005

However You Are
Please Subscribe to read the full chapter

“Baekhyun!!!”

Teriakan itu membuat Baekhyun tersedak ludahnya sendiri. Suara teriakan itu milik seseorang yang sudah hampir setengahh tahun ia tidak temui. Orang yang ia rindukan tetapi ia malas bertemu dengannya. Menelponnya saja ia enggan. “Hyung?”

Lelaki itu tak mengindahkan kekagetan Baekhyun akan datangnya ia kemari. Kakak angkatnya. Langsung saja memeluk tubuh Baekhyun dengan erat. “Aku merindukanmu, Bacon.” Bisiknya didalam  pelukan sang adik.

“N-nado...” Balas Baekhyun.

Lelaki itu akhirnya melepaskan pelukannya pada Baekhyun. Kemudian melihat kearah Baekhyun dengan sedih. “Mianhe...” Tulusnya dengan wajah sedih yang bukan main-main.

“Wae mianhe hyung?” Tanya Baekhyun yang sedikit –memang bingung itu.

“Aku terlambat!”

Orang terdekat Baekhyun. Semuanya datang terlambat pada Baekhyun yang dirawat dirumah sakit. Kekasihnya. Adik kekasihnya. Bahkan kakaknya. Satu, hanya Kai yang berada disisinya sejak awal dan setiap saat masa kritisnya. Kai yang menggenggam tangannya. Baekhyun berterimakasih pada Kai.

“Kenapa kau datang kesini?” Tanya Baekhyun sarkatis. Baekhyun itu iri kepada Luhan yang mempunyai orientasi yang normal tak seperti dirinya yang menyukai sesama jenis. Sebenarnya tak ada yang harus diirikan karena Baekhyun bahagia dengan apa yang menjadi miliknya –orientasi yang ia miliki. Dia cukup bahagia menjadi kekasih lelaki bernama Park Chanyeol.

“Luhan hyung kenapa kau kesini?” Sekali ini Baekhyun bertanya dengan merengek. Menuntut jawaban cepat atas pertanyaannya barusan.

“Tentu saja menengokmu, bodoh!” Luhann menoyor sayang kepala Baekhyun. Baekhyun cukup terbiasa untuk hal semacam ini, namun kali ini. Dia berteriak “Suster ada pengunjung yang menyakiti pasien!” Sambil memencet tombol merah dibelakang ranjangnya. Detik berikutnya tentu saja ada seorang suster yang masuk kekamar Baekhyun.

Luhan tersenyum kearah suster itu. “Tidak ada yang salah. Dia hanya kehausan dan iseng memencet tombol itu. Maafkan adikku,” Luhan membungkuk meminta maaf. Suster itu mengerti dan keluar dari kamar itu.

Belum sempat menutup pintu, suster itu kembali. “Saudara dari Byun Baekhyun?” Luhan mengangguk. “Tolong secepatnya menemui dokter.”

“Ah... Ye.” Luhan mengangguk mengerti dan setelah itu suster itu benar-benar pergi meninggalkan kakak-adik tak sedarah itu.

Luhan berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan wajahnya yang tertarik dengan apapun yang berada disini. Sama sekali bukan hal baik yang menyenangkan. Disini tempat orang sakit. Ada yang menggunakan kursi roda, tongkat untuk berjalan, kaki diperban, tangan diperban, kepala diperban. Sama sekali bukan hal yang baik.

Satu spot yang benar-benar menyita perhatian Luhan lebih dari segalanya. Diujung  lorong. Dua orang yang saling berhadapan sedang berargumen. Orang pertama duduk dikursi roda dan yang satu normal dengan berdiri tegak memegang tupper ware. Seperti ibu dan anak.

Ibu itu menyodorkan obat kepada anaknya, namun sang anak merengut dan menepis tangan sang ibu yang menjulurkan obatnya.

Luhan seprti tersihir mencoba mendekatinya.

“Untuk apa minum obat! Aku hanya tinggal menunggu waktu! Kapan Izrail menjemputku. Aku lelah!!!” Dengan kursi rodanya ia berbalik membelakangi sang ibu.

Sang ibu tanpa menyerah mengikuti arah anak itu. “Kau akan sembuh jika meminumnya!” Bujuk sang ibu namun berikutnya tangan anak itu mendorong kasar tubuh ibunya. Membuat sang ibu terduduk dilantai rumah sakit yang dingin.

Emosi Luhan terpancing. Luhan adalah anak yatim-piatu sejak kecil. Ia diangkat oleh keluarga Byun dan sangat berterimakasih akan segala hal yang mereka –keluarga Byun berikan kepadanya. Orangtua angkatnya begitu sangat menyayanginya, terlebih Umma Byun. Maka dari itu, Luhan sangat menyayanginya. Seperti melihat Ummanya, Luhan tidak tega anak itu melakukan itu kepada Ibunya.

Luhan berlari kearah kedua ibu dan anak tersebut dan membantu sang Ibu berdiri. “Gwanchana, ahjumma?” Anak ibu itu membalikan kursi rodanya kearah berlawanan. Membelakangi sang ibu yang dipapah berdiri oleh Luhan.

“Gomapta.” Senyum hangat ibu itu kepada Luhan. Kemudian berlalu meninggalkan Luhan dan anaknya disana.

“DIA IBUMU!” Luhan bukan berteriak mengatakannya. Namun hanya diberi penekanan pada dua kata tersebut. Menghadap sianak dikursi roda. Wajahnya yang mengekrut dalam keadaan pucat. Pipinya yang tirus, yang Luhan pikir dulunya sangat chubby sebelum ia masuk rumah sakit. Hanya menebak.

Luhan menekuk lututnya dihadapannya. “Jangan katakan kau akan pergi. Kau menunggu malaikat pencabut nyawa, mengambil nyawamu. Bahkan kau belum melakukan hal baik, bukan? Dengan apa yang barusan kau lakukan kepada ibumu, apa kau siap menghadap Tuhan?” Tanya Luhan dengan tenang kepad anak itu. Tidak bisa dikatakan anak sih. Seperti seumuran dengannya. Tapi.... wajahnya sangat imut walau dalam kepucatan itu. Seperti anak kecil. Tubuhnya juga kurus dan tidak terlalu tinggi Luhan pikir.

Tak ada jawaban dari yang diajak bicara. Ia bungkam. Kepucatan itu mulai berubah menjadi kemerahan. Matanya mulai berkaca. “Bukan urusanmu!” Ucapnya tertahan. Ia tak mau berlamaan dengan orang asing yang baru ia lihat dan langsung memberinya Khotbah tak jelas –menurutnya. Tak ada gunanya. Dia tidak peduli. Lelaki itu dengan kursi rodanya, secepat

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hus #1
Chapter 2: Aigoo ini sweet plus sedih bingit huweee :ccc
Poor baekkie.. Btw logat betawi nya kemana? Hehehe