Epilogue

Your Call

 

Menatap matahari sore yang perlahan terbenam, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari keindahan sunset yang semesta tunjukkan padanya saat ini. Langit begitu luas, begitu megah dengan keindahan gradasi warna jingga yang menghiasinya dan jauh diujung sana, mentari perlahan terbenam meninggalkan berkas – berkas cahaya yang menimbulkan kelip cemerlang di permukaan lautan lepas yang tampak tenang kala itu.

Ia berjalan pelan, sangat pelan, mencoba menghidupkan kembali kenangan yang pernah terpendam. Ya, terpendam, karena bahkan sampai akhir waktunya ia tak akan pernah bisa melupakan kenangan itu. Sejak awal mereka bertemu, sejak kedua obsidian sewarna caramel itu menatapnya, sejak ketulusan dibalik sikap dingin menyentuh hatinya. Tetapi mungkin, jika ia diizinkan untuk memutar waktu, ia akan memilih untuk tak pernah bertemu dengannya. Tak pernah merasakan cinta yang begitu kuat, agar ia tak perlu melihat butiran air mata menghiasi obsidian sewarna caramel yang begitu indah itu. Agar hati yang penuh ketulusan itu tak perlu tersakiti karenanya.

Ia berhenti melangkah, memilih untuk duduk diantara hamparan luas pasir putih. Menekuk kedua lutut dan memeluknya erat, ia memandang lurus kedepan, ke lautan lepas di hadapannya. Mentari sudah tak lagi tampak, hanya sisa – sisa kemegahannya, gradasi indah warna jingga yang menghiasi langit.

Aku suka pantai, langitnya luas, lautannya yang begitu lepas membuatku merasa begitu tenang. Sama seperti jika aku bersamamu hyung, begitu tenang, seolah semua beban di hidupku terangkat.

Ia tersenyum kecil ketika memorinya kembali memutar hari-hari ketika bersamanya. Ia tak pernah lupa, tak akan pernah lupa. Bocah itu selalu mengatakan kalau ia merasa tenang jika bersama dengannya, padahal setelah bersamanya hidup anak itu jauh lebih sulit dengan segala cobaan yang harus ia hadapi. Tapi selalu, selalu saja ia tersenyum dan meyakinkannya bahwa ia baik – baik saja.

Kau, adalah hadiah terindah untukku. Aku tak pernah memikirkan kata – kata orang, untuk apa? Toh mereka tidak mengerti kita. Yang penting adalah kau disisiku dan kita akan menghadapi ini semua bersama. Itu sudah cukup, hyung.

Sosok itu begitu mencintai pantai, begitu senang melihat kebebasan yang ditawarkan keindahan alam itu padanya.

Aku suka pantai.. Apa ya? Entahlah, pantai membuatku merasa bebas, lepas, haha. Ah, satu lagi, karena di pantai-lah kau menyatakan perasaanmu padaku..

Ya, pantai yang begitu disukainya karena kenangan itu. Tapi di pantai jugalah ketika ia merusak semuanya, ketika ia meninggalkannya. Satu bulan sudah berlalu, tapi ia masih tak bisa melupakan kedua obsidian sewarna caramel yang menatapnya dengan penuh luka, masih tak bisa melupakan air mata yang tak berhenti mengalir di wajah putih pucatnya dan ia masih tak bisa memaafkan dirinya yang dengan kejamnya meninggalkan orang yang pernah menjadi bagian di hidupnya, orang yang sampai saat ini masih memegang erat hatinya.

Setiap hari, setiap jam, setiap detik dalam hidupnya setelah hari itu, ia tak pernah bisa berhenti untuk berfikir. Andai saja jika ia memilih untuk egois pada saat itu dan kembali ke dalam pelukannya, apakah ia akan bahagia? Andai saja, jika ia tidak terlahir dari keluarga Choi yang begitu mementingkan status seseorang, akankah mereka bersama saat ini?

5 Tahun ia tak melihat orang itu, 5 tahun ia menahan perasaannya dan ketika mereka bertemu kembali, ia hanya ingin merengkuhnya ke dalam pelukan hangat. Tapi ia tidak bisa, ia masih terlalu rasional, terlalu bertanggung jawab dengan posisinya, dengan dirinya, untuk melakukan itu semua. Dan hal paling rasional yang ia lakukan saat itu adalah menunjukkan sikap dingin padanya, karena ia takut tak bisa melepas kembali orang itu jika ia menyentuhnya, sedikit saja. Pada akhirnya, yang ia lakukan adalah kembali menyakiti orang yang paling ia cintai. Cih, apa masih pantas ia mengatakan ia mencintai nya setelah semua yang ia lakukan?

Menatap lautan lepas di hadapannya, ia tersenyum miris, apakah anak itu masih menyukai pantai? Setelah apa yang ia lakukan beberapa waktu yang lalu?

 

***

 

Oppa, aku rasa sebaiknya kita putuskan saja pertunangan ini.” Gadis cantik dengan rambut sebahu-nya itu tidak menatapnya, justru menatap jendela disamping mereka, yang menampakkan pemandangan orang – orang memulai kesibukan di pagi hari.

“Eh?” ia berhenti mengaduk kopinya. Merasa terkejut dengan apa yang gadis itu katakan. Pertunangan ini, bukankah sejak awal ia yang meminta?

“Aku . . aku minta maaf, karena keinginanku untuk menikah denganmu sudah menyulitkan semua orang” ia berkata pelan dan menunduk, “Tapi aku sadar sekarang, untuk apa memilikimu kalau hatimu tidak ada padaku? Aku sudah berusaha semampuku, tapi waktu telah membuktikan segalanya, bahwa perasaanmu padanya, tidak akan berubah. Apapun yang terjadi”

Ia masih terdiam, menatap gadis yang sudah menjadi tunangannya selama tiga tahun ini dalam – dalam.

“Kita sudah bertunangan selama 3 tahun, tapi perlakuanmu padaku tak pernah berubah, dan caramu menatap foto orang itu, masih sama sampai saat ini. Ketika orang – orang membicarakan pernikahan  kita, bukannya senang, aku justru takut. Karena aku ingin menikah dengan orang yang aku cintai, tetapi juga mencintaiku.” Gadis itu masih menatap orang – orang berlalu lalang diluar sana. “Aku ingin, menikah dengan seseorang, yang akan menatapku seperti tatapanmu padanya, yang akan menyentuhku seperti caramu menyentuhnya, yang akan mencintaiku, seperti kau mencintainya, dan orang itu, sudah jelas bukan kau” ia tersenyum kecil dan menghapus air mata yang sempat lolos dari kedua matanya.

“Aku. . minta maaf” Sungguh, tak ada yang bisa ia katakan selain kata – kata itu. Gadis di hadapannya ini terlalu baik untuk disakiti, dan ia kini sudah menyakitinya, sama seperti ia menyakiti orang itu.

“Ah, tidak, jangan meminta maaf. Seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah merusak hubunganmu dengannya, menyakiti kalian berdua” gadis itu berhenti sejenak, merasa tidak enak karena apa yang ia lakukan selama ini begitu egois. “Kau jangan khawatir, masalah keluargaku dan keluargamu aku yang akan mengurusnya. Kau tahu, aku yang memulai, aku juga yang harus mengakhiri. Kau hanya perlu membawanya kembali, jangan sampai apa yang aku lakukan sia – sia. Kudengar ia sudah kembali ke Jepang saat ini. Aku harap setelah ini kita masih bisa berteman dan menjaga hubungan baik, atas semua kebaikanmu selama ini, aku ucapkan terimakasih banyak. Aku pamit dulu. Semoga berhasil dan sekali lagi aku minta maaf, sampaikan salam dan permintaan maafku untuknya. Selamat siang” Gadis cantik itu berdiri dan membungkuk sedikit sebelum akhirnya melangkah meninggalkannya seorang diri, masih mencoba untuk mencerna apa yang baru saja terjadi.

“Ah, Tiffany, tunggu” Ia memanggil gadis yang sudah melangkah tak jauh darinya itu, membuat gadis itu menoleh padanya.

“Orang itu, aku yakin kau pasti akan menemukannya” Ia menambahkan sambil tersenyum. Senyuman paling tulus yang pernah ia berikan pada gadis cantik itu, membuatnya terpana sejenak sebelum pada akhirnya ikut tersenyum.

“Ya, dan aku akan menjadi orang paling berbahagia saat waktu itu tiba” gadis itu melambaikan tangan padanya sebelum kembali melangkah, dan hilang ditengah keramaian orang yang berlalu lalang di pagi hari itu.

Ia terdiam masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Apa gadis itu serius? Apa ia benar – benar diberi kesempatan untuk kembali padanya? Membahagiakannya? Ia mengeluarkan ponselnya.

“Hae-ah, apa kau bisa memberikan alamatnya padaku?”

. . .

“Aku tahu, karena itu aku ingin memperbaiki semuanya”

. . .

“Tiffany, memutuskan pertunangan kami. Keluarga, ia yang akan mengurusnya”

. . .

“Aku harap juga begitu”

. . .

“Terima kasih, aku berhutang padamu”

 

***

 

Jepang, adalah negeri yang indah. Ia tak heran jika bocah itu menyukai tempat ini sama seperti ia mencintai negaranya sendiri. Ia berjalan pelan menyusuri jalan dengan pohon sakura di kedua sisinya. Tak berani melangkah lebih cepat, ia masih terlalu takut untuk menghadapi kenyataan yang nanti akan ia temui. Akankah orang itu memaafkannya? Setelah apa yang ia lakukan?

Tangannya terus berkeringat dingin, dan tak berhenti meremas kertas kecil berisikan alamat yang begitu ia hafal, karena ia tak bisa berhenti untuk melihatnya selama perjalanan panjang kemari. Senyuman kecil terukir di wajahnya ketika ia mengingat Tiffany, gadis yang pernah menjadi tunangannya selama 3 tahun. Gadis cantik itu benar – benar menepati janjinya, ia berusaha meyakinkan ayah dan kakeknya. Sementara kedua wanita di keluarga itu, ibu dan neneknya, yang sudah merestui sejak mengetahui bahwa orang yang akan ia temui ini kini sudah berjuang keras hingga sukses seperti sekarang, hanya bisa menatapnya dengan pandangan lega ketika mereka mengantarnya ke bandara.

Jemputlah ia, tebuslah kesalahan kami selama ini. Ia, sudah disakiti terlalu lama. Bahagiakan ia dan jangan pernah kau lepas lagi, sudah saatnya kalian saling menjaga satu sama lain. Aku dan nenekmu akan selalu mendoakan kebahagiaan kalian. Aku minta maaf karena telah menilai cinta kalian sebelah mata, jangan khawatirkan ayah dan kakekmu, kami berdua, ah dan Jiwon yang akan berusaha membujuk mereka. Sampaikan salam dan permintaan maafku padanya. Jika ia setuju untuk kembali, aku berjanji akan menjadi ibu terbaik untuknya. Tapi jika ia tidak setuju untuk kembali, itu tugasmu untuk membujuknya, atau kalau perlu menculiknya. Hati – hati di Jalan. Ibu merestui kalian berdua.

Ia kembali tersenyum mengingat perkataan ibunya. Ya, ibunya yang begitu menentang hubungan mereka dahulu kini justru yang berada di baris terdepan untuk melindungi ia dan orang itu. Sejak mengetahui pengorbanan, dan keteguhan orang itu untuk membuktikan bahwa perasaan mereka tidak main – main bahkan hingga bisa membuatnya sukses seperti sekarang, ia langsung tersentuh dan merestui mereka.

Terlalu larut dalam pikiran dan keindahan alam disekelilingnya membuat ia tak sadar ketika langkah kakinya telah sampai pada sebuah apartemen yang ditujunya.

 

***

 

Ia membunyikan bel dua kali sebelum akhirnya mendengar suara seseorang berteriak dari dalam dengan bahasa Jepang yang begitu fasih. Suara yang begitu ia rindukan. Tak lama setelahnya, pintu apartemen itu terbuka, menampakkan sosok yang selama ini menghantui pikirannya, masih tampak sama mengagumkan seperti sebelumnya. Masih tampak begitu indah seperti sebelumnya, meskipun dapat terlihat dengan jelas tubuhnya yang kini jauh lebih kurus, kantung mata hitam dibalik kacamata persegi yang dipakainya, dan kedua obsidian sewarna caramel yang kini sudah kehilangan cahayanya.

Dan ia begitu ingin menghukum dirinya sendiri saat wajah manis itu sekilas menunjukkan ketakutan, kepedihan yang teramat dalam. Astaga, apa yang sudah ia lakukan pada sosok yang begitu berharga ini? Apa yang sudah ia lakukan pada hati  yang begitu tulus mencintainya?

“Aku pasti sudah gila” Ia mendengar orang itu berkata lirih sebelum ia melangkah mundur, tubuhnya gemetar dan gelas di tangannya terjatuh, membuat kepingannya tersebar dimana – mana.

Ia hanya bisa terdiam ketika melihat orang yang begitu dicintainya itu melangkah dengan satu tangan bertumpu pada dinding untuk menahan tubuhnya yang  gemetar begitu hebat dan mengambil botol yang berisi begitu banyak kapsul, menelan dua sekaligus sebelum akhirnya membiarkan dirinya jatuh terduduk dengan bersandar pada dinding, kedua mata terpejam.

Ia begitu ingin merengkuhnya dalam pelukan hangat, tapi ia tahu itu tidak mungkin mengingat betapa shock-nya anak itu. Jadi ia mencoba untuk melakukan hal paling membantu saat ini, mencoba menyingkirkan pecahan – pecahan gelas yang tersebar di lantai.

 

***

 

Keduanya duduk di sofa ruang tamu apartemen tersebut, Kyuhyun sudah tampak jauh, amat sangat jauh lebih tenang, ia bahkan sudah membuatkan minuman untuknya. Kopi favoritnya, masih dengan rasa yang sama, hanya Kyuhyun yang mengetahui apa yang menjadi kesukaannya sebaik ini.

Ia mengamati desain interior apartemen tersebut, dan begitu terkejut ketika sadar bahwa desainnya begitu mirip dengan apartemen milik mereka yang ada di Seoul. Ada perbedaan tentu saja, tetapi posisinya, lokasinya, begitu sama. Ia bahkan bisa menemukan buku – buku kuliah yang biasa ia pakai di salah satu lemari buku yang ada disana, di posisi paling atas, dua baris pertama, disusun persis seperti yang sering ia lakukan. Mengikuti pandangannya, namja dengan rambut cokelat eboni itu hanya bisa tersenyum miris.

“Untuk sedikit mengobati rasa rinduku pada rumah” ujarnya lirih.

Ia mengembalikan pandangannya pada sosok yang sudah mencuri hatinya itu, Kyuhyun menatap botol obat di tangannya yang tak berhenti ia mainkan sejak tadi, ekspresinya tampak begitu tenang, begitu terkontrol. Tapi ia tahu lebih baik dari itu, tangan putih pucat milik Kyuhyun masih tampak bergetar, meskipun tak sehebat sebelumnya, dan bocah itu menutupinya dengan baik dengan cara tak berhenti memainkan tangannya. Tapi mata miliknya jauh lebih tajam, ia juga melihat Kyuhyun berkali – kali mengetukkan kakinya pada lantai, satu kebiasaan kecil yang ia tunjukkan jika ia sedang takut, atau sedang gugup.

“Kau sakit?” akhirnya ia berbicara, mengarah pada obat yang ia minum. Keduanya terdiam sejenak. Kyuhyun tampak ragu untuk menjawab, tapi pada akhirnya ia jawab juga pertanyaanya.

“Tidak juga, ini.. obat anti depresi. Tidak sering kuminum juga, hanya sekali – sekali jika aku kehilangan kontrol.” Ucapnya lirih, tapi tak ayal terdengar juga ditelinganya.

Apakah ia salah dengar? Obat anti depresi? Kyuhyun, Kyuhyun-nya adalah orang paling tegar, orang paling tabah, orang yang paling tangguh yang pernah ia temui. Ia tahu dengan pasti Kyuhyun bukanlah tipe orang yang dengan mudahnya depresi, anak itu selalu berfikiran dengan kepala dingin dalam kondisi apapun. Tapi sekarang? Apakah ini karenanya? Apakah ia sudah menyakitinya begitu dalam?

Hyung, kalau kau mau mengantarkan undangan pernikahan padaku, tak perlu sampai harus datang kesini. Kau bisa mengirimkan lewat pos atau mungkin mengirimkan lewat e-mail” Kyuhyun kembali bersuara, masih sama tenang seperti sebelumnya, tapi ia melihat dengan jelas tangan sosok itu yang tak bisa berhenti gemetar, meski ia sudah mencoba menutupinya.

“Aku. . . Pernikahan itu dibatalkan, aku sudah putus dengannya.” Jawabnya pelan, entah kenapa merasa malu dengan apa yang sudah ia perbuat. Ia melukai hati namja di hadapannya ini hanya untuk sebuah hubungan yang pada akhirnya berakhir dengan kegagalan juga. Untuk pertama kalinya sejak mereka bicara, namja dengan rambut cokelat eboni itu menatap matanya.

“Aku rasa aku benar – benar sudah gila.” Sosok itu tertawa kecil sebelum akhirnya mengacak rambutnya frustasi.

“Apa yang kau maksud?” Ia menatapnya heran.

Kyuhyun benar – benar tertawa sekarang, tapi air mata mulai lolos satu persatu dari obsidian caramelnya. Ia menjadi semakin heran ketika Kyuhyun bukan menjawab pertanyaannya, justru mengambil ponsel dan menghubungi seseorang, entah siapa.

“Hae hyung.. Hae hyung apa yang harus aku lakukan?” tanya bocah itu dengan suara bergetar yang sangat jelas, lagi – lagi tubuhnya kembali bergetar hebat.

. . .

“Bayangan itu kembali, kembali lagi hyung. Aku bahkan membayangkan Siwon hyung datang kemari, mengatakan bahwa pernikahan mereka dibatalkan. Apa yang harus kulakukan hyung? Bukankah dokter bilang aku sudah semakin membaik? Kenapa bayangan seperti ini datang lagi?” Tangis anak itu semakin jelas sekarang, dan ia tak bisa mempercayai pendengarannya sendiri, sebegitu terlukanya kah Kyuhyun hingga ia menjadi seperti ini? Ia tak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak memeluk anak itu, memeluknya erat mencoba untuk menenangkan segala kekacauan di hati mereka.

 

***

 

Malam telah datang dan keduanya duduk di sofa, ah tidak duduk sebenarnya, hanya ia yang duduk sedangkan Kyuhyun memilih untuk berbaring dengan menggunakan kakinya sebagai bantal. Satu tangan digenggam erat Kyuhyun dan sedari tadi tak berhenti dimainkannya, sementara tangannya yang satu lagi memilih untuk bermain dengan rambut cokelat eboni sosok itu. Televisi menyala sejak tadi, tapi jelas keduanya tidak ada yang memperhatikan sedikit pun. Sibuk dalam pikiran masing – masing.

Sejak tadi siang, ketika Kyuhyun akhirnya bisa menerima bahwa yang kali ini datang adalah Siwon yang sebenarnya, bahkan ia perlu diyakinkan Donghae berkali – kali sampai bisa menerima kenyataan itu, ia tak berhenti menempel pada Siwon, kemanapun ia pergi. Bahkan sementara Siwon memasak, Kyuhyun dengan telaten membantunya. Ia sendiri sempat terkejut mengetahui Kyuhyun sudah bisa memasak, lagi – lagi ia dibuat kagum oleh sosok itu.

Ia melihat Kyuhyun mengucek kedua matanya dan menguap, tanda bahwa bocah itu sudah mengantuk. Ia geli sendiri dibuatnya, kebiasaan Kyuhyun masih belum berubah sejak dulu.

“Ayo bangun, kita tidur di kamar” Ia menggoyangkan tubuh Kyuhyun dengan pelan, mencoba membangunkan Kyuhyun yang perlahan – lahan mulai terbang ke alam mimpi. Tapi bukannya menurut, namja dengan obsidian sewarna caramel itu justru menggelengkan kepalanya, menolak untuk tidur. Ia kembali tertawa kecil, Kyuhyun-nya masih sama keras kepala seperti dulu.

“Baiklah, kau sendiri yang minta diperlakukan seperti ini ya” dengan satu gerakan, Ia berdiri dan menggendong Kyuhyun menuju kamarnya, setelah mematikan televise tentunya, membuat kulit putih pucat itu kini merona kemerahan, malu. Lagi – lagi ia tertawa kecil, masih sama seperti dulu.

Meskipun tengah berbaring di kasur, Kyuhyun masih tak mau melepasnya sedetik pun. Ia memeluk erat Siwon, dan masih dengan keras kepalanya mencoba untuk tidak tertidur, padahal dapat dilihat dengan jelas kedua mata itu sudah begitu lelah, ia sudah begitu mengantuk.

“Tidurlah, kau bahkan sudah kesulitan untuk membuka matamu sedikit saja” Ia berkata pelan, satu tangan mengelus surai eboni Kyuhyun dengan sayang, sementara tangan yang lain memeluknya.

“Aku takut ini semua hanya mimpi.” Jawab kekasihnya itu pelan. Membuat ia lagi – lagi merasa bersalah.

“Kali ini tidak, aku akan ada disini saat kau bangun besok. Aku janji” Ia mengecup lembut bibir kekasihnya itu, ya, mereka sudah kembali menjadi sepasang kekasih sekarang, membuat Kyuhyun merasa lebih tenang dan tak butuh waktu lama hingga bocah itu terlelap. Ia menatap wajah yang begitu ia rindukan itu dengan sayang, masih sama seperti dulu, ketika tidur bocah itu akan tampak begitu damai.

Maafkan aku atas semua yang sudah kulakukan dan menyakitimu, Kyu. Kini biarkan aku menebus semuanya, biarkan aku membahagiakanmu hingga waktu memisahkan kita.

Dan Siwon menepati janjinya. Keesokan harinya ketika Kyuhyun terbangun, Siwon masih ada disana, disampingya dan masih memeluknya.

 

END

 


A/N: ditulis jam 1 malem sampe jam setengah 4 pagi sebelum akhirnya saya memilih untuk tidur dan baru dilanjutkan pas bangun pagi - paginya. Baru tahu ternyata kalau malem itu ide yang datang ga tanggung - tanggung ya. Mohon maaf karena baru update, jujur awalnya saya bingung banget ngelanjutinnya gimana. Menurut readers gimana? Kalau buat saya, ini tulisan paling berhasil karena ditulis dengan waktu paling singkat yang pernah saya bikin. Hahaha, dapat wangsit tengah malem kali ya. 

Yaudahlah pada akhirnya mereka kembali lagi kan, maaf  ya kalau kurang greget dan kurang 'happy' sebagai penutup. Kalo mau baca yang seneng - seneng baca aja Seoul Daehakgyo #eh promosi# itu ditulis dengan tulisan dan ide yang ringan banget soalnya. Tapi heran juga, satu chapter Seoul Daehakgyo aja butuh waktu dari sore sampe malem baru beres..

Yasudahlah ya, maafkan author yang berisik ini. Semoga ini bisa mengobati perasaan sebel pas baca chapter satu kemarin, ah ya. Mohon maaf juga kalau kesannya kurang nyambung dan banyak yang ga dijelaskan disana. Susah banget dapet ide gimana penulisan epilognya soalnya.

Terimakasih untuk readers yang udah komen, udah baca.. :) 
Sampai jumpa lagi! 

Matta Aa ~

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ReLif_53 #1
Chapter 2: Sumpaahh nyesek parahhh.. Ughh,.. Berasa jdi kyu.. Mpe ikut gemeteran pas kyu nelpon hae.. Huhuu.. Baguuss banget authornim.. Coba kalo dibikin chapterr.. Dan ceritain gimana kyu jalanin hidupnya tnpa siwon.. Dan sampe depresi kya gituu.. #salamKenal
hyoki407 #2
Chapter 2: hikz aaaaa hikz akhirnya happy ending :^)
MySuperWon #3
Chapter 2: OMO !!! senengnyaaaa.... akhirnya Happy End !
Tapi kasian Kyu, sebegitu cintanya dia ama Siwon, ampe depresi begitu.
MySuperWon #4
Chapter 1: Kok Sad End ???! Demi tuhan kagak rela kalo gini jadinya...XD
iisshhhh....jaddi geregetan !!
MySuperWon #5
Chapter 1: Kok Sad End ???! Demi tuhan kagak rela kalo gini jadinya...XD
iisshhhh....jaddi geregetan !!
dewonkyu #6
Chapter 2: mian ne..comentnya di part ini..
reader baru imnida..

author daebak... :)
keren banget..
endingnya tak mengecewakan :)
di tunggu ff selanjutnya
meeKayla #7
Chapter 2: Tunangan siwon tifanny..??
Moga wktu k jepang tu bnr2 bukan tuk liat tifanny.

Kyu begitu cintanya si ma siwon??!! Sampe depresi
Untung bgt siwonnya batal married ma tifanny.
Klo ngak. Bakal bnr gila kyu.
Ngak relaa!!
Coba ja disetiap moment yg ada d real life kyu bisa nampakin sayangnya ma siwon pasti bakal bnr bkin histeris wks tu
jo_gill
#8
Chapter 2: Ini epilog yang sangat bagus, cuma dalam 3 jam lagi. Ga perlu terlalu sweet karena awalnya memang angst. Nanti malah ngaco kesannya.

Asyik...asyik...happy end.

Kata Jo-oppa (lagi2 dia, soalnya aku bukan penulis) dia sering kedatangan ide pas matanya dah setengah watt. Untuk nulis aja dah berat banget. Malah pernah untuk dapatin ide yang bagus dan bisa nyambung malah bisa sampe berminggu2, katanya.
meeKayla #9
Chapter 1: Sebenarnya lagi kesel ma siwon karna ninggalin kyu ke jepang.
Jadi agak rela juga klo mereka pisah bentar#dikiit j relanya.

Tapiiii walo gitu ni harusss ada sequel dunk. Pliiisss benar2 ga rela kalo wonkyu berakhir kayak di ff na ni.
Sequel pliiis