Chapter 2

Dream Academy

“Ini, minumlah.” Baekhyun meletakkan sekotak susu pisang di hadapan Chanyeol.

“Apa ini?” mata Chanyeol membulat karena terkejut akan kedatangan Baekhyun yang tiba-tiba.

“Ucapan terima kasihku karena kau sudah membuatkanku peta menuju kantin. Aku bisa sampai dengan selamat di sini.” Baekhyun tersenyum kemudian duduk di kursi di hadapan Chanyeol.

“Yaa, setidaknya kau tidak akan membuat masalah lagi karena kau tersesat.” Chanyeol terdiam sejenak mengunyah kimchinya, “Mungkin selanjutnya aku perlu menjadi petamu?”

“Tidak perlu. Mungkin minggu depan aku sudah bisa menghafal isi asrama ini.”

“Baiklah.” Chanyeol terdengar kecewa, namun kemudian ia tersenyum dan mengangkat kotak susu pisang di hadapannya, “Omong-omong, terima kasih.”

“Tadi siang kau bilang ingin susu pisang saat Jongdae memintaku mentraktir kalian, jadi kukira kau pasti suka dengan susu pisang.”

“Hehe, begitulah. Kalau kau, apa kau punya rasa favorit Baekhyun?”

“Hmm...” Baekhyun berpikir sambil menyuapkan bibimbab ke dalam mulutnya “...aku suka strawberry.”

“Apa? Strawberry?” Chanyeol menaikkan salah satu alisnya.

“Ya. Kenapa?”

“Ah, tidak. Itu... manis sekali.”

“Kau tidak memikirkan hal aneh kan?” Baekhyun menatap Chanyeol curiga.

“Tentu saja tidak! Tidak ada salahnya seorang pria menyukai rasa strawberry.” Chanyeol menjawab dengan gugup.

“Omong-omong, bagaimana dengan Jongdae?”

“Eh?”

“Dia pasti akan menagihku besok. Jadi apa ada makanan atau minuman tertentu yang ia suka?”

“Aah, dia suka apapun yang berhubungan dengan jeruk. Bahkan ia bisa menghabiskan satu kardus jeruk sendirian.”

“Begitu? Hmm, baiklah.” Baekhyun bangkit dan membereskan mangkuknya, “Aku duluan.”

“Ah, apa kau baik-baik saja?” Chanyeol menatap Baekhyun khawatir.

“Tidak apa-apa. Aku punya ini.” Baekhyun mengeluarkan selembar kertas putih dari saku belakang jeansnya.

“Baiklah. Aku akan segera menyusulmu.”

“Yaa, santai saja.” Baekhyun tersenyum dan berjalan meninggalkan meja.


“Kenapa tak kau tanyakan langsung saja padanya?” Jongdae mengacungkan garpunya pada Chanyeol dan langsung ditepis olehnya. Sepertinya Chanyeol tidak dalam suasana hati yang baik.

“Seandainya bisa kutanyakan itu padanya aku tidak akan kesal begini. Semalam ia langsung pura-pura tidur begitu aku menanyakannya, dan saat jam istirahat dimulai tadi ia langsung menghilang.”

“Mungkin itu benar-benar surat cinta.” Jongdae mulai menggoda Chanyeol. Keusilannya muncul di saat yang tidak tepat.

“Jangan bercanda! Itu tidak lucu.”

Jongdae tertawa kecil melihat temannya yang semakin kesal, niat usilnya semakin menjadi-jadi. “Hei, Chanyeol. Kau tahu?” seringai muncul di wajah Jongdae, “Kalau kau benar-benar menyukainya, kau harus cepat atau kau akan kehilangan dia.”

Chanyeol memukul meja dan berteriak, “Sudah kubilang becandamu itu tidak lucu!!”

Jongdae langsung menggenggam tangan Chanyeol untuk menenangkannya, “Sssh! Baiklah, baiklah. Aku minta maaf, jadi pelankan suaramu. Ok?”

Chanyeol menghela nafas dan menatap tajam Jongdae. Ia melepaskan tangan Jongdae kemudian dengan cepat menyambar sebotol jus jeruk di samping piring Jongdae dan meminumnya. Jongdae yang terkejut berusaha merebut kembali jus jeruknya, namun Chanyeol berhasil menghindar.

“Hei!! Itu milikku!!”

“Ini untuk bayaran karena sudah membuatku kesal. Lagipula Baekhyun yang membelikan ini.”

“Aissh, anak ini!” Jongdae lalu mundur dan duduk kembali di kursinya, lalu tiba-tiba ia berteriak sambil menunjuk ke arah kirinya, “Hei! Apa yang dilakukan orang itu?”

Chanyeol menoleh mengikuti arah tangan Jongdae, dan dengan segera Jongdae memanfaatkan kelengahan Chanyeol dan merebut kembali botol jusnya. “Hahaha. Kau melawan orang yang salah, Park Do-Bi.”

Namun Chanyeol tidak menanggapi ledekan Jongdae dan terdiam sambil tetap menatap ke arah yang Jongdae tunjuk tadi. Mulutnya terbuka, dan matanya terus berkedip seakan tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Jongdae yang penasaran kemudian menoleh ke arah kirinya dan disana ia menemukan Baekhyun yang sedang bersama Kris. Pemuda manis itu terlihat sedang tertawa dan di sampingnya Kris tersenyum sambil menepuk kepala Baekhyun. Jongdae kelabakan menenangkan Chanyeol.

“Aaa, itu... mungkin tak seperti yang kau pikirkan.... Mungkin dia sedang bertanya mengenai sekolah..., atau mungkin tentang asrama... aah...” ia kehabisan kata-kata, sementara Chanyeol kemudian menghela nafas panjang dan mengalihkan pandangannya.

“Aku tidak memikirkan apa-apa.” ucap Chanyeol sambil menggaruk belakang kepalanya, kemudian bergegas bangkit dari kursinya, “Aku akan kembali ke kelas.”

“Ah, tunggu Chanyeol!” Jongdae yang masih bingung kemudian berlari mengejar langkah-langkah panjang dan cepat Chanyeol.

Ia tidak merasa marah, hanya saja perasaannya tidak nyaman jika berlama-lama di situ. Ia tak ingin marah, tak ingin marah tanpa alasan yang jelas pada teman barunya. Karena itu ia merasa lebih baik ia cepat-cepat menyingkir dari tempat itu.


“Hei, kau dengar aku, Park Chanyeol?”

“Yaa. Aku mendengarmu.” Chanyeol menjawab tanpa menoleh pada Baekhyun di belakangnya dan terus berjalan. Hal ini sedikit membuat Baekhyun kesal.

“Kalau kau tidak mau melakukannya biar kulakukan sendiri.”

“Sudah kubilang aku mendengarmu!! Bukannya aku tidak mau melakukannya.” akhirnya Chanyeol menoleh ke belakang sambil setengah berteriak.

“Kalau begitu setidaknya tatap lawan bicaramu!” Baekhyun ikut berteriak pada Chanyeol.

Akhirnya mata mereka bertatapan, namun tatapan marah dari Baekhyun bukan sesuatu yang ingin dilihat Chanyeol. Ia mengalihkan pandangan dan kembali berjalan. Baekhyun segera mengejar dan berjalan di sampingnya.

“Sebenarnya apa masalahmu?” tanya Chanyeol dingin.

“Aku yang harusnya bertanya. Sebenarnya apa masalahmu? Kita harus bekerja sama mempersiapkan kelas untuk festival budaya, tapi sekarang kau marah tanpa alasan padaku.”

“MARAH?? AKU...” Chanyeol merusaha menenangkan diri dan menurunkan nada bicaranya, “...aku tidak marah.”

“Kalau tidak marah lalu apa? Kau berteriak padaku dan menghindari menatapku.”

Suasana hati Chanyeol benar-benar sedang tidak bagus. Ia tak bisa menemukan kata-kata lagi dan akhirnya mengucapkan hal pertama yang terlintas di pikirannya, “Beritahu aku isi surat itu.”

“Surat...?” Baekhyun menaikkan satu alisnya, “Kau... masih memikirkan surat itu?”

“Tentu saja! Hal-hal misterius seperti itu sangat tidak menyenangkan untukku. Jadi, apa isi surat itu? Siapa yang mengirimkannya?”

“Surat itu...” Baekhyun ragu-ragu untuk menceritakannya, “Itu bukan urusanmu.”

“Lihat?! Kalau begitu urusanku juga apakah aku marah atau tidak padamu. Baiklah, urus saja urusanmu sendiri!” emosi Chanyeol kembali tersulut.

“Kenapa kau harus marah soal itu? Isi surat itu adalah privasiku. Meskipun kita adalah teman sekamar bukan berarti kau perlu tahu semua urusanku. Ada batas yang harus kau hargai.”

“Kau menganggapku melanggar privasimu?? Aku hanya khawatir padamu. Apakah salah jika kita mengkhawatirkan teman?”

“Bukan... maksudku bukan begitu... aku...”

“Ah, sudahlah! Terserah kau saja. Kau minta aku tidak mencampuri urusanmu? Baiklah!!” bentak Chanyeol yang kemudian meninggalkan Baekhyun sendirian.


“Tok... tok...” Baekhyun mengetuk pintu kamar 109 bercat merah itu. Seorang pemuda berwajah lembut muncul membukakan pintu. Saat ia tersenyum, lesung pipit di pipinya membuat pemuda itu semakin manis.

“Kau pasti Baekhyun. Masuklah, Jongdae ada di dalam.”

“Terima kasih, Kak.” Baekhyun membungkukkan badannya kemudian masuk ke dalam kamar itu. Kamar itu sedikit berbeda dengan kamarnya dan Chanyeol. Sebuah tempat tidur bertingkat terletak di sudut ruangan dekat jendela. Di sampingnya ada dua buah lemari berwarna biru yang menyatu dengan warna dinding kamar. Dua buah meja belajar terjejer rapi di sisi lain ruangan dan diatasnya penuh dengan buku dan barang-barang lain, sepertinya meja itu tidak difungsikan untuk menulis. Di tengah ruangan terbentang karpet oranye bulat yang lembut. Karpet itu terlihat seperti jeruk raksasa, sepertinya Baekhyun bisa menebak siapa pemilik karpet itu, dan di atasnya ada meja yang cukup besar untuk digunakan 6 orang. Jongdae sedang duduk di atas karpet itu sambil mengerjakan sesuatu.

“Apa yang kau kerjakan?” Baekhyun duduk di samping Jongdae. Jongdae mengangkat kepalanya.

“Ah, Baekhyun. Aku hanya mencoba memikirkan apa saja yang harus kita beli untuk menghias kelas kita. Kalau saja Ketua Kelas memberi tema yang jelas...” Jongdae meregangkan otot-otot tubuhnya. Sepertinya sudah cukup lama ia mengerjakan hal itu.

“Hmm, haruskah kita menetukan sendiri temanya? Aku rasa Ketua Kelas tidak akan peduli masalah itu.” usul Baekhyun. Jongdae hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil memajukan bibirnya yang seperti bebek itu.

Teman sekamar Jongdae tadi datang dan meletakkan 2 gelas jus jeruk di meja. “Aku keluar dulu. Kalian santai saja di sini.” pemuda itu tersenyum kemudian melangkah menuju pintu.

“Terima kasih kak Yi Xing. Kami tidak akan lama.” Jongdae melambaikan tangannya pada Yi Xing. “Jadi..., apa yang terjadi pada Chanyeol?”

“Eh?” Baekhyun terkejut dengan pertanyaan Jongdae yang tiba-tiba, “Aah, Chanyeol? Dia ada di kamar.”

“Kau tahu bukan itu maksud pertanyaanku.”

Baekhyun terdiam, menimbang apakah ia akan menceritakan semuanya atau tidak. “Entahlah. Siang tadi dia marah tanpa alasan padaku. Dia bilang ingin tahu isi surat yang kuterima kemarin. Tapi bukankah aku punya hak untuk tidak memberitahunya? Itu privasiku.”

Jongdae menghela nafas panjang, “Jadi begitu.”

“Hei, kau mengenalnya lebih lama. Apa dia memang seperti itu?”

“Yah, terkadang dia memang mudah marah. Tapi tenang saja, dia tak bisa marah lama-lama.”

Baekhyun tersenyum lega mendengar perkataan Jongdae, “Baguslah. Kita bisa bekerjasama dengan baik untuk festival budaya.”

“Kau... mengkhawatirkan festival budaya?” Jongdae memandang Baekhyun tak percaya.

“Tentu saja. Kalau dia marah terus kelas kita tidak bisa maksimal waktu festival budaya nanti. Aku datang ke sini juga ingin memintamu menemaniku berbelanja untuk keperluan kelas kita selama Chanyeol masih marah padaku.”

Sepertinya Jongdae salah menangkap kekhawatiran Baekhyun. Jongdae berpikir terlalu jauh tentang hubungan kedua teman dekatnya itu. Akhirnya dia menyadari kebodohannya, “Memangnya apa yang bisa terjadi dalam waktu dua hari?” batin Jongdae.


“Jongdae! Tolong bantu aku di sini.”

“Hei! Apa tak ada orang lain yang bisa kau mintai tolong? Aku juga punya pekerjaan di sini. Minta Chanyeol membantumu.”

Baekhyun menoleh pada Chanyeol yang sedang menggunting kertas krep, Chanyeol yang melihatnya langsung membuang muka. Baekhyun menghela nafas panjang dan kembali berteriak pada Jongdae, “Aku akan melakukannya sendiri!”

Jongdae menghela nafas dan menyerah pada Baekhyun, “Maaf, Minho. Aku bantu Baekhyun dulu.”

Jongdae berjalan menghampiri Baekhyun dan membantunya mengangkat papan bertuliskan “Cafe Kelas 2-1”. Baekhyun berkata lirih, “Aku bilang aku akan melakukannya sendiri.”

“Sudahlah! Kita semua sama-sama keras kepala. Aku akan membantumu, jadi cepat selesaikan. Setelah itu bantu pekerjaanku.” gerutu Jongdae. Tidak, dia bukannya tidak mau membantu Baekhyun. tapi melihat dua orang keras kepala yang masih belum mau berbaikan membuatnya kesal.

Baekhyun tersenyum pada Jongdae, “Terima kasih.”

Setelah memaku salah satu sisi papan itu di dinding, Baekhyun meminta Jongdae melanjutkan pekerjaannya, “Dari sini aku bisa melanjutkannya sendiri. Kembalilah ke Minho, setelah ini selesai aku akan membantu kalian.”

“Kau yakin?” Jongdae menatap Baekhyun khawatir. Baekhyun mengangguk dan tersenyum pada Jongdae. Mau tak mau Jongdae mempercayai Baekhyun dan pergi menuju Minho yang sedang merangkai hiasan kelas.

Baekhyun turun dan menggeser tangga kecilnya ke sisi lain papan dan berusaha mengangkat papan sambil menaiki tangga. Baekhyun mengecek apakah posisi papan itu sudah lurus dengan mencondongkan tubuhnya ke belakang, namun gerakan kecil kakinya menyenggol palu yang berada di dekat kakinya dan jatuh menimpa kaki tangga. Akibatnya tangga yang dinaiki Baekhyun bergetar dan membuat tubuh Baekhyun tidak imbang hingga akhirnya....

“BRUKKKK!!!”

“Baekhyun!!” Chanyeol yang sedari tadi mengabaikan keberadaan Baekhyun segera berlari ke arah Baekhyun setelah melihat pemuda itu terjatuh. Seisi kelas yang mendengar teriakan Chanyeol juga segera mengerumuni Baekhyun.

“Kau tak apa-apa, Baekhyun??” teriak Jongdae panik.

“Kakiku...” Baekhyun mengerang kesakitan, “...sepertinya kakiku terkilir...”

Tanpa pikir panjang Chanyeol segera menggendong Baekhyun di lengannya dan bergegas keluar kelas. Jongdae yang panik berteriak, “Kau mau kemana Chanyeol???”

“Bodoh!! Tentu saja ke klinik sekolah!!” balas Chanyeol dengan nada tak kalah panik.

Kaki panjang Chanyeol menyusuri koridor sekolah dengan kecepatan cahaya. Kepanikannya membuatnya tidak bisa berpikir jernih sampai-sampai ia tak mendengar perkataan Baekhyun.

“Chanyeol... turunkan aku... aku bisa berjalan sendiri...” ucap Baekhyun lirih.

“BODOH!!! Dengan kaki seperti itu kau tak mungkin berjalan sendiri!!” bentak Chanyeol. Bukan maksud Chanyeol untuk membentak Baekhyun, namun kepanikan membuatnya tak bisa menemukan nada yang tepat untuk berbicara.

“Tapi... bahuku... sepertinya terbentur juga... dan jika kau berlari seperti itu... semakin sakit...” perlahan Baekhyun mengucapkan maksudnya agar Chanyeol dapat sedikit tenang.

“Aah, maaf...” Chanyeol memperlambat langkahnya dan berjalan perlahan, berusaha tidak mengguncang tubuh Baekhyun.

Sesampainya di klinik sekolah dokter yang sedang berjaga saat itu segera menangani luka-luka Baekhyun, sementara Chanyeol menatap khawatir dari kejauhan. Sepertinya tidak ada luka yang serius, namun beberapa luka memar yang mulai membiru membuatnya ngeri.

“Hanya beberapa luka memar, tapi tidak parah. Akan kuberikan beberapa obat penghilang rasa sakit. Kurasa setelah dua minggu memarnya akan hilang. Tapi untuk beberapa hari ini kau akan sedikit sulit berjalan.” ucap dokter bernama Lee Sungmin itu.

“Terima kasih dokter.” Chanyeol memapah Baekhun keluar dari klinik. Pergelangan kaki kirinya dibalut agar terkilirnya tidak bertambah parah.

Baekhyun benar-benar kesulitan berjalan dengan balutan di kakinya. Chanyeol harus berjalan perlahan untuk mengimbangi kecepatan Baekhyun. Namun bukan itu yang membuatnya lelah, tapi ia harus sedikit membungkuk agar Baekhyun bisa berjalan dengan nyaman. Akhirnya ia berinisiatif untuk menggendongnya di punggungnya.

“Naiklah.” ucap Chanyeol sambil berlutut membelakangi Baekhyun.

“Tidak perlu. Aku...”

“Sudahlah! Cepat naik! Ini akan lebih cepat.”

Mau tak mau Baekhyun menuruti perintah Chanyeol dan melingkarkan lengannya di leher pemuda jangkung itu. Dalam sekali sentakkan dengan mudah Chanyeol berdiri dengan Baekhyun menempel di punggungnya. Sepanjang perjalanan kembali ke kelas mereka hanya diam, tidak menemukan hal untuk dibicarakan. Namun Chanyeol yang tidak menyukai kecanggungan akhirnya memulai pembicaraan.

“Dasar bodoh.” Chanyeol memilih frasa yang tak tepat sebagai pembukaan.

“Apa maksudmu?” Baekhyun bertanya dengan kesal. Tentu saja, kata-kata seperti itu bukanlah yang ingin ia dengar setelah keheningan yang canggung itu.

“Maksudku... bagaimana bisa kau begitu ceroboh. Maksudku... kau membutuhkan orang lain untuk memasang papan itu, tapi kau bersikeras mengerjakannya sendiri.” Chanyeol mengutuk dirinya sendiri dalam hati untuk semua yang ia ucapkan saat itu. Ia tak ingin membahas sesuatu yang sudah pasti menjadi bahan pertengkaran mereka.

“Tentu saja aku membutuhkan orang lain, tapi tak ada yang membantuku! Jongdae sudah cukup baik membantuku memasang salah satu sisi sementara ia masih memiliki pekerjaan lain. Tidak seperti seseorang yang berpura-pura tidak menyadari kalau aku butuh pertolongan!” emosi Baekhyun mulai tersulut.

“Yah!! Kau menyindirku??” nada bicara Chanyeol ikut meninggi.

“Kau merasa tersindir? Baguslah! Artinya kau menyadari kalau kau salah. Cepat turunkan aku!”

“Untuk apa?? Tetap diam di situ!”

“Aku tidak mau digendong oleh orang yang tidak mau membantuku. Cepat turunkan aku!” Baekhyun mulai berontak memaksa turun dari gendongan Chanyeol.

“Yah!! Kau bisa diam tidak??”

“Turunkan aku!!”

“Tidak!!”

“Turunkan aku!!”

“Tidak akan!!”

“Cepat turunkan aku!! Sekarang!!”

“YAH!!! DASAR KERAS KEPALA!!! TETAP DIAM DI SITU DAN JANGAN BERGERAK!!! AKU TAK AKAN MENURUNKANMU!!!” bentakan Chanyeol mengejutkan Baekhyun dan akhirnya membuatnya menjadi bocah penurut. Ia kembali melingkarkan tangannya dan menempelkan wajahnya di punggung Chanyeol. Chanyeol tersadar dan merasa tak enak pada Baekhyun. Perlahan-lahan ia mengatur emosinya.

“Ma... maafkan aku. Aku tidak bermaksud membentakmu.” suara Chanyeol terdengar melembut, ia berusaha membuat kata-katanya nyaman didengar Baekhyun.

“Tidak. Aku memang keras kepala. Aku benar-benar membuatmu kesal.” balas Baekhyun lirih.

“Maafkan aku. Suasana hatiku sedang tidak enak, itu membuatku marah-marah tak jelas. Gara-gara itu aku mengabaikanmu, dan membuatmu celaka seperti ini. Maafkan aku. Aku tidak akan menanyakan tentang surat itu lagi.” nada penyesalan mengiringi kata-kata yang keluar dari mulut Chanyeol. Ya, ia benar-benar menyesal karena sikapnya sudah mencelakakan teman yang berharga baginya.

“Benar kau tidak akan menanyakannya lagi?” Chanyeol mengangguk perlahan. Baekhyun tersenyum dan mempererat pelukannya pada Chanyeol, “Terima kasih. Maafkan aku juga karena aku benar-benar tak bisa menceritakannya.”

Senyum merekah di wajah Chanyeol. Ia yakin dengan ini artinya mereka berdua berbaikan. Ia merasa bahagia saat itu, sangat bahagia. Namun senyum di wajahnya tak berlangsung lama.

“Ah! Kak Kris!” seru Baekhyun dengan nada ceria.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet