3#

Thru the Mirror

 

Pagi harinya Sooyoon bangun dengan perasaan yang berantakan. Ia begitu memikirkan semua hal yang ada dan semua itu membuatnya hampir gila. Ia sibuk mengaitkan semua hal dan ia melakukannya selama kurang lebih tiga jam. Ia baru terlelap pukul lima pagi dan sekarang pukul enam ia terbangun lagi. Ia harus bangun. Ada kelas pukul setengah delapan nanti dan setelah itu ia sudah berjanji dengan kakaknya akan pergi ke bazaar buku. Tubuhnya terasa berat dan lelah. Ia serasa tidak ingin bangkit dari tempat tidurnya, sungguh tidak ingin.

Dan sepertinya ada satu orang lagi yang tidak ingin ia pergi.

Byun Baekhyun berwajah masam saat Sooyoon sedang memasukkan beberapa buku ke dalam tas. Oh, Sooyoon paham pemuda ini tidak suka sendirian. Ya, ia sudah lama sendirian. Tapi mau bagaimana lagi? Apa Sooyoon harus membawa cermin meja riasnya kemana-mana? Itu hal yang tidak mungkin, bukan? Cermin-cermin itu terlalu besar, sudah pasti tidak akan muat dalam tasnya. Lagipula Sooyoon akan selalu ketakutan bila pemuda itu selalu di dekatnya.

Satu hal yang Sooyoon khawatirkan adalah bila Byun Baekhyun memadamkan listrik lagi seperti dua hari yang lalu. Ia khawatir pemuda itu akan berulah macam-macam bila benar-benar merasa bosan. Bisa saja ia melakukan hal lain, membuat rumah ini kebanjiran atau membakar rumah ini. Astaga. Sooyoon harus berhenti berpikir yang tidak-tidak.

“Aku heran padamu. Fantasimu itu terlalu berlebihan, selalu berlebihan.” Sooyoon mendengar pemuda itu berkomentar atas fantasinya. Ia menghentikan kegiatannya memasukkan buku-bukunya dan memutar kepala menatap cermin. Ia melihat Byun Baekhyun sedang berjalan ke arah meja rias. Pemuda itu berdiri di depan meja rias dan lagi-lagi menatap Sooyoon dengan wajah masam.

Seharusnya kau tidak membaca pikiranku sampai sejauh itu, keluh Sooyoon dalam hati.

“Aku tahu itu, Park Sooyoon,” sahut pemuda itu dengan nada lelah. “Kau kira aku ingin seperti ini? Sayang aku tidak bisa menghentikan koneksiku dengan pikiranmu. Jika aku tidak mempunyai koneksi dengan pikiranmu, sudah pasti kau bebas berfantasi sesuka hati dan kau tidak perlu mendengar komentar dariku.”

Sooyoon tertawa hambar. Pemuda itu tahu benar apa yang ada dalam pikirannya.

“Seharusnya kau memikirkan apa yang akan terjadi padamu bila kau tidak segera mengeluarkanku dari sini.”

Kata-kata itu lantas membuat Sooyoon membeku. Ia menoleh pelan ke arah cermin. Byun Baekhyun melemparkan senyuman sinis.

“A-apa yang akan terjadi padaku..?”

“Aku akan biarkan imajinasimu bermain. Tebaklah apa yang akan terjadi padamu,” kata Byun Baekhyun dengan nada mengejek.

Astaga, pemuda ini.

“Yah beritahu—“

“Sooyoon?”

Sooyoon dengan cepat menoleh ke sumber suara dan mendapati Chanyeol sudah berada di ambang pintu kamarnya. Sooyoon lantas menegakkan tubuh dengan gugup. Apakah kakaknya mendengar percakapannya dengan Byun Baekhyun?

“Ada apa, Oppa?”

“Kau berbicara dengan siapa?” tanya Chanyeol langsung. Ia menyeruak masuk ke kamar adiknya dengan wajah bingung. Ia menatap sekeliling, seolah berusaha mencari orang yang menjadi lawan bicara adiknya. Dan tentu saja, ia tidak menemukan siapa-siapa.

“Ti-tidak, Oppa. Aku tidak berbicara dengan siapa-siapa,” balas Sooyoon pelan. Jantungnya berdebar keras di dalam dadanya. Ia berusaha menyibukkan diri dengan buku-bukunya sementara ia mendengar Byun Baekhyun tertawa.

Uh, tunggu saja, Byun Baekhyun.

“Aku mendengarmu berbicara, Sooyoon,” Chanyeol menggeleng kuat, tidak percaya dengan kata-kata adiknya.

“Aku hanya uring-uringan dengan tugas kuliahku, Oppa. Banyak sekali tugas, aku pusing sekali.” Sooyoon tertawa hambar, membuat Byun Baekhyun tertawa semakin keras. Wajah berbohong Sooyoon jelas sekali terlihat sangat aneh.

“Tidak, aku mendengarmu seperti berbicara dengan orang lain. Kau punya lawan bicara, Sooyoon,” kata Chanyeol dengan keras kepala.

“Tidak, Oppa. Aku hanya berbicara sendiri,” bantah Sooyoon.

“Astaga, adikku.” Chanyeol menyentuh kening Sooyoon. “Kau tidak sakit, bukan?”

Mata Sooyoon melebar. “Yah Oppa!”

Chanyeol tertawa keras, kemudian ia mengalihkan pembicaraan. “Ayo, cepat turun ke bawah. Buatkan bekal makan siang untukku. Aku akan makan siang di taman nanti.” Ia menepuk-nepuk bahu Sooyoon. Sooyoon mengernyit bingung dan ia melihat Byun Baekhyun sama bingungnya. Hei, mengapa pemuda itu harus ikut-ikutan bingung?

“Aku sudah memberitahukanmu, bukan? Kita akan pergi bersama dengan teman-teman kuliahku, ah, ya, juga dengan adik kelasku,” kata Chanyeol saat menyeret Sooyoon keluar kamar. “Setelah pergi ke bazaar buku, aku akan ke taman dan membuat layang-layang. Akan ada kompetisi, kau tahu? Aku dan teman-temanku berniat memenangkannya,” katanya dengan penuh semangat.

 

--

 

“Ini. Kurasa buku ini bagus.”

Sooyoon menoleh. Ia menatap buku yang disodorkan padanya sebelum akhirnya ia menatap pemilik tangan yang terulur itu. Sooyoon mendongak dan melihat Do Kyungsoo sedang tersenyum kecil. Pemuda itu tampak tersipu begitu Sooyoon menerima buku yang ia sodorkan. Sooyoon hanya balas tersenyum sopan pada pemuda yang baru dikenalnya ini. Pemuda ini adalah adik kelas kakaknya. Entahlah, sejak tadi Sooyoon mendapat kesan bahwa kakaknya ingin menjodohkannya dengan Kyungsoo. Chanyeol dan dua temannya, Jo Jinho dan Kim Jongdae, sudah berkeliaran ke seluruh penjuru tempat bazaar buku ini dan meninggalkan Sooyoon berdua dengan Kyungsoo. Ide yang bagus, sukses membuat Sooyoon canggung seperti ini.

Do Kyungsoo sepertinya pemuda yang baik. Ia terlihat lucu sekali bila sedang tersipu seperti ini. Sudah lama rasanya Sooyoon tidak melihat orang yang tersenyum semanis ini. Setiap hari ia sendiri harus berhadapan dengan wajah galak Byun Baekhyun. Ia jadi merasa tidak ada orang yang ingin tersenyum manis dan tulus seperti ini padanya. Ia merasa bersyukur Kyungsoo tersenyum padanya. Setidaknya ia masih bisa berpikir bahwa tidak semua orang menyebalkan seperti Byun Baekhyun. Ah, semoga pemuda itu tidak bisa membaca pikirannya saat ini.

Sejenak Sooyoon berusaha melupakan tugasnya untuk mengeluarkan pemuda itu dari dalam cermin. Dan ia juga berusaha melupakan kata-kata pemuda itu tadi pagi.

Seharusnya kau memikirkan apa yang akan terjadi padamu bila kau tidak segera mengeluarkanku dari sini.

Apa yang akan terjadi padanya bila ia tidak juga menemukan cara agar pemuda itu bisa keluar?

“Kau melamun?” Kyungsoo menggoyangkan tangan di depan Sooyoon. Sooyoon segera kembali ke realita.

“Ah, tidak, tidak.” Ia tersenyum malu. Kyungsoo balas tersenyum. Lagi-lagi Sooyoon harus mengakui bahwa ia sangat menyukai senyum Kyungsoo itu. Sooyoon merasa wajahnya memanas, ia memutuskan untuk menunduk dan menatap buku yang Kyungsoo berikan padanya. Buku itu sepertinya kumpulan dongeng sebelum tidur untuk anak-anak. Sooyoon tidak pernah mengerti soal buku dongeng anak-anak, namun ia mendapati buku ini punya banyak cerita di dalamnya, terkesan dari buku yang cukup tebal. Sooyoon mengamati sampul buku. Ia sedikit bingung melihat sampul yang rusak. Sampul buku yang ada di tangannya sekarang ini berwarna merah muda pucat dan bergambar kastil. Tulisan-tulisan di sampul buku sudah kabur. Bagian sampul dan juga bagian belakangnya seperti terbakar. Sungguh buku yang aneh dan sangat tua, batin Sooyoon. Sebelum ia sempat membalik halaman-halamannya, Kyungsoo menepuk pundaknya pelan.

“Chanyeol sunbae memanggil kita,” katanya pelan. Ia menunjuk dengan telunjuknya di mana Chanyeol dan yang lain berada. Chanyeol terlihat melambai pada mereka dari dekat pintu keluar. Ia mengisyaratkan agar Sooyoon dan Kyungsoo segera mengikutinya dan yang lain. Sooyoon mengacungkan jempolnya kemudian ia menatap buku yang Kyungsoo berikan padanya. Ia bingung harus bagaimana terhadap buku itu. Ia tidak berniat membeli walaupun mungkin buku itu tidak mahal. Sooyoon kadang berpikir apakah pikirannya terlalu mudah ditebak ataukah orang-orang di dunia ini semuanya bisa membaca pikiran karena pada akhirnya Kyungsoo buka suara.

“Aku sudah membeli buku itu. Buku itu milikmu sekarang.”

Sooyoon mengerjapkan mata. Ia mendongak menatap Kyungsoo. “Milikku?”

“Ya, aku memberikannya padamu.” Kyungsoo tersenyum simpul. Saat Sooyoon menatap pemuda itu dalam bingung untuk beberapa saat, pemuda itu terlihat salah tingkah. Wajahnya terlihat memerah dan matanya bergerak-gerak gelisah. Melihat tingkah Kyungsoo itu membuat Sooyoon semakin bingung.

“A-ayo. Sunbae sudah menunggu.”

 

--

 

Ajakan ke taman itu begitu mendadak. Pagi ini memang jadwal Sooyoon memasak dan ia tidak menduga kakaknya akan memintanya membuat bekal untuk makan siang. Kakaknya itu memang mengajaknya ke bazaar buku setelah kuliah selesai, namun sebenarnya setelah ini pun ia bisa langsung pulang. Sooyoon merasa kakaknya sedikit mengerti situasinya. Jika ia pulang, ia akan sendirian di rumah. Mungkin karena alasan itulah Chanyeol mengajak Sooyoon serta ke taman. Sooyoon merasa bersyukur dan sekaligus merasa gelisah. Ia bersyukur ia tidak langsung bertemu dengan Byun Baekhyun, namun ia gelisah pemuda itu akan bosan dan melakukan ulah lagi. Seharusnya ia tidak memikirkan hal itu saat ini. Saat ini ia begitu rileks, seakan tidak ada beban. Chanyeol dan teman-teman berceloteh mengenai banyak hal termasuk rencana mereka dalam perlombaan layang-layang akhir pekan ini. Sooyoon sudah kenal dengan Jinho dan Jongdae dan mereka sesekali bertanya mengenai kuliah dan semacamnya kepada Sooyoon. Mereka berdua orang yang menyenangkan. Namun Sooyoon tidak bisa berkomentar banyak tentang Kyungsoo karena ia baru bertemu dengan pemuda itu hari ini.

Dan Sooyoon merasa kakaknya lagi-lagi menjodohkannya saat mereka sudah selesai makan siang dan hendak bersiap-siap membuat layang-layang, Sooyoon ditinggal berdua lagi dengan Kyungsoo. Kali ini Chanyeol, Jinho dan Jongdae tampak mengikik geli saat meninggalkan ia dan Kyungsoo. Kyungsoo tidak bicara banyak. Suasana kembali menjadi canggung. Untungnya, Chanyeol dan kawan-kawan segera kembali. Akhirnya Kyungsoo bergabung dengan mereka untuk membantu membuat layang-layang. Sooyoon hanya memandang mereka dari kejauhan. Sesekali Kyungsoo tampak mencuri pandang ke arahnya, melambai dan tersenyum. Sooyoon hanya balas tersenyum dan pura-pura sibuk dengan buku yang Kyungsoo berikan padanya. Sungguh, banyak hal yang ia tidak mengerti, namun ia tidak berani berpikir bahwa Kyungsoo menyukainya.

Sooyoon berhadapan lagi dengan buku dongeng tua ini. Ia mengamati buku itu lama sebelum akhirnya ia membuka halaman per halaman. Seperti yang sudah ia duga, buku itu memiliki banyak cerita dengan judul dan kisah yang berbeda. Di setiap halaman akan ada gambar dan cerita di bawahnya. Halaman-halaman buku itu juga tampak nyaris terbakar dan kertasnya terlihat sangat kusam. Buku ini sepertinya memiliki sejarah yang panjang. Mungkin sebelumnya buku ini sudah pernah terkena hujan, terbakar dan sebagainya.

Setelah sebelumnya hanya membalik-balik halaman dan hanya melihat-lihat gambar-gambarnya saja, akhirnya Sooyoon fokus untuk membaca suatu cerita yang ada di pertengahan buku. Melihat nama-namanya sepertinya cerita ini berasal dari Eropa.

Suatu hari, di Red-Light Distric, kerajaan sedang mengadakan pemilihan raja yang berikutnya untuk menggantikan raja Daffodil. Ada dua kandidat saat itu, yaitu pangeran Hexa dan pangeran Eindhoven. Pangeran Hexa lebih banyak mendapat dukungan dari rakyat, ia sangat dicintai rakyat. Berbeda dengan pangeran Eindhoven. Ia sangat kekurangan dukungan, namun ia sangat ambisius. Ia ingin menduduki tahta raja menggantikan raja Daffodil. Ia tidak ingin kalah dari Pangeran Hexa karena itu akhirnya ia pergi ke Utara untuk menemui seorang penyihir tua, Arcissi. Pangeran Eindhoven yang ingin melenyapkan pangeran Hexa itu diberikan sebuah botol besar oleh Arcissi. Botol itu berisi debu bintang. Jika melemparkan debu itu pada target, maka target tersebut akan melekat dan terkunci pada benda di dekatnya. Pangeran Eindhoven pulang dengan gembira dan segera melancarkan aksinya pada Pangeran Hexa.

Pangeran Eindhoven datang ke kamar pangeran Hexa. Kedatangan Pangeran Eindhoven yang begitu tiba-tiba itu membuat Pangeran Hexa kaget bukan main. Tanpa basa-basi lagi, Pangeran Eindhoven segera melemparkan debu bintang itu pada Pangeran Hexa yang saat itu sedang berdiri di depan sebuah cermin besar. Akhirnya pangeran Hexa terkunci di dalam cermin. Pangeran Eindhoven menutup cermin itu dengan kain kumal dan meminta seorang penjaga untuk membuang cermin itu jauh dari kastil.

Pangeran Hexa yang tiba-tiba menghilang membuat Pangeran Eindhoven-lah satu-satunya kandidat raja. Dan akhirnya mau tak mau, rakyat harus menerima Pangeran Eindhoven menjadi raja mereka yang baru.

Cermin itu dibuang ke dalam hutan. Pangeran Hexa tidak bisa melihat apapun karena cermin telah ditutupi oleh kain. Hari demi hari, tahun demi tahun, akhirnya kain kumal itu rusak dan melesat jatuh dari cermin. Pangeran Hexa bisa melihat dunia lagi, namun tetap saja ia tidak bisa keluar dari cermin. Saat itulah seorang anak laki-laki pemungut kayu melihat cermin itu. Ia memandanginya cukup lama dan akhirnya terperanjat melihat sosok pangeran yang sudah lama menghilang. Pangeran Hexa beruntung karena ia bertemu dengan salah seorang rakyat yang masih mendukungnya. Akhirnya anak laki-laki itu berusaha membantu pangeran keluar dari cermin dengan cara yang pernah ia dengar dari nenek moyangnya dulu, yaitu dengan menghadapkan cermin ke arah sinar bulan purnama...

Mata Sooyoon melebar dan ia menahan napas selama beberapa detik.

Ya Tuhan…

 

--

 

Byun Baekhyun menyipitkan mata menatap Sooyoon yang berusaha keras menggeser meja rias ke dekat jendela. Sooyoon tidak tahu ternyata meja rias ini cukup berat dan sulit untuk digeser. Apakah karena cermin-cermin yang ada maka membuat meja rias itu menjadi berat?

“Yah, yah, yah! Jangan terlalu dekat! Bisa-bisa aku melompat keluar jendela bila sudah keluar nanti,” seru Byun Baekhyun. Sooyoon mengabaikan pemuda itu dan terus menggeser meja. Uh, sepertinya ia memang butuh bantuan. Namun ia tidak bisa mengharapkan pemuda yang berada dalam cermin ini.

“Begini, kau geser mejanya dekat dengan tempat tidur tapi juga dekat dengan jendela. Jadi jika aku keluar, aku akan mendarat di kasur,” kata pemuda itu. Sooyoon mengerutkan kening. Ia menatap cermin di depannya. Ia melihat Byun Baekhyun berdiri di sebelahnya sambil melipat tangan di depan dada. Ya Tuhan, pemuda ini sudah berlagak seperti atasan Sooyoon.

Sooyoon membuang napas pelan sebelum akhirnya menggeser meja kembali. ia tidak ingin banyak protes. Ia ingin semua ini cepat berakhir. Ia memang tidak tahu kejadian ini akan sama persis atau tidak, ia tidak tahu Byun Baekhyun akan langsung keluar dari cermin atau tidak. Setelah hari itu, setelah Kyungsoo memberikan buku itu padanya, Sooyoon lekas pulang ke rumah dan masuk ke kamarnya. Sudah tentu saat itu Byun Baekhyun mengerti apa yang ada dalam kepalanya. Ia sama tidak yakinnya seperti Sooyoon, ia juga ragu. Siapa yang percaya dengan dongeng tua? Namun Sooyoon mau tak mau harus percaya mengingat kejadian yang sama terjadi di depan matanya. Dan Byun Baekhyun…

Pemuda itu antara ragu dan bersemangat. Sudah jelas ia ingin cepat keluar dari cermin. Sooyoon tidak bisa menyalahkannya bila ia menjadi cerewet seperti ini.

“Yah Park Sooyoon.”

Sooyoon berhenti menggeser meja dan menyeka keringat di dahi. Ia menatap cermin. Byun Baekhyun memiringkan kepala melihatnya. Aish, tatapan pemuda itu selalu membuatnya merasa aneh.

“A-apa?”

“Kau sangat ingin tahu mengapa aku punya koneksi dengan pikiranmu, bukan? Tentu kau juga ingin tahu mengapa hanya kau yang bisa melihat dan mendengarku.” Byun Baekhyun masih menatap Sooyoon lurus-lurus tanpa ekspresi.

Sooyoon mengangguk kaku. Tanpa sadar tubuhnya sedikit bergetar. Pemuda itu kembali mengurungnya dalam ketakutan. Ketakutan Sooyoon sirna saat melihat pemuda itu tersenyum dengan tiba-tiba. Percayalah, itu senyum termanis yang pernah Sooyoon lihat. Ia seperti melihat Byun Baekhyun kecil dalam mimpinya.

“Aku akan memberitahumu setelah aku keluar dari sini.” Melalui cermin, Sooyoon dapat melihat pemuda itu mengangkat tangan dan menyentuh kepalanya. Dan seperti magis, Sooyoon merasakan sentuhan di kepalanya. Jantungnya pun mulai berdetak tak beraturan. Astaga, apa yang sudah terjadi? Sebelum ia bisa mencerna semuanya, mendadak sekelilingnya perlahan menggelap.

“Ada apa ini?” Sooyoon yang kebingungan berjalan ke arah jendela. Sinar yang menyilaukan mata datang beserta sebuah suara bising sebelum ia sempat mencapai jendela. Sinar menyilaukan itu menyebabkan ia jatuh terhempas ke belakang.

“Yah Park Sooyoon!” Sooyoon samar-samar mendengar suara Byun Baekhyun yang memanggilnya. Ia berusaha bangkit namun sinar luar biasa terang itu menghalangi. Ia nyaris tidak bisa melihat apapun, ia hanya bisa mendengar suara bising itu. Ia menutup kedua telinga dengan erat dengan kedua tangannya yang berkeringat. Sinar apa itu? Dan datang darimana? Ia mendadak merinding saat ia mengingat bahwa malam ini bulan akan bersinar penuh. Apakah ini sinar dari cahaya bulan purnama?

Sinar menyilaukan itu langsung menghantam cermin-cermin meja rias dan sinar-sinar itu terpecah dan terpantul ke seluruh ruangan, memunculkan suara-suara bising lainnya. Sooyoon merasa tubuhnya terombang-ambing begitu merasakan rumahnya bergetar hebat. Apakah sedang ada gempa bumi? Ya Tuhan! Sooyoon menjadi panik. Ia semakin panic saat ia tidak mendengar apapun dari Byun Baekhyun. Pemuda itu...dia baik-baik saja, bukan? Apakah proses ini berhasil?

Setelah hampir dua menit dikelilingi oleh cahaya menyilaukan, suara bising dan getaran dari rumahnya, Sooyoon akhirnya terbebas. Sinar-sinar itu perlahan menghilang, suara bising itu perlahan menghilang, rumahnya sudah tidak lagi diguncang gempa. Sooyoon perlahan melepaskan kedua tangannya yang menutup telinga dengan erat. Ia menoleh sekelilingnya. Hanya satu yang ingin ia lihat. Byun Baekhyun.

Ia berdiri perlahan karena ia merasa kedua kakinya sudah tidak bisa menopang berat tubuhnya. Sekali lagi ia menoleh sekeliling. Di mana pemuda itu?

“Baekhyun ssi?” ia memanggil. Tidak ada jawaban. Hening. Dengan kedua kaki yang tiba-tiba menjadi berat, ia berusaha mengitari kamarnya. Ia mendatangi semua sudut. Ia terus memanggil pemuda itu. “Baekhyun ssi? Baekhyun ssi? Kau ada di mana?”

Hening. Lagi-lagi tidak ada jawaban. Sooyoon tercenung. Apakah pemuda itu sudah keluar? Apakah pemuda itu sudah keluar namun tidak keluar tepat dalam kamar ini? Lalu di mana pemuda itu sekarang? Bulu kuduk Sooyoon meremang begitu mendengar sebuah suara, suara pemuda yang sedang dicarinya.

“Aku di sini, Park Sooyoon.”

Sooyoon menoleh mencari dari mana suara itu, mencari di mana pemuda itu. Ia menoleh ke sekelilingnya dan ia tidak melihat pemuda itu.

“Kau di mana? Mengapa aku tidak menemukanmu?” Sooyoon bertanya dengan nada panik. Apakah pemuda ini sedang bermain petak umpet? Ini sungguh tidak lucu.

“Aku di sini, Park Sooyoon.” Pemuda itu mengulangi, dengan nada monoton yang sama.

Sooyoon mengerjapkan mata. Hei, di mana sebenarnya pemuda itu? Sooyoon kembali menyeret kakinya. Apakah pemuda itu ada di luar rumah? Tidak, tidak mungkin. Suara pemuda itu terdengar dekat dengannya. Pemuda itu tidak mungkin jauh dari kamar ini. Tidak, tidak mungkin. Sooyoon kembali berdiri di depan meja riasnya. Ia berdiri lama di sana dan ia terperanjat melihat Byun Baekhyun ada di dalam sana. Tidak lagi berdiri di belakang Sooyoon. Cermin itu tak lagi memantulkan Sooyoon, namun hanya memperlihatkan pemuda yang terlihat semakin terkunci di dalam sana. Tubuh Sooyoon bergetar hebat. Ya Tuhan…

Sooyoon mengulurkan tangan dan menyentuh cermin. Mendadak ia seperti tersengat listrik. Byun Baekhyun hanya menatapnya muram.

“Me-mengapa seperti ini..?” Sooyoon bertanya dengan suara bergetar.

“Yah, kau bisa bilang cara itu tidak berhasil,” sahut pemuda itu. “Tidak berhasil, Park Sooyoon. Semuanya sia-sia.”

“Tidak mungkin!” seru Sooyoon.

“Tidak mungkin apa? Cara itu benar-benar gagal,” sahut Byun Baekhyun gusar. “Aku semakin terkunci di sini. Sudah tidak ada jalan untukku untuk keluar.” Pemuda itu membuang muka. Sekilas Sooyoon melihat raut sedih di wajah pemuda itu. Sooyoon merasa seperti ada yang menusuk-nusuk dadanya. Sakit sekali.

“Pasti ada cara!” Sooyoon berlari ke arah meja belajarnya dan meraih buku dongeng tua pemberian Kyungsoo. Ia membuka halaman-halaman yang ada dengan tidak sabar. Ia mencari dongeng tua tentang pangeran dalam cermin itu. Sooyoon mencelos begitu ia menemukan cerita itu. Ia merasa sudah membaca cerita itu sampai habis, namun ia salah. Cerita itu belum berakhir. Ia melihat beberapa halaman yang disobek, di mana halaman sebelumnya bercerita tentang pangeran yang akan dikeluarkan dari dalam cermin dengan bantuan sinar bulan purnama. Setelah itu seharusnya ada lanjutnya, seharusnya ada.

Sooyoon tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Air mata satu per satu begulir di kedua belah pipinya. Dadanya sesak.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
exo9irl #1
Chapter 4: gue suka ini FF TTT andai Baekhyun Sooyoon moment bisa lebih diperpanjang. Overall bagus fantasynya dapeettt ah ByunBaek, makin cinta aku
aniati #2
Chapter 4: ampuuuun....ceritaanya serru bgt ampe ga bsa brkta apa2aqnya......

saking menghayatinya ni ff....
author Daebbak...
cit___
#3
Chapter 4: Astaga aku ga tau harus ngomong apa buat ff ini, thor. Tapi yang penting aku suka sama alur ceritanya >,< DAEBAKK
morinomnom
#4
Chapter 4: Astaga, best indonesian fic ever. Kukira aku akan menangis di akhirnya tadi... Bagus, bagus. Kerennnnn xD
junioren
#5
SUMPAH K.E.R.E.N.
Livia-KYUHYUN #6
min , saya reshared ya :D boleh kan?? Full credit kok :D
Livia-KYUHYUN #7
wow. critanya bagus :DD
nammyunghee
#8
@coasterdeera : kok tau aku bikin fic baru? lol~ target cuma oneshot, tapi kayaknya 2 ato 3 chappie lol~~
@Nisha_gaem407 : kalo sempet akan ngupdate cepet lol~ *dilempar sepatu*