4#

Thru the Mirror

 

“Apa?” Sooyoon nyaris tidak bisa mempercayai pendengarannya. Ayahnya tersenyum lebar. Ayahnya terlihat sangat bahagia.

“Kenapa kau kaget begitu, Sooyoon? Apakah kau tidak senang Appa naik jabatan?” Senyum lebar masih tak lepas dari wajah Ayahnya. Sooyoon menelan ludah. Bukan, bukannya ia tidak senang ayahnya naik jabatan. Ia hanya tidak percaya dengan kata-kata ayahnya sebelum itu.

Karena naik jabatan, ayahnya akan mendapat sebuah rumah yang dekat dengan kantor. Itu artinya mereka sekeluarga akan pindah rumah lagi.

Astaga, mengapa semuanya menjadi serba mendadak seperti ini?

“Rumah ini sudah Appa tawarkan ke agen penjualan rumah. Mereka sudah berniat memberli rumah ini,” kata ayahnya lagi.

“Yah Sooyoon, cepatlah kemasi barang-barangmu. Minggu depan kita sudah akan pindah ke rumah baru yang lebih bagus~” Chanyeol berkata riang.

Ya Tuhan. Entah mengapa ia tidak ingin pindah rumah lagi. Ya, pada awalnya ia sangat ingin pindah dari rumah ini. Namun sekarang berbeda. Ia merasa berat meninggalkan rumah ini, berat meninggalkan Byun Baekhyun. Ia tidak mengerti mengapa ia seperti ini.

 

--

 

Sooyoon menghadap cermin meja riasnya. Ia bisa melihat Byun Baekhyun sedang duduk melipat kaki di depan tubuh. Tatapannya terlihat kosong. Ia terlihat sedang melamun. Sooyoon bingung hendak bagaimana. Ia ingin berbicara dengan pemuda itu. Semenjak kejadian itu, pemuda itu menolak bicara padanya. Ia tidak lagi bicara pada Sooyoon dengan nada ketus dan menyuruh-nyuruh itu. Pemuda itu hanya diam dan setiap hari terlihat melamun, seperti saat ini.

Ini sudah lewat dari sebulan pemuda itu berhenti bicara. Sooyoon tahu pemuda itu bisa menebak apa yang akan ia katakan, namun ia tetap ingin bicara padanya.

“Baekhyun ssi?”

Pemuda itu menoleh perlahan dan ia tampak tidak berniat untuk menatap Sooyoon. Ia menoleh sekilas dan setelah itu ia menatap ke arah lain. Sooyoon membuang napas.

“Aku akan pindah rumah lagi.”

Pemuda itu tidak bereaksi. Ya, sepertinya pemuda itu tahu semuanya. Sooyoon tidak perlu mengatakannya. Apakah pemuda ini sudah tidak ingin berbicara dengannya? Sungguh? Bila benar seperti itu, tidak ada gunanya Sooyoon berdiri di sini. Ya, tidak ada gunanya. Sooyoon harus menekan rasa ingin tahunya, ia ingin tahu reaksi pemuda itu. Sejauh ini pemuda itu tidak bereaksi sedikit pun.

Sooyoon sudah gagal membantu pemuda itu keluar dari dalam cermin dan sekarang ia akan meninggalkan pemuda itu. Ia merasa bersalah bila mengingat semua itu. Pemuda itu selalu bilang bahwa hanya Sooyoon yang bisa melihat dan mendengarnya, itu berarti hanya Sooyoon-lah yang bisa membantunya. Tidak ada yang mengetahui keberadaan pemuda itu dalam cermin kecuali Sooyoon.

Dan sekarang ia gagal mengeluarkan pemuda itu. Apa yang akan terjadi padanya?

“Tidak ada yang akan terjadi padamu.” Kata-kata Byun Baekhyun seolah menjawab pertanyaan yang ada dalam pikirannya. Sooyoon sedikit terkejut. Ia melihat pemuda itu menoleh dan menatapnya. Ia merasa kesulitan bernapas melihat tatapan pemuda itu. Tatapannya datar dan wajahnya redup, seolah kebahagiaan telah menghilang dari dirinya. Pemuda itu terlihat buruk, terlihat lemah. Sooyoon lebih suka melihat Byun Baekhyun yang ketus daripada Byun Baekhyun yang seperti ini.

“Waktu itu aku hanya menakut-nakutimu.” Byun Baekhyun buka suara lagi. “Aku hanya berkata begitu karena aku ingin kau cepat menemukan cara untuk mengeluarkanku. Tenang, tidak ada hal yang akan terjadi padamu.”

Meskipun pemuda itu sudah berkata seperti itu, Sooyoon merasa masih belum tenang. Tidak, bukan itu yang ia cemaskan, tapi..

“Jika kau ingin pergi, pergilah. Aku tidak akan menghalangimu.”

Sooyoon mengerjapkan mata.

Byun Baekhyun tertawa hambar. “Aku tidak berhak menghalangimu pergi. Kau tidak perlu merasa berat pergi dari sini. Pergilah.”

Sooyoon menatap lurus ke mata pemuda itu. Byun Baekhyun balas menatapnya. Sesaat kemudian pemuda itu menghembuskan napas.

“Pergilah.”

 

--

 

Karena urusan kantor ayahnya selesai di sore hari begitu juga dengan kuliah Sooyoon, mereka akan pindah rumah sekitar pukul 6. Semua barang sudah dikemas dan tinggal dipindahkan ke dalam mobil besar yang sudah dipanggil oleh teman-teman Chanyeol. Ya, Jinho, Jongdae dan juga Kyungsoo datang membantu sore itu. Sooyoon melihat mereka sibuk mengangkut barang-barang keluar rumah. Ia sendiri sibuk dengan kopernya. Kyungsoo yang melihatnya menuruni tangga sambil menggeret koper perlahan menghampiri.

“Biar kubawa,” katanya, ia menarik koper itu dari tangan Sooyoon. Ia tersenyum kecil.

“Tidak perlu, Kyungsoo ssi. Aku bisa membawanya sendiri,” sahut Sooyoon. Kyungsoo hanya tersenyum lagi.

“Barang yang lain sudah selesai diangkut. Hanya tersisa koper-koper. Koper yang lain sudah diangkut, dan sekarang hanya tersisa milikmu.” Kyungsoo berkata lagi saat mereka sudah berada di luar rumah. Barang-barang lain sudah tertata di dalam mobil besar itu. Sooyoon melihat Chanyeol, Jinho dan Jongdae penuh keringat setelah mereka mengangkut lemari es.

“Tidak ada lagi yang tertinggal?” ayahnya bertanya. Chanyeol lantas tersenyum ceria.

“Sudah tidak ada, Appa. Semuanya sudah diangkut,” katanya.

Ayah mengangguk-angguk kemudian menoleh ke arah Sooyoon. “Bagaimana denganmu, Sooyoon? Sudah tidak ada yang tertinggal di kamarmu?”

Sooyoon terdiam mendengar pertanyaan ayahnya. Apakah ada yang tertinggal? Ia merasa ia meninggalkan sesuatu di kamarnya. Ya, ia meninggalkan sesuatu. Setelah diam lama, akhirnya Sooyoon menggeleng dan berkata,”Tidak ada yang tertinggal, Appa.”

“Baguslah!” ayah bertepuk tangan. “Kita bisa pergi sekarang. Kalian siap, anak-anak?”

“Yeaah~!” Chanyeol dan teman-temannya berseru gembira. Mereka semua masuk ke dalam mobil yang Jinho pinjam dari ayahnya. Rumah baru Sooyoon kali ini bisa dibilang sangat jauh dari rumah tua yang sudah ia tinggali sekitar tiga bulan ini. Sooyoon menoleh ke arah rumahnya dan mendongak menatap jendela kamarnya yang ada di lantai dua sebelum ia masuk ke dalam mobil. Sungguh ia merasa berat meninggalkan rumah ini. Ia membuang napas panjang dan akhirnya masuk ke dalam mobil. Sooyoon duduk di belakang Jinho yang menyetir. Ayahnya duduk di sebelah Jinho sementara ia, Chanyeol, Jongdae dan Kyungsoo duduk berdesakan di belakang. Yah, mobil ayah Jinho ini memang tidak terlalu besar.

Mesin sudah dihidupkan dan mobil mulai melaju. Sooyoon duduk diam sementara Chanyeol dan yang lain mulai bercerita hal-hal lucu yang terjadi di kampus mereka hari ini. Sooyoon merasa ia lupa bagaimana caranya tertawa. Ia sedang tidak ingin tertawa, ia tidak bisa. Ia menghembuskan napas panjang sambil melirik kaca spion yang ada di sebelah kemudi. Sedetik kemudian matanya melebar.

Mereka belum begitu jauh dari daerah rumah mereka dan ia melihat rumah yang ia tinggalkan disulut api yang sangat tinggi. Dengan cepat Sooyoon memutar kepala dan melihat kebelakang. Benar, deretan rumah lamanya itu terbakar hebat. Api yang merah membara terlihat seperti memakan rumahnya. Ya Tuhan.

“Jinho Oppa! Hentikan mobilnya!” seru Sooyoon panik.

“Eh? Ada apa, Sooyoon?” tanya Jinho. Semua orang di dalam mobil menatap Sooyoon kebingungan.

“Ada apa, Sooyoon?” Chanyeol ikut bertanya.

“Itu.. rumah kita.. di belakang..” Sooyoon yang bingung menjelaskan akhirnya menatap ke arah belakang.

“Astaga!”

Jinho dengan segera menghentikan mobil. Sooyoon langsung menyeruak keluar mobil dan berlari kencang menuju rumahnya. Ya Tuhan, bagaimana bisa rumah itu terbakar? Bagaimana bisa? Dan bagaimana dengan cermin meja riasnya? Bagaimana dengan Byun Baekhyun? Pemikiran itu lantas membuat Sooyoon memacu dirinya untuk berlari lebih cepat. Pemuda itu bagaimana? Pemuda itu berada dalam cermin! Bagaimana pemuda itu bisa menyelamatkan diri? Pemuda itu pasti ikut terbakar bersama dengan rumah itu. Tubuh Sooyoon bergetar hebat. Ia menahan tangis yang sejak tadi ia bendung.

Byun Baekhyun, aku akan menyelamatkanmu. Kali ini aku akan menyelamatkanmu.

Sooyoon harus mengubur keinginannya dengan kuat, keinginannya untuk menolong pemuda itu, karena api sudah tidak bisa dipadamkan. Beberapa mobil pemadam terlihat menghampiri daerah perumahan ini. Sooyoon tetap berlari dan berusaha masuk ke area rumahnya.

“Baekhyun! Baekhyun!!” ia berteriak sekuat tenaga. Beberapa orang mencegahnya saat ia hendak melewati pagar rumahnya dan masuk. Ia berusaha melepaskan diri dari orang-orang itu dan bersikeras untuk masuk ke dalam.

“Baekhyun! Baekhyun! Baekhyun!!!!”

Sooyoon semakin ketakutan melihat api yang berkobar semakin besar. Ia mendongak menatap jendela kamarnya di lantai dua. Ia harus masuk, demi Tuhan ia harus menyelamatkan pemuda itu!

“Sooyoon!” Kyungsoo sudah berada di belakangnya dan menahannya yang sudah ingin menerobos kobaran api. Sooyoon berusaha melepaskan diri dari cengkraman Kyungsoo. Ia harus masuk, ia harus masuk. Air mata sudah membasahi wajahnya. Ia harus masuk, ia harus menyelamatkan Byun Baekhyun. Namun ia terlambat. Api melalap habis rumahnya. Sudah tidak ada yang tersisa. Sooyoon terjatuh dari pegangan Kyungsoo dan menangis keras. Chanyeol berjongkok di sebelah Sooyoon dan menepuk pelan punggung adiknya.

“Sooyoon, apakah ada yang tertinggal di dalam?”

Ya, hatinya.

 

--

 

“Bagaimana? Akhir pekan ini kau ada waktu luang?”

“Ada apa? Kau ingin mengajakku pergi?”

“Yah, tentu saja. Aku sudah lama tidak mendapat libur, kau tahu. Aku sibuk dengan proyek yang diadakan Chanyeol sunbae dan yang lain.”

“Aku juga sama sibuknya sepertimu. Aku juga punya penelitian yang harus aku selesaikan akhir semester ini. Tapi aku masih bisa beristirahat setiap akhir pekan.”

“Aku tidak seperti itu. Jika proyek itu tidak menuntut untuk di selesaikan sebelum wisuda Chanyeol sunbae, sudah tentu aku tidak akan sesibuk ini dan bisa beristirahat setiap akhir pekan. Bagaimana? Kau mau tidak? Aku sudah lama tidak datang ke Lotte World.”

“Apakah Chanyeol Oppa juga ikut?”

“Coba tanyakan padanya. Dia tidak menggubris pertanyaanku kemarin. Jinho sunbae dan Jongdae sunbae sudah pasti datang. Mereka bilang juga akan sekalian membawa teman-teman mereka yang datang dari China.”

“Wah, ini pasti akan seru sekali.”

“Tentu saja. Bagaimana? Kau mau ikut?”

“Baiklah.”

“Bagus.”

“Yah, Do Kyungsoo! Berhenti membuat rambutku berantakan,” teriak Park Sooyoon. Do Kyungsoo hanya tertawa dan menarik tangannya dari kepala Sooyoon.

“Baiklah, aku pergi dulu. Ada beberapa hal yang masih perlu diurus. Aku akan menelponmu nanti.”

“Ya.” Sooyoon tersenyum kecil. Kemudian Kyungsoo melambai dan berjalan menjauh. Sooyoon menatap punggung teman baiknya yang menjauh itu dengan senyum yang masih menghiasi bibirnya. Ya, ia dan Kyungsoo menjadi teman baik. Mereka berteman dekat dan sudah hampir satu setengah tahun belakangan ini mereka kerap pergi bersama-sama. Itupun tidak selalu karena mereka sibuk dengan kuliah masing-masing. Chanyeol pun sudah jarang berada di rumah karena sibuk dengan proyek akhirnya menjelang wisuda. Waktu begitu cepat berlalu, bukan?

Secepat apapun waktu berlalu, Sooyoon masih belum bisa melupakan Byun Baekhyun. Ia masih terus teringat dengan pemuda itu, walaupun ia sudah tidak bisa melihatnya lagi. Ia selalu merasa bersalah dan sedih bila ia teringat ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk pemuda itu. Ia selalu berpikir jika ia tidak meninggalkan rumah itu semuanya tidak akan jadi begini.

Ia sangat mengerti pemuda itu tidak suka dengan sendirian. Ya, Byun Baekhyun sangat tidak suka dengan hal itu. Dan mengapa Sooyoon tetap meninggalkannya? Hal itulah yang membuat Sooyoon semakin merasa bersalah.

Tanpa sadar ia sudah berdiri di depan sebuah toko buku. Melalui kaca etalase, Sooyoon bisa melihat buku-buku yang dipajang di sana. Buku dongeng anak-anak terbaru. Sooyoon menghela napas. Ia sudah lama tidak melihat buku semacam itu. Meljhat buku itu hanya mengingatkannya pada buku dongeng tua yang instruksinya membuat Byun Baekhyun semakin terkurung dalam cermin. Buku itu memang pemberian Kyungsoo. Awalnya Sooyoon tidak ingin membuangnya, namun melihat buku itu selalu membuatnya trauma. Akhirnya ia memberikan buku itu pada salah satu sepupunya yang masih kecil yang ada di luar kota. Setidaknya ia tidak perlu melihat buku itu lagi, dan ia tidak perlu merasa tertekan lagi. Ia menghembuskan napas pelan melihat bayangannya di kaca toko. Setiap ia melihat cermin dan kaca, ia seperti trauma. Ia selalu merasa akan ada yang mengawasinya, akan ada yang melihatnya dari dalam cermin.

Dan kali ini ia membeku.

Ia melihat seseorang berdiri di belakangnya. Wajah orang itu tidak pernah asing baginya. Wajah itu adalah wajah yang selalu muncul dipikirannya selama ini. Wajah yang diam-diam ia rindukan. Orang yang berdiri di belakangnya itu hanya diam dan tidak melakukan apa-apa. Sooyoon menahan napas. Apakah kali ini ia berfantasi lagi? Apakah ini semua mimpi? Ia bermimpi lagi? Berfantasi lagi?

Perlahan orang yang berdiri di belakangnya itu mendaratkan kedua tangannya di bahu Sooyoon. Tubuh Sooyoon bergetar. Ia benar-benar merasakan pundaknya yang berat. Ia menutup mata. Apakah ini mimpi? Perlahan Sooyoon mengangkat tangan kanannya dan berniat menyentuh tangan yang mendarat di pundaknya itu. Ia tidak sedang berkhayal, ia tidak sedang bermimpi. Ia bisa menyentuh tangan yang ada di pundaknya itu. Semua ini nyata. Sooyoon membuka matanya.

Byun Baekhyun tersenyum simpul. Sooyoon bisa melihat pemuda itu tersenyum melalui kaca toko. Ya Tuhan.

“Park Sooyoon, aku menemukanmu.” Byun Baekhyun membalikkan tubuh Sooyoon. Mereka berdua berdiri berhadapan. Sooyoon bisa melihat Byun Baekhyun yang tersenyum cerah menatapnya. Ya, ia melihat semuanya tepat di depan matanya, tidak melalui cermin. Ia bisa melihat Byun Baekhyun yang nyata di depannya. Nyata, ya, nyata.

Sooyoon masih belum bisa lepas dari keterkejutan. Ia menatap Byun Baekhyun yang tersenyum dalam diam. Baekhyun terlihat bingung. Senyumnya sedikit hilang, namun wajahnya masih terlihat cerah.

“Kau tidak senang bertemu denganku lagi?” tanyanya. Sooyoon masih terdiam. Ia masih tidak percaya ia bisa mendengar suara pemuda itu lagi. Baekhyun tersenyum penuh arti. Ia mencodongkan tubuh dan berbisik di telinga Sooyoon. “Aku tahu kau merindukanku.”

Sooyoon mengerjapkan mata saat Baekhyun sudah menjauh. Pemuda ini masih bisa membaca pikirannya? Baekhyun masih tersenyum lebar. “Dan kau perlu tahu, aku juga merindukanmu.”

Sooyoon tidak bisa membendung air mata yang sudah memenuhi kedua matanya. Baekhyun menghapus air mata di wajah Sooyoon dengan ibu jarinya sebelum ia akhirnya memeluk Sooyoon dengan erat.

 

Cara itu tidak berhasil. Pangeran Hexa semakin terpuruk di dalam cermin. Ia bisa melihat keluar cermin namun anak laki-laki itu tidak bisa melihatnya. Anak itu merasa bersalah karena ia semakin memperburuk keadaan dan membuat pangeran Hexa semakin kesulitan keluar dari dalam cermin. Pangeran Hexa tidak menyalahkannya, karena ia tahu sesungguhnya anak itu berniat baik. Pangeran Hexa tidak bisa mengharapkan orang lain yang menolongnya karena hanya anak itu yang bisa melihat dan mendengarnya. Itu dikarenakan anak itulah satu-satunya orang yang menatap lama ke arah cermin. Pangeran Hexa pun akhirnya juga punya koneksi dengan pikiran anak itu.

Suatu malam, gubuk tua anak itu dan keluarganya didatangi oleh utusan Pangeran Eindhoven. Pangeran Eindhoven mengetahui bahwa anak itu menyembunyikan cermin. Suruhan pangeran Eindhoven itu menggeledah seluruh isi rumah namun tidak menemukan cermin. Anak itu sudah menyembunyikan cermin di gudang jerami dan kayu bakar. Karena kesal tidak mendapatkan apa yang dicari, utusan-utusan Pangeran Eindhoven itu akhirnya membakar habis rumah anak itu beserta gudang mereka. Pangeran Hexa terperanjat dikarenakan api besar yang datang tiba-tiba. Ia ingin menyelamatkan diri namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia putus asa dan pasrah dengan keadaan. Anehnya, api yang membakar cermin itu perlahan seperti memberikan jalan untuknya. Api yang seharusnya melalap cermin sampai habis itu malah mereda. Api itu hanya membakar pinggiran cermin, tak menyentuh permukaan cermin sama sekali. Pangeran Hexa yang bimbang akhirnya mencoba keluar. Ia melangkah keluar dari lingkaran cermin dan ia benar-benar sudah keluar dari dalamnya. Ia masih belum sadar dari keterkejutan namun ia secepat mungkin keluar dari gudang yang sudah hampir habis terlalap api.

Pangeran Hexa kembali ke kerajaan dan melaporkan tentang perbuatan yang telah dilakukan oleh pangeran Eindhoven. Pangeran Eindhoven akhirnya dihukum dalam penjara seumur hidup. Pangeran Hexa mendapat tahta dan menjadi Raja. Kemudian ia meminta agar anak pemungut kayu beserta keluarganya tinggal di istana dan menjadi keluarga istana.

 

Fin

March-april 17th 2012

 

우리백현이 생일축하합니다~~ ^-^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
exo9irl #1
Chapter 4: gue suka ini FF TTT andai Baekhyun Sooyoon moment bisa lebih diperpanjang. Overall bagus fantasynya dapeettt ah ByunBaek, makin cinta aku
aniati #2
Chapter 4: ampuuuun....ceritaanya serru bgt ampe ga bsa brkta apa2aqnya......

saking menghayatinya ni ff....
author Daebbak...
cit___
#3
Chapter 4: Astaga aku ga tau harus ngomong apa buat ff ini, thor. Tapi yang penting aku suka sama alur ceritanya >,< DAEBAKK
morinomnom
#4
Chapter 4: Astaga, best indonesian fic ever. Kukira aku akan menangis di akhirnya tadi... Bagus, bagus. Kerennnnn xD
junioren
#5
SUMPAH K.E.R.E.N.
Livia-KYUHYUN #6
min , saya reshared ya :D boleh kan?? Full credit kok :D
Livia-KYUHYUN #7
wow. critanya bagus :DD
nammyunghee
#8
@coasterdeera : kok tau aku bikin fic baru? lol~ target cuma oneshot, tapi kayaknya 2 ato 3 chappie lol~~
@Nisha_gaem407 : kalo sempet akan ngupdate cepet lol~ *dilempar sepatu*