1

Monochrome

Judul              : Monochrome
Nama Author : asdfghjm15
Karakter         : Wu Yifan, Kim Eunra (OC), Lee Donghae etc.
Genre              : Romance, School-life
Author’s Note : Based by my own true story. Ini fanfic gua yang… kesekian ratus (sumpah, sekian ratus) dan gua pengen coba post. Bahasa agak terlalu casual, maaf kalo ada typo & kesalahan. No plagiarism, please. Gangnam High School kayaknya punya sistem yang beda sama sekolah lainnya, jadi maklum aja kalo unik. Line idol diacak-acak.
[Keterangan: MVP itu Most Valuable Player, semacam pemain paling berbakat di suatu ajang kompetisi.]

 

Klub Basket Gangnam High School.

Kim Eunra memasuki ruang kelas berlabel ‘klub basket’ itu setelah mempertimbangkan sekian menit di depan kelas. Sekitar dua puluh anak sudah duduk manis di bangkunya, sebagian mengobrol, membincangkan skor NBA tadi malam, atau sekedar duduk diam memperhatikan ruang kelas.

Tahun ajaran baru sudah dimulai, dan banyak murid baru yang memasuki sekolah bergengsi di daerah berkelas ini. Kim Eunra salah satunya. Di hari kedua, semua murid diizinkan untuk memilih satu klub di luar jam pelajaran, dan Eunra sudah memilih, yaitu klub basket yang baru saja dimasukinya.

Meskipun Kim Eunra adalah seorang perempuan, minatnya kepada basket yang tergolong olahraga melelahkan sungguh besar. Sejak duduk di SMP, Eunra sudah mengikuti sekian olimpiade basket dan memenangkannya bersama tim lamanya. Ia juga tidak seperti cewek lain, rambutnya dipotong shaggy sebahu dan untuk ukuran seorang perempuan ia cukup kuat. Sifatnya juga tidak terlalu girly dan temannya bukan hanya perempuan saja.

Setelah menuliskan namanya di kertas absen, ia mengambil tempat duduk di samping jendela. Tasnya dibanting di kursi, dan ia langsung duduk sambil mengamati anggota klub lainnya. Sekitar tiga perempatnya adalah cowok yang lumayan tinggi, tapi tak jarang ada cewek yang mengintip ke ruang klub dan memutuskan untuk ikut.

Di sudut ruangan, ada Lee Donghae, teman akrabnya sejak SMP. “Dia juga ikut klub basket?” batin Eunra. Donghae sedang asyik mengobrol dengan beberapa teman barunya, dan ia melirik ke Eunra. Donghae melambaikan tangan sambil tersenyum, dan Eunra balas menyapa.

Tiba-tiba Eunra dikejutkan oleh suara yang cukup keras. Seorang cowok datang dari luar kelas, membanting tasnya dan duduk tepat di depan Eunra. Eunra langsung menatapnya tajam, tapi yang terlihat dari sudut pandangnya yang cukup ‘pendek’ hanyalah bahunya.

“Maaf,” gumam cowok itu, dia hanya sedikit melirik Eunra. Eunra sendiri masih sebal, jadi dia hanya bergumam mengiyakan. Dalam hati, ia berpikir “Tinggi banget!”

Beberapa detik kemudian, tiba-tiba pintu klub terbuka. Masuklah sebuah sosok yang sangat mudah dikenali sebagai pelatih klub basket Gangnam High School, Jung Yunho. Yunho adalah mahasiswa yang bekerja sambilan di sekolah ini, dan reputasinya di dunia basket cukup baik.

“Selamat pagi!” sapa Yunho, dan yang lain menjawab. Yunho menatap puas calon anak-anak didiknya itu, dan ia berkata lagi, “Selamat datang di klub basket Gangnam High School. Seperti yang kalian tahu, senior kalian di klub ini sudah mengharumkan nama Gangnam High School di berbagai pertandingan, dan aku harap kalian juga bisa bertanding dengan baik.”

“Aku Jung Yunho, mahasiswa part-time worker  yang akan menjadi pelatih kalian selama kalian masih berada di klub basket ini. Sekarang perkenalkan diri kalian, mulai dari barisan paling kanan,” katanya, dan orang yang duduk di barisan paling kanan berdiri, membungkuk, dan memperkenalkan diri. “Halo, namaku Kim Myungsoo, salam kenal.”

Perkenalan terus berlanjut, dan sekarang giliran cowok di depan Eunra. Ia bangkit berdiri, dan ternyata memang benar, ia tinggi sekali. Ia membungkuk dan berkata, “Namaku Wu Yifan.”

Sayang sekali sebelum Eunra sempat melihat wajahnya, cowok bernama Yifan itu sudah duduk kembali. Ia melirik beberapa cewek di sisi lain kelas, banyak yang menatap Yifan dengan tatapan kagum. Cih, memang dia tampan? Dari gayanya ia terlihat menyebalkan, batin Eunra.

Setelah menyadari kalau ini gilirannya memperkenalkan diri, Eunra bangkit berdiri dan dengan malas berkata, “Halo, namaku Kim Eunra.”

“Kim Eunra dari Seoul Junior High School?” tanya Yunho, dan dengan bingung Eunra mengangguk. “Pelatih tahu dari mana?”

Most Valuable Player tahun lalu,” kata Yunho, dan dengan bingung Eunra mengangguk lagi. Siapa sih, Jung Yunho ini? Kenapa ia bisa tahu segalanya tentang dirinya?

Seakan bisa membaca pikiran Eunra, Yunho menjawab, “Aku juri olimpiade basket putri tahun lalu, jadi aku mengenalmu.” Eunra hanya mengangguk-angguk dengan perasaan kagum, dan sekarang hampir semua anak di kelas itu menatapnya. Semua, kecuali Yifan.

“Wu Yifan juga MVP tahun lalu,” tiba-tiba terdengar celetukan Kim Myungsoo, dan sekarang giliran semua mata memandangnya. Yunho langsung menepuk tangannya sekali, dan berkata, “Ah! Aku baru ingat. Jadi rupanya kelas kita punya dua pemain ekstra berbakat, eh?” dan semuanya mengiyakan.

Eunra melirik ke Yifan di hadapannya yang sampai sekarang wajahnya belum ia ketahui. Masa sih, ia berbakat? Kalau dari fisiknya sih, mau tak mau Eunra harus mengakui. Dia tinggi dan lumayan berotot. Tapi siapa yang tahu skillnya?

“Perkenalan hari ini sudah selesai. Mulai besok, klub akan diadakan setiap pulang sekolah, hari Senin, Rabu, dan Jumat. Apa ada yang perlu ditanya?”

Seisi kelas terdiam.

“Baiklah kalau begitu, perkenalan klub hari ini selesai. Sampai jumpa!” Yunho mengambil tasnya, lalu bangkit berdiri dan berjalan keluar. Beberapa anak mengikutinya pergi, sebagian masih menanyainya soal klub dan sebagian langsung pulang. Eunra sendiri belum keluar dari kelas, ia mengambil ponselnya dan memainkannya.

Yifan bangkit berdiri, dan bersama beberapa temannya –yang juga tinggi dan cukup tampan–yang juga mengikuti klub basket berjalan keluar. Kalau diperhatikan, Yifan ini sepertinya cukup terkenal di sekolah. Maklum, ia berasal dari SMP yang sama dengan sekolah ini, jadi wajar saja kalau banyak yang mengenalnya. Prestasi basketnya juga bagus. Menurut observasi Eunra, ia bisa melihat –dari suara dan punggungnya– kalau Yifan ini sebenarnya lumayan tampan, tapi kesan pertamanya terhadap Yifan buruk karena kejadian tadi pagi! Ia menatap Yifan dan teman-temannya yang asik tertawa dalam diam.

“Eunra-ya!” tiba-tiba Donghae melompat duduk di sampingnya, langsung merangkul bahunya. Eunra kaget dan langsung memukul kaki temannya itu. “Bikin kaget aja, sih!”

“Ah, sakit!” gumam Donghae dan ia langsung mengelus kakinya yang baru saja dipukul. “Lu ikut basket lagi? Kenapa nggak nyoba sesuatu yang lebih ‘kewanitaan’? Misalnya klub cheerleader…” kata Donghae, dan Eunra langsung meliriknya tajam. “Diam.”

“Banyak kok, cewek yang ikut klub basket!” kilah Eunra, dan Donghae langsung melihat sekeliling. “Iya sih, tapi menurut gua mereka ngikutin Yifan doang. Apa lu nggak ngerasa?” jawab Donghae.

“Hah?” gumam Eunra. Donghae pun menjelaskan lagi, “Mereka nggak kelihatan kayak cewek-cewek yang jago main basket. Mereka juga ngeliatin Yifan sepanjang perkenalan tadi.”

“Terus lu sirik karena lu nggak diliatin?” jawab Eunra sinis, dan Donghae langsung memukul bahunya. “Ah, sakit. Bercanda doang!” jawabnya, namun Donghae sudah tertawa cekikikan sambil bangkit berdiri. “Ke kantin, yuk. Gua laper.”

Eunra keluar dari kelas itu, mengikuti Donghae ke kantin sekolah. Bukan karena dia ingin bersama Donghae, tapi karena ia tidak tahu arah jalan ke kantin.

Hari ketiga di Gangnam High School.

Ini hari Rabu, dan sesuai jadwal, seharusnya kegiatan klub basket diadakan hari ini. Bangku pinggir lapanganpun menjadi tempat duduk-duduk anggota klub basket meskipun sebagian besar duduk di lantai, tapi Yifan belum tiba. Eunra sendiri baru saja tiba bersama Donghae, dan sekarang mereka sudah mengakrabkan diri dengan anggota lainnya.

“Kalo lu, dulu ikut klub nggak?” tanya Eunra pada seorang cowok yang kemarin dilihatnya bersama Yifan. Cowok itu –yang ternyata bernama Huang Zitao, mengangguk. “Dulu gua satu klub sama Yifan waktu SMP.”

Dari perkenalan-perkenalan itu, Donghae dan Eunra bisa tahu kalau tidak semua cewek masuk klub karena keberadaan Yifan. Ada Jung Haeri, cewek yang masuk klub karena ia direkomendasikan guru olahraga lamanya. Ada juga Park Sunyoung, cewek yang masuk klub karena ia sangat menyukai basket. Tapi sisanya memang terpengaruh keberadaan Yifan.

Karena perkenalan itu juga mereka bisa tahu kalau ada satu couple di klub mereka. Park Chanyeol dan Kim Yoojin ternyata berpacaran dan sama-sama suka bermain basket, jadilah mereka berdua sama-sama masuk klub.

Tiba-tiba Wu Yifan berjalan masuk ke lapangan dan mendatangi anggota klub. Beberapa cewek yang tadinya terlihat agak lemaspun langsung ‘bangkit’ kembali dan menyapanya. “Hai, Yifan!”

“Halo,” jawab Yifan singkat, dan ternyata suaranya rendah sekali. Zitao langsung bergeser dan memberi tempat untuk Yifan, dan mereka duduk bersampingan di kursi tunggu. Ia kembali meneguk minuman ringan yang dibelinya tadi di vending machine sekolah.

“Yunho hyung mana?” tanyanya pelan pada Zitao, dan Zitao menjawab. “Belum datang.” Zitao mengambil ponsel dari sakunya dan memainkannya.

Ini pertama kalinya Eunra melihat wajah Yifan. Matanya tajam, bola matanya berwarna cokelat gelap. Alisnya juga tajam. Hidungnya mancung. Bibirnya terlihat dingin dan jarang mengumbar senyum. Wajahnya tirus, dilengkapi dengan rambut cokelat yang sedikit diacak-acak di bagian atas. Gaya duduknya membungkuk dengan kedua lengannya menumpu di paha. Kaos yang dikenakannya sedikit memperlihatkan bentuk tubuhnya. Tidak terlalu penuh dengan otot, tapi bisa dipastikan kalau tubuh Yifan well-builded. Yifan juga tinggi, mungkin hal itu yang mengakibatkan cewek-cewek tertarik dengannya.

Eunra menatapnya kosong, lalu tersadar ketika pembicarannya dengan anggota klub berlanjut. Eunra kembali berbincang dengan mereka, melupakan hal yang tadinya dipikirkannya.

Sesekali, diam-diam Eunra melirik Yifan. Orang itu sepertinya benar-benar dingin, masa Eunra sendiri sudah tertawa sampai sakit perut tapi dia masih saja diam, hanya ngobrol ringan dengan Zitao, Luhan dan teman-temannya.

“Benar kan, Yifan?” tiba-tiba seorang anggota yang duduk dekat dengan Yifan berkata dan meninju bahu Yifan. Yifan tertawa kecil –benar, ia tertawa– dan menjawab, “Gua masih inget pas itu.”

Saat tertawa, muncul garis kecil di pipinya. Matanya menyipit membentuk tanda kurung tajam. Gigi atasnya yang rapi tampak, dan bibirnya membentuk senyuman lebar. Beberapa temannya juga tertawa saat Yifan tertawa. Ini pertama kalinya Eunra melihatnya tertawa, tadinya ia mengira kalau Yifan hanyalah seorang jerk yang bersikap sok dingin.

“Iya, kan?” Donghae menyikut Eunra tiba-tiba, dan semua anggota sudah tertawa sampai mata mereka berair. Eunra hanya asal mengiyakan dan ikut tertawa pelan, padahal jelas-jelas ia tidak tahu apa yang mereka tertawakan. Ia terlalu sibuk memperhatikan Yifan.

Donghae sendiri sebenarnya hanya berpura-pura tertawa senang. Ia tahu kalau Eunra sedari tadi memperhatikan Yifan. Dan Donghae takut hal yang ditakutinya terjadi…

Memendam perasaan ke seseorang itu sulit, ya?

Itulah topik pikiran Donghae hari ini. Menjadi sahabat paling dekat Eunra membuatnya berpikir kalau Eunra hanyalah ‘milik’nya dan ia adalah ‘milik’ Eunra, tak lebih dari itu. Sahabat jadi cinta akan terjadi seperti di novel-novel dan film-film. Tak pernah terpikirkan olehnya kalau Eunra akan suka cowok lain.

 Donghae menggenggam pulpen di tangannya dan kembali menggambar doodle yang sedari tadi dilukisnya, alhasil buku biologinya penuh dengan coretan.

Mungkin ini salahnya sendiri, nggak pernah bilang kalau dia suka Eunra. Mereka mungkin terlalu friend-zoned. Atau karena Eunra juga diam-diam suka padanya?

Tapi bagaimana kalo ujungnya Eunra malah suka sama Yifan? Mereka jadian, dan Donghae ditinggalkan sendirian. Orang yang disukainya malah pergi dengan cowok lain.

Tapi gimana kalau Eunra benar-benar suka dengan Yifan, namun Yifan menolaknya saat ia menyatakan perasaannya? Pasti Eunra sedih. Donghae melirik Yifan –yang ternyata sekelas dengannya–, dan berdecak kecil ketika membayangkannya.

Yifan yang duduk di sudut tembok sendiri duduk dengan kaki diangkat ke penyangga meja itu sedang memutar-mutar pulpen di jemarinya, matanya menatap lurus ke papan tulis yang berisi skema biologi. Ia sepertinya tidak menyadari kalau dari sudut lain Donghae sedang menatapnya penuh pertanyaan.

Tidak ada materi yang masuk ke otak Donghae di kelas biologi hari ini.

Eunra duduk sendirian di bangku lobby sekolah, tangannya asyik memainkan ponselnya. Telinganya sendiri disumbat oleh earphone yang memainkan lagu Eminem. Rasanya bosan kalau tidak ada Donghae. Donghae sedang ada kelas biologi untuk dua jam pelajaran. Kelas matematika Eunra sendiri sedang diliburkan karena sang guru cuti, jadi anak-anak kelas matematika sekarang berhamburan.

Ia beralih dari ponselnya. Lobby sekolahnya ini berhadapan lurus dengan lapangan sekolah, jadi sekarang ia bisa memperhatikan anak-anak cowok yang sedang bermain basket. Ia bisa mengenali Luhan disana, teman Yifan kemarin.

Kenapa jadi kepikiran Yifan, ya?

Sepertinya ia masuk ke kelas biologi juga, dan informasi itu didapatnya saat ia (tanpa sengaja) menguping pembicaraan cewek-cewek fansnya. Dan katanya beberapa cewek fansnya itu juga ingin ke kelas biologi. Kayak sasaeng banget, sih!

“Eunra?”

Ia menoleh, dan ternyata di belakangnya ada Song Ahri, cewek yang dikenalnya di koridor sekolah tadi pagi. Eunra tersenyum kecil, dan menyapanya balik. “Hai.”

“Lagi apa? Kok sendirian?” tanya Ahri, dan Eunra hanya tertawa kecil. “Nonton basket,” ia menunjuk empat cowok di lapangan. Ahri ini salah satu anggota dance, jadi seharusnya sekarang ia ada kelas. “Lu sendiri, ngapain? Nggak di kelas?” tanya Eunra.

“Lagi bolos kelas,” Ahri terkikik. Ahri ini salah satu cewek tercewek yang pernah dikenal Eunra. Ke sekolah pakai rok pendek sepaha, cardigan rajut dan croptop berlengan tanktop yang katanya ‘biarin kebuka kalo aku angkat tangan, yang penting modis!’ dan sepatu bot sebetis yang kayaknya repot banget.

Eunra hanya tersenyum kecil, sedangkan Ahri sudah duduk disampingnya, ikut-ikutan nonton basket. “Eh, katanya kamu ikut klub basket?” tanyanya, dan Eunra mengangguk. “Tahu darimana?”

“Temen-temen dance aku pada ngomongin kamu, tau! Kamu ini MVP tahun lalu, ya?” tanya Ahri, dan dengan bingung Eunra mengangguk.

“Nah, tuh kan! Kamu disandingin sama Yifan gara-gara kalian sama-sama MVP, padahal banyak temen aku suka sama Yifan,” jawan Ahri, dan Eunra mengangguk-angguk padahal masih bingung. “Banyak banget sih yang suka sama Yifan.”

“Kamu juga suka dia?” tanya Ahri, dan Eunra langsung menatapnya tidak percaya. “Gila lu?! Ya enggaklah!”

Tiba-tiba Ahri berbisik, “Rahasia, ya! Sebenernya aku suka Yifan!” dan ia terkikik. Eunra langsung menatapnya dengan tatapan yifan-kok-banyak-banget-yang-suka. Disini suka Yifan, eh yang disana juga suka.

“Lu kasih tahu rahasia lu ke gua?” jawab Eunra dengan smirk kecil. Ahri mengangguk, “Aku mau minta bantuan kamu buat aku ngasih surat ke dia, soalnya kan kamu ikut klub basket jadi bakal sering ketemu dia,” kata Ahri.

Eunra mengangguk-angguk. “Yaudah deh,” jawabnya, padahal pikirannya sekarang melayang-layang.

“Eh, kan kamu MVP, coba main dong, aku mau lihat!” pinta Ahri. Eunra sendiri awalnya ragu untuk mengambil bola dari para cowok yang mayoritas tidak dikenalnya tapi daripada duduk diam dengan bosan, lebih baik ia main. Eunra mengangguk dan mulai berjalan ke lapangan. “Minta bolanya, dong!”

Mereka menatapnya, lalu salah satunya berkata, “Steal!”

Eunra langsung berlari ke tengah lapangan, untungnya mereka hanya bermain setengah lapangan jadi ruang bermain tidak terlalu luas. Ketika Luhan akan melakukan shoot dari pinggir lapangan, Eunra langsung meng-block (menghalangi) bolanya dan sekarang bola ada di tangannya.

Dari lobby, Ahri bertepuk tangan senang. Eunra beberapa kali menghindar dari pemain lain, ia men-dribble bola dan ketika ia sudah sampai di dekat ring, ia melakukan lay-up (tembakan di dekat ring) dan dengan mulus bola memasuki ring.

“Jago juga,” gumam salah satu cowok di lapangan. “Nama lu siapa?”

 “Kim Eunra,” Eunra berjalan mundur sambil menjawab, ia menangkap bola yang dilemparkan Luhan padanya. “Lu?”

“Jung Yonghwa!” jawabnya, dan ia langsung menangkap pass dari Eunra. Yonghwa men-shoot (menembak) bola dari lokasi three point, dan bola berhasil masuk dengan mulus. Ia kembali berteriak pada Eunra yang sekarang hanya berdiri menontonnya. “Ikut klub?”

Eunra mengangguk. “Lu?” tanyanya lagi, dan Yonghwa sepertinya menemukan cara untuk tidak mengobrol sambil berteriak –ia berlari mendekati Eunra. “Ikut,” ia mengangguk, namun sepertinya wajahnya tidak ada di pertemuan klub kemarin. “Dua hari ini gua harus latihan band, jadi nggak bisa datang.”

“Band?” tanya Eunra, dan Yonghwa mengangguk. “Gua kelas 11. Lu adik kelas, kan?” dan Eunra mengangguk. “Band sekolah kita namanya Chrome. Gua gitaris-vokalisnya,” jawab Yonghwa, tapi Eunra yang diharapkannya menjawab malah lari mendekati bola yang meluncur menuju seorang cowok lain, dan ia men-interceptnya (mengambil bola di udara sebelum pemain yang dituju menangkapnya). Yonghwa menatapnya kaget karena baru pertama kali ini seorang cewek meninggalkannya di tengah obrolan.

Eunra berusaha melakukan shoot lagi, tapi lemparannya membentur pinggiran ring. Ia mengerang sebal, lalu berlari ke sebelah Yonghwa lagi. “Gua balik ke lobby, ya.”

“Di lobby? Sama siapa? Apa nggak bosen?” tanya Yonghwa bertubi-tubi, dan Eunra menunjuk Ahri di lobby. “Tuh, sama Ahri.”

“Song Ahri?” tanya Yonghwa lagi, tapi sekarang ia terihat antusias, dan Eunra mengangguk. “Lu suka sama dia?” dan Yonghwa langsung berkilah, “Enggak!!” tapi ia tidak bisa menyembunyikan, memang kelihatan kalau Yonghwa suka Ahri. “Tembak sana!” Eunra tersenyum nakal lalu berlari ke lobby lagi, menemui Ahri.

“Kamu mainnya jago!” kata Ahri, dan Eunra tersenyum kecil. “Thanks.”

Diam-diam, Yonghwa duduk di sudut lapangan dan mengamati mereka berdua. Kim Eunra datang dan secara tidak langsung menyemangati dia. Song Ahri… sosok yang dia sukai selama lebih dari dua tahun, akankah dia punya keberanian buat menyatakan perasaan?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
huskylover #1
ini setting seoklahnya ... sekolah kita banget je =.=
kok ga tambahin guru dwarfism?
xx_Kiss
#2
“Kalo emang cinta kenapa nggak dinyatakan aja?"
Karena aku malu /uhuk uhuk/ .//_//.
exofriend_INA #3
Chapter 1: ini lucu yah, indonesia bangeeeeett hmm~ kangen ff school life gini yaampun >< walau bahasanya gaol gewla *alay* tp bikin penasaran, salam kenal author-nim^^
exofriend_INA #4
sang penulis ini namanya sangat unik ><
laura_kims #5
Chapter 4: lololol, keren bgt dan pastinya kocak abis. Suka bgt!
amusuk
#6
Chapter 1: saya heran kenapa nggak ada yang komen di sini. gaya berceritanya berbeda dari kebanyakan yang saya baca di sini. dan walau agak terkesan kayak orang ibu kota, tapi juga rasanya friendly gitu, lebih kerasa aura pertemanannya.

mungkin yang agak mengganggu cuma pergantian dialog di beberapa tempat. Di saat yang ngomong ganti orang, paragrafnya nyambung, jadi harus baca ulang ke atas untuk memastikan siapa yang ngomong.

dan karena udah malem, saya baca next chap lain waktu :)

keep up the spirit to write!