 minute  00 sec˼

 


Flawie’s Note.

p.s.  Trypophobia adalah phobia terhadap lingkaran-lingkaran kecil, seperti pori-pori dan merasa resah dan gelisah juga gatal jika melihatnya. (disarankan jangan mencari image di Google ok? itu mengerikan!)

yosh ! another short-update >< Huaaaa~ school stuff killiiing me softlyy yeaa ! I need more oxygen!!

So, seperti biasa gimme your looooong  comment/vote/subscribe  if you like this chapter. Ahahah kebayang ga waktu Kyungsoo ketauan sama Jongin abis ngelakuin ritual kecilnya ? Uuu >< Pasti cute banget kan ya? Huhuuu~ /slap/

 

Flawieeee loveess youuu~ Adios !

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
flawlessdyo
Yosh ! Who's Next update ~~!! Hope you like it >< And dont forget give a comment/vote/subscribe if you like this chappieee~ /bow

Comments

You must be logged in to comment
Yolaifanisari #1
Chapter 2: Wew gua baca nya rada takut gimana gitu garh. Soalnya jarang baca ff kaya gini. Jongin kayanya cinta banget sama kyungsoo sampe mau nyusul kyungsoo gitu hiks:( ttg labirin gua bayanginnya labirin yg kaya di mv overdose wkwkwkwk okay maafkan otak dangkal ini. Quotesnya nyesss bgt, trust no one, peoples are fake. Okay saatnya chap 3!
Yolaifanisari #2
Chapter 1: Wohooooo bertemu lagi wkwkwkwk ah syial kenapa bikin speechless. Kyungsoo nya lebih parah dr feel me well maybe. Karakter kai yg gemesin di depan kyungsoo bikin meleleh. Pls ini chansoo mulu:( kasihan duh kyungsoo di akhir nya TAT pemilihan kata sederhana. Ga ribet. Dan kaya nya ini ff lebih serius dibandingin feel me. Bacanya ampe keringetan gua. Well well well mari lanjut!
blublue #3
Chapter 3: FINALLY!! You have no idea how happy iam!!! Dulu pernah baca(tanpa log in) terus lupa judul+summary+tag, tiap k aff, nyari tapi gak ketemu2
dan akhirnya KETEMU!!! Aww.. Baby kyung kamu kyutee
pas ketahuan jongin, bayangin ekspresi kyung kek anak kecil ketahuan nyuri permen aaaaaaaa... Imuuuutttttttt
oh ya, jongin ikutan game?
kyungkyunglhw #4
Chapter 3: ceritanya keren..apalagi si kyung,,uuhh..WOW..
kapan d lnjut?
keyhobbs
#5
Chapter 3: gore!I love it...well kapan mau di lanjut lagi?penasaran sama permainan labirin itu,and apa yang kamu bilang soal trypophobia itu memang mengerikan,,,,
veetaminbee #6
Chapter 3: ff nya bagus :3
ditunggu lanjutannya ya
veetaminbee #7
Chapter 2: wow jongin rela" nya ngelakuin kejahatan /?
veetaminbee #8
Chapter 1: mengerikan tapi bagussss
mau lanjut baca
dobaeusoo #9
Chapter 2: i swear this fanfiction deserves more views, subcribes, and upvotes!!!! i love this story sooo much author-nim ^^ even though you made kyungsoo as a bad person, but this story matches his personality well~kkk jk
i love kyungsoo's satanic side anyways <33 luv luv
dobaeusoo #10
Chapter 1: ANJIR INI BAGUS BANGET MOONDYO!!! bikin ff lagi doonnggg~ dyeobo