Chapter 4

Our Old Story

Donghyuk tidak tahu harus memulainya dari mana. Kini ia dan Hanbin sedang duduk di bangku yang disediakan di depan mini market. Hanbin mengajaknya mengobrol sebentar. Namun, sampai sekarang laki-laki itu tidak bicara apapun. Situasi seperti ini sangat dibenci Donghyuk.

“Ada apa kau menemuiku?” Akhirnya Donghyuk bertanya.

Hanbin masih diam. Matanya tertuju ke sepatunya. Hanbin tidak menganggap sepatunya menarik, tapi entah kenapa ia hanya ingin menatap sepatunya saat itu. Sebenarnya ia ingin menanyakan sesuatu yang sebenarnya itu bukan merupakan hal yang besar. Tetapi, ia malu. Malu karena sudah merasa sok dekat dengan laki-laki di depannya.

“Maaf. Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan, aku akan kembali ke dalam.”

“Tunggu.” Hanbin akhirnya menatap Donghyuk. Donghyuk kembali duduk dibangkunya.

“Aku ingin bertanya sesuatu. Berapa biaya sekolahmu?” Tanya Hanbin langsung pada intinya.

Donghyuk mengerutkan dahinya. Bingung dengan pertanyaan Hanbin barusan. Untuk apa ia menanyakan bayaran sekolahnya?

“Kenapa kau menanyakan bayaran sekolahku? Kau mau apa?” Donghyuk mulai tidak nyaman dengan Hanbin. Mereka tidak kenal dekat dan Donghyuk rasa pertanyaan Hanbin sedikit aneh.

“Ah, kau cukup memberi tahuku nama sekolahmu. Maaf kalau pertanyaanku mengganggumu.”

Hening menyelimuti. Keduanya hanya bertatapan, tidak ada yang berbicara. Dan waktu berlalu dengan sendirinya.

 

***

 

Sudah seminggu berlalu sejak Hanbin menemui Donghyuk. Laki-laki itu tidak menemui Donghyuk lagi. Ada rasa penasaran sebenarnya, tapi Donghyuk mencoba memungkirinya. Hanbin buka siapa-siapanya dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupannya. Tetapi, ia penasaran tentang Hanbin, terlebih ketika laki-laki itu menemuinya seminggu yang lalu hanya untuk menanyakan bayaran sekolahnya.

Mencoba melupakan Hanbin, Donghyuk akhirnya memutuskan untuk membaca novel yang baru dipinjamnya dari Junhoe kemarin. Baru sampai bab lima, ia tiba-tiba mendengar namanya dipanggil.

“Donghyuk hyung.” Itu suara Chanwoo yang sedang berdiri di dekat pintu kelasnya.

Donghyuk langsung menyuruh Chanwoo menghampirinya. Ia menutup novel yang sedang dibacanya kemudian menghadap Chanwoo yang sekarang berdiri di sebelah mejanya.

“Ada apa?”

“Hana noona menitipkan ini untukmu.” Chanwoo menyerahkan kotak bekal pada Donghyuk. Sejenak Donghyuk menatap kotak bekal itu bingung. Hana tidak pernah memberinya bekal sebelumnya.

Ia mengambil kotak bekal tersebut lalu meletakkannya di atas meja. Jam istirahat masih ada dua puluh menit lagi. Masih ada waktu untuk mengobrol dengan Chanwoo terlebih dahulu. Chanwoo adalah adik Hana. Karena itu Hana menitipkan kotak bekal untuk Donghyuk pada Chanwoo.

Donghyuk menyuruh Chanwoo duduk di depannya. Ingin mengobrol sebentar katanya. Dibukanya kotak bekal tersebut yang ternyata berisi beberapa potong kimbab dan sosis.

“Kau mau?” Donghyuk menawarkan isi bekal tersebut pada Chanwoo.

“Tidak, hyung. Aku sudah makan bekalku tadi.”

“Tumben Hana noona membawakan bekal seperti ini.” Donghyuk memulai pembicaraan.

“Aku juga bingung. Mungkin Hana noona mulai tertarik padamu. Dia tidak pernah memberikan bekal untuk laki-laki sebelumnya,” jelas Chanwoo. Ia kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu tersenyum.

“Pacarmu?” Tanya Donghyuk sambil meyipitkan matanya.

“Belum. Semoga saja nanti iya.” Chanwoo tersenyum lebar.

“Dasar. Kau harusnya belajar yang benar.”

“Kau saja yang membosankan, hyung. Masa sekolahmu hanya dihabiskan untuk belajar dan bekerja. Cobalah sekali-kali pergi berkencan. Hana noona masih sendiri tuh. Sepertinya dia tertarik padamu,” kata Chanwoo lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

Donghyuk hanya tersenyum. Ia tidak mau terlalu pusing dengan pergi berkencan dan segala hal yang berhubungan dengan itu. Lagipula ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan terlebih dahulu.

 

***

 

Suara pintu dibuka secara kasar membangungkan Hanbin dari tidurnya. Hari ini ia tidak masuk sekolah karena alarmnya tidak berbunyi tadi pagi dan membuatnya terlambat bangun. Ia tahu siapa yang membuka pintu rumahnya itu. Tidak jarang engsel pintu rumahnya lepas karena sering dibanting. Namun, ia tidak peduli. Itu sudah menjadi hal biasa baginya.

Hanbin merasa namanya dipanggil berulang-ulang secara keras. Ingin rasanya ia tidak memedulikan panggilan tersebut, tapi teriakan tersebut membuatnya gerah. Segera ia turun ke bawah dan dapat ia lihat ayahnya sedang telungkup di lantai ruang tamu.

Ia menghentikan langkahnya untuk mengamati ayahnya. Menunggu apa yang akan dilakukan laki-laki paruh baya itu. Tapi ternyata laki-laki itu malah tidur. Ada rasa kesal ketika melihat ayahnya seperti itu. Tapi juga ada rasa khawatir.

Perlahan Hanbin menghampiri ayahnya dan membangunkannya. Dengan setengah menyeret tubuh ayahnya ia berjalan menuju kamar ayahnya dekat dapur. Hanbin membaringkan tubuh ayahnya di atas ranjang lalu melangkah keluar kamar. Tidak lama kemudian, ia kembali dengan membawa aspirin dan segelas air putih yang kemudian diletakkannya di nakas.

Hanbin kembali ke kamarnya. Lalu mengecek jam di ponselnya. Sudah waktunya untuk berangkat kerja. Tidak masuk sekolah tak lantas membuatnya tidak masuk kerja juga. Segera ia merapikan penampilannya dan berangkat.

 

***

 

“Hanbin my friend! Sini! Kau harus lihat ini!” Suara Changkyun langsung menyambutnya ketika ia masuk dapur.

“Ada apa? Sepi ya, tumben.” Hanbin menghampiri Changkyun yang sedang asyik dengan ponselnya.

“Lihat! Cantik, kan?”

Hanbin melihat foto seorang gadis di ponsel Changkyun. Ia kenal siapa gadis itu. Dia Hayi. Hanbin menatap Changkyun tidak percaya. Bagaimana bisa Changkyun mengenal Hayi?

“Biasa saja. Kau kenal?” Tanya Hanbin sedikit penasaran.

“Ya. Baru kemarin sih. Dia anak dari teman ayahku!” Mata Changkyun masih tidak lepas dari layar ponselnya.

Changkyun mengenal Hayi. Itu artinya dia juga mungkin mengenal Donghyuk. Donghyuk, anak laki-laki yang entah mengapa beberapa hari belakangan ini membuatnya penasaran. Anak laki-laki yang sepertinya juga memiliki nasib yang sama dengannya.

“Oh begitu,” kata Hanbin pura-pura tidak tertarik.

“Ah kau payah! Responmu kurang.”

Hanbin memutar bola matanya malas.

“Terserah. Hari ini ada pesanan tidak?”

 

***

 

“Kau tidak bersama Donghyuk, Junhoe?” Hayi duduk di bangku dekat meja kasir dengan segelas jus jeruk di depannya. Sesekali mengecek ponselnya apakah ada pesan masuk atau tidak.

Sudah jam lima dan Donghyuk belum datang. Harusnya anak laki-laki itu sudah datang karena shift kerjanya mulai pukul empat. Donghyuk tidak pernah telat. Karena itu Hayi jadi khawatir.

“Tentu saja tidak.  Kami kan beda sekolah!” Junhoe yang sedang menyusun beberapa snack di rak menjawab sedikit berteriak. Mini market sedang sepi, hanya ada mereka berdua.

“Kau galak. Pantas tidak ada yang mau denganmu.”

Kalau Hayi bukan anak dari pemilik minimarket ini dan bukan teman dekat Hana, mungkin Junhoe sudah mengusirnya dari tadi.

Beberapa menit kemudian, Donghyuk datang dengan masih mengenakan seragam sekolahnya. Langkahnya tergesa-gesa karena sudah terlambat.

“Maaf, aku terlambat. Ada urusan sebentar tadi.” Donghyuk langsung mengganti seragam sekolahnya dengan seragam kerja.

“Kau tidak mengabariku!” Hayi melemparkan sebungkus snack di depannya ke Donghyuk.

“Noona! Ini makanan!”

Hayi mendengus kesal lalu meminum jus jeruk di depannya. Ia kemudian beranjak dari duduknya dan menghampiri Donghyuk. Senyum menghiasi wajah manisnya.

“Temanmu tidak ke sini lagi?” Tanya Hayi.

“Siapa?” Donghyuk menjawab tanpa melihat Hayi. Sibuk mencatat barang-barang yang dijual di minimarket.

“Hanbin. Mana mungkin aku menanyakan Junhoe!”

“Oh, tidak tahu. Dia bukan temanku. Aku saja baru kenal kemarin.” Mendengar jawaban Donghyuk, Hayi langsung cemberut.

“Hah, padahal aku suka padanya.”

Donghyuk tertawa kecil. Ia sudah tahu kalau Hayi pasti menyukai Hanbin. Padahal mereka baru berkenalan sekitar seminggu.

Donghyuk tidak ingin menceritakan kepada Hayi kalau Hanbin datang lagi untuk menanyakan sekolahnya. Ia tidak mau gadis itu suka terlalu jauh pada Hanbin. Karena Donghyuk tidak ingin Hayi sakit hati lagi. Gadis itu sudah berulang kali dicampakan. Donghyuk tidak mengenal Hanbin, ia hanya sekedar tahu. Dan ia tidak tahu apakah Hanbin merupakan orang baik atau tidak.

“Oh iya, kau sudah menerima kotak bekal dari Hana? Dia niat sekali memasak untukmu sampai memintaku mengajarinya memasak.” Hayi meminum jus jeruknya lagi.

“Iya, aku sudah memakannya tadi. Chanwoo membawakannya untukku. Masakannya enak.”

“Aku setuju kok kalau kau berpacaran dengan Hana.” Donghyuk hanya tertawa melihat Hayi yang begitu bersemangat.

Junhoe yang daritadi hanya mendengarkan percakapan mereka hampir menjatuhkan snack yang sedang disusunnya di rak. Tangannya mendadak berkeringat dan bola matanya bergerak gelisah. Dadanya sesak dan air keringat mulai membasahi dahinya.

Dari sekian topik yang dibahas oleh Donghyuk dan Hayi, hanya satu yang Junhoe mengerti.

 

Hana menyukai Donghyuk.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
fresh-salad
#1
Chapter 4: Seru nih. Tumben Hanbin sama Jiwon jadi rival ehehehe. Ini engga tapi kan?
badumpbadump #2
Chapter 2: ini bener bener well written, sukaaa banget. jarang nemu fanfic indonesian di aff yang keren, jadi berasa nemu emas hehe
keep it up! :D
tiew21 #3
Chapter 1: wuah nemu fanfic bahasa indonesia dan keren pula, lanjutkan ia. semoga updatenya berkala jd gak nunggu2 lama. semangat!!