CHAPTER 10 – A SMALL CONFESSION

WHERE MY HEART BELONGS ?

Inoo’s POV

Aku memukul dinding rumah sakit. 8 JUMP menahanku tak hanya dengan kalimat namun juga dengan tindakan. Seperti Takaki yang menahan lenganku. Rasa marah masih menyergapku. Tak mempercayai Kami-sama begitu keras menguji kami, Nina. Aku menatap Nina yang masih terisak. Chinen bergerak merengkuh Nina dalam pelukannya. Mengusap lengan atasnya, berusaha menenangkannya. “Dia akan segera ingat Nina. Segera.” Ujar Chinen lembut.

Pagi ini kami bersembilan mendapatkan kabar kalau Yuto sudah sadar dan kami diminta bergegas ke rumah sakit. Lalu beberapa menit yang lalu barulah kabar itu sampai ditelinga kami. Selama 4 jam Yuto sudah melewati serangkaian tes. Semua hasil fisiknya bagus, namun cidera otaknya yang sudah berangsur pulih ternyata harus merusak sebagian memorinya. Tidak, tepatnya, Yuto menghapus semua memori kalau dia menyukai Nina. Bagi Yuto sekarang, Nina hanyalah Nina, saudara sepupunya.

Nina terlihat terpukul dan beberapa kali nyaris pingsan karena kehabisan energy. Nina terlihat mengangguk dan melepas pelukan dari Chinen. “Aku merasa sangat bersalah pada Yuto. Karena dia begitu membenciku sampai harus melupakan aku dengan cara demikian.” Ujarnya.

“Hei.. Nina.. kalau seperti itu bukankah itu berarti dia sangat mencintaimu dan memilih tidak membuat kalian berdua saling terluka? Yuto adalah tipikal pemikir. Segala sesuatu selalu dia pikirkan. Meskipun terlihat santai sebenarnya dia cukup dewasa dan baik.” Ujar Yabu. Nina tersenyum. “Wakatta.”

“Bagaimana kalau kau mengisi memori yang hilang dengan memori yang baru Nina?” saran Yamada. Nina tersenyum dan mengangguk. “Akan aku lakukan, Yama-chan. Arigatou minna.” Ujarnya.

“Kalau begitu kami pamit dulu.” Ujar Hikaru. “Benar, kami ada meeting.” Tambah Daiki.

“Tapi mungkin Inoo ingin tinggal?” tanya Yabu. Aku menoleh dan mengangguk. “Ya. Aku akan disini dulu. Kabari aku hasilnya apa.” Ujarku. Yabu dan yang lainnya nampak mengangguk. “Kalau begitu, ittekimasu.” Aku melambaikan tanganku pada mereka berdelapan. Menyisakan aku berdua dengan Nina.

Aku menoleh pada Nina yang menatap kepergian JUMP dengan pandangan kosong. Aku menepuk bahunya. Dia terlihat sedikit terkejut namun masih mengulas senyumnya. “Sudah makan?” tanyaku. Dia menggeleng. “Hei, ini bahkan sudah masuk jam makan siang.” Ujarku. Dia terkekeh. “Aku tadi mengurus Yuto. Mau makan dimana?” tanyanya. Aku berpikir sejenak.

“Ramen keluarga Keichiro? Bagaimana?” tawarku. Nina mengangguk lalu kemudian meraih coatnya yang disampirkan dikursi serta tas tangannya. “Yuk.” Ujarnya. Aku mengangguk lalu membawanya keluar rumah sakit.

 

….

 

Nina memilih makan dengan ramennya daripada berbicara denganku. Dan bagiku tak ada yang lebih cukup dari melihatnya makan dari dekat. Aku selalu suka duduk disebelahnya ketika dia makan. Merasakan aroma tubuhnya dan terkadang aku dapat merasakan semacam sengatan hangat yang memancar dari tubuhnya. Aku memakan ramenku dengan lahap, membiarkan dia dengan pikirannya. Memberinya waktu.

“Aku paling benci hidupku yang menjadi tidak sempurna. Semua menjadi kacau. Ibu pergi. Kemudian Kau datang. Lalu Yuto yang marah karena aku dekat denganmu. tak lama Yuto menyatakan cinta padaku. Lalu aku pikir semua sudah berakhir pada tempatnya. Aku mendapatkan hidupku yang sempurna. Aku pikir bersama dengan Yuto semua akan kembali sempurna. Tapi aku salah. Inoo-kun datang dengan kalimat yang tak bisa berhenti aku pikirkan. Dan dengan bodohnya aku menyampaikan semuanya ke Yuto. Akibatnya sekarang ini, Yuto menghapus semua perasaan dan ingatan kenangan kami berdua selama menjadi pasangan. Hidupku menjadi tidak sempurna.”

Setelah berujar panjang lebar, Nina bangkit dari kursi dan mejanya lalu berlari. Aku berusaha mengejarnya. Sampai akhirnya aku berhasil menyusulnya. Dia berhenti disebuah rumah kaca berisi ratusan mawar. Aku menghampirinya dan menemukan dia menangis dalam diamnya. Demi Tuhan, aku ingin membawanya dalam pelukanku, menenangkannya. Dia terus menangis dan aku menungguinya.

“Kau tahu. Tidak ada yang sempurna dalam hidup ini. Aku rasa selama ini kau salah Nina-chan. Hidupmu justru tidak pernah sempurna. Bagaimana mungkin kau bisa tidak menayadarinya. Kau membutuhkan seseorang untuk terus kau cintai, menikmati setiap petualangan baru dengannya. Kau juga perlu seseorang yang terus bisa mendengarkanmu atau sebaliknya menjadikan kau diperlukan orang lain. Kau tidak menyadari sama sekali, kau tidak memiliki semua itu.

Kau asik dengan duniamu sendiri dan berpikir bahwa begitulah kesempurnaan hidup. Tapi maaf Nina-chan. Bagiku hidupmu tidak sempurna. Aku rasa hidupmu akan sempurna saat kau melihat orang yang kau sayangi bahagia. Saat kau mendapatkan cinta yang kau berikan pada orang lain. Saat mimpimu terasa mulaih bisa kau raih. Saat kau tidak menyesali hidupmu. Saat kau tak mengatakan ‘hidupku tidak sempurna’. Ketika kau masih juga mengeluh dan menyesali hidupmu, hidupmu tidak sempurna.

Kita tidak sempurna. Tapi cintalah yang menyempurnakan kita. Orang lain yang melengkapi kekurangan kita. Dan kita harus menerima takdir. Kita memang berusaha mengubah takdir, tapi harus ada penerimaan saat takdir tak sejalan dengan yang kita rencanakan. Kebesaran hatilah yang menjadikan kita lebih ikhlas. Dan semua akan lebih sempurna saat kita menerima. Penerimaan yang benar. Aku rasa kau masih bisa meraihnya. Kenapa kau tak berusaha mengembalikan Yuto kepadamu? Kenapa kau justru berlari?

Bukankah itu karena kau takut? Kau takut makin terluka. Kau takut menyesal telah melakukannya. Kau takut apa yang kau harapkan tak kembali pada tempatnya. Intinya kau lah yang melarikan diri Nina-chan. Kau harus kuat. Jangan jadi sepertiku. Aku mencintaimu dan karena aku terluka aku melarikan diri. Mencari orang lain yang bisa menjadi pelampiasanku. Menjadikan aku orang terbrengsek dalam hidup seorang gadis yang dengan tulus mencintaiku. Namun aku sadar aku melakukan kesalahan. Karena itulah aku disini. Aku ingin menemanimu. Mengembalikan senyumanmu yang sempat menghilang 20 hari terakhir dan berganti dengan tangisan. Aku ingin menjadikan hidupmu kembali sempurna. Aku berjanji akan membantumu untuk membuat Yuto ingat semuanya. Semuanya akan sesuai kembali  dengan porsinya.”

Aku menarik nafasku kuat dan menghelanya. Akhirnya aku menyampaikan semua yang ingin dan perlu aku sampaikan padanya. Dia menatapku kosong. Kemudian seperti tersadar dia menghapus air matanya, “Gomen. Kalau sampai membuat Inoo-kun sangat memikirkan semuanya. Gomen na, kalau saja aku tahu membuat Inoo-kun begitu terluka. Gomen.” Dia berujar lalu menyurukkan kepalanya kedadaku. Dia terisak kembali, “Arigatou. Arigatou.” Ujarnya. Aku hanya bisa membelai rambutnya dan tak bisa melakukan yang lebih baik.

Rasanya semua kalimat yang ingin kukatakan untuk membuatnya lebih tenang sudah menguap begitu saja. Aku kini bergerak memeluknya, dan dia balas memelukku. Didalam pelukanku dia masih saja menangis dan aku tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya perlu ada untuk disini bukan? Kami-sama kenapa Kau buat aku makin mencintai gadis ini? Inikah karmaku setelah aku melukai 11 gadis yang pernah tulus mencintaiku?

“Anoo… Gomen Inoo-kun.” Aku tak menyadari Nina sudah melepaskan pelukannya dariku. Aku melepaskan pelukanku padanya dan mengangguk, “Hmm.” Dia terlihat menghapus bekas air matanya dan kemudian tersenyum. “Hontou Arigatou. Aku jadi merindukan Yuto. Ah, aku akan kembali ke rumah sakit.” Ujarnya. Rasa perih yang sudah akrab denganku belakangan sejak mengenal Nina kembali menyergapku. Aku mengulas senyumku, aku tahu itu palsu, tapi setidaknya dia melohat aku tersenyum, bukan?

“Yuk. Aku antar kau kesana. Sekalian aku akan kembali ke kantor.” Ujarku. Dia mengangguk dan berjalan mengikutiku. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari rasa sakit yang berulang kali aku rasakan ini.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet