Temporary Pleasure

Wanted

Paragraf yang diwarnai abu-abu adalah flash back, ya.

___________________________________________________________________________________________________

 

DAFTAR MAHASISWA YANG DIBERHENTIKAN SEMENTARA WAKTU TERHITUNG SEJAK 7 NOVEMBER – 14 NOVEMBER 2015.

  1. Ok Taecyeon, Fakultas Seni 2012.
  2. Nichkhun Buck Horvejkul, Fakultas Seni 2012.
  3. Hwang Chansung, Fakultas Seni 2012.
  4. Lee Kwangsoo, Fakultas Seni 2011.
  5. Jang Wooyoung, Fakultas Seni 2012.

 

Wooyoung terkapar lemas di tempat tidurnya usai membaca pengumuman dari pesan singkat telepon genggamnya. Bagaimana ini? Wooyoung tidak tahu harus mengatakan apa pada ayahnya. Ayahnya pasti kecewa jika mengetahui Wooyoung di skors selama satu minggu. Kondisi ayahnya buruk. Jantungnya bisa terganggu. Sebagai penerus perusahaan Jang, Wooyoung harusnya bisa memberikan contoh yang baik bagi keluarga. Bukannya malah di skors seperti ini.

 

Hari ini saja ia sudah mangkir dari agenda makan paginya. Beralasan lelah dan tak enak badan, Wooyoung mengunci pintu kamarnya guna menghindari pertanyaan-pertanyaan Tuan Jang tentang mengapa dia tidak berangkat ke kampus. Tapi dia tidak bisa memakai alasan itu selamanya, bukan? Mana ada orang tak enak badan seminggu penuh? Cepat atau lambat ayahnya pasti mengetahui berita ini…

 

Wooyoung mengigit bibirnya, melesakan ponselnya ke bawah bantal. Mata hitamnya menerawang ke langit-langit kamar. Mengapa aku melakukan itu, sih?

 

Taecyeon pasti akan semakin membencinya. Dan selamanya Wooyoung akan hidup dalam bayang-bayang bahaya pemuda itu. Menakutkan sekali. Andai saja hari itu dia tidak ikut campur dalam peristiwa eksekusi Kwangsoo… dia pasti tidak akan terpenjara di kamar ini sekarang.

 

“Kata-kata terakhir, Lee Kwangsoo?” Taecyeon menenteng bat pemukul baseball di pundaknya.

 

Situasinya seram. Semua orang tidak berkutik melihat itu. Mereka hanya diam. Berbicara, tanpa pernah benar-benar bersuara. Perkataan mereka pasti sibuk terpenjara di dalam pikirannya, begitupun dengan Wooyoung. Pikirannya berkata keras bahwa tindakan ini tidak benar, bahwa perilaku Ok Taecyeon adalah suatu kesalahan. Ok Taecyeon harus dihentikan. Namun tidak ada satu pun yang terlihat akan mengutarakan kebenaran itu. Bahkan mahasiswa pintar Lee Junho mengatupkan bibirnya tanpa terlihat mau mengutarakannya.

 

Wooyoung berdiri gemetar di sisi lapangan. Andai saja dia punya sedikit keberanian. Andai dia bisa melawan Ok Taecyeon dan mengatakan pada semua bahwa tindakan pemuda itu tidak benar. Dia melemparkan pandangan sedih pada Lee Kwangsoo. Bertahanlah, Kwangsoo. Pasti ada cara untuk menyelamatkanmu.

 

“Hei, brengsek. Kau mengabaikanku.” Taecyeon menggoyang-goyangkan tubuh Kwangsoo dengan kakinya. Kwangsoo tidak bergerak. Mata pemuda jangkung itu terpejam. A-apakah dia mati?  “Oi, bangunlah. Aku bermurah hati memberimu kesempatan terakhir, bangsat.”

 

Kwangsoo tidak menjawab.  Gumaman massa mulai terdengar gaduh dan juga ribut. Orang-orang mulai berbisik-bisik. Bisikan itu tidak kondusif.

 

Apakah Kwangsoo sudah mati? Benarkah? Kasihan sekali… Aku berharap dia bangun dari sana. Tunggu apa lagi? Cepat habisi dia, Taecyeon!

 

Dan beragam bisik-bisik lain yang mengerikan. Guntur mulai bersahutan dari arah langit, menyaingi bisik-bisik manusia di tempat ini.

 

“Ayo kita akhiri, mate!” Ok Taecyeon memberi komando. Anak buahnya segera mengangkat gada bersiap-siap melayangkan pukulan. Sebagian orang serentak memejamkan matanya. Hanya Nichkhun dan Chansung yang tidak memberikan reaksi apapun. Wajah mereka berdua mengeras seakan-akan sudah menunggu kesempatan emas ini. Mereka pasti tidak sabaran melihat ini. “Farewell, Kwangsoo. Semoga Tuhan menerima tubuhmu di neraka.”

 

Dan pada saat moment itu, suara Wooyoung terlepas. Tanpa perhitungan apapun tubuhnya yang kurus menyongsong maju menemengi Lee Kwangsoo. “Aku akan lapor Profesor Park jika kalian menghabisinya!”

 

Wooyoung tidak tahu bagaimana dia bisa seberani itu. Getaran di tubuhnya saat itu masih terasa sampai sekarang. Dia memejamkan matanya. Berharap kejadian itu hanya angan-angan semata. Wooyoung berbalik memeluk gulingnya. Erat sekali. Membenamkan wajahnya yang ketakutan di sana.

 

Tuhan, aku takut sekali. Apakah tindakanku salah?

 

Tuk, tuk, tuk.

 

Pintu kamarnya di ketuk.

 

Wooyoung menoleh, hanya bertanya ‘siapa di sana’ dengan nada sekaku besi, berharap bukan sang ayah yang mencarinya. Dari luar kamar suara penuh rasa hormat menjawab pertanyaannya. “Pelayan anda, tuan muda.”

 

Ia bergegas turun dari ranjangnya dan membuka kunci kamarnya. “Ada apa?”

 

“Seseorang sedang mencari anda di lantai bawah. Beliau mengaku teman anda dari Universitas Kirin, teman satu fakultas anda.”

 

Kening Wooyoung berkerut. “Bagaimana dia?”

 

“Tinggi, besar, wajahnya tampan dan kasar.”

 

Kasar?! Aku tidak punya teman seperti itu! “Hm… apakah dia punya nama?”

 

“Taecyeon.  Namanya adalah Ok Taecyeon. Dia sedang menanti anda di ruang tengah dan memaksa akan pergi ke kamar anda jika anda tidak menemuinya.”

 

Seketika Jang Wooyoung kesulitan menelan ludahnya. “Bilang padanya aku akan turun sebentar lagi.”

∞∞∞

Sepuluh menit.

 

Seorang pemuda duduk di atas sofa bergaya klasik selama sepuluh menit. Punggungnya bersandar kasual pada punggung sofa, matanya bergerak-gerak memperhatikan arsitektur bangunan megah ini. Barang-barang yang mengisi ruangannya berkesan mewah dan kuno. Dia bisa mencium kemewahan dari setiap inchi barang-barang yang diletakan di tempat ini. Semuanya berkilap, hasil usapan pelayan rumah yang tanpa lelah menggosoknya siang dan malam.

 

Saat tiba di kediaman ini saja, dia di sambut dengan sepasukan pengawal laki-laki yang berjaga di depan rumah. Mereka semua berseragam, lengkap dengan senjata api yang tergantung di pinggangnya. Mereka terbagi ke dalam beberapa tim, ada yang berjaga di pintu gerbang, ada juga yang berjaga di sepanjang lintasan menuju pintu utama. Benteng pertahanan kediaman ini kuat sekali, pikirnya. Sulit untuk di tembus. Sekali melakukan hal bodoh saja nyawanya bisa melayang.

 

Dia memarkirkan mobilnya persis di depan bangunan itu. Kemudian pengawal yang paling senior menyambutnya di pintu utama. Pengawal itu tampak cekatan dan tidak bisa ditipu, tapi bukan Ok Taecyeon namanya jika tak bisa lolos dari interogasi yang berlangsung selama sekian menit.

 

Alhasil, dalam sekejap dia sudah berada di ruang tengah kediaman Jang. Kali ini gilirannya dinterogasi oleh pelayan mereka. Seorang perempuan dengan rambut tergerai indah menghampirinya dan menanyai keperluannya. Persis seperti pengawal tadi. Pertanyaan protokoler yang telah mereka praktekan pada setiap tamu yang berkunjung ke rumah ini. Alasan keamanan, ujar mereka. Taecyeon berhasil melewatinya kembali. Lidahnya terlalu cepat dan licin, apalagi jika lawan bicaranya adalah wanita. Dia berhasil mengatasi sistem keamanan yang telah dirancang oleh tuan rumah ini tanpa menemukan sedikit hambatan. Nilai plusnya, Taecyeon sempat diberikan kedipan nakal pelayan itu sebelum tubuh kurusnya menghilang di ujung tangga.

 

Dia diminta menunggu.

 

Kini jarum waktu telah berpindah sepuluh menit dari sejak kedatangannya. Jang Wooyoung belum menunjukan tanda-tanda kehadirannya. Tidak masalah. Taecyeon sudah menitipkan sebuah pesan pada pelayan itu.  Pesan bernada ancaman. Tapi siapa juga yang terlalu gegabah ingin menerobos kamar para chebol yang sangat kaya raya itu? Kamar mereka pasti dijagai sedikitnya oleh dua orang pengawal. Dan bagaimana Taecyeon bisa menembusnya?

 

Namun sepertinya ancaman murahannya ternyata berhasil.

 

“Selamat sore, tukang ngadu.” Taecyeon menyapa Wooyoung dengan senyuman tipis saat sang tuan rumah baru tiba di ruang tengah. “Duduk lah.” Dia menepuk-nepukan ruang kosong di sebelahnya. Taecyeon kemudian merogoh kotak rokok dari sakunya. Dia menyalakan pematik dan menghisap benda itu seakan-akan paru-parunya kehausan karenanya. “Kau tidak mau kan?”

 

Wooyoung menggeleng pelan. “Ti-tidak ada yang merokok di rumah ini, Taecyeon-ssi.”

 

Perlahan-lahan asap tipis terdorong keluar dari mulut Ok Taecyeon. Jang Wooyoung kelihatan terganggu karena hal itu. “Apakah asap ini mengganggumu, Wooyoung-ah?”

 

“A-apa yang kau inginkan?” Wooyoung balik bertanya tanpa berbasa-basi. Ia terbatuk kecil sebelum melihat predator di sebelahnya dengan wajah polos seperti anak anjing.

 

“Oh, maafkan aku.” Taecyeon menegakkan punggungnya. Wajahnya sama sekali tak menunjukan raut penyesalan seperti perkataannya. “Di mana aku harus mematikan rokokku sebelum kita memulai pembicaraan, Jang Wooyoung?”

 

“Aku akan meminta pelayan mengambil…”

 

“Kurasa tidak perlu seperti itu, anak manja.” Taecyeon sengaja mendekatkan bibirnya ke wajah Wooyoung dan meniupkan sisa asap rokok ke sana seakan-akan wajah itu adalah tempat pembuangan asap. Pemuda di sebelahnya terbatuk hebat. Pemandangan itu terlihat menyenangkan bagi Taecyeon. “Aku berniat cepat, Wooyoung-ssi,” ujarnya dingin. Baritone-nya kembali kasar seperti semula. Rokoknya di main-mainkan di ujung jari, dipegang di antara jari telunjuk dan ibu jarinya. “Kau tahu, manusia punya batasan yang tidak bisa dilanggar oleh orang lain. Maka dari itu jangan pernah ikut campur dengan urusanku lagi, chebol. Aku tak akan segan-segan membuatmu menghirup semua asap rokokku jika kau melakukan itu lagi.”

 

Ckckck.

 

“Kau pikir aku takut dengan ancamanmu? Bilang saja sana pada Profesor Park, aku akan menghabisinya sekarang juga.” Taecyeon menggertak pemuda yang kemarin dia gerepei dengan suaranya yang kasar. “Minggir. Enyahlah dari sana!”

 

Pemuda ayam itu menggeleng, terlihat keras kepala. “A-aku tidak akan pergi dari sini, Taecyeon-ssi.”

 

“Bangsat.” Taecyeon melayangkan pemukulnya dan berniat menghantam Wooyoung terlebih dulu. Pandangannya berkabut. Dari dulu dia terkenal tak pandang bulu. Siapapun yang menghalangi jalannya harus dia singkirkan. Dan dia pikir tidak sulit untuk menyingkirkan pemuda mungil itu. Sekali pukul, dan dia harap Wooyoung akan menyerah.

 

BRAK.

 

Hantaman keras terjadi. Taecyeon mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghantam pemuda itu. Namun kejadiannya bukan seperti yang Taecyeon harapkan. Nichkhun Buck Horvejkul terjatuh di depan matanya, terkapar lemah di atas tanah setelah mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan Jang Wooyoung.  Bodoh. Apa yang bajingan itu lakukan? Menyelamatkan Jang Wooyoung? Nichkhun?

 

Mustahil.

 

Nichkhun menyeringai tipis, darah segar mengucur dari kepalanya. “Lepaskan dia, mate.”

 

Rekaan kejadian itu kabur berbarengan dengan hisapan rokoknya yang tak kunjung habis. Diliriknya Jang Wooyoung satu kali sebelum berdeham pelan.

 

“Aku bersumpah akan mematikan rokok ini di atas telapak tanganmu jika telingamu masih berpura-pura tuli tak mendengar perkataanku.” Ok Taecyeon menutulkan abu rokoknya sembarangan, menjatuhkannya ke atas lantai, dan mematikannya dengan sekali injakan ringan. Ia bersiap-siap bangkit dari sana berbarengan dengan kehadiran pelayan muda yang mengantarkan dua gelas limun dingin untuk mereka.

 

“Tu-tunggu sebentar, Taecyeon-ssi…” Wooyoung bersuara kembali dengan nada bergetar. “B-bagaimana keadaan Nichkhun-ssi?”

 

Ok Taecyeon menyeringai tipis, “Kenapa kau peduli padanya? Tidakkah kau sadar kau yang membuatnya seperti itu? Aku yang menghajarnya memang, tapi secara teknis kau yang membuatku melakukannya. Aku berniat menyingkirkanmu, dan dia terlalu bodoh menyelamatkan jalang sepertimu.”

 

“Kumohon jawab saja,” sahut Wooyoung tampak frustasi. Wajahnya jelek sekali menurut Taecyeon. “D-dia menyelamatkanku kemarin. A-aku harus be-berterima kasih padanya.”

 

Taecyeon tampak bimbang sejenak. Haruskah dia mengatakannya? Ada hubungan apa antara Nichkhun dan orang ini? Mengapa bajingan itu menyelamatkannya?

 

 "Konkuk University Medical Center. Periksa sendiri saja bagaimana keadaannya.” Taecyeon mengangkat kakinya dari sana. “Selamat menikmati masa liburanmu, Jang Wooyoung.”

∞∞∞

Masa pemberhentian sementara Wooyoung dari kegiatan akademik di kampus Kirin hampir selesai.

 

Pada akhirnya Wooyoung memustuskan mengungkapkan kejadian yang sebenarnya pada Tuan Jang. Berbekal keberanian dan rasa nekat, dia menyambangi ruang kerja sang ayah yang berada satu lantai dengan kamarnya. Wooyoung melangkah berhati-hati, berharap kedatangannya tidak mengganggu waktu kerja pria itu. Tuan Jang tampak sibuk seperti biasa, namun beliau mempersilakan Wooyoung masuk dan menyingkirkan berkas tebal dari mejanya.

 

Beliau menanyai keperluan anaknya datang ke sana dan tanpa bisa dicegah oleh siapapun Jang Wooyoung mengakuinya. Dia menceritakan segalanya dari awal sampai akhir. Pemuda itu mengakui semua dosa-dosanya. Tidak ada yang dia tutup-tutupi kecuali bagian di mana Taecyeon menyentuh selangkangannya. Wooyoung sekuat mungkin tidak menceritakan masalah itu pada sang ayah. Dia tidak ingin menambah masalah baru dengan Ok Taecyeon.

 

Dan sesuai rencana awalnya, Tuan Jang bisa mengerti. Beliau memaafkannya dengan catatan Wooyoung tetap harus menerima hukumannya. Hukuman pertama, Wooyoung tidak diperkenankan pergi keluar rumah selama masa skorsing berlaku. Kartu kredit dan debitnya ditarik sementara waktu, kunci mobilnya disita selama dia belum kembali kuliah. Wooyoung tidak berusaha memprotesnya. Dia memang mengakui kesalahannya.

 

Maka dari itu, untuk membunuh rasa bosannya selama satu minggu, Wooyoung sering menghabiskan waktu di perpustakaan rumah untuk membaca buku-buku masa kecil yang sering dibacakan ibunya. Wooyoung merasa sangat merindukan ibunya. Rindu sekali…

 

Nyonya Jang tidak tinggal di rumah ini.  Tuan Jang memiliki cabang property di Jepang dan Nyonya Jang yang mengawasi cabang perusahaan di sana. Setiap hari rumah ini tampak kosong tak berpenghuni. Maka dari itu Wooyoung merasa bosan setengah mati.

 

Namun hari ini dia memiliki rencana besar yang telah lama dia atur dalam kepalanya. Wooyoung meminta pengawal menyiapkan mobil untuknya, mengatakan dia akan pergi mengunjungi seorang teman. Tuan Jang mulanya tak mengijinkan. Namun Wooyoung mengatakan hari ini adalah hari terakhir masa skorsingnya. Besok dia sudah bisa kembali menimba ilmu di kampus, oleh karena itu dia harus mengunjung salah satu temannya untuk meminjam materi kuliah yang sempat tertinggal jauh. Untunglah Tuan Jang mengizinkannya, tetapi Wooyoung tidak diperkenankan menyetir mobil sendirian.

 

Akhirnya Wooyoung harus puas menempati kursi penumpang dalam perjalannya mengunjungi seorang teman. Mobil yang di kendarai pengawalnya melaju kencang di lintasan bebas hambatan. Sebenarnya Wooyoung merasa bersalah karena telah membohongi ayahnya. Dia sama sekali tidak berniat pergi untuk meminjam catatan kuliah milik temannya. Memangnya selama ini dia punya teman? Ada hal yang mengganggu pikirkannya semenjak kejadian itu.

 

Lepaskan dia, mate.

 

Suara Nichkhun terngiang-ngiang di telinganya. Wooyoung melihat dengan mata kepalanya bagaimana pemuda itu tumbang dengan darah segar yang mengucur dari kepalanya. Nichkhun menyelamatkannya, Tuhan… Pemuda itu menyelamatkannya untuk kedua kalinya. Nichkhun mungkin tidak memperdulikannya, namun bagi Wooyoung hal ini penting sekali.

 

Di sepanjang perjalanannya Wooyoung menautkan kedua tangannya; tangannya saling meremas seolah-olah cemas menantikan kapan perjalanan ini akan berakhir. Bibirnya tergigit kuat sekali. Hiruk pikuk kota Seoul membuat pikirannya terpencar kemana-mana. Pemuda itu melamun, sampai tidak sadar mobilnya telah terparkir di sebuah rumah sakit di pusat kota.

 

“Kita sudah sampai, tuan muda.” Ujar pengawalnya saat membukakan pintu mobil untuk Wooyoung.

 

Wooyoung terbangun dari lamunannya dan segera turun dari mobilnya. Dia memasuki rumah sakit itu dengan perasaan yang bimbang. Ok Taecyeon mengatakan Nichkhun dirawat di rumah sakit ini. A-apakah pemuda itu sungguhan? Jangan-jangan Wooyoung hanya dikerjai seperti saat-saat mereka sekolah dulu. Wooyoung segera menghampiri pusat informasi untuk menanyakan pasien bernama Nichkhun Buck Horvejkul. Dan ternyata pemuda itu memang dirawat di tempat ini.

 

Usai diberi tahu nomor kamarnya Wooyoung segera menaiki lift menuju ke sana.

 

Lepaskan dia, mate.

 

Wooyoung tidak bisa melupakan suara itu. Bibirnya tergigit kuat sekali. Cemas sekali ingin mengetahui keadaan sang penyelamat. Wooyoung keluar dari lift dan berjalan perlahan mencari kamar tersebut. Bagian VIP dengan keamanan super ketat. Dia akhirnya menemukan kamar itu dan mengetuknya perlahan-lahan. Tidak ada jawaban dari dalam. Maka dia pun mengetuknya kembali.

 

Tidak lama kemudian sahutan kasar menjawab, “Masuk.”

 

Wooyoung mendorong daun pintu berhati-hati dan melesakan tubuhnya ke dalam ruangan. Di atas ranjang dia bisa melihat seorang pemuda duduk berselonjor dengan kepala dibalut kasa. Wooyoung tersenyum kikuk berjalan lebih dekat ke sisi ranjang.

 

“A-apa kabarmu, Nichkhun-ssi?” tanya Wooyoung basa-basi.

 

“Buruk,” sahut Nichkhun singkat. Suaranya terdengar serak seperti baru saja bangun dari tidurnya.

 

“A-aku membawakanmu ini… sebagai permohonan maafku.” Wooyoung menyerahkan kantung buah tangannya untuk pemuda itu. Dia menaruhnya di atas meja di samping ranjang yang hanya diberikan pandangan tanda tanya oleh pemuda itu. “M-maafkan aku, Nichkhun-ssi. A-aku tidak tahu harus berkata apa setelah k-kau menyelamatkanku kemarin. A-aku benar-benar berhutang nyawa padamu.”

 

“Apa yang kau lakukan, sih?” Nichkhun mengerutkan keningnya tidak mengerti.

 

“M-maafkan aku. A-aku yang akan bertanggung jawab atas…”

 

“Berisik sekali,” tukas Nichkhun Horvejkul kesal. Pemuda berambut cokelat itu memegang keningnya, memberikan sedikit pijitan di bagian itu. “Kepalaku sedang sakit dan kau datang mengucapkan sesuatu yang tidak berguna. Enyah saja dari tempat ini.”

 

Nichkhun Buck Horvejkul membencinya.

 

Wooyoung bisa melihat itu dari sorot matanya. Pemuda berambut cokelat itu membencinya sampai ke ubun-ubun. Mungkin karena Wooyoung yang menyebabkan semua kekacauan ini. Tidak mustahil. Siapa yang tidak sebal menyelamatkan pemuda bodoh yang sok berani menjadi tameng bagi orang lain? Menamengi diri sendiri saja masih belum mampu. Buktinya tindakan lemah Wooyoung malah membuat Nichkhun tergerak untuk menyelamatkannya. Bajingan ini menyelamatkannya, Demi Tuhan!

 

Dan kelihatan sekali jika pemuda ini sudah melupakan peristiwa itu. Wooyoung bisa menebak isi kepala si pemuda sejak kakinya memasuki ruangan besuk ini. Namun sekali lagi Wooyoung hanya bisa menunduk dan mengungkapkan kata maafnya.

 

“M-maafkan aku Nichkhun-ssi. A-aku akan pergi dan terimakasih atas…”

 

“Jika kau benar-benar merasa berterima kasih tutuplah mulut bodoh-mu sekarang,” erang Nichkhun Buck Horvejkul kasar. Pemuda itu sudah menarik wajah Wooyoung dan merekatkan bibir mereka berdua. Dia menciumnya dengan gairah yang tak berhenti padam sejak sosok Wooyoung muncul di ruangan perawatannya. Wooyoung terlihat segar hari itu. Nichkhun tidak tahu apa yang mendorongnya melakukan ini. Dia hanya ingin melakukannya.

 

Menginginkannya terlalu gila.

 

Sudah satu minggu ini mulutnya dijejali obat-obatan yang membuat lidahnya pahit. Dia hanya ingin mengecap rasa selain pahit. Dan benar saja, saat lidahnya mendesak masuk dan mendorong lebih dalam untuk mengabsen tiap inci rongga mulut Jang Wooyoung, dia bisa menemukan rasa manis yang familiar di dalam sana. Caramel bercampur vanilla. Rasa manis eskrim.

 

Bibirmu manis sekali, Jang Wooyoung.

 

“Oh Nichkhun-ssi…” Wooyoung mendesah keras sekali menikmati sensasi ciuman pertamanya dengan Nichkhun. Ciuman ini begitu menyenangkan. Wooyoung bahkan tanpa sadar membiarkan lidah Nichkhun menjelajahi mulutnya semakin dalam. Dia begitu hanyut dengan belaian lidah Nichkhun sampai-sampai dirinya ikut terseret oleh gairah yang membuatnya ikut terduduk di ranjang Nichkhun.

 

Nichkhun melepaskan ciuman itu dan berpindah mengecupi bagian tubuh Wooyoung yang lain. Dia menyambar leher putih pemuda itu dan menghisapnya kuat sekali. Hisapannya meninggalkan jejak kemerahan yang membuat Wooyoung kembali membuka mulutnya.

 

“Oh Tuhan…” Wooyoung memeluk punggung Nichkhun dan mencengkram pakaian rumah sakit pemuda itu.

 

Kemudian mereka berdua mendengar seseorang terbatuk.

 

“Aku tidak tahu muncul disaat yang tidak tepat, mate.”

 

Oh ya ampun!

 

Wooyoung segera menarik dirinya dari Nichkhun dan mengamati tamu lain yang mengunjungi pemuda itu. Ok Taecyeon sudah berdiri tegap dengan seringaian khasnya yang membuat Wooyoung refleks menundukan kepala.

 

“Kenapa kau kesini?” Nichkhun memutar biji matanya untuk Ok Taecyeon. Dia kelihatan sebal mendapat interupsi di saat seperti ini. Gairahnya sedang memuncak.

 

“Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu, buddy. Mengapa dia ada di sini?”

 

Nichkhun mengangkat bahunya.

 

Sadar gilirannya buka suara, Wooyoung meremas sisi pakaiannya sambil menahan hembusan napas. “A-aku hanya menjenguk Nichkhun-ssi dan b-berterimakasih padanya.”

 

“Dengan memberinya sebuah ciuman?”

 

Wajah Wooyoung merah padam.

 

Taecyeon memegang ujung bibir Wooyoung dengan ibu jarinya. Mengusapnya perlahan-lahan. Bagian itu membengkak bekas hisapan Nichkhun yang kuat. Temannya sedang dalam gairah hebat, pikir Taecyeon.

 

Di sisi lain Nichkhun terlihat geram melihatnya.

 

“A-aku ha-harus pergi sekarang…”

 

Wooyoung segera menepis tangan bajingan itu dan bergegas pergi meninggalkan mereka berdua. Kini ruangan itu hanya bersisa Nichkhun dan Taecyeon saja. Pemuda itu saling memberikan pandangan satu sama lain.

 

“Kau suka padanya, Khun?” tanya Taecyeon menginterogasi.

 

“Tidak,” jawabnya pendek.

 

“Lalu apa artinya ciuman barusan?”

 

Nichkhun menggeram, “Tidak ada, brengsek.”

 

“Lalu kenapa kau menyelamatkannya kemarin, hah? Ingatlah kau sudah punya Tiffany.”

 

Nama Tiffany disebut-sebut oleh bajingan itu. Nichkhun tidak tahu alasan Taecyeon bersikeras menjodohkannya dengan gadis itu, dia hanya dengar bahwa Ok Taecyeon pernah menjadikan gadis itu objek buruannya di masa SMA. Dia dan Taecyeon tidak bersekolah ditempat yang sama. Mereka bertemu saat masa orientasi di universitas. Sedangkan Chansung sudah menjadi rekan bajingan ini semenjak SMA.

 

Nichkhun tidak begitu hapal masa lalu Ok Taecyeon. Bagaimana masa SMA bajingan itu, siapa saja teman-temannya, bagaimana mereka, siapa cewek-cewek yang pernah diincarnya dan jatuh kepelukannya, Nichkhun tidak peduli dengan masalah itu. Dia tidak berada pada masa itu. Masa-masa yang dia perdulikan adalah saat ini. Kekinian. Masa di mana Taecyeon menghajar pecundang-pecundang kampus dan mempermalukan mereka semua. Masa di mana pemuda itu jatuh bangun dalam usaha pengejarannya meraih Minjun.

 

Di depan matanya, jika Taecyeon telah mengoceh soal Tiffany, Nichkhun dapat melihat masa lalu pemuda itu sejelas kaca bening yang transparan. Benar atau tidak Ok Taecyeon pernah terlibat masalah yang kronis dengan gadis jelita bermarga Hwang. Bajingan itu terjerat perasaan yang langka dengan Tiffany. Perasaan kuat yang pada akhirnya ditentang mati-matian oleh Hwang Chansung. Nichkhun pikir tindakan Chansung memusuhi rasa cinta Ok Taecyeon pada adiknya adalah benar. Karena pada akhirnya nama Tiffany akan masuk ke dalam daftar panjang koleksi hitam pemuda itu.

 

Dan kini, Ok Taecyeon berusaha menggilir tropi koleksinya pada Nichkhun Buck Horvejkul?

 

Ayolah, Nichkhun tidak semurahan itu. Dia punya taste-nya sendiri atas siapa yang berhak dia cicipi dan dia sukai. Dan dirinya tidak mengenal kata berbagi. Dia juga tidak memiliki dan dimiliki oleh siapapun. Karena dirinya adalah tunggal, pemilik atas hidupnya yang seperti ini.

 

Nichkhun terkekeh mengambil kaleng birnya di atas meja.  “Kapan aku pernah bilang kalau Tiffany adalah milikku, hah?”

 

“Kau sudah tidur dengannya, kan?” Taecyeon menjatuhkan bokongnya di kursi pembesuk sebelah ranjang. Alis matanya terangkat.

 

“Sejak kapan tidur dengan seseorang berarti memiliki satu sama lainnya?”

 

“Bajingan benar kau,” Taecyeon melayangkan bogem mentahnya pada laki-laki di atas ranjang. Nichkhun Buck Horvejkul tertawa pelan. Mereka berdua tertawa bersama-sama, mengakui betapa brengsek perilaku mereka. “Besok kau akan masuk kuliah, mate?”

 

“Tentu saja,” Nichkhun meneguk habis birnya. Tidak ada alasan baginya untuk terus membusuk di tempat ini. Lagipula Nichkhun sudah tak tahan dengan bau obat-obatan yang memuakan.

 

“Baguslah. Aku sudah bosan tidak pergi kuliah."

 

Nichkhun memutar matanya heran, "Biasanya kau malah senang."

 

"Tidak kuliah sama saja tidak punya mainan, Khun. Kau mengerti, kan?"

 

Pemuda berambut cokelat itu mengangguk paham. Tidak mungkin tidak. Bajingan seperti Taecyeon pasti kehilangan mainannya setelah dilarang mengikuti perkulihan seminggu penuh. Dan esok hari, pemuda itu pasti mengincar tersangka yang telah membuatnya kesepian seperti ini. Dia akan membully-nya dengan leluasa, menggantikan waktu satu minggunya yang telah dia habiskan tanpa memukuli atau menghantam pecundang-pecundang tolol di kampus. Dia tidak akan segan menjadikan pemuda yang baru saja menjenguk Nichkhun sebagai target buruannya setelah ini. Karena Jang Wooyoung lah alasan mereka dicekal pihak fakultas.

 

 

...to be continued.

Hai lagi. Chapter ini dikebut sebelum mager untuk menyelesaikannya. Mumpung sekarang ada jeda sehari sebelum UAS lanjutan. Well, gimana, nih? Kurang apa? Apa yang harus diperbaikinin? Gimana cerita selanjutnya? Aku masih sangat membutuhkan banyak masukan dari kalian. Semoga aja update dua hari berturut-turut ini bisa menggantikan jeda lima bulan kemarin itu. Ehehe. Btw, sebenarnya kalau mau nagih lanjutannya sih bisa aja, langsung pejret aja @bangvalle, minta aku update. Soalnya jujur aja, kadang aku sendiri suka lupa ada fanfic yang harus di teruskan. Akhirul kallam, jangan lupa masukannya. Ahaha. Makasih ya, readers.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tina0608
#1
Chapter 6: Lanjut dong,penasaran setengah idup ne. . .
Apa lg aq channuneo shiper,pleaseeeeee lanjut dong. . .
adeloveskyu #2
Chapter 6: aaaahhh mau channuneo nya lagiii authornim ^^ please update soon.. ga sabar nunggu kelanjutannya terutama channuneo nya ^^ thankyou authornim
Twuland421 #3
Chapter 6: Oohh senangnya author update.. jadi terharu ak.. hehe
Semangat Thor buat chap selanjutnya.. ku tunggu..
hwootestjang #4
Chapter 6: Whoooaaa.. udah lama sih ditunggu. Yeay, khunwoo moment semakin hot.
Chanuneo juga makin evolve ni..
thank you for the story
yeppopjy
#5
Chapter 6: Akhirnya authornim update juga.. Aku udah baca berkali2 tapi masih sebel cerita nya gantung. Hehehe. Momen Khunwoo nya di tambah lebih banyak lagi dan si miss hwang nya segera di hilangkan dari peredaran. Hehehe. Jangan bosen update yah authornim. Fighting!
0430nayoung #6
Chapter 5: Arrrggghhh thor-nim
Akhir akhir ini suka lupa bukan aff
Berhubung satu dan lain hal hiks :'(


Btw tetap suka ceritanya ><
Plisss update secepat cepatnya,jangan kelamaan hiatus
Pada banyak yg nungguin nihh
Hohohoho
oshalalala #7
Chapter 5: Annyeong author-nim. Saya baru baca ini ff. Dan sejujurnya, saya juga ngikutin ff lawless'nya shioonrin-chan yg di ffn. Saya suka bgt penggambaran karakternya disini. Karakter sasuke di lawless tergambarkan dgn baik disini. Juga karakternya gaara.
Oh iya, kalo ini based on lawless, semua tokoh di lawless ada semua ga? Ato memang ada sedikit perubahan? Kalo sama semua, saya ga sabar nunggu siapa yg bakalan jadi neji sama shika. Hehe.. Oh iya, satu req dr saya, porsi channuneo rada dibanyakin ya thor. Yah, walopun mrk cuman pendukung, tp saya berharap ada porsi lebih. Hehe....
Sekian dari saya. Lanjutkan berkarya author-nim ^^
Afhazza #8
Chapter 5: Lanjutkan Thorrr ^_^ gak sabar nungguin kelanjutannya ^_^
Mrs_Jang #9
Chapter 5: Ku pen liat kelanjutannya.... g sbar, cpet update ya author nim.. :D
LenkaChakhi
#10
Chapter 5: Huua kayaknya aku ketinggalan yah ? Udah chap 5 aja .
Ma'af, onnie baru comment
Huaaa i need more . Pokoknya update lagi ayokk