[4]
Waiting for YouSelamat siang, Soojung.
Soojung mendengus gusar. Sudah sepekan ini dia mendapatkan pesan dari sepupu Seulgi—Kang Minhyuk. Sejak pertemuannya dengan Minhyuk seminggu yang lalu, lelaki kurus bertubuh jangkung itu terus mendekati Soojung. Mengirimi pesan Soojung setidaknya tiga kali sehari seperti resep dokter—mentang-mentang dia dokter.
“Siapa, Jung?”
Soojung melemparkan ponselnya ke meja kantor sembarangan. Membuat bunyi berisik yang mengakibatkan beberapa orang menatapnya karena merasa terganggu. Namun, Soojung tidak peduli. Saat ini sikapnya patut dimaklumi, juga dikasihani. Dia benar-benar bosan menghadapi yang namanya Kang Minhyuk seminggu belakangan ini. Dan Soojung butuh pelampiasan emosi karenanya—misal dengan membanting ponsel.
“Kang Minhyuk?” Kening Seunghwan mengerut saat membaca satu pesan yang tertera di layar ponsel Soojung. Seingatnya, tidak ada lelaki yang pernah mengirimi Soojung pesan singkat kecuali Jongin, Pak Choi, dan Chanyeol—yang kadang mencari Seunghwan melalui Soojung. “Siapa itu Kang Minhyuk? Kok, tidak cerita kalau sudah punya pacar?”
“Pacar apanya,” Soojung mendengus kesal. “Itu bukan pacar. Tapi, kenalan. Sepupu Seulgi.”
Seunghwan mengangguk, memahami mengapa Soojung terlihat begitu frustasi. Belum lagi setelah Seunghwan mengecek pesan-pesan yang dikirimkan oleh Kang Minhyuk. Lelaki ini terlihat (sedikit) kurang berpengalaman juga sepertinya. Terbukti dengan setiap pagi lelaki itu menyapa selamat pagi, siang menyapa selamat siang, bahkan malam menyapa selamat malam. Selebihnya lelaki itu hanya menanyakan apa yang tengah dikerjakan Soojung dan memberi semangat kepada gadis itu. Sudah itu saja. Dan menurut Seunghwan ini adalah pesan yang cukup aneh jika disebut pendekatan.
“Dari balasanmu, kau kelihatan tidak terlalu menyukai Kang Minhyuk,” komentar Seunghwan setelah meletakkan kembali ponsel Soojung ke atas meja kerja gadis itu.
“Memang,” sahut Soojung dengan helaan napas diloloskan di ujung kalimat. “Aku lebih suka Jongin ketimbang dia.”
Mulut Seunghwang menganga lebar. Gadis bersurai pirang itu lantas menggelengkan kepala. Tidak menyangka saja jika Soojung berani menyatakan diri lebih menyukai Jongin ketimbang Minhyuk. Jika saja Seulgi mendengar ini, Seunghwan yakin sekali kalau teman sejawatnya ini akan dikubur hidup-hidup oleh kekasih Jongin yang satu itu.
“Soojung.” Seunghwan meraih bahu Soojung, memaksa gadis itu menghadap ke arahnya. “Ingat, Jongin itu sudah punya orang. Jangan coba cari gara-gara dengan menyukai kekasih orang.”
Cengkeraman bahu terlepas. Kini giliran Soojung yang meraih bahu Seunghwan dan menepuknya pelan. “Aku hanya bilang lebih menyukai Jongin. Bukan suka yang menyebabkan aku ingin merebut Jongin.”
Seunghwan menyipitkan mata. Menatap tidak yakin ke arah Soojung. Seunghwan jelas berharap dapat mempercayai kata-kata Soojung. Namun, dari apa yang terlihat sepertinya gadis itu tidak bisa mempercayai Soojung begitu saja. Kalimat yang Soojung utarakan terdengar serius, tidak mengandung unsur candaan sama sekali. “Aku hanya ingin mengingatkan saja,” ujar Seunghwan kemudian.
Berbagai bayangan mengenai Soojung yang berusaha merebut Jongin dari sisi Seulgi dilenyapkan. Berganti dengan macam-macam perkiraan yang lebih baik seperti—apalah Seunghwan tidak tahu karena bayangan mengenai Soojung yang menginginkan Jongin tidak mau pergi begitu saja.
“Jadi, kenapa tidak menyukai Kang Minhyuk? Dia kurang tampan?” Seunghwan akhirnya memutuskan menanyakan beberapa hal mengenai Kang Minhyuk ketimbang membayangkan soal Soojung-Jongin-Seulgi.
“Dia lumayan tampan. Lebih mancung dan putih ketimbang Jongin. Dia juga tinggi.”
“Lalu, kenapa tidak suka? Dia tidak mapan?”
“Dia mapan sekali. Berada di akhir usia 20-an dan seorang dokter. Sedang perencanaan mengambil spesialis katanya.”
Seunghwang mengerjapkan kelopak mata beberapa kali. Jelas jika Kang Minhyuk berada dalam level yang diinginkan para gadis. Lantas mengapa Soojung tidak menyukainya?
“Hanya saja—“ Soojung menerawang, dagunya ditopang dengan sebelah tangan. “—dia tidak bisa membuatku merasa nyaman. Dia tidak seperti Jongin.”
Ada kekesalan menyeruak memenuhi batin Seunghwan. Jika bisa ingin rasanya Seunghwan membenturkan kepala Soojung ke dinding, membuat si empunya kepala sadar diri. Katanya tidak suka Jongin dalam konteks semacam itu. Namun, yang dikatakan Soojung terdengar berkebalikan. Kontradiktif.
“Jangan pernah membandingkan Minhyuk dengan Jongin, Jung. Itu tidak baik. Lagi pula apa untungnya membandingkan lelaki yang mendekatimu dengan kekasih orang. Kurang kerjaan.”
Soojung mencebik kesal, merasa tersindir. Dia sebenarnya nyaris saja mengaku kepada Seunghwan bahwa dirinya pernah sekali mendambakan Jongin. Namun, pemikirannya itu dibuang jauh-jauh. Karena Soojung yakin sekali, perasaannya saat ini hanya sebatas takut kehilangan Jongin—belum suka. Belum.
“Soojung.”
Soojung bangkit dari duduknya segera. Menyunggingkan senyum ramah ke arah si bos—Pak Choi—tanpa cacat. “Ada apa, Pak?”
Pak Choi terbatuk sebentar. Lelaki itu melonggarkan ikatan dasinya setelah meletakkan sebuket lili putih di atas meja kerja Soojung. “Saya baru saja dari depan dan ada seorang kurir yang mengirimkan bunga itu untumu. Jadi, saya bawakan ke sini saja,” ujar lelaki itu dengan nada suara yang aneh. Ada nada dingin dan kesal membaur, entah mana yang mendominasi.
“Siapa yang mengirim?” Soojung memutuskan untuk melihat kartu yang terselip pada karangan lili putih itu. Dan kedua bola mata gadis itu melebar ketika mendapati pesan yang tertera berikut nama si pengirim.
Lili putih cantik untuk Jung Soojung yang cantik.
Kang Minhyuk.
“Lain kali—“ Pak Choi menatap tajam Soojung melalui kedua lensa gelapnya. Tatapan tajam yang tidak pernah lelaki itu berikan kepada Soojung sebelum ini. “—minta kekasihmu agar tidak mengirimkan sesuatu ke tempat kerja. Itu mengganggu.”
“Tapi, itu bukan—“
Tidak ada alasan yang ingin didengar oleh Pak Choi. Lelaki itu beranjak bahkan sebelum Soojung sempat membela diri. Soojung menjatuhkan diri segera di bangku. Membenamkan wajah dengan kedua telapak tangannya. Ini hal terburuk yang pernah dialaminya. Mendapat bunga dari seseorang yang tidak diinginkan termasuk teguran dari si bos yang biasanya begitu memperhatikannya.
“Sudah kuduga, Pak Choi ada rasa padamu.”
Soojung tidak peduli dengan pendapat Seunghwan. Mau Pak Choi ada rasa atau tidak, yang jelas lelaki itu baru saja menegurnya. Dan Soojung benar-benar malu karenanya. Gadis itu merebahkan kepala di atas meja. Merutuki nasib sialnya sejak dikenalkan dengan sepupu Seulgi—Kang Minhyuk.
Adakah yang lebih buruk dari ini?
O0O
“Jangan tertawa!”
Jongin tidak peduli. Lelaki itu terus saja menyemburkan tawa selepas Soojung menceritakan mengenai Kang Minhyuk dan gangguan-gangguan lelaki itu terhadapnya selama seminggu penuh. Termasuk soal yang terakhir kali, lili putih kiriman lelaki itu sekaligus teguran si bos karena mengira jika karangan bunga tersebut dikirimkan oleh kekasih Soojung.
“Tapi, aku setuju dengan Seunghwan. Kupikir bosmu itu menyukaimu,” komentar Jongin setelah berhasil meredakan tawanya.
“Hentikan soal Pak Choi, Jong. Yang jadi masalah di sini adalah Minhyuk. Dia benar-benar getol sekali mendekatiku,” Soojung menggerutu kesal. Gadis itu meraup segenggam keripik kentang begitu saja. Membuat remahannya mengotori karpet hingga Jongin bergedik jijik.
“Aku yakin jika Pak Choi dan Kang Minhyuk melihat kelakuanmu, mereka akan mundur serentak. Tidak jadi menyukaimu.”
“Sial.”
Jongin menggerakkan lengan menangkis lemparan keripik kentang yang ditujukan kepadanya. “Lagi pula kenapa tidak coba saja dengan Minhyuk, sih. Kami mengenalkannya dengan maksud yang baik, tahu.”
Tangan Soojung yang tengah merogoh keripik kentang dari wadahnya terhenti bergerak. Gadis itu mengerjap pelan sebelum melayangkan tatapan mematikan ke arah Jongin. “Apa maksudmu? Kau dan Seulgi memang sengaja, yah?”
Cengiran lebar diberikan Jongin. Lelaki itu mengusap tengkuk salah tingkah, merasa ketahuan melakukan sesuatu yang tidak benar. “Maaf, kami hanya sekadar berterima kasih. Mengenalkanmu dengan lelaki yang baik, siapa tahu cocok. Tidak tega juga aku melihatmu sendiri sepanjang hayat, Jung,” ungkap lelaki itu berterusterang.
Soojung mendengus untuk kesekian kali. Ada sekelumit kekecewaan karena Jongin ternyata juga terlibat dalam perjodohan yang dilakukan Seulgi kepada Soojung. Padahal sebelumnya lelaki itu bertengkar dnegan Seulgi karena masalah ini. Namun, keputusannya cepat berubah. Daripada berada di pihak Soojung, kini Jongin melangkah ke pihak Seulgi.
“Jung, coba sajalah. Minhyuk itu lelaki yang baik. Dokter lagi.”
Soojung menatap Jongin lekat-lekat, tepat ke arah manik kelam lelaki itu. “Kau benar-benar menginginkannya? Soal aku memberi kesempatan kepada Minhyuk?”
Jongin mengangguk tanpa ragu. Membuat Soojung tersenyum masam dengan segala kepahitan ditelan bulat-bulat. Seperti biasa, jika Jongin meminta, mana bisa Soojung menolak?
O0O
Senyum terpatri manis di wajah Kang Minhyuk. Berulang kali Soojung mendapati lelaki itu mencuri pandang ke arahnya sembari tersenyum begitu lebar. Meski senyuman Minhyuk tampak normal, tetapi Soojung justru merasa risih menerimanya. Entah mengapa saat ini Soojung malah merasa lelaki itu tengah menelanjanginya melalui pandangannya.
“Aku senang akhirnya kamu menerima ajakan makan siangku,” ungkap lelaki itu dengan senyum terus terukir menambah kadar ketampanannya. Soojung bukan gadis sok yang tidak mau mengakui ketampanan Minhyuk. Sungguh, Minhyuk tampan. Hanya dia tidak seperti Jongin.
Oh, Soojung merutuki diri dalam hati. Jika Seunghwan mengetahui kalau dirinya baru saja—sekali lagi—membandingkan Minhyuk dengan Jongin, maka habislah dirinya.
“Yah, senang juga bisa menghabiskan waktu bersamamu.” Soojung mencoba bersikap ramah dengan menanggapi obrolan yang coba Minhyuk bangun. “Kita belum mengobrol banyak di pertemuan pertama. Kurasa ini sedikit canggung,” ungkap Soojung sembari menyuapkan sepotong beef steak ke dalam mulutnya.
“Kamu benar,” Minhyuk mengangguk. “Kurasa kita perlu merencanakan pertemuan-pertemuan selanjutnya agar tidak merasa canggung lagi.”
Please Subscribe to read the full chapter
Comments