The Savoring of Loneliness

Wanted


 




 

“Hei, si kikuk itu jadi ayam kampus lagi!”


Wooyoung tidak tahu wajahnya harus ditaruh di mana ketika suara olok-olok grup laki-laki yang sedang duduk di pinggir lapangan bisa terdengar sampai tempatnya berdiri. Hari ini usahanya untuk tidak menjadi keledai bodoh tak membuahkan hasil. Ia kembali menjalankan hukuman yang persis seperti minggu lalu. Menjadi ayam kampus.


Pagi tadi suasana kota Seoul terlalu sibuk. Kendaran bermotor dan bermobil memadati jalur-jalur utama menuju kampus. Mau tidak mau, Wooyoung harus cukup puas memacu kecepatan mobilnya dengan lambat dan ia harus sedikit bersabar waktu seorang nenek tua hendak menyebrang jalan. Ia berusaha sekeras mungkin untuk sampai tepat waktu di kampus. Ia tidak mau seperti keledai bodoh yang jatuh ke lubang yang sama. Tapi ternyata, sekeras apapun ia berusaha, sekeras apa pun pedal gas terinjak dikakinya dan memilih jalan tikus tercepat untuk tiba di kampus, Wooyoung tetap terlambat dan berakhir dengan menjalani seperangkat hukuman kejam.


“Aku yakin dia memang sengaja memakai pakaian ayam itu hanya untuk memamerkan kakinya yang…” Wooyoung menarik-narik ujung pakaian ayamnya yang terlalu ketat dan mini, berusaha menutupi jengkal kakinya yang terekspos. Pakaian ayam ini memang terlalu ketat dan ia bersumpah lekuk tubuhnya dapat terlihat dengan  jelas. Wooyoung menduga bahwa pakaian ini didesain untuk perempuan. Lihat saja bahannya begitu transparan dan hanya dilapisi bulu-bulu keemasan yang berkilau tertimpa sinar matahari. Pakaian ini makin membuatnya persis seperti anak-anak nakal yang hobi menari-nari di diskotik malam. Ya ampun, apa kata ayahnya kalau beliau melihat ia mengenakan pakaian seperti ini? Bisa-bisa ia dipecat menjadi anak.


“Lihatlah, betapa bodohnya dia.” Ejekan lain terdengar. Wooyoung makin menundukan kepalanya dan mengamati ujung sepatunya. Ia menelan bulat-bulat cemoohan yang keluar dari mulut mereka dan berusaha mengabaikan pandangan nakal yang dilemparkan kepadanya. Pemuda ini bisa sedikit bersyukur karena tiga predator kampus tidak kelihatan batang hidungnya. Belum. Mereka pasti sedang melakukan kejahatan-kejahatan lain seperti pesta minuman keras atau bahkan menghisap daun ganja. Semoga saja tiga cowok itu tidak melihatnya dan ikut serta melemparkan olok-olok seperti yang lain.


“Hei Wooyoung, untuk ukuran cowok cupu kakimu seksi juga…” bulu kuduk pemuda ini berdiri tegak ketika merasakan sebuah tangan nakal meraba paha mulusnya. Ia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi untuk meneteskan bulir-bulir air mata yang terbendung sejak awal mereka mencemooh dirinya. Rasa ketakutan terbesar muncul dari dalam hatinya dan meledak begitu saja ketika seseorang laki-laki datang menghampirinya dan memperlakukannya seperti cowok penghibur yang biasa dia temukan di diskotik malam. Murahan.


“Ja-jangan lakukan itu…” ujar Wooyoung lemah hingga kedengaran seperti mencicit. Tubuhnya sulit untuk bergerak mengingat dosen kelasnya menyuruh agar tak seinci pun meninggalkan tempat. Ia terjebak diantara pilihan harus menaati perintah dosen atau melarikan diri dari pelecehan yang dilakukan oleh salah satu predator kampus. “T-tolong jauhkan tanganmu dari sana, Taecyeon-ssi.”


Tadinya Wooyong pikir, penguasa rantai makanan teratas di kampus mereka itu sedang tidak berada di lapangan. Namun ternyata hal tersebut hanya angan-angannya saja. Ok Taecyeon sudah sejak tadi berdiri di sana.  Mengamatinya dengan sorot mata nakal yang seakan-akan menjadi mimpi buruk bagi Wooyoung. Pemuda ini sudah sering mendengar sepak terjang Ok Taecyeon. Playboy kelas kakap yang tidak pandang bulu. Ia juga tahu kalau pemuda itu adalah alat kelamin berjalan yang bersedia meniduri siapa saja jika diminta. Oh Tuhan… kenapa hal-hal seperti ini harus selalu menimpa dirinya? Apa kesalahannya?


“Kenapa aku harus melakukannya? Kau takut tidak perjaka lagi setelah tanganku menyentuh…” tangan pemuda itu sengaja mengenai bagian paling sensitif yang membuat Wooyoung bergidik ngeri. Selangkangannya.


“He-hentikan…” Wooyoung mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya sudah dipenuhi cairan bening yang berasal  dari matanya. Lelaki ini siap melepaskan kuda-kuda untuk melawan si brengsek atau bahkan melarikan diri saat itu juga. Siapa pun hentikan bajingan ini, ayolah…


“HEI OK TAECYEON, GILIRANMU SEKARANG!” teriak seorang laki-laki berambut cokelat dari pinggir lapangan. Ia baru saja mengoperkan bola lonjong pada Taecyeon yang mendarat dengan manis di tempat yang salah. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Wooyoung untuk segera berlari meninggalkan lapangan dan si bajingan yang mengeluh sakit akibat hantaman bola football pada punggungnya.


Wooyoung kembali mendengarkan suara tawa yang berasal dari grup laki-laki di sana. Seperti menertawainya. Atau menertawai Taecyeon? Ia tidak tahu. Ia tidak berani menoleh untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya. Mentalnya terlalu lemah, terlalu takut mempermalukan diri sendiri lebih lama lagi. Tapi ada sesuatu yang ia dengar sebelum langkahnya semakin hilang dari lapangan. Gerutuan si bajingan Ok Taecyeon.


“Brengsek kau, Buck!! Tidak sabaran sekali sih!”


Lelaki ini bisa menebak rahang bajingan itu mengeras disertai erangan geram sambil memungut bola football yang terkulai di atas tanah. Setelah berlari cukup jauh dari tempat kejadian memalukan itu, Wooyoung jadi tahu satu hal yang nilainya begitu berarti. Kejadian yang tidak mungkin ia lupakan seumur hidup. Nichkhun Buck Horvejkul menyelamatkannya dari kejahatan seksual hari itu.



∞∞∞



Wooyoung merapikan peralatan tulisnya ketika bel terakhir sudah berbunyi. Ini adalah waktu yang sudah dari tadi ditunggu-tunggu oleh mayoritas teman sekelasnya. Mereka menjejalkan buku-buku ke dalam tas dengan tidak sabar dan segera melesat keluar setelah memastikan tidak ada peralatan yang tertinggal. Jelas saja kalau mereka terlihat begitu buru-buru. Siapapun pasti tak ingin ketinggalan menyaksikan pertandingan sepak bola ala Amerika yang diselenggarakan universitas. Oh koreksi—ada satu orang di sini yang tidak menunjukan antusiasnya pada event bulanan itu. Dan orang itu adalah Jang Wooyoung.


Pemuda ini hanya menghela napas sepanjang perjalanannya melintasi koridor. Ia bisa melihat bagaimana tiap fakultas menyiapkan baner besar di sisi lapangan. Kata-kata baner itu berupa pengharapan kecil. Sebagian menggunakan kata-kata motivasi untuk tim mereka. Percuma saja. Ia tahu hal itu tak akan berguna. Kecuali kalau ada keajaiban yang datang dari langit sehingga tim mereka bisa mengalahkan tim football dari fakultas seni.


Wooyoung sendiri adalah salah satu mahasiswa fakultas seni yang paling terbelakang. Bukan dalam konteks hasil ujiannya selalu menempati posisi terbawah, tetapi karena perilakunya yang selalu mengasingkan diri dan memilih titik aman untuk melakukan apa saja seorang diri. Hampir setiap hari ia terlihat sendirian. Membaca di perpustakaan sendiri. Mengerjakan tugas praktikum yang seharusnya berkelompok seorang diri. Tidak ada seorang pun yang mau berteman dengannya. Dan Wooyoung sendiri menghindari itu semua. Satu-satunya yang bisa membuatnya ‘hidup’ di kampus itu adalah informasi dari segelintir perempuan yang bergosip setiap kali ia melewati koridor menuju kelas. Kebanyakan berisi tentang berita hangat Ok Taecyeon yang mengejar-ejar Kim Minjun. Atau Hwang Chansung yang menjual materi ujian ilegal. Atau Nichkhun Buck Horvejkul yang baru saja bebas dari penjara. Berita-berita yang selama ini ia dengar memang kebanyakan mengenai predator itu. Namun Wooyoung tidak habis pikir mengapa tiga predator itu masih saja dipuja-puja padahal sudah sangat jelas bahwa mereka adalah biang keladi dalam setiap tindakan kriminal. Pernah satu kali ia mendengar, ketiga bajingan itu menelanjangi mahasiswa baru yang mereka anggap sebagai pesta penyambutan, atau menggunakan kokain secara bebas di lingkungan kampus. Tidak ada satu hal pun berbau positif jika menyangkut ketiga cowok itu. Kecuali kalau pertandingan football itu masuk hitungan.


Yeah, hampir setiap bulan pemegang medali emas dalam pertandingan football adalah fakultas seni. Dan Ok Taecyeon, Hwang Chansung dan Nichkhun Buck Horverjkul selalu berpartisipasi dalam pertandingan itu. Padahal mereka tidak pernah mengikuti latihan rutin yang digelar oleh tim. Mereka selalu hadir disaat-saat terakhir, ketika mereka cukup puas dengan puji-puji kapten kesebelasan berwajah tolol—Lee Kwangsoo—yang memohon agar mereka ikut serta dalam pertandingan. Karena percaya atau tidak, ketiga cowok itu adalah jagonya dalam urusan body-bodyan. Dan hampir setiap kali ketika pertandingan versus fakultas seni selesai, ada saja kabar patah tulang rusuk dari tim lawan yang membuat mereka bertiga terbahak-bahak. Benar-benar mengerikan.


Wooyoung agak bergidik waktu melewati gerombolan pendukung football fakultas seni. Secara konsep mereka adalah teman-temannya. Namun mereka mungkin mengangap Wooyoung kurang berdedikasi pada fakultas karena satu kali pun pemuda itu tidak pernah duduk dibangku penonton dan ikut mendukung kesebelasan mereka. Ia tidak pernah berminat mengikuti berita olah raga, apalagi yang isinya seputar dorong-dorongan dan anarkisme dalam memperebutkan sebuah bola lonjong berwarna kecokelatan. Berbeda dengan teman-temannya yang menganggap sepak bola Amerika itu adalah olah raga keren. Apalagi tiga predator kampus menjadi atlitnya.


Hari itu teman-temannya begitu bersemangat seolah mengetahui kemenangan selalu berada di pihak mereka. Mereka terlihat sombong. Dan itu menakutkan untuk Wooyoung. Sambil menunduk ia melirik persiapan anggota tim. Sedikit terkejut, seorang laki-laki berambut cokelat sedang melihatnya tajam kemudian memalingkan pandangannya secepat motor hitam yang selalu ditungganginya. Dengan segala keangkuhan pemuda itu, ia sempat memandang Wooyoung si kikuk yang notabenenya adalah anak cupu. Ya Tuhan, bolehkah Wooyoung sedikit berbangga karena Nichkhun Buck Horvejkul sempat menatapnya? Apakah ia sedang bermimpi, Tuhan?



∞∞∞



“Anak-anak, kau bisa mengumpulkannya di mejaku bila pekerjaanmu telah selesai,” kata wanita paruh baya bernama Kim Yubin. Beliau adalah dosen pengampu untuk mata kuliah tambahan, Keterampilan Tangan. Tidak banyak memang mahasiswa yang mengambil kelas tambahan seperti ini. Sebagian dari mereka malah menganggap kelas ini tidak berpengaruh pada Indeks Prestasi Kumulatif. Tapi setidaknya ada satu orang di sini yang terlihat begitu antusias. Satu dari dua belas yang masih memilih untuk hadir di sini daripada berbondong-bondong menyaksikan pertandingan football bodoh hari itu.


Nona Yubin meninggalkan kelas diikuti dengan separuh anak yang telah menyelesaikan pekerjaannya. Hari ini beliau memberikan tugas praktik untuk membuat sebuah benda yang memiliki harga jual. Harusnya itu tidak terlalu sulit jika dibandingkan dengan membuat tembikar atau barang pecah belah semacamnya. Tapi Wooyoung belum juga menyelesaikannya setelah orang terakhir di kelas itu memoles sedikit pekerjaannya dan melabeli kemasannya dengan nama.


“Kau masih belum selesai, Wooyoung-ssi?” tegur orang itu dengan ramah. Pemuda asal Daegu itu sedang memasuki cat air kedalam tasnya dan memastikan tidak ada peralatan yang tertinggal.


“N-ne… sepertinya aku harus sedikit bekerja keras, Minjun-ssi,” sahut Wooyong sambil tersenyum kecil. Ia tidak menyangka Minjun yang populer akan menyapanya pertama kali. Selama ini walau pun mereka berada dalam beberapa kelas yang sama, tidak pernah sekali pun mereka berinteraksi cukup dekat seperti ini. Kim Minjun selalu mengobrol dengan teman-temannya yang terkenal. Membahas topik dari masalah A hingga ke Z, sampai membicarakan Ok Taecyeon yang mengemis-emis cinta kepadanya.


“Baiklah, kalau begitu aku duluan ya. Sampai jumpa!” Minjun meninggalkan kelas dengan senyuman paling menawan yang pernah Wooyoung lihat. Wooyoung begitu kagum dengan kebaikan hati Minjun. Rupanya begitu menawan. Minjun ibarat sebuah paket lengkap yang Tuhan ciptakan di muka bumi ini. Sangat sempurna. Pantas saja Taecyeon begitu ngotot mengejar-ejar Minjun walaupun cowok itu sudah jelas menolaknya. Ok Taecyeon pasti merasa tertantang untuk menundukan laki-laki seperti Minjun.


“Ba-baiklah... Jang Wooyoung fighting!” bisik pemuda itu sambil mengepalkan tangan. Ia kembali menjahit hand-bag pada bahannya dan terlalu serius hingga tak terasa matahari sudah tenggelam.



 

∞∞∞



Kampus nyaris kosong waktu Wooyoung keluar kelas dan mengumpulkan pekerjaannya di ruang dosen. Sisa-sisa pertandingan hari itu masih terlihat ketika ia melintasi lapangan. Baner dan spanduk saling tumpang-tindih di dinding. Sisa kaleng soda dan kemasan makanan ringan berserakan di tanah. Biasanya ada petugas kebersihan yang akan mengurusi hal-hal semacam ini. Dan besok pagi, lapangan akan kembali bersih dan bisa dipakai sebagaimana mestinya. Tidak ada lagi kekacauan seperti ini. Kecuali poster besar yang terpampang  di salah satu sudut sana. Poster tim football fakultas seni, si pemenang pertandingan.


Pemuda ini meneguk ludah ketika langkahnya terhenti untuk sekedar mengamati poster raksasa itu. Wajah-wajah buas dan liar terpajang angkuh di sana. Tidak hanya itu. Sorot mata pemangsa bak elang kesebelasan anggota tim seolah mampu menebak isi kepala siapa saja bagaikan buku yang terbuka. Wooyoung bisa merasakan pipinya memanas ketika matanya berhenti pada mata gelap milik Taecyeon. Bajingan itu. Mungkin cowok itu sedang bersenang-senang sekarang. Merayakan kemenangan. Berpesta sepanjang malam sambil meneguk lusinan krit tequila. Dan cowok itu bisa saja melupakan kejadiaan di mana pagi ini tangannya yang brengsek nyaris berhasil menodai tubuh Wooyoung.


“Aku benci dia…” ujar Wooyoung dengan volume rendah. Ia tidak berani mengatakan hal ini secara terang-terangan. Dirinya terlalu takut. Takut kalau si Brengsek akan murka dan menindasnya habis-habisan seperti dulu. Belum lagi jika ditambah dengan campur tangan dua kroninya yang akan memberikan sentuhan akhir disetiap peristiwa penindasan. Ia tidak mau berurusan dengan masalah yang menyangkut tiga predator kampus itu. Sudah cukup kejadian buruk masa SMA menghantui hari-harinya. Dan ia tidak ingin menambah penderitaannya atau sekadar membuka luka lama yang membuat jiwanya tertekan.


Wooyoung melanjutkan langkahnya dengan gontai. Ia masih tidak bisa melupakan kejadian pagi ini. Jejak sentuhan Taecyeon di selangkangannya masih terasa sampai sekarang. Betapa takutnya dia. Jantungnya berdebar kencang hingga ia khawatir suaranya dapat terdengar oleh orang lain. Semoga saja tidak ada yang mendengarnya. Suasana kampus pada jam-jam seperti ini harusnya menguntungkan buatnya. Wooyoung selalu menjadi orang terakhir yang meninggalkan lingkungan kampus. Bukan karena kelasnya selesai paling akhir atau tugas-tugus yang diberikan dosen menumpuk hingga ia harus lembur sampai sore hari. Ia hanya menghindari keramaian supaya bisa lebih leluasa bergerak dan berusaha tidak menunduk. Tapi mengingat Taecyeon nyaris melakukan pelecehan padanya pagi tadi, Wooyoung kembali menunduk dan menggenggam tangannya dengan erat. Hatinya berdoa agar ia dikuatkan, namun pemuda ini begitu takut untuk menghadapi kenyataan kejam yang akan diterima olehnya. Membayangkan bahwa Taecyeon menunggunya di depan gerbang makin membuat jantungnya berdegup. Jalinan udara seakan menipis hingga ia sulit bernapas. Semoga bajingan itu tidak ada… semoga cowok itu sedang sibuk dengan cewek seksi yang bisa menghangatkan ranjangnya…


Wooyoung terlalu peduli pada ketakutannya hingga tak sadar menabrak seseorang. Pemuda ini menelan ludahnya dengan gugup. Takut kalau imajinasinya tentang Taecyeon yang menjegalnya di depan gerbang menjadi kenyataan.


“Argh…” ringis orang itu. Wooyoung bisa mendengar suaranya yang dingin. Semoga bukan Taecyeon… semoga bukan salah satu dari predator kampus… semoga bukan orang jahat yang berniat macam-macam padanya…


Wooyoung bisa saja memanjatkan doa lebih banyak lagi, namun orang itu segera berlalu setelah memunguti kertas-kertasnya bahkan sebelum Wooyoung sempat meminta maaf dan membantunya mengambilkan kertas-kertas itu.


Ternyata pemuda ini terlalu paranoid dan merasa bersalah setelahnya karena tidak mengucapkan kata maaf dan memunguti lembar makalah ilmiah milik Lee Junho. Siapa yang tidak mengenal lelaki itu. Hanya dengan menatap punggungnya saja, Wooyoung segera tahu kalau dia adalah Junho. Si nomor satu kampus yang selalu memenangkan olimpiade ilmiah. Dia adalah bintang dalam urusan pendidikan. Bahkan Wooyoung mendengar, dari gosip-gosip para gadis ketika ia melewati koridor, Junho bisa kuliah di Universitas Kirin karena mendapatkan beasiswa pendidikan. Mungkin setelah kejadian ini, pemuda nomor satu di kampus itu akan menganggap bahwa Wooyoung adalah pemuda sombong yang tidak tahu bagaimana caranya meminta maaf.







 



...to be continued.


Well /sigh/ gimana? Apa chapter pertama sesuai dengan harapan kalian? Sebelumnya aku mau ngucapin terimakasih bagi reader yang telah mensubcribe dan bahkan menvoting tulisan ini. Aku juga gak bisa balesin satu-satu review kalian... dan setelah aku tahu respon kalian yang menurutku cukup baik, aku sadar sepenuhnya bahwa bebanku semakin berat. Semoga chapter pertama ini bisa memuaskan mata kalian. Sekali lagi, boleh minta reviewnya? :")


 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tina0608
#1
Chapter 6: Lanjut dong,penasaran setengah idup ne. . .
Apa lg aq channuneo shiper,pleaseeeeee lanjut dong. . .
adeloveskyu #2
Chapter 6: aaaahhh mau channuneo nya lagiii authornim ^^ please update soon.. ga sabar nunggu kelanjutannya terutama channuneo nya ^^ thankyou authornim
Twuland421 #3
Chapter 6: Oohh senangnya author update.. jadi terharu ak.. hehe
Semangat Thor buat chap selanjutnya.. ku tunggu..
hwootestjang #4
Chapter 6: Whoooaaa.. udah lama sih ditunggu. Yeay, khunwoo moment semakin hot.
Chanuneo juga makin evolve ni..
thank you for the story
yeppopjy
#5
Chapter 6: Akhirnya authornim update juga.. Aku udah baca berkali2 tapi masih sebel cerita nya gantung. Hehehe. Momen Khunwoo nya di tambah lebih banyak lagi dan si miss hwang nya segera di hilangkan dari peredaran. Hehehe. Jangan bosen update yah authornim. Fighting!
0430nayoung #6
Chapter 5: Arrrggghhh thor-nim
Akhir akhir ini suka lupa bukan aff
Berhubung satu dan lain hal hiks :'(


Btw tetap suka ceritanya ><
Plisss update secepat cepatnya,jangan kelamaan hiatus
Pada banyak yg nungguin nihh
Hohohoho
oshalalala #7
Chapter 5: Annyeong author-nim. Saya baru baca ini ff. Dan sejujurnya, saya juga ngikutin ff lawless'nya shioonrin-chan yg di ffn. Saya suka bgt penggambaran karakternya disini. Karakter sasuke di lawless tergambarkan dgn baik disini. Juga karakternya gaara.
Oh iya, kalo ini based on lawless, semua tokoh di lawless ada semua ga? Ato memang ada sedikit perubahan? Kalo sama semua, saya ga sabar nunggu siapa yg bakalan jadi neji sama shika. Hehe.. Oh iya, satu req dr saya, porsi channuneo rada dibanyakin ya thor. Yah, walopun mrk cuman pendukung, tp saya berharap ada porsi lebih. Hehe....
Sekian dari saya. Lanjutkan berkarya author-nim ^^
Afhazza #8
Chapter 5: Lanjutkan Thorrr ^_^ gak sabar nungguin kelanjutannya ^_^
Mrs_Jang #9
Chapter 5: Ku pen liat kelanjutannya.... g sbar, cpet update ya author nim.. :D
LenkaChakhi
#10
Chapter 5: Huua kayaknya aku ketinggalan yah ? Udah chap 5 aja .
Ma'af, onnie baru comment
Huaaa i need more . Pokoknya update lagi ayokk