Unpredictable

All of a Sudden
Please Subscribe to read the full chapter

"Suatu kebetulan yang indah, Am. Suatu kebetulan yang mungkin saja terjadi pada semua orang. Tidak hanya kau dan aku, tapi semuanya... Keadaan dimana kau bertemu dan jatuh cinta tanpa alasan yang jelas.. sama halnya seperti kau dan aku yang terjebak di kerumunan stasiun Daegu. Suatu kebetulan yang menarik, kita bertemu tanpa saling mengenali.. Sampai suatu saat keberanian untuk menyapa mulai muncul dalam diriku...."

- Tae, All of a Sudden

==========

"....kopi?"

Tawar seorang laki-laki sambil membawa dua gelas kopi panas.

Laki-laki itu menarik nafas, mengambil tempat duduk tepat di samping sahabatnya yang tengah meringkuk di kursi taman.
Sore hari itu nampak mendung, udara dingin setelah hujan membuat beberapa pengunjung taman Jutsu memilih untuk menikmati suasana sambil menyeruput minuman panas.

"Kalau kau tak ingin meminumnya.. lebih baik ku berikan pada JackJack." Laki-laki itu menoleh, menatap anjing kecil yg sedari tadi berlari memutari ekornya.
"Hei, Jack! kau mau kopi?" tawar laki-laki itu sambil mengangkat gelasnya di depan JackJack.

"Guk!"

Laki-laki itu tertawa, menepuk-nepuk pundak sahabatnya sambil menunjuk ke arah JackJack.
"Lihatlah, Am. JackJack menginginkan kopiku.." celetuknya dengan terkekeh.

Am terdiam.

Kedua bola matanya nampak merah. Entah karena kurang tidur atau memang sulit berhenti menangis, Am terlihat semakin menyedihkan.

"hah..." Laki-laki itu menarik nafas dengan berat. Kedua tangannya menopang dagu, mengamati sahabat baiknya yang tengah menatap ke arah tengah taman Jutsu.

"Kenapa tidak datang ke rumahku?" celetuk lelaki itu sambil melirik Am.
"Ada ratusan game baru di rumahku. Kau harus mencobanya." lanjut lelaki itu dengan senyum ramahnya.

Am membisu.
Bibir tipisnya enggan menjawab.

"Aku harap kau bahagia, Am... " bisiknya dengan lirih. Kedua matanya nampak nanar ketika melihat sahabat terdekatnya tengah dilanda pilu. Tak ada lagi tawa dan celetukan gembira dari Am...

"aku baik-baik saja." sahut Am dengan cepat. Matanya masih menatap ke arah tengah taman Jutsu.

"baik-baik saja tidak berarti bahagia. benar, begitu?"

"Aku hanya perlu sendiri..."

"menyendiri? ini sudah hampir setengah tahun... kau masih saja...."

Am menoleh.
Seketika itu juga kedua matanya merebak tangis.
Ada perasaan pilu dan sakit yang teramat... jangankan menahan diri untuk tidak merasa, perasaan itu terus menerus memaksanya merasakan luka.

"Entahlah, Am... maafkan aku..." bisik lelaki itu dengan air muka yang resah.
"aku harap kau memahami dengan benar.. ada banyak hal yang lebih indah dari cinta---meskipun yah... harus kuakui cinta mengambil banyak bagian dalam mengendalikan hati manusia." lanjut laki-laki itu sembari menyeruput kopi panasnya.

"Thanks, Hen.. I am okay."

"you arent okay, Am."

Sanggah Henry dengan suara nyaris parau.

"Aku pikir segalanya akan segera berakhir jika kau mengakhirinya-- I mean, berhentilah meratap dan lupakanlah Tae...." lanjut Henry dengan lebih hati-hati. ia takut sahabatnya itu kembali mengamuk seperti sebelumnya.

Am kembali menoleh.
Ia menatap sahabat lelakinya itu dengan hangat.

"Apa yang kau suka dari hidupmu, Hen?" tanya Am dengan lirih.

"Yang aku suka? ada banyak... hm.. makanan, hobi, acara tv.. sampai artis idola..."

"yang kau cintai?"

"yang aku cintai? ..dari hidupku?"

"Yaps. Adakah yang kau cintai dari dirimu?" ulang Am dengan lebih keras.

"Ah.. entahlah... tapi aku mencintai musik..." jawab Henry sambil menerawang ke atas langit.
"Aku bisa bahagia dengan bermain musik." lanjutnya dengan
lebih tegas.

"Kalau suatu saat sesuatu hal buruk terjadi padamuu--keadaan memaksa dirimu untuk tidak lagi bermain musik. Apa kau rela?" tanya Am dengan sungguh-sungguh.

Henry menatap sahabatnya itu dengan tatapan heran, perlahan kedua matanya menyipit penuh tanya..

"keadaan yang bagaimana?" tanya Henry sambil menyuruput kopinya.

"keadaan yang sulit di tebak..entahlah-- kau suka bermain piano?" tanya Am drngan lirih.

Sontak Henry mengangguk..

"Sangat, Am. Aku lebih memilih bermain piano daripada menikahi wanita secantik Seolhyun..." gumam Henry sambil setengah tertawa.

Am tersenyum tipis, ia mengambil snapback dan memakainya.
Perlahan ia menoleh ke arah wajah Henry dan berkata..

"Sampai suatu saat keadaan memaksa kesepuluh jarimu putus, apa kau akan rela?"

"Hukk!!" Henry tersedak, buru-buru ia mengambil air dan meminumnya.

"Pertanyaan macam apa itu?" sergah Henry dengan takut, ia tidak sanggup membayangkan apabila kesepuluh jarinya putus.
"Aku tidak akan bisa memainkan pianoku lagi, Am! dan itu sungguh menjadi mimpi buruk untukku..." seru Henry dengan suara tercekat.

Am mendengus lucu, senyum tipis tersungging di bibirnya.
perlahan ia mulai berdiri dan memakai ranselnya..

"Sama halnya dengan diriku, melupakan Tae lebih dari mimpi buruk. Bertahanlah karena sepuluh jarimu masih utuh--- Tapi tidak untuk hatiku, Hen. Serpihan kecil sekalipun tidak tersisa di sana... Ini bukan tentang luka ataupun cara untuk melupakan.. Ini tentang bagaimana aku harus merelakan ke sepuluh jariku ya
putus ketika aku tergila-gila bermain piano..." jelas Am dengan lembut.

Henry terperangah.
Kedua kakinya merapat karena kaku. Entah benar atau tidak, ucapan Am membuat dirinya berdiam diri di tempat tanpa bergerak.

"Melupakan Tae memang sulit, sesulit dirimu yang memaksa diri bermain piano tanpa jari di kedua tanganmu."

==========

"Dari penggemarmu?"

Tae mengangguk, dengan bangga ia menunjukkan satu lembar surat dan bunga dari penggemarnya.

"Dia mengatakan kagum melihat ku bermain biola di area tengah taman Jutsu.. kurasa dia benar2 pemggemarku,.. tdak hanya satu kali.. hampir 3x aku menerima bunga yang sama." jelas Tae sambil tersenyum bahagia.

"kau yakin itu hanya ungkapan sebagai penggemar?" tanya Am dengan wajah samar, nada suaranya sedikit meninggi nyaris seperti menggertak.
Tar menoleh, wajah nya tidak lagi berhiaskan senyum atau tawa. Perlahan air mukanya berubah menjadi sedih..

"Berhentilah menuduh hal yg tidak masuk akal padaku." sahut Tae dengan pelan.
"Aku katakan berkali-kali padamu, Am. Berhentilah berpikir bahwa aku akan pergi atau mencoba mencintai orang lain..."

"Bisa saja hal itu terjadi padamu, berhentilah mengelak." sela Am dengan wajah datar.

"Berhenti mengelak? Lalu kau ingin aku melakukan apa, Am?" Tae memutar matanya dengan kesal, menghadapi Am-yang-cemburu memang nyaris menguras seluruh tenaganya.

"Yah... Apapun.. asal aku tidak melihat dirimu pergi...maksudku,.." Am menelan ludah, entah kalimat apa yang tepat untuk di sampaikan pada Tae... Am terlalu mencintainya...
"Berjanjilah padaku untuk terus mencintaiku. Selamanya." celetuk Am tanpa menoleh ke arah Tae.

"Hah?" Tae mengangkat alis dengan ekspresi lucu, berusaha membuka mulut yapi ia kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan Am.

"Egois." Ucap Tae dengan ketus, kedua matanya menghadap ke arahtengah taman Jutsu. Sore itu ia tengah selesai bermain biola, area tengah taman Jutsu adalah tempat ia bermain biola.

"Mencintai tidak seharusnya tamak---biarkan ruang hatiku tercukupi dengan adanya kau. Jangan terus kau paksa mengisi dengan jumlah yang berlebihan.-- semua akan terasa sesak, Am.." jelas Tae dengan frustasi, berusaha memberikan pemahaman pada Am yg terus menerus cemburu padanya.

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
neo2this #1
Chapter 4: Hiks...sedihnya...tapi thanks to tae...dan selebaranya...kryber berjumpa.good job author...
co_kudo #2
Chapter 4: Author kmu memang keren !
realreborn #3
Chapter 4: Gara2 cemburunya si am, tae ketabrak..amber amber, nyeselnya seumur idup itu gak akan keganti -_-

Tp ketemu krystal harusnya sih bisa move on..
good job authornim!