The Truth

Couple Things
Please Subscribe to read the full chapter

Yu membuka pintu apartemen yang ia tempati bersama sahabatnya, Anna dengan lesu. Si sahabat yang tengah asyik memakan keripik kentang sembari menonton acara musik menyadari air muka Yu yang berubah gelap seperti sedang diterjang badai.

“Ribut lagi?” tanya Anna setelah Yu menjatuhkan tubuhnya di sofa cukup keras. Terdengar helaan nafas dari yang bersangkutan.

“Tidak. Kami baik-baik saja. Sangat baik-baik saja.” balas Yu dengan ekspresi yang sebaliknya.

Anna yang sudah mengenal Yu semenjak sekolah menengah itu langsung paham jika sahabatnya mungkin punya masalah dengan kekasihnya. Maka sebagai sahabat yang baik, Anna mematikan acara musik yang telah ia tonton selama dua jam dua belas menit itu lalu memberikan perhatian yang lebih kepada Yu.

“Tell me.”

Yu nampak berpikir sebelum akhirnya menceritakan semuanya.

.

.

Yu pikir menjadi kekasih Chanyeol akan sangat menyenangkan. Kekasihnya itu memiliki pribadi yang periang, humoris, dan bisa diandalkan. Ia juga sangat pengertian dan perhatian. Ia memahami kesibukan Yu sebagai mahasiswi baru yang sibuk dengan segala macam tugas. Pria yang lebih tua dua tahun tersebut mendukung segala kegiatan positif Yu. Meskipun Chanyeol banyak bicara, di saat bersamaan ia juga seorang pendengar yang baik.

Sempurna. Adalah definisi kekasih yang disimpulkan Yu terhadap Chanyeol.

“Kekasihku memang sempurna. Ya, aku bersyukur tentang hal itu.”

Namun sudah tiga bulan hubungan mereka terajut, Yu mulai merasakan hal yang aneh. Tidak, Chanyeol tidak menunjukkan perangai mencurigakan. Misalnya, mungkin saja ia pecandu narkoba mengingat betapa cerianya ia setiap hari. Tetapi tidak, Chanyeol adalah pria baik-baik. Yu yakin itu.

“Dia... tidak pernah memberiku couple things. Apa saja. Entah itu gelang, case handphone, mug... apapun itu. Ia belum pernah melakukannya” ujar Yu gusar. Chanyeol memang kekasih pertamanya namun Yu juga tidak sebodoh itu untuk tidak tahu apa yang dilakukan pasangan ‘normal’ lainnya.

“Oke, dia sering mentraktirku makan. Dia tidak pelit dengan uangnya, aku tahu itu. Tetapi kenapa sampai sekarang ia tidak mengajakku membeli sesuatu untuk digunakan bersama-sama. Kau mengerti kan? Sesuatu yang aku punya satu, dia punya yang lainnya. Itu aneh ‘kan?”

Anna mecoba untuk mencerna cerita sahabatnya dengan saksama. “Cukup aneh sih. Tetapi kau tahu apa alasannya?” tanya Anna lagi. Cemberut di wajah Yu semakin dalam.

“Jika aku tahu kenapa aku harus tanya?”

Anna mengangguk setuju. “Tetapi apa itu masalah besar hingga mengganggumu? Mungkin Chanyeol memang bukan tipe pria yang suka memberi kekasihnya benda-benda pasangan. He is so unique and different since the begining, isn’t he?”

“Tetap saja. Well, aku tidak mengaharapkan ia memberiku kalung emas atau cincin berlian. Kaos biasa pun tidak masalah. Aku hanya ingin... memiliki sesuatu yang sama dengannya. Sesuatu yang menunjukkan kita memang pasangan. Aku tahu ini aneh. Tetapi aku ingin mempunyai sesuatu yang akan selalu membuatku mengingatnya. Hanya seperti itu.”

“Ya ya ya. Jangan menangis Yu” seru Anna. Ia menyodorkan kotak tisu pada Yu.

“Aku yakin Chanyeol punya alasan untuk itu. Ia tidak bermaksud untuk menjadi ‘pria tidak perhatian’ kepadamu.”

Bahu kecil Yu masih bergetar karena tangisannya. Tidak biasanya ia kekanakan begini. Namun entah mengapa Yu merasa tidak tenang.

“Apa mungkin Chanyeol tidak benar-benar serius denganku?” tanya Yu kosong.

Anna mengeha nafas lalu memeluk Yu hangat. “Aku tidak tahu jawabannya. Aku tidak tahu mengapa Chanyeol belum pernah memberimu couple things. Kau harus mencari tahu jawabannya sendiri, Yu.”

Tangis Yu mereda. Pikirannya mulai menganalisa langkah apa yang harus ia lakukan.

.

.

To: My Chan

Ayo bertemu di  taman. Lusa, jam 4 sore! Aku menunggumu <3

.

.

Yu mengetuk-ketukkan alas sepatunya di bangku taman tempat ia berada. Ia tiba tiga puluh menit lebih awal. Udara sangat segar sore ini. Ia berharap cukup segar untuk menyambut Chanyeolnya. Kotak kado berwarna merah dengan pita merah muda ia letakkan di sampingnya.

Jika Chanyeol belum memberimu apapun, maka kau yang harus memulai

“Baiklah. Chanyeol sudah sangat baik kepadaku selama ini. Kini giliranku untuk memberinya sesuatu.”

Dari arah pukul sembilan, Chanyeol muncul dengan pakaian kasualnya. Senyum sejuta wattnya  telah menghiasi wajahnya dari kejauhan.

Mereka berpelukan sesaat sebelum Chanyeol mengakhirinya dengan mencium kening Yu sekilas.

“Merindukanku?” goda Chanyeol. Yu mengangguk polos seperti anak kecil.

“Sini biar kulihat wajah Yu-kesayanganku. Um.. sehat. Tidak kurang satu apapun padahal katanya kemarin sangat kelelahan karena ujian”

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet