Chapter 4; I’ve Got a Clue

^Want You Back^

 

Minjun kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel milik Junho. Dia membuka laci mejanya dan mengambil ponsel milik Junho untuk diserahkan ke pemiliknya. Minjun menatap ponsel itu lekat-lekat.

“Apakah aku akan menyerahkan ponsel ini pada Junho begitu saja? Ataukah aku harus melakukan sesuatu terlebih dahulu?” Minjun lagi-lagi bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Ia tak ingin salah bertindak. Dalam hati ia merutuki dirinya yang terjebak dalam keadaan seperti ini.

*

*

Junho duduk selonjoran di ranjangnya sambil menggenggam ponsel berwarna hitam miliknya. Beberapa menit yang lalu Minjun menyerahkannya pada Junho, lalu kemudian Minjun pamit keluar untuk menemui Taecyeon. Padahal seingat Junho, baru seusai makan siang tadi Taecyeon pamit pergi bersamaan dengan Wooyoung dan Nichkhun, dan sekarang calon kakak iparnya itu sudah ingin bertemu lagi dengan hyung-nya, bahkan sebelum hari menjadi gelap. Mungkin Taecyeon ingin mengajak Minjun kencan berdua, pikir Junho.

 “Baru berpisah beberapa jam saja sudah saling merindukan, apalagi beberapa hari, atau bulan, atau bahkan tahun. Dasar orang yang sedang kasmaran.” Junho tersenyum mendengar perkataannya sendiri. Dalam hati ia merasa ikut bahagia untuk hyung-nya.

“Seperti itulah perasaanku padamu, Nuneo..” kata Chansung lirih, walau Junho tak dapat mendengar dan melihatnya, namun Chansung berharap Junho dapat merasakan kehadirannya. Sesaat kemudian Chansung ikut tersenyum melihat senyum yang terkembang di wajah Junho. “Aku bersyukur masih bisa melihat senyummu.” Tambahnya.

Junho lalu menatap ponsel di tangannya. Dengan perasaan cemas dan wajah yang tegang, Junho mulai menekan beberapa tombol di ponselnya, menyusuri setiap isinya untuk mencari sesuatu. Sesuatu yang merupakan suatu pembenaran atau bisa jadi juga penyangkalan terhadap kebenaran dari mimpi-mimpi yang selalu mengganggu pikirannya.

Chansung pun ikut tersenyum senang melihat Junho, sambil berharap Junho akan memahami semua petunjuk yang Chansung berikan dalam mimpi Junho.

“Chagiya..!!” teriak Kim Soeun yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu kamar Junho. Dan sekarang yeoja itu mulai berjalan memasuki kamar Junho.

“H-hai..” sapa Junho sedikit terkejut dengan kedatangan Soeun. Junho lalu buru-buru menyembunyikan ponselnya di bawah bantalnya, sebelum Soeun melihatnya.

“Kata Minjun-oppa kau sendirian di apartemenmu, jadi aku datang ke sini untuk menemanimu.” Kata Yeoja manis itu dengan riang. Dia lalu duduk di samping Junho, membuat Junho secara reflex bergeser sedikit ke tengah.

“Ne. Taecyeon-hyung sedang mengajak hyung-ku berkencan.” Jawab Junho masih sambil membetulkan posisi duduknya.

“Kalau begitu kita juga berkencan saja. Bagaimana kalau kita pergi membeli cincin pertunangan kita?” saran Soeun semangat, ia mengalungkan kedua lengannya di leher putih Junho dengan manja, membuat Junho sedikit terkesiap.

“Ck, dasar penggoda!” cibir Chansung tak suka. Ingin sekali rasanya Chansung menyingkirkan lengan yeoja itu dari leher Junho, tapi untungnya Chansung masih ingat konsekuensi yang harus diterimanya jika ia melakukan hal itu.

“Aku tidak bisa, kau kan tahu sendiri aku masih belum pulih benar. Dan soal pertunangan kita, bersabarlah sedikit noona.” Jawab Junho sambil tersenyum, mencoba memberi pengertian pada yeojachingu-nya itu.

Soeun membalas senyum Junho. “Tentu saja aku akan bersabar menunggumu.” Soeun lalu menempelkan pipinya sebentar pada pipi mulus Junho.

“Gomawo, noona..” Junho menoleh ke arah Soeun untuk memberikan senyumnya, namun Junho sedikit terkejut ketika mendapati wajah Soeun yang begitu dekat dengan wajahnya, bergerak lebih dekat dan lebih dekat lagi. Sedetik kemudian Junho bisa melihat Soeun menutup kedua matanya saat hampir tak ada jarak yang tersisa di antara mereka, dan…

“Damn you, Kim Soeun!” umpat Chansung, lalu bergegas pergi sebelum hal yang menghancurkan hatinya itu terjadi di depan matanya.

*

*

“Minjunnie…” Taecyeon melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar melihat kedatangan kekasihnya. Yang dipanggil –Minjun- lalu mempercepat langkahnya, sedikit berlari ke arah Taecyeon yang berada di depan sebuah cafe.

“Ada apa?” Tanya Minjun dengan wajah panik karena tadi Taecyeon mengiriminya pesan yang isinya meminta untuk bertemu secepatnya di ‘Beast Café’ no. 27 karena keadaanya darurat.

Taecyeon mengangkat kedua bahunya. “Molla. Aku tadi mendapat pesan seperti itu dari Wooyoung dan aku disuruh menyampaikan pesan itu padamu.” Kata Taecyeon yang sama bingungnya.

“Baiklah kalau begitu kita masuk saja.” Minjun bergegas masuk diikuti oleh Taecyeon di belakangnya.

Sesampainya di dalam mereka langsung bisa menemukan Wooyoung dengan Nichkhun di meja nomor 27. Mereka lalu bergabung bersama keduanya, duduk di hadapan Wooyoung dan Nichkhun.

“Ada apa Wooyoung-ah?” Tanya Minjun to the point.

“Ng..” Wooyoung menggigit bibir bawahnya dan melirik sekilas pada Nichkhun yang dibalas dengan senyum simpul dari Nichkhun. “Hyuung~ a-aku.. ada yang ingin kubicarakan denganmu..” Lanjutnya. “Maksudku dengan kalian berdua.” Ralatnya lagi.

Minjun dan Taecyeon menautkan kedua alis mereka, tanda tak mengerti.

*

*

Junho menyentuh bibirnya, lalu membasuhnya dengan air yang mengalir dari wastafle kamar mandinya, menyentuhnya lagi, lalu membasuhnya lagi. Hal itu dia lakukan berulang kali, dan ini sudah yang ke-lima kalinya.

Entah mengapa setelah ciumannya dengan Soeun barusan, Junho ingin sekali menghapus jejak bibir Soeun yang tertinggal di bibirnya, sampai-sampai Junho membasuhnya berkali-kali. Mungkin bekas bibir Soeun sudah hilang dalam sekali basuh saja, tapi rasa yang ditinggalkannya masih begitu kuat untuk Junho.

Ketika akhirnya rasa itu tak kunjung hilang juga, Junho memutuskan untuk berhenti. Dia lalu membasuh wajahnya dan memandang bayangan dirinya sendiri di cermin.

Kau ini kenapa Junho-yah? Apa yang salah denganmu? Tanya Junho pada dirinya sendiri.

Junho sungguh tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Ia merasa telah melakukan hal yang salah. Ia bahkan merasa bersalah dan menyesal karena telah berciuman dengan yeojachingu-nya sendiri. Ini aneh sekali bukan?

Junho bahkan merasa ada seseorang yang terluka dan kecewa karena kejadian itu. Entah siapa, Junho pun tak tahu.

“Chagiya, apa kau baik-baik saja? Kenapa lama sekali di dalam?” terdengar teriakan Soeun dari luar pintu kamar mandi.

Oh God!! Sekarang Junho bahkan merasa takut bertemu dengan Soeun, takut hal yang sama akan terulang lagi. Saat ini ingin sekali rasanya Junho menangis, dan itu hanya karena sebuah ciuman yang diberikan oleh yeojachingu-nya, suatu hal yang wajar dilakukan oleh sepasang kekasih, tetapi tidak untuk Junho dan Soeun.

*

*

Chansung memejamkan matanya erat-erat, mencoba melenyapkan bayangan kejadian yang menganggu pikirannya sejak tadi. Hari sudah menjelang pagi tetapi Chansung masih saja terbayang-bayang oleh kejadian tadi sore yang begitu menyayat hatinya, kejadian dimana Soeun mencium Junho.

“Tak pernah terbayangkan olehku akan ada orang lain yang menciummu selain aku, Nuneo. Sungguh aku tak rela.”

Chansung memandangi wajah Junho yang sedang terlelap di hadapannya, lalu mulai membayangkan kembali kenangan manisnya bersama Junho agar ia bisa masuk dalam mimpi Junho, seperti malam-malam biasanya.

……………

Chansung dan Junho sedang berada di markas mereka -gudang sekolah- saat Chansung merasa Junho mengacuhkannya dan malah asyik dengan dunianya sendiri. Chansung sudah menunggu lumayan lama dan Junho sama sekali tidak mempedulikannya.

“Chagiya, apa yang sedang kau lakukan?” Tanya Chansung sambil bersandar manja di bahu kanan Junho.

“Aku sedang menulis. Aku akan sulit menulis jika kau bersandar seperti ini.” Junho lalu menggeser duduknya sedikit.

Chansung hanya cemberut dan memain-mainkan jarinya sendiri. Junho benar-benar menggagalkan rencana Chansung untuk mengajaknya berkencan sepulang sekolah ini, padahal Chansung sudah menunggu saat-saat seperti itu, bahkan dia sudah minta ijin kepada Minjun bahwa Junho akan pulang telat supaya Minjun tidak mengomel. Tapi yang terjadi Junho malah tidak mengacuhkannya sama sekali.

“Sepertinya aku mengganggu kesibukanmu, kalau begitu lebih baik aku pulang saja.” Chansung ngambek dan berencana pergi dari markas mereka itu, tapi saat Chansung hendak melangkah Junho tiba-tiba berdiri dan menarik tangan Chansung, lalu memeluknya.

“Mianhae Chagiya. Aku hanya sedang sibuk menulis lagu yang kujanjikan untukmu. Aku hanya ingin cepat-cepat menyelesaikannya dan menunjukkannya padamu.” Junho lalu melepaskan pelukannya pada Chansung dan mencium lembut bibir Chansung selama beberapa detik. Chansung sempat membelalakkan matanya sebentar karena terkejut dengan perlakuan dari Junho. “Jangan marah ya?” Junho lalu tersenyum lembut.

Kata-kata Junho dibalas dengan ciuman yang lebih dalam dari Chansung selama beberapa menit berikutnya.

“Saranghae, Nuneo.” Bisik Chansung di akhir ciuman mereka.

……………..

Hari itu, untuk pertama kalinya Junho mencium Chansung, setelah selama ini Chansung yang selalu mencium Junho terlebih dahulu. Kenangan yang benar-benar manis untuk Chansung.

*

*

“Selalu seperti ini.” Junho terbangun dari tidurnya, mulai terbiasa dengan mimpi-mimpi yang selalu datang dalam tidurnya.

Entah apa maksud dari semua mimpi-mimpi aneh itu. Mimpi itu terasa nyata, tapi Junho tak mendapatkan pembenaran apapun bahwa mimpi itu nyata. Semalam setelah Soeun pulang, Junho mencoba untuk mencari pesan dan fotonya bersama namja tinggi itu dalam ponselnya, sesuai dengan yang ditunjukkan oleh mimpi itu, tapi Junho tak menemukan apapun di dalam ponselnya, kotak pesan dan galeri foto, semuanya kosong. Junho juga tidak menemukan buku catatan yang ia gunakan untuk menulis lagu dalam mimpinya itu. Sama sekali tidak ada pembenaran bahwa mimpi itu nyata.

“Itu hanya sekedar mimpi yang tidak mempunyai arti apa-apa. Jadi mulai sekarang aku tidak akan memikirkannya lagi ataupun mencari tahu tentang mimpi itu.” Kata Junho memilih menyerah karena tak mendapatkan petunjuk apapun.

“Kalau kau sudah menyerah untuk mencari tahu siapa aku…” Chansung menarik napas dalam, “Aku sudah tak tahu harus bagaimana lagi untuk tetap bertahan dalam keadaan ini, Nuneo.” Setetes cairan bening meluncur deras di pipi mulus Chansung, menggambarkan betapa dalam kesedihan yang ia rasakan saat ini.

*

*

Hari-hari berikutnya dilalui Chansung hanya dengan memperhatikan Junho, sepanjang hari, sepanjang malam, setiap saat. Bahkan saat Soeun mulai bermanja-manja pada Junho, Chansung hanya akan memperhatikannya. Dia akan ikut tersenyum saat Junho tersenyum, akan ikut tertawa jika Junho tertawa, dan akan ikut sedih saat Junho bersedih karena kesepian, dan Chansung bersedih karena tidak bisa menghibur Junho.

Chansung sudah memutuskan untuk menyerah. Ia tak pernah lagi membayangkan kenangan-kenangannya bersama Junho, tak pernah lagi datang dalam mimpi Junho. Yang ia lakukan hanyalah terus berada di sisi Junho dan memandangi wajah Junho setiap saat.

“Aku tidak ingin kehilangan lebih banyak waktu bersamamu lagi. Aku ingin melihatmu sepuasnya di saat-saat terakhir kita. Bukan. Ini bukan saat-saat terakhir kita, ini saat-saat terakhirku.” Chansung lalu tersenyum miris.

*

*

Sampai pada waktunya yang hanya tertinggal tiga hari pun Chansung hanya bisa tetap memandangi Junho tanpa berusaha melakukan apapun. Harapan Chansung kian memudar saat mendengar Junho dan Soeun akan bertunangan minggu depan, karena keadaan Junho yang sudah semakin membaik. Junho juga sesekali sudah mulai pergi keluar dengan Soeun walaupun hanya di taman dekat apartemennya, kemarin mereka bahkan sudah membeli cincin pertunangan mereka.

“Waktuku hanya kurang 3 hari Nuneo. Sepertinya kita memang akan benar-benar berpisah untuk selamanya.” Kata Chansung pasrah sambil memperhatikan Junho yang sedang membuka-buka buku pelajarannya.

“Sepertinya aku harus belajar ekstra keras untuk mengejar ketinggalan, dan untuk persiapan ujian akhir beberapa bulan lagi.” Kata Junho kepada dirinya sendiri.

Saat Junho sedang sibuk dengan beberapa buku pelajarannya, tiba-tiba datang Wooyoung menerobos masuk ke kamar Junho tanpa permisi.

“Junho-yah..” Wooyoung memanggil Junho dengan setengah berteriak dan berjalan cepat ke arah Junho yang sedang duduk di depan meja belajarnya.

“Hai Woo.. kenapa kau ke sini? Besok kan aku sudah mulai masuk sekolah. Jika kau datang untuk mengajakku bermain, aku tidak bisa. Walaupun ini hari minggu, tapi aku harus membereskan buku-buku pelajaranku sebelum aku kembali ke sekolah.” Kata Junho panjang lebar.

“Aku hanya ingin bertanya sesuatu.” Wooyoung menggandeng tangan Junho dan mengajaknya duduk di ranjang Junho.

“Apa?” Junho heran dengan sikap Wooyoung yang tiba-tiba menjadi serius begini, tidak seperti biasanya.

“Apa kau benar-benar mencintai Soeun?” pertanyaan yang dilontarkan Wooyoung membuat mata Junho membelalak seketika. Sedetik kemudian ekspresi wajah Junho berubah menjadi datar.

“Entahlah,” Junho mengangkat kedua bahunya. “Aku tidak yakin.”

“Sudah kuduga.” Wooyoung bergumam pada dirinya sendiri. “Lalu apa kau mengenal nama Chanana? Atau Chansung? Atau Channie?” Tanya Wooyoung antusias.

Junho hanya menggeleng pelan sambil menautkan kedua alisnya, bingung.

Wooyoung lalu berdiri dari duduknya dan mulai memeriksa seisi kamar Junho. Mulai dari kolong tempat tidur, dalam lemari, belakang pintu, kolong meja, sampai semua laci yang ada di kamar Junho pun Wooyoung periksa satu-persatu. Sampai terkadang menimbulkan bunyi brang dan brung di sana-sini.

“Apa yang kau lakukan pada kamarku?” Tanya Junho memprotes tindakan Wooyoung yang mengacak-acak kamarnya tanpa ijin pagi-pagi begini.

“Seharusnya ada di sekitar sini.” Bukannya menjawab pertanyaan Junho, Wooyoung malah melanjutkan aksi ‘penggeledahan’nya itu. Sekarang dia malah sedang berdiri di atas kursi belajar Junho dan menggeledah tumpukan kardus yang ada di atas lemari Junho. Setelah merasa barang yang ia cari berhasil ditemukan, Wooyoung tersenyum puas sambil berusaha mengangkat barang itu dari atas lemari dan membawanya turun.

“Yach! Wooyoung-ah! Apa yang kau lakukan?” suara lain akhirnya menyahut bersamaan dengan menyembulnya sosok Minjun di ambang pintu kamar Junho setelah mendengar keributan yang ditimbulkan oleh Wooyoung.

“Auww!!” Suara Minjun yang mengagetkannya membuat Wooyoung terpeleset dan jatuh dari kursi dengan bokong yang mendarat paksa di atas lantai kamar Junho, dengan isi kardus yang bertebaran di mana-mana.

“I-itu?” barang-barang yang tersebar di lantai itu langsung saja menarik perhatian Junho. Junho lalu mendekati barang-barang itu dan memungutinya satu per satu. “Ini… Dia ini…” entah apa yang ingin Junho katakan, kata-kata yang keluar dari bibirnya terdengar terbata-bata dan pandangannya terus menatap lekat pada benda-benda itu.

“Apa kau mengingatnya?” Wooyoung berjongkok di depan Junho yang masih memunguti benda-benda itu.

“Apa kau mencoba melanggar kesepakatan kita, Wooyoung-ah?” Minjun mendahului sebelum Junho sempat menjawab.

“Junho harus tahu yang sebenarnya hyung. Aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi.” Jawab Wooyoung tegas.

“Tapi kita kan sudah membicarakan—”

“Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian menyembunyikan sesuatu dariku?” Tanya Junho curiga.

Wooyoung lalu menggenggam kedua tangan Junho, “Junho-yah, sebenarnya…”

…………

(15 hari yang lalu di ‘Beast Café’)

“Ng..” Wooyoung menggigit bibir bawahnya dan melirik sekilas pada Nichkhun yang dibalas dengan senyum simpul dari Nichkhun. “Hyuung~ a-aku.. ada yang ingin kubicarakan denganmu..” Lanjutnya. “Maksudku dengan kalian berdua.” Ralatnya lagi.

Minjun dan Taecyeon menautkan kedua alis mereka, tanda tak mengerti.

“Begini..” Wooyoung mulai berbicara. “Aku tahu kita semua berbohong demi kebaikan Junho, tapi kupikir kita harus memberitahu Junho yang sebenarnya terjadi hyung.” Wooyoung menatap dengan wajah yang mengiba pada Minjun dan Taecyeon.

“T-tapi mental Junho pasti akan terguncang jika dia tahu keadaan yang sebenarnya. Kau kan tahu sendiri dokter tidak memperbolehkan hal itu terjadi.” Jawab Minjun dengan nada khawatir.

“Tapi kita sudah berbuat salah hyung.” Wooyoung tetap ngotot dengan pendapatnya.

“Ini hanya sementara Wooyoung-ah, Soeun janji akan melepaskan Junho setelah Chansung sadar dari komanya.” Timpal Taecyeon yang diikuti oleh anggukan dari Minjun.

Atmosfer yang menyelimuti meja nomor 27 itu semakin pekat dengan ketegangan yang dipancarkan oleh tiga orang yang sedang adu argument itu. Sementara Nichkhun yang sebelumnya sudah membicarakan ini dengan Wooyoung, hanya memperhatikan namjachingu-nya dengan khawatir.

“Sebagai sahabat Junho dan Chanana, aku sungguh merasa sedih hyung. Saat memasuki kamar Junho, kulihat kamarnya begitu rapi dan bersih sampai-sampai tak ada sedikitpun jejak kenangan tentang Chanana di sana. Chanana itu masih hidup, tapi Soeun telah  menghapusnya dari kehidupan Junho, seakan-akan Chanana sudah mati.” Perlahan air mata jatuh di pipi chubby Wooyoung, kali ini bukan karena dia tidak dibelikan eskrim atau ayam goreng oleh Nichkhun, tapi karena kesedihan yang dirasakannya atas nasib kedua sahabatnya itu.

Nichkhun lalu merangkul bahu Wooyoung, mencoba menenangkan namjachingu-nya yang kini sedang menangis itu.

“Khunnie-hyuuuung~” Wooyoung lalu menangis sesenggukan di pelukan Nichkhun. Nichkhun hanya diam dan mengelus pelan punggung Wooyoung, dia tahu betul apa yang sedang dirasakan Wooyoung saat ini.

“Y-yach.. jangan menangis Wooyoung-ah. Nanti aku belikan eskrim, berhentilah menangis..” Minjun merasa bersalah karena telah membuat Wooyoung menangis. Dia merasa seperti menjadi seorang senior yang sudah menakali adik kelasnya.

“K-kau jahat sekali hyung. Apa jika akhirnya Chanana tak pernah sadar..” Wooyoung mencoba mengatur napasnya sebentar, “Apa jika ia meninggal, itu berarti kau tidak akan pernah memberitahukan hal yang sebenarnya pada Junho? Apa kau tak pernah memikirkan bagaimana perasaan Chanana dan Junho? Bagaimana jika hal itu terjadi padamu? Pada kalian!” Wooyoung menatap tajam pada Minjun, lalu Taecyeon. Air mata masih menggenang di matanya.

Minjun dan Taecyeon hanya terdiam merenungi kata-kata Wooyoung. Suasana menjadi hening untuk beberapa saat, tanpa ada seorang pun yang angkat bicara.

“Apa aku sejahat itu? Aku hanya mengkhawatirkan kesehatan Junho, aku tidak ingin mentalnya terguncang mengetahui kekasihnya sedang koma. Aku ingin Junho tetap bahagia saat Chansung tak dapat berada di sisinya. Dan saat Soeun menawarkan hal itu, kupikir dia bisa membahagiakan Junho. Lagipula dia berjanji akan melepaskan Junho jika Chansung sadar suatu hari nanti.” Minjun menarik napas dalam. “Apa di mata kalian aku ini adalah hyung yang sangat kejam karena telah membohongi dongsaeng-ku sendiri?” mata Minjun mulai merah dan berkaca-kaca.

“Tenanglah Minjunnie..” Taecyeon merangkul bahu Minjun, mencoba mencegah Minjun menangis.

“Aku tahu kau mengkhawatirkan Junho, hyung. Tapi kurasa yang dilakukan Soeun itu sudah terlalu jauh. Dia menyingkirkan segala sesuatu tentang Chanana, dia mencoba menyingkirkan Chanana dari hidup Junho.” Sahut Wooyoung dengan nada yang kembali meninggi.

“Ani. Dia tidak seperti itu. Dia hanya menyimpan barang-barang yang berhubungan dengan Chansung. Dia menyimpannya dengan rapi, di kamar Junho.” Jelas Minjun agar Wooyoung tidak salah paham terhadap Soeun.

“Lalu bagaimana tentang pertunangan? Apa itu juga hanya bagian dari sandiwaranya?” Tanya Wooyoung masih belum menerima penjelasan dari Minjun.

“Kalau soal pertunangan aku tidak tahu. Mungkin saja itu hanya bagian dari sandiwaranya.” Jawab Minjun sedikit ragu.

“Apa kau yakin? Bagaimana kalau dia benar-benar merencanakan pertunangan yang sesungguhnya dengan Junho dan mencoba merebut Junho melalui pertunangan itu?” Wooyoung mencoba menyampaikan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.

Minjun terlihat berpikir sejenak.

“Baiklah. Jika benar begitu maka aku sendiri yang akan mengatakan hal yang sebenarnya pada Junho di hari pertunangannya, jika pertunangan itu benar-benar terjadi.” Jawab Minjun mantap.

“Kupegang ucapanmu, hyung.” Wooyoung akhirnya menyepakati ucapan Minjun.

……………….

“Ap-apa benar namja ini adalah kekasihku yang sebenarnya?” Junho menatap lekat-lekat beberapa bingkai foto di tangannya. Di dalamnya berisi foto-foto Junho bersama Chansung. Sebelum disingkirkan oleh Soeun, foto-foto itu tadinya menghiasi dinding dan meja belajar kamar Junho.

Wooyoung mengangguk mantap. “Namanya Hwang Chansung. Karena dia suka sekali makan pisang, jadi aku memanggilnya Chanana. Dan kau biasa memanggilnya Channie.”

“Apa dia biasa memanggilku Nuneo?”

“N-ne. Apa kau sudah mengingatnya?” Tanya Wooyoung antusias.

Junho menggeleng. “Dalam mimpi itu, dia selalu memanggilku Nuneo.” Junho tersenyum miris.

“Mimpi?” Wooyoung tak mengerti mimpi apa yang dimaksud Junho, karena Junho hanya menceritakan mimpi itu pada Minjun.

“Jika mimpi itu benar, harusnya di ponselku juga ada pesan dan foto itu.” Junho bergumam sendiri tak menghiraukan pertanyaan dari Wooyoung, membuat Wooyoung plonga-plongo karena tidak mengerti tentang mimpi yang dibicarakan Junho.

“M-mianhae Junho-yah, Jeongmal mianhaeyo.” Minjun memeluk erat tubuh Junho yang masih berjongkok di lantai, di depan lemari.

“Hyung.. jadi kau yang menghapus pesan dan foto di ponselku? Kau sungguh tega padaku hyung. Padahal kau tahu tentang mimpi itu, tetapi kau diam saja dan pura-pura tidak tahu. Kau bahkan menghapus pesan dan foto di ponselku.” Junho mencoba melepaskan diri dari pelukan Minjun.

“Aku sungguh minta maaf karena telah membohongimu, tapi bukan aku yang menghapus pesan atau foto atau apapun dalam ponselmu Junho-yah.” Minjun mempererat pelukannya pada Junho.

Dan saat Minjun mengatakan itu, mereka sama-sama tahu siapa pelaku yang sebenarnya.

“Chagiya..” Kim Soeun datang dengan senyum sumringahnya seperti biasa. Namun menyadari tatapan tajam yang diberikan Junho, Minjun, dan Wooyoung kepadanya, membuat senyuman di wajah cantiknya langsung menghilang seketika. “A-ada apa ini?” Soeun melangkah masuk kamar Junho dengan hati-hati.

“I-ini…” Soeun menunjuk beberapa bingkai foto yang tersebar di lantai, dan sebagian lagi di tangan Junho. “Oh, tidak!” Soeun membekap mulutnya dengan kedua tangannya, menyadari sesuatu yang buruk baru saja terjadi.

“Noona.. hubungan kita berakhir sampai di sini. Dan lupakan tentang rencana pertunangan kita. Gomawo sudah merawatku selama aku sakit.” Junho memaksakan bibirnya untuk sedikit tersenyum walaupun rasanya sangat berat tersenyum untuk orang yang mungkin akan ia benci mulai saat ini.

“Andwae Junho-yah. Jangan tinggalkan aku. Aku benar-benar mencintaimu. Aku ingin memilikimu selamanya Junho-yah. Hiduplah bersamaku, untuk apa kau menunggu Chansung yang sedang koma? Dia bisa meninggal kapan saja.” Soeun memohon dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Sementara Junho langsung menatapnya dengan tajam.

PLAAAKKK!!!

Suara tamparan yang begitu keras mengagetkan seisi kamar Junho, menimbulkan bekas kemerahan di pipi kiri Soeun. Soeun memegang pipinya dan meringis menahan sakit.

“Beraninya kau berkata seperti itu!” pelaku penamparan itu –Minjun- berteriak penuh kemarahan pada Soeun. “Sebaiknya kau pergi dari sini sekarang juga!” usir Minjun sambil menunjuk ke arah pintu kamar Junho.

“A-aku? Kau mengusirku, Minjunnie?” Taecyeon yang baru datang dan berdiri di ambang pintu kamar Junho menunjuk dirinya sendiri dengan penuh kebingungan. “Apa salahku?” lanjutnya lagi dengan tampang sedih.

Minjun kaget mendapati Taecyeon berdiri di ambang pintu. “Ani. Maksudku bukan kau, chagiya. Tapi yeoja ini.” Tunjuk Minjun pada Soeun.

“Junho-yah, kumohon..” Soeun terus saja memeluk Junho sambil memohon-mohon dan menangis.

“Hyung, tolong bantu aku mengeluarkan dia dari sini. Kepalaku pusing sekali.” Junho melirik Taecyeon yang berjalan memasuki kamarnya.

“Baiklah, calon adik ipar.” Taecyeon lalu memaksa Soeun berdiri dan menyeret Soeun keluar dari kamar Junho secara paksa.

“Andwae..!! Junho-yah, aku mencintaimu…. Jangan tinggalkan aku seperti ini.. Junho-yah..!!” teriakan Soeun kian menghilang bersamaan dengan menjauhnya dia dari apartemen Junho.

*

*

 

Junho duduk di pinggir ranjangnya yang berhimpitan dengan lemari, dengan Wooyoung, Minjun, dan Taecyeon yang ikut duduk di sana. Nichkhun juga sudah menyusul, karena Wooyoung terlalu lama meninggalkannya. Junho menatap lekat-lekat beberapa foto di tangannya.

“Dia sangat tampan.” Junho tersenyum memandang wajah Chansung dalam foto itu.

“Aku memang tampan, kkk~” Timpal Chansung yang juga selalu berada di samping Junho.

“Tapi kenapa di setiap fotoku dan Channie, Woo selalu ada di sana? Lihat ini, ini, yang ini, dan yang ini juga!” Junho menunjukkan beberapa foto kepada Wooyoung dengan tampang cemberut.

“Ya tentu saja, aku ini kan sahabat kalian.” Wooyoung nyengir dengan bangganya.

“Terima kasih, Udong.” Chansung tersenyum manis pada Wooyoung.

“Ck. Wajahmu dengan pipi chubby-mu itu hanya merusak fotonya saja.” Cibir Junho yang membuat Wooyoung cemberut lucu.

Junho lalu mengambil buku catatannya dan membuka halaman-halamannya sampai tangannya berhenti di halaman pertengahan buku itu.

“Lagu ini, yang kujanjikan untuknya. Dia belum sempat mendengarnya.” Mata Junho mulai berkaca-kaca. “Hyung, apakah aku masih punya kesempatan menyanyikan lagu ini untuknya? Sekarang dia bahkan sudah tidak pernah datang di mimpiku lagi. Apa dia sudah meninggalkanku?” Tanya Junho pada Minjun, sambil menahan agar air matanya tak jatuh menetes.

“Ani. Dia masih menunggumu Junho-yah.” Jawab Minjun dengan perasaan yang begitu sedih.

“Bagaimana bisa aku melupakan seseorang yang begitu berharga sepertimu Channie? Mengapa aku tidak bisa mengingatmu?” Junho tak mampu lagi menahan air mata yang sudah penuh menggenangi kelopak matanya untuk meluncur deras di pipi mulusnya.

Junho kembali teringat mimpi-mimpi yang selalu mendatanginya itu, teringat betapa manisnya perlakuan Chansung padanya, dan semua yang terjadi di mimpi itu terasa indah bagi Junho. “Maafkan aku karena tidak bisa mengingatmu, Jeongmal Mianhaeyo, Channie..” Junho kembali menangis, diikuti oleh empat orang lainnya yang ikut merasakan kesedihan yang Junho rasakan.

“Jangan menangis, Nuneo.. aku bahkan tidak pernah marah padamu, jadi kau tidak perlu minta maaf padaku.” Chansung-pun ikut meneteskan air matanya.

“Kuingin kau kembali Channie. Walaupun aku tidak mengingat apapun tentangmu, kembali sajalah padaku, kita bisa memulainya dari awal, kita bisa mengukir kembali kenangan indah kita. Jadi, kembalilah padaku Channie, jaebal.” Mohon Junho dengan air mata yang semakin deras membanjiri pipinya.

“Aku ingin sekali kembali padamu, Nuneo. Tapi itu tak akan terjadi selama kau belum mengingatku kembali. Apa yang harus kulakukan?” Chansung meremas rambutnya frustasi. “Waktunya tinggal tiga hari lagi. Aku harus cepat menemukan cara untuk membuat ingatanmu kembali, Nuneo. Supaya kita bisa bersama lagi.”

Chansung lalu berpikir beberapa saat, memikirkan cara agar ingatan Junho kembali secepatnya. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah ide yang diyakininya akan berhasil.

“Seperti di film-film, orang yang hilang ingatan akan kembali normal jika kepalanya terbentur sesuatu…” Chansung lalu melihat ke atas  lemari Junho. “Aku yakin ini akan berhasil dan aku akan hidup lagi bersamamu. Maafkan aku jika ini akan terasa sedikit sakit, Nuneo-ku sayang.”

BRUUUUKKKK

“Auuuwww” Junho berteriak keras saat sesuatu yang berat menimpa kepalanya dari atas lemari.

“Junho-yah..!!” teriak Minjun, Wooyoung, Taecyeon, dan Nichkhun secara serempak melihat Junho yang meringis kesakitan.

“D-darah hyuung~” Wooyoung menutup matanya sambil menunjuk kepala Junho yang mengeluarkan darah segar, mengalir sampai ke bahunya.

“Kau melakukan pelanggaran Hwang Chansung. Waktumu berkurang 3 hari dan akan berakhir pada tengah malam nanti.” Chansung kembali mendapat peringatan dari langit karena melakukan pelanggaran lagi.

“Aku sudah tahu.” Jawab Chansung santai sambil melirik jam dinding di kamar Junho. 1:13 PM. “Hanya tersisa beberapa jam lagi. Kuyakin ini akan berhasil.” Ucap Chansung dengan penuh keyakinan dan harapan.

*

*

*

^TO BE CONTINUED^

 

From Me :

Legaa akhir’a Chap 4 ini bisa k’update jg, tadi’a takut mogok d’tengah jalan, hehehe..

Mian ya bru bsa update n’ mungkin chap 4 ini lama bgt kluar’a, oz author’a lg sbuk nyusun skripsi jg, abis pngin buru2 jd Sarjana Ekonomi c, hehe.. untuk itu, minta doa’a ya readers’q skalian, biar skripsi’q lancar n’ q bsa cpt lulus dgn nilai memuaskan, amiien.. :D

Maaf jg klo chap ini agak membosankan n’ udh gag bkin pnasaran lagi, karena ide author untuk chap ini hnya stngah, stengah’a lg trbagi ma skripsi, xixixii.. q juga lg memikirkan ending yg pas untuk ff ini, udah ada 2 opsi, tb blm tau mau plih yg mna.. :)

Makasih readers’q buat comment’a yg sllu bkin q smangat nglanjutin ff ini.. slamat mnikmati chap ini n’ jgn lupa comment lg yaa.. :D

Happy Reading n’ Gomawo..^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
eyessmile14
#1
Chapter 5: Hahh *sigh..
Kalau gini gatau dah thor happy ending atau sad ending dah ini.
Di sisi lain senang karena Junho akhirnya bersama Chansung lagi tapi di sisi lain sedih juga mereka meninggaaaaal. Huweeee *mewek
Ini sedih banget gilaaak:(
ayudaantariksa #2
Chapter 5: Dan ff ini sukses buat aku nangis . Terimakasih thor ^_^ . Ff nya bagus .
channelca #3
Chapter 5: Sebenarnya sih udh lama baca ff ini
Heheh tapi gk pernah comment #dijitak author
Mianhe authorr...
Daeebbakk ... keren cerita
Kemarin baca yg chapter 4 ,, sempat mikir klu Junho akan puli ingatannya dan mereka akan bersatu kembali... tapii malah dia juga ikutan nyusul Chansung.. tapi gpp dech yg penting mereka bersatu....
Dintunggu FF yg lain ya eonnie author
hwaiting93 #4
Chapter 5: Enaknya jadi channuneo , tak terpisahkan dunia akherat (≥ ⌣ ≤)
Untung nuneo bisa inget lagi sama changsung , tadinya bayangin kalo nuneo mati trus tetep ga bisa inget chansung juga haha
*ditendang chansung*

Minjun pasti nyesel banget , udah kehasut omongan soeun ckckck
Woo kasian ditinggal 2 sahabat sekaligus , kasian woo kan lemah lembut hatinya (╥﹏╥)​
*peluk uyong*
Sequel dong author-nim , ceritain kehidupan khunyoung & taecmin setelah channuneo meninggal hehe ^^v
jangwooyoung0730
#5
Chapter 5: daebaaaak.,. Tak terprediksiiii... Daebaaak... Pdhal bkan chanuneo shiper, tp nngs bca crta akhrnya... Daebaaak.... Yg khunyoung lnjut doong thooor... :)
XanDC09 #6
Chapter 5: annyeong unnie.. xan imnida... bangapseumnida...
omo.. T_T chanuneo akhir'a bisa bersama lagi.. sayang ga bisa bersama2 teman dan keluarganya mereka juga...
poor WooKay.. smoga taeckhun bisa terus nemenin mereka...
cerita lainnya ditunggu unnie.. ^^
ah, q request yg happy ending version dari cerita ini kalo ga sequel'a cerita ini bisa ga unn? hehehe... gomawo b4... ^^
UnunJang
#7
Chapter 5: Hiks...Hiks...
speechless...T^T
Dibilang sad ending,
py... akhirnya Channie n Nuneo bersatu lagu...
*Nangis dipojokan
My Baby Woo n Minjun oppa yang sabar yah,,,
Keren Thor, sukses bikin aq berderai air mata...

ditunggu ff selanjutnya...^0^
teru_neko
#8
Chapter 5: udah end?tp kok blm ada tanda complete ya? apa author mau bikin sequelnya? kkkk~
yeeeyyy!! Khunyoung shipper nambah! XD *terima kasih buat tetangganya (?) author ituu~~~ X)*
ini endingnya mengharukan..bittersweet gitu lah..
ditunggu ff selanjunya :D
lurvejunho #9
Chapter 5: Aww bittersweet ending.seriously i dont expect it will be turn like this.good job authornim.i hope u can write more chanho after this :D
syahroh1212alhalim
#10
Chapter 5: oawalah ini mah sad ending.... Nangis berderai air mata.... Kirain bersamanya didunia nyata z.... #nangisdipojokan
Seharusnya kan happy ending #maksa
Bagus c.... Tp kan jd g tega ma woo n' junk
Nuneo jd tega gt c.....