Never Let Go | 2

Never Let Go

  PREVIOUS STORY          

            “Terimakasih, Seunggi..”

            Seungyub menoleh, ia tersenyum.”Sama-sama gadis malang. Aku harus melindungimu, itu pesan dari Bibi Kyuri padaku, Ayahku, dan Ibuku.” Seungyub mengacak pelan rambut Suzy.

            “Seungyub apa kau lelah, harus mematuhi pesan dari ibuku?”

            Seungyub terdiam, lalu tersenyum menatap hujan yang masih turun dengan lembutnya.

 

            “Suzy, ini handuknya, keringkan rambutmu nanti kepalamu pusing.” Ucap Seungyub menyerahkan handuk pada Suzy yang duduk di sofa.

            Suzy mengangguk lalu mulai mengeringkan rambutnya.”Seunggi, kau pucat sekali.”

            Seungyub tersenyum.”Benarkah? Padahal aku baik-baik saja...”

            “Suzy, Seungyub, ayo makan malam dulu sini, sudah Ibu buatkan Sup Ayam Ginseng.”

           Seungyub menoleh cepat, kemudian melesat duduk di kursi makan.”Wah, ada apa ini? Tumben sekali.”

            Ibu menyahut.”Tidak apa-apa, ibu hanya ingin memasaknya.” Lalu tersenyum mengacak pelan rambut basah Seungyub.

            Seungyub menyuapkan sendok ke mulutnya lahap, sampai-sampai nasinya tertinggal menempel di sudut bibirnya.

            Suzy tersenyum melihat itu, ia mengusap pelan sudut bibir Seungyub perlahan yang seketika membuat lelaki berambut hitam itu terdiam.”Ada nasi di bibirmu,”

            “Ada apa?” tanya Suzy melihat lelaki di depannya terdiam menatapnya dalam.

            “Tidak,” sahut Seungyub menggeleng-gelengkan kepalanya.

            Suzy mengerutkan keningnya, wajah Seungyub masih terlihat pucat padahal makanan di piringnya sudah tak tersisa.

            “Seunggi, kau benar-benar tidak apa-apa kan?”

            Seungyub tertawa,”Kau ini kenapa? Aku hanya terkena flu ringan dan sariawan, makanya terlihat aneh.”

            “Benarkah? Yaya, baiklah terserahmu.”

 

****

           

“Seunggi, minum obatnya.” Ucap Suzy sembari menyerahkan beberapa tablet kepada Seungyub.

Seungyub mengangguk, langsung menelan tablet-tablet tersebut. Beberapa bulan terakhir, Seungyub jatuh sakit, sering pingsan dan kesehatannya semakin menurun. Minggu lalu, ia pingsan saat pelajaran Kimia berlangsung, hampir saja ia menyenggol beberapa gelas kaca yang berisi cairan berbahaya.

”Suzy, aku mau sekolah... Aku sudah banyak tertinggal pelajaran. Dan juga siapa nanti yang akan menjagamu di sekolah.”

Suzy menghela napas.”Yah, kemarin lusa kan kau sudah sekolah, bahkan sampai pingsan lagi, bagaimana bisa menjagaku kalau kondisimu seperti itu.”

“Baiklah, tapi pinjamkan aku catatan ya,” pinta Seungyub menggenggam lengan Suzy.

Suzy tersenyum.

“Tentu, kau tenang saja. Tulisanku juga mudah dilihat,” ujarnya tersenyum jahil.

Seungyub hanya mencibir.”Ucapanmu menyakiti hatiku, sakit.” Balas Seungyub kesal.

Suzy tertawa, kemudian melepas genggaman tangan Seungyub di lengannya.”Aku tidur dulu ya, selamat malam.”

Seungyub tersenyum tipis menatap punggung Suzy perlahan meninggalkannya sendiri di kamar. Ia meraih Ipod dan earphone miliknya. Sederhana saja. Untuk menghilangkan penat karena terlalu lama terbaring lemah di kasur.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering tanda panggilan masuk.

 

SUZY

 

“Ada apa? Kenapa tidak kemari? Astaga, kamarku kan hanya beberapa langkah dari kamarmu...”

“Mianhae, Seunggi. Aku lupa, sebenarnya besok ada ulangan Bahasa Inggris.”

Seungyub mendesah. ”Lalu?”

“Yah, ya tentu saja besok kau harus masuk. Oh iya, catatan kemarin yang aku berikan padamu...”

“Hm?”

“Nah, itu untuk bahan ulangan besok. Jangan lupa belajar, selamat malam~”

Sambungan ditutup. Seungyub mau tak mau harus bangkit dari tempat tidur, mengambil buku catatan Bahasa Inggris miliknya.

“Ah, tidak apa-apalah... Yang penting aku bisa berangkat besok, refreshing dengan teman-teman.”

Seungyub berpikir kembali. “Benar! Aku juga bisa ke rumah sakit untuk cek ke dokter, cek darah atau apapun. Mengetahui sebenarnya aku ini sakit apa.”

 

                                                            ****

 

PRANGG!!! Cermin besar dihadapannya saat ini sudah hancur berkeping-keping, tangannya masih ia kepalkan. Darah mulai mengalir dari sela-sela jarinya, ia hanya menggertakan giginya. Saraf perasanya sudah hampir hilang, ia tidak tahu bagaimana mencerna rasa sakit.

            “Ya Tuhan... mengapa harus aku? Apa kau membenciku?” bisik Seungyub lebih pada dirinya sendiri.

            “Apa yang harus aku katakan pada ibu... Suzy... dan teman-temanku... aku takut bila mereka semua meninggalkanku.” Ucap Seungyub lirih. Ia menatap nanar jari-jari tangan kirinya yang bersimbah darah.

            “Mengapa Tuhan memberiku cobaan seperti ini, penyakit “Kutukan Tuhan” ?” tanya Seungyub dalam hati. Sambil menatap bayangan dirinya di cermin.

            “Ya! Lee Seungyub! Kau sedang apa?” teriak Suzy dari luar kamar Seungyub.

            Seungyub menoleh cepat, ke arah pintu kamarnya. “Aniya, aku hanya berlatih meninju dengan cermin.”

            “Berlatih? Bohong, buka pintunya!”

            Seungyub menghela napas pasrah, kemudian ia membuka pintu kamarnya.

            “Yah.....” Suzy membekap mulutnya dengan telapak tangan.

            Seungyub menatap Suzy heran. “Apa?”

            “Tanganmu....,”

            “Jangan sentuh ini! Tolong, ambilkan aku sapu. Cermin itu pecah.” Ujar Seungyub datar sambil menunjuk cermin besar di kamarnya yang sudah hancur sana-sini.

            Suzy mengangguk, masih bingung dengan apa yang terjadi pada Seungyub.

            Tak lama kemudian Suzy membawa sapu dan tempat sampah. “Ini, biar aku saja, kau bersihkan lukamu itu.”

            Seungyub melirik tangan kanannya sekilas. “Ayah dan Ibu belum pulang bukan?”

            “Belum, mungkin nanti malam baru sampai.” Suzy menyahut seraya menyapu lantai dengan hati-hati.

            “Kau, hati-hati, jangan sampai tanganmu terluka juga!” tegas Seungyub kemudian keluar dari kamarnya untuk membersihkan luka di tangan kanannya.

            “Sebenarnya dia kenapa....” gumam Suzy sambil bercermin di cermin yang sudah tidak simetris lagi bentuknya. Suzy membuang semua serpihan dan potongan besar kaca ke dalam tempat sampah, lalu ia duduk di ranjang, menyibak poni yang menutupi wajahnya.

            Suzy menemukan amplop berwarna cokelat yang asing, namun ia tahu itu pasti dari rumah sakit.

            “Seungyub baru saja ke rumah sakit? Untuk apa? Pantas saja, tadi dia menyuruhku pulang duluan.” Gumamnya seraya membuka, dan mengambil kertas putih di dalamnya.

            “Tes darah?” tanya Suzy layaknya bertanya pada kertas putih di hadapannya.

            Suzy membaca hati-hati dari atas hingga ke titik utama isi dari kertas tersebut.

            Beberapa detik kemudian, napas gadis berambut cokelat kayu itu tercekat, ia ingin berteriak, namun tak ada yang keluar pita suaranya seperti tidak merespon keinginannya. Satu-satunya yang keluar dari tubuhnya hanyalah cairan bening yang kemudian membasahi pipinya. Tubuhnya bergetar, gadis itu menangis tanpa suara.

 

            “....” Seungyub terdiam di depan pintu kamarnya, melihat apa yang terjadi di depannya. Gadis itu sedang memegang surat yang berisi tes darah miliknya. Ia tau gadis itu sedang menangis, namun masih diam menatap surat tersebut.

            “Suzy....” Seungyub berjalan mendekati ranjangnya, tungkai kakinya terasa lemah.

            Suzy mendongak. Air mata membasahi pipinya. “Seungyub!” teriaknya, kemudian memeluk erat Seungyub. Yang dipeluk hanya diam, yang terasa hanyalah detak jantung sang pemilik.

            “Lepaskan tanganmu.” ucap Seungyub dingin. Tanpa melepas lengan Suzy di punggungya.

            Suzy menangis keras, memukul dada Seungyub, “Mengapa kau tidak cerita padaku? Mengapa?”

            “Apa kau tidak menganggapku? Kau..selalu bersikap seperti Superhero untukku, kau selalu melindungiku, tapi..kenapa kau menyembunyikan ini padaku? Mengapa kau tak membiarkanku tahu apa yang terjadi pada dirimu?” tanya Suzy panjang lebar.

            “Kubilang lepaskan aku.”

            “Tidak.”

            “Aku tidak mau kau sepertiku.”

            “Aku tidak akan sepertimu,”

            “Lalu? Lepaskan aku.”

            “Memelukmu, tidak akan membuatku tertular penyakit itu. Aku tahu tentang penyakit itu, aku tahu. Jangan menganggapku bodoh, lalu kau bisa beralasan untuk menjauhiku.” Suzy menatap Seungyub lurus, mata mereka bertemu pada satu titik.

            “Kuakui kau memang pintar. Jangan menangis lagi, aku tidak apa-apa.”

            “Seunggi-ah? Kau akan tetap hidup kan?” tanya Suzy.

            “Tentu, aku akan menjadi superheromu, sampai akhir hayatku.” Seungyub tersenyum mengacak pelan rambut Suzy.

            “Seunggi, maafkan aku. Harusnya aku yang mati saat itu...”

            “Kau ini bicara apa? Itu kecelakaan. Aku tidak menyalahkanmu, mungkin ini takdir Tuhan.”

            Suzy mengernyit. “Tidak perlu pura-pura tegar. Aku tahu perasaanmu.”

            Seungyub meremas bahu Suzy, menatapnya. “Ini rahasia kita.”

            “Sampai kapan? Huh? Ayah dan Ibumu harus tahu ini, ini serius.”

            Seungyub berpaling lalu meraih bingkai foto yang berisi gambar mereka berempat saat berlibur di Bangkok. “Cepat atau lambat. Tunggu sampai aku siap menyampaikan ini.”

            “Soojung?”

            Seungyub beralih memandang foto dua orang gadis dengan seorang lelaki yang tak lain dirinya sendiri. Ia, Suzy, dan Soojung. Di foto itu mereka sedang bersenang-senang di Lotte World mengenakan headband Mickey Mouse, senyuman manis tergambar di wajah mereka bertiga.

            “Kupikir jangan dulu. Kau tahu kan? Dia sama cengengnya denganmu.”

            Suzy melotot. “Disaat seperti ini masih saja bercanda.”

            “Perkataanmu bagaikan aku tak akan hidup lebih lama lagi.” Seungyub tertawa hambar, ia menghempaskan tubuhnya ke ranjang.

            “Lukamu sudah diobati?”

            Seungyub tak menjawab, ia hanya mengacungkan tangannya yang sudah dibalut perban.

            “Kau terlihat seperti orang sehat.”

            “Aku memang sehat.” Seungyub tersenyum, memamerkan rabbit smile miliknya.

            “Omong kosong.” Kemudian Suzy pergi keluar kamar Seungyub, hatinya masih cemas. Lebih cemas dari orang yang sedang mengidap penyakit itu. Sederhana saja, ia takut. Takut kehilangan, seseorang yang sangat penting dalam hidupnya.

TBC

 

Huaaaa.... sekian lama akhirnya bisa ngelanjutin cerita yang ini....

Hoammmm... terlalu pusing dan banyak tugas jadi ga sempet update FF lagi. hehehe.

Hope you enjoy my story!

credit poster . Lee Yongmi by http://cafeposterart.wordpress.com/

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
moe2khin #1
Please update soon author nim .
AnisaSueweeties #2
Chapter 2: asik.... bahasa indo... jarang ad ff suzy bhs indo... keren!!
Ananda-yune
#3
Chapter 1: ahhhhh.... kok keren? :) itu.. pengen punya sahabat kyk gitu. lanjut ya :)))
Ananda-yune
#4
seungi?? ahhh.. nemu juga ff indo :)