CHAPTER 3 – A SWEET KISS

WHERE MY HEART BELONGS ?

Nina’S POV

Aku memejamkan mataku didepan abu dan foto ibu, berdoa untuk beliau. Mengucap terima kasih atas semua perhatian dan kasih sayang ibu, atas kesedian beliau menjagaku. “Nina-chan..” suara ayah membuatku tersadar. Beliau berdiri dibelakangku. Tangan beliau yang masih kokoh meskipun usianya sudah menua memegang bahuku, “Ayah senang kalau Nina tidak murung lagi seperti satu bulan yang lalu. Tadi siapa yang mengantar Nina pulang?” tanya beliau. Aku tersenyum. Tentu saja ayah menyadarinya.

Lima minggu yang lalu setelah kepergian ibu, setelah pertama kalinya aku kembali menangis aku murung dirumah. Hanya memakai topeng senyum saat berada diklinik dan berhadapan dengan pasien. Walaupun sebenarnya semua hanyalah kekosongan. Aku kehilangan ibu. Teramat kehilangan. Aku benci hidupku menjadi tidak sempurna. Aku sempat berpikir, seharusnya ibu tidak perlu pergi. Biarlah ibu selalu ada, meskipun sedang sakit, karena aku yakin bisa menjaga beliau. Aku bisa berhenti dari klinik. Membiarkan kakaknya Yuto yang menggantikanku. Tapi aku tidak boleh egois bukan?

Lalu semua berubah saat aku menerima kejutan itu. Seminggu yang lalu aku bertemu dengannya kembali. Orang yang merelakan bahunya kupinjam untuk menangis. Orang pertama yang memintakanku izin pada ibu. Meskipun hanya izin untuk menangis. Yang kalau dipikir-pikir tindakan kami berdua malam itu cukup bodoh. Kenapa harus meminta izin untuk menangis? Tapi dia melakukannya. Dengan tulus dia berdoa untuk ibuku. Dan hariku yang tidak sempurna karena tidak ada ibu perlahan ditutup dengan sempurna dengan aku menangis dipunggungnya. Setelah sekian lama aku tidak menangis, aku kembali menangis. Dan dia saksinya.

Dia datang seminggu yang lalu menemani Chinen, salah satu personel JUMP yang menjadi pasienku sejak aku bekerja di klinik. Dulu dia pasien ayahku. Dan Chinen adalah sahabat dari Yuto. Lalu dia, Inoo Kei, mengajakku berkencan hari ini. Kami hanya melakukan apa yang dilakukan orang lain saat berkencan. Berjalan bersama menuju bisokop, menonton film drama komedi yang sedang tayang dan dibintangi oleh Takuya Kimura dan berakhir dengan makan es krim dikedai favoritnya. Semua berjalan normal.

Lalu dia mengantarku pulang sampai kerumah. Aku pikir ayah akan pulang larut seperti kebiasaannya sebulan terakhir. Tapi sepertinya aku salah, ayah menyaksikanku diantar oleh Inoo Kei. “Dia Inoo Kei-kun, Yah. Teman Yuto-kun yang tempo hari melayat kemari.” Jawabku. Ayah tersenyum sambil mengusap janggutnya yang tipis. “Lain kali kalau mengantar harus sampai didepan pintu ya sayang.” Ujar ayah sambil membelai rambutku. Aku mengangguk. “Tadi aku pikir ayah tidak dirumah. Jadi aku memaksanya segera kembali kerumah karena sudah larut.”

Ayah terkekeh, “Ayah lelah bekerja untuk melupakan kesedihan karena kepergian ibu. Lebih baik ayah pulang dan menemani ibu, bukan? Karena Yui dan Yue sedang menginap dirumah Yuto.” Aku tersenyum kemudian memeluk ayah. “Ayah masih punya Nina. Nina sayang ayah.” Ujarku. Ayah balas memelukku dan membelai rambutku.

“Otosannnn….” Suara Yuto memisahkan kami berdua, “Ah gomen..” ujarnya setelah menyadari bahwa dia menganggu quality timeku dengan ayah wajahnya memerah karena malu. Aku menghampirinya kemudian menjitak kepalanya keras, “Ah itaiiii.” Ujarnya. “Lain kali tunggu kek sampai kami selesai. Ish, kan jarang-jarang aku memeluk ayahku sendiri.” Ujarku merajuk. Ayah terkekeh mendengarnya. “Kalian ini selalu seperti ini sejak dulu.” Yuto hanya menjulurkan lidahnya padaku, aku hanya mendengus sebal.

Aku beranjak ke lantai dua dimana kamarku berada. Membiarkan Yuto ngobrol dengan ayah. “Otosan, aku bawa papan catur baru. Mari kita main.” Ujar Yuto pada Ayah. Kurasa ayah hanya tersenyum dan mengangguk. Aku membiarkan mereka menghabiskan malam ini. Toh hari ini hari sabtu dan besok ayah tidak sedang jaga di rumah sakit. Dan aku memilih tidur.

 

From : Inoo Kei

Subject : Arigatou

Terima kasih untuk malam ini. Lain kali kita pergi lagi. Sekalian ajak Yui dan Yue. Aku ingin berkenalan dengan mereka, dan tentunya dengan ayah.

Selamat tidur.

~Kei

 

Aku tersenyum membaca email dari Inoo. Dan memutuskan tidak membalasnya. Biarlah. Aku membiarkannya langsung beristirahat. Kalau aku membalasnya aku takut mengganggunya beristirahat. Aku membersihkan make-upku dan menggosok gigi tak lupa mengganti pakaianku dengan piama. Selalu celana super pendek dengan tank top seadanya. Aku suka tidur hanya dengan pakaian seperti itu. Aku bergegas masuk dalam kasur dan selimutku yang nyaman. Selamat malam, ibu.

 

 

Aku terbangun setelah bermimpi aneh. Aku bermimpi berlarian bersama Yuto dikejar-kejar naga berwarna putih. Kenapa pula aku harus bermimpi seaneh itu. Tapi mimpi itu benar-benar membuatku kelelahan dan merasa haus. Aku bangkit dari tempat tidurku dan melirik mejaku yang lupa kusediakan minum. Biasanya sebelum tidur aku tidak lupa membawa sebotol air putih. Aku menendang selimut tebalku yang berwarna peach. Aku keluar kamar langsung menuju pantry yang terletak dibawah tangga.

Saat membuka kulkas aku mendengar suara televisi yang masih menyala. Ragu-ragu aku menghampiri ruang keluarga yang bersebelahan dengan tatakan abu ibu. Aku mendapati Yuto masih terjaga menatap layar televisi. Disana ditayangkan acara music khusus saluran malam. Dan kebetulan sedang menampilkan Hey! Say! JUMP, tentu saja hasil recording. Aku mengambil duduk disebelah Yuto. Dia menoleh sekilas lalu menatap kembali ke layar televisi.

Aku memperhatikan cara JUMP menyanyi dan menari, aku mencari-cari sosok Inoo yang sedang berambut blonde. Dia nampak sangat berbeda karena Sembilan JUMP lainnya kalau tidak berwarna coklat akan berwarna hitam. Aku tak pernah memperhatikannya. Seperti yang kubilang kemarin dulu. Aku benar-benar tidak peduli terhadap artis maupun idol-idol itu, meskipun sepupuku sendiri salah satunya. Aku merasa tidak punya waktu untuk itu. Dan malam ini aku menyadari keberadaan Inoo di JUMP sebenarnya selalu menarik perhatian. Dan tepatnya sukses menarik perhatianku.

“Kau berkencan dengan Kei-kun?” tanya Yuto diantara keheningan. Aku menghentikan pandanganku ke televisi, menoleh dan menemukan sepasang mata Yuto yang berwarna hitam pekat tengah menatapku tajam. Menyelidikiku. Aku tersenyum dan mengangguk, “Umm mungkin bukan kencan yang seperti Yuto bayangkan. Kami hanya pergi menonton dan makan es krim. Hanya itu.” Jawabku. Yuto menatapku.

“Jadi kau mengharapkan lebih dari itu, huh?” ujarnya sambil membuang muka dan kembali menatap ke arah layar televisi. Kemudian jemarinya meraih remote dan mengganti salurannya. Aku terdiam, bingung dengan respon apa yang harus kuberikan untuk Yuto. Normalnya dia tidak pernah seperti ini. Kami memang kadang adu argument tapi itu selalu untuk hal remeh seperti makan apa? Atau pakai mobil siapa? Semua hal sesepele itu. Ini kali pertama Yuto menanyaiku soal kencan. Selama ini dia tidak pernah bertanya dan terkesan cuek padaku.

Aku memilih diam dan meneguk pelan air putih digelasku. “Aku menyukaimu, tahu!” ujar Yuto pelan namun tegas. Spontan wajahku menoleh dan menatapnya. Pipi Yuto memerah namun dia masih menatap acara ditelevisi yang hanyalah program berita tengah malam. Aku tahu kalau dia bersikap malu dia akan seperti ini. Menghindari tatapan orang yang diajak berbicara, lalu punggungnya menegak dan pipinya memerah. “Sampai kapan kau mau memandangi wajahku yang tampan ini?” ujar Yuto masih tidak berpaling.  Sedangkan Aku masih kaget dan bingung dengan kalimatnya. Sampai aku sendiri tidak sadar berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk memandangi Yuto.

Aku membuang muka dan menunduk, mengabaikan wajahku yang terasa panas. Lalu dengan cepat Yuto sudah meraih kedua pipiku, menangkupnya dengan jemarinya yang panjang namun cukup kokoh. Aku menemukan manik matanya yang menatapku. Aku menyadari sesuatu, selama ini ada sebuah perasaan yang terselip dan coba kuabaikan. Aku pernah menyukai Yuto. Namun menyadari hal itu adalah hal bodoh yang mungkin aku rasakan maka aku mencoba melupakannya. Dan begitulah, kehidupanku terasa sangat sempurna. Aku hanya perlu hidup dengan cinta ayah dan ibu. Itu semua sudah cukup.

“Aieru. Aierunda.” Ujar Yuto sebelum akhirnya mencium bibirku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet