A Little Thing Called Magic - 1

A Little Thing Called Magic

 

“Sulli!”

Gadis berambut cokelat gelap panjang dengan highlight—hijau tosca, merah muda, ungu, kuning—menoleh ke arah sumber suara.

            Si pemilik nama tersebut.“Ne, Hyorin eonni, ada apa?”

            “Mau ikut aku ke kafe dekat sini? Jam siaranmu, sejam lagi bukan?” tanya gadis yang sekitar 3 tahun lebih tua dari Sulli, Hyorin.

            “Iya, baiklah. Aku juga sudah lapar, ayo!” Sulli sambil memasukkan tangan ke saku jaketnya.

 

            “Sepertinya dingin-dingin begini, lebih enak makan ramen, aku pesan ramen.” Sulli kepada pelayan,”Dan, es krim cokelat.”

            Mata Hyorin membulat.”Hei, udara sedang dingin begini, mau makan es krim?”

            “Tidak apa-apa eonni, aku suka es krim.” Sulli hanya tersenyum lebar, ia sangat suka eskrim, walaupun Seoul bersalju sekalipun.

            Hyorin menghela napas.”Baiklah, aku pesan Seafood Udon, dan earlgrey tea hangat.” Ucapnya pada sang pelayan.

            “Eonni, malam natal nanti apakah sudah punya calon?” goda Sulli sambil terkekeh pelan.

             “Ya! Tentu saja, aku akan keluar jalan-jalan bersama Jungmin oppa! Memangnya kau mau kemana nanti?”

             Sulli diam sesaat, lalu tertawa.”Aku akan pulang ke Busan, aku rindu Ayah dan Ibuku.”

            “Payah, kau ini cantik. Aku tidak percaya, kalau kau masih sendiri, kau memang tidak peka.” Hyorin memasang wajah pasrah. 

            Sulli tidak menggubris perkataan temannya.Ia sedang memperhatikan, seseorang yang sedang memegang kamera di balik kaca kafe.Seorang laki-laki dengan mantel biru tua yang sedang sibuk dengan kameranya.Laki-laki bertubuh jangkung itu berambut hitam serasi dengan wajah putih bersihnya, Sulli bisa melihat ada 1 anting menempel di telinga kirinya.”Manis dan tampan.” bisik Sulli pelan.

            “Eh? Apa Sulli?” Hyorin bingung, apa yang sedang dikatakan Sulli.

             “Eungg..tidak apa-apa,” sahut Sulli gugup, jantungnya berdegup kencang.Kalau saja kafenya sepi, mungkin detak jantungnya dapat didengar siapapun.Untung saja saat ini kafe tersebut sedang ramai pengunjung, yang ingin makan siang.

            “Eum,baiklah.” Kemudian pelayan datang membawakan pesanan mereka.

 

****

  

            “Aku sudah sampai, Bu.Baiklah.....Aku? Sedang melihat-lihat Kota Seoul.....Eungg..iya apartemen itu? Baiklah aku mengerti, sehabis ini aku akan melihat apartemen itu, dan tinggal disana....Yah, ibu tenang saja, sudah dulu ya bu..” Laki-laki tersebut menjauhkan ponsel dari telinganya, lalu ia jejalkan ke saku mantelnya.

            Ia menghembuskan napasnya berat.” Selalu saja begitu, aku ini sudah besar.”

            Seungyub melanjutkan aktivitasnya, ia memotret jalanan di pusat kota Seoul yang sebagian tertutup bersihnya salju, ia kembali lagi ke sana dengan tujuan mencari suasana baru. Popularitasnya sebagai fotografer di San Fransisco sudah cukup sering mengantarkan namanya ke media cetak ataupun elektronik, dan kini ia kembali ke kampung halamannya. Ia ingin tinggal disana, dan menjadi fotografer freelance biasa-biasa saja dengan begitu ia yakin tidak akan kembali ke San Fransisco, kecuali, ada sesuatu yang mendesak.

            Ia berjalan menyusuri, pinggiran jalan. Sesekali ia menemukan objek menarik untuk dipotret.”Nice!” Ia tersenyum puas,oleh hasil potretannya. Sebuah pohon cemara, yang sebagian rantingnya tertutup oleh salju.

            Seungyub berhenti di depan kafe. Ia memotret gedung dengan warna yang sudah pudar,namun menarik perhatiannya di seberang jalan. ”Hm, awal yang menyenangkan.” Ia tersenyum sambil sibuk melihat-lihat hasil jepretannya di sepanjang jalan tadi.

            Tiba-tiba ia teringat alamat apartemen, untuk ditinggalinya.

 “Sebentar,dimana tadi...Apgujeong? Apa di sekitar sini?” Seungyub bertanya pada dirinya sendiri. ”Oh my godness,oh my soul...”

 

****

 

            “Terimakasih..., terimakasih banyak, Noona.” Seungyub membungkuk tanda terimakasih.

          Wanita berumur akhir—20 tahunan—itu mengangguk,tersenyum. ”Ne,kalau ada perlu, kau bisa menghubungi siapapun disini, orang-orang disini ramah.”

          “Baiklah, aku mengerti. Terimakasih, Gahee Noona”

“Silahkan, dilihat apartemennya. Aku tinggal dulu..” Park Gahee kemudian melambai,lalu turun melalui tangga.

          Seungyub membuka pintu apartemen barunya. ”Nyaman.” Kata awal mula,kesan pertama kali masuk ke tempat baru. Apartemen yang tidak terlalu luas, namun terlihat kosong, karena hanya terdiri sofa warna pastel panjang, TV, lemari, lalu dilengkapi dapur minimalis—yang sebenarnya tidak terlalu berguna untuk seorang laki-laki—dan kamar mandi dilengkapi pemanas air. Satu poin lagi,terdapat balkon yang mengarah ke jalanan.” Aku suka apartemen ini,Ibu benar-benar hebat!”

          Tiba-tiba ponsel Seungyub berbunyi, ia merogoh saku mantelnya,lalu ia tempelkan ponselnya ke telinga. ”Ya?” Semburat senyum samar terlihat di wajahnya.

            “Kau sudah sampai?” suara gadis terdengar di seberang sana.

            “Sudah, Kryssie.. Ada apa?”

            “Tidak, aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Okay, don’t skip your meal, take care ya!” pesan gadis yang bernama Krystal itu dengan suara yang ceria.

            “Terimakasih, Kryssie. Aku tutup dulu ya,aku masih perlu membereskan apartemenku.” Sahut lelaki itu dingin.

            “Heum,padahal aku ingin bercerita banyak kepadamu, tapi yasudahlah, Bye!”

            Seungyub mendesah keras. ”Ya, bye!” ucapnya pada si ponsel.

            “Kenapa masih peduli, bukannya sudah memilih yang lebih baik dariku, haha..Lucu sekali,” ujar Seungyub pada diri sendiri.

            Seungyub meletakkan ponselnya di meja, ia kemudian terlelap di sofa, berusaha menghilangkan perasaannya yang kesal.

 

            Sebangun dari tidurnya,”Sudah jam berapa?” Ia melirik jam tangannya, yang ternyata sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ia pun segera pergi mandi.

            Air hangat yang menenangkan pikirannya, dan kembali membuatnya semangat kembali. 

            Setelah selesai mandi, ia mendengar suara aneh, yang sebenarnya berasal dari perutnya sendiri. Seungyub meringis.

            “Lapar, apa di dekat sini ada restoran ya?” tanyanya pada diri sendiri, sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk. Ia meraih sweater miliknya, lalu mengenakan bersama dengan sarung tangannya. Lelaki itu mendesah pelan melirik kopernya yang sama sekali belum ia bereskan sejak tadi.

            “Nanti saja, sepulang dari makan malam,” desahnya lalu melangkah keluar dari apartemennya.

            Hari itu cuaca Seoul, sedang dalam kondisi baik, akibatnya tidak ada salju yang turun lebat sejak siang tadi. Seungyub memasukkan tangannya ke saku celananya,”Malam yang cerah, tapi tetap saja dingin.” Gumamnya sambil menyapu pandangan sepanjang jalan daerah Apgujeong, yang indah karena dilengkapi gemerlapnya lampu-lampu jalan dan toko-toko di sekitarnya.

            “Jajangmyeon... sepertinya aku pernah dengar, sepertinya ini harus di coba.”

     Seungyub memutuskan untuk melangkah masuk ke kedai Jajangmyeon tersebut.

 

****

 

            “Eonni, aku pulang duluan ya, aku sudah selesai siaran, sampai besok!” ujar Sulli pada Hyorin.

            “Ne, hati-hati, Sulli-ya.” Sahut Hyorin tersenyum simpul dan melambaikan tangannya, kemudian masuk ke ruang siaran.

            Sulli melangkah keluar gedung stasiun radio tempat ia bekerja, ia sudah merasakan perutnya menjerit-jerit meminta untuk diisi kembali.

            “Sepertinya makan jajangmyeon di kedai Joonmyun oppa enak.” Sulli tersenyum membayangkan semangkuk mi dengan saus kecapnya yang hitam pekat, sangat nikmat bila sudah sampai mulut.

            Sulli menaikki bus menuju daerah Apgujeong, dekat rumahnya.

 

            Gadis bertubuh agak tinggi itu turun dari bus.

            “Sulli-ya!” panggil seseorang dari dalam kedai, sambil tersenyum melambaikan tangannya.

            “Joonmyun oppa, aku lapar!” balas Sulli semangat lalu masuk ke kedai, kemudian duduk manis di bangku yang masih kosong.

            “Aku tau, kau lapar, tunggu sebentar.”

            Kemudian Sulli melirik ke seseorang yang sedang menyantap Jajangmyeon di sebelahnya.

            “Astaga, itu kan.. lelaki tadi, kalau tidak salah.” Sulli berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia adalah lelaki yang ia lihat di kafe tadi siang.

            Beberapa menit kemudian, lelaki bernama Joonmyun itu menyodorkan semangkuk penuh Jajangmyeon, secangkir teh, dan tidak lupa sepiring kecil kimchi. Kemudian ia duduk di depan Sulli.

            “Ya! Sulli-ya, ini makanannya.” Tegur Joonmyun melihat Sulli yang tidak bereaksi saat Joonmyun meletakkan pesanannya di depan gadis berumur, 20 tahunan itu.

          Sulli terkejut lalu, menoleh ke arah Joonmyun, kemudian menyunggingkan senyuman manis.”Thankyou oppa!”

            Joonmyun tersenyum masam,”Tak usah bergaya, memakai bahasa Inggris seperti itu,”

            Sulli hanya mengangguk menahan tawa, karena mulutnya penuh dengan makanan.

            “Cepat habiskan makananmu, kakakmu sudah menunggu di rumah.”  Goda Joonmyun membuat mata Sulli terbelalak. Cepat-cepat ia menelan makanannya, yang belum sempurna ia kunyah.

            “Eh? Kakakku? Aku tak punya kakak!” tegas Sulli agak keras, membuat lelaki di meja sebelahnya terkejut. Menyadari sedang dipandangi, Sulli cepat-cepat meminta maaf. ”Maaf .” Lalu kembali menatap ganas lelaki yang 4 tahun lebih tua darinya itu.

            Joonmyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Kenapa kau benci sekali pada Ara?”

            “Dia menyebalkan.” Sahut Sulli pendek, moodnya tiba-tiba menurun, nafsu makannya pun ikut menurun.

            “Hey, habiskan makanannya, jangan ngambek seperti itu. Aku minta maaf.....” kata-kata Joonmyun terputus saat lelaki yang mengenakan sweater menghampirinya.

            “Berapa semuanya?” tanya lelaki tersebut, merogoh saku mantelnya.

            “Oh, sebentar.” Joonmyun bangkit dari kursinya, lalu menuju tempat pembayaran.

            Lelaki tadi keluar dari kedai Jajangmyun, lalu membelok ke sebelah kiri kedai.

            “Sulli-ya, kau mengenalnya? Daritadi aku perhatikan kau memandanginya terus?” tanya Joonmyun tersenyum jahil.”Tampan ya? Aura-aura blasteran sepertinya?”

            “Kurasa sedikit. Eh? Aku tidak mengenalnya, hanya saja tadi aku sempat bertemu—eh maksudnya, aku melihatnya—di kafe dekat tempat kerjaku.”

            “Waa, benarkah? Kalian jodoh mungkin,” ujar Joonmyun antusias.

            Sulli hanya tersenyum samar.”Kan hanya aku yang menyadarinya, sedangkan dia? Tidak kan, itu bukan jodoh namanya.” Sulli menyumpit mienya, dan memasukkan ke dalam mulut.

            “Baiklah...”

            Sulli beranjak dari kursinya, ia telah selesai makan.”Oppa, aku pulang dulu ya, ini uangnya, terimakasih.”

            Ketika hendak berdiri, Sulli melihat ada dompet kulit berwarna coklat tua, terlihat mewah dan bermerk tergeletak di meja lelaki tadi.

            “Astaga, oppa! Dompet orang itu.” Sulli meraih dompet tersebut.

            “Yaampun, bagaimana ini, bahkan kita tidak tahu dimana rumah orang tadi,” desah Joonmyun frustasi, ini merupakan tanggung jawabnya juga sebagai pemilik kedai.

            “Baiklah, bolehkah kita melihat isinya, siapa tahu ada kartu nama atau nomor teleponnya?”

            “Bagaimana ya? Oke, kita buka saja, kita kan tidak berniat jahat.” Joonmyun membuka dompet tersebut hati-hati.

            Disana terdapat foto gadis Asia berambut ikal cokelat gelap, tersenyum manis, jarinya membentuk huruf V di depan matanya. Sangat cantik.

            “Ini pasti kekasihnya...” gumam Sulli.

            “Hey, jangan memikirkan itu...Nah! Ada kartu namanya! Kau simpan ya, besok pagi kau hubungi nomor teleponnya, Oke?”

            “Ne, baiklah. Dompetnya kau simpan, aku pergi dulu. Annyeong!”

            Kemudian ia keluar dari kedai, ini seperti takdir yang mau tak mau ia akan bertemu lagi dengan lelaki tampan itu.

 

To Be Continued

credit poster : http://cafeposterart.wordpress.com/

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sapphiref
#1
Chapter 5: agak kurang greget jiz~_~ tapi keren kok wkwk jadi inget sama supird /?
Sapphiref
#2
Chapter 2: cool keep writing ne^-^)9