Chapter 1

Our Old Story

Hanbin menghela napas ketika ia merasakan tetesan air di wajahnya. Rumahnya masih berjarak beberapa kilometer lagi namun hujan turun dengan deras. Niatnya untuk menerobos hujan dibatalkannya karena ia ingat kalau ia membawa sebuah mp3 player yang baru saja dibelinya.

Bola matanya bergerak-gerak, mencari tempat yang bisa dijadikan tempat berteduh sementara. Beruntung ia menemukan toko sepatu yang sedang tutup  yang atapnya lumayan luas sehingga ia memutuskan untuk berteduh di sana. Ia segera mengayuh sepedanya menuju toko itu.

Ia mengeratkan jas sekolah yang dipakainya ketika angin berhembus dan membuatnya sedikit menggigil. Kakinya mengetuk-ngetuk tanah mengikuti irama musik yang terputar dari mp3 playernya. Hanbin tersenyum puas karena akhirnya ia bisa membeli pemutar musik yang sudah ia inginkan sejak lama. Ia tidak menyesal bekerja paruh waktu sebagai delivery man di sebuah restoran karena akhirnya ia bisa membeli barang-barang kebutuhannya.

Perhatiannya kemudian beralih pada sekumpulan siswa yang baru saja keluar dari sebuah kedai ramen di ujung jalan. Ia menghela napas untuk yang kedua kalinya karena ia menjadi lapar setelah melihat kumpulan siswa tersebut keluar dari kedai ramen.

“Hah sial. Tinggal sisa untuk besok.” Rutuknya ketika melihat sisa uang disaku celananya.

Pandangannya kembali tertuju pada kedai ramen tersebut. Tiba-tiba pintu kedai tersebut terbuka dan ia dapat melihat seorang anak laki-laki dipukuli oleh laki-laki paruh  baya. Hanbin terkejut ketika anak laki-laki itu terjatuh dan masih dipukuli. Tidak banyak orang di sana, sekalipun ada mereka hanya melihat sekilas.

Hanbin berlari menghampiri keributan tersebut bersamaan dengan seorang wanita dari dalam kedai. Sepertinya wanita tersebut adalah pemilik kedai.

“Ayo bayar! Aku bisa rugi kalau seperti ini.” Suara pria itu terdengar menuntut. Hanbin mencoba menahan pria tersebut dibantu dengan wanita pemilik kedai. Anak laki-laki itu bisa pingsan kalau dibiarkan seperti tadi.

“Sudah, Pak. Anak ini bisa mati kalau kau terus memukulinya seperti itu. Sudah tidak apa-apa.” Wanita tersebut mencoba menenangkan pria tersebut. “Jangan pernah datang ke  kedai ini lagi!” ucap Pria itu kemudian ia masuk ke dalam kedai.

Hanbin membantu anak laki-laki itu untuk bangun. Hidung dan bibirnya berdarah karena pukulan yang diterimanya. Hanbin meringis melihatnya karena itu terlihat sangat sakit. ‘pasti sakit sekali’ pikirnya.

Setelah memastikan pria itu tidak macam-macam di dalam kedai wanita tadi menghampiri mereka. “Aku sungguh tidak berbohong.” Anak laki-laki itu berbicara sambil meringis. “Iya aku tahu. Aku tahu kau tidak berbohong. Maafkan suamiku ya. Apa kau baik-baik saja?” tanya wanita pemiliki kedai dan dibalas dengan anggukan. 

“Lukamu harus diobati agar tidak infeksi.” “Iya, bu. Terima kasih karena telah mempercayaiku. Aku permisi.” Anak laki-laki tersebut bangun dengan bantuan Hanbin. Ia tersenyum kepadanya sebentar lalu berjalan pergi.

Hanbin hanya diam ketika ia melihat anak itu semakin jauh. “Tolong antarkan dia sampai rumahnya. Aku takut terjadi apa-apa dengannya.” Suara wanita itu mengejutkannya.

 “Oh, iya.” Wanita itu tersenyum dan kembali masuk ke dalam kedai. Hanbin diam mengingat ucapannya barusan. Iya menyanggupinya padahal ia tidak mengenal anak laki-laki tersebut.

Matanya tidak lepas dari anak laki-laki itu sampai ia tidak menyadari kalau sekarang pakaiannya telah basah kuyup.

 

***

 

Donghyuk berjalan pelan sambil memegangi perutnya yang terasa perih. Baru saja ia mengisi perutnya, ia sudah harus mengeluarkannya lagi. Tubuhnya yang basah karena hujan deras tidak membantunya sama sekali.

Akhirnya ia bisa melihat rumahnya. Ia berjalan sambil merembet tembok. Ia tidak merasakan apa-apa selain rasa perih di perutnya. Bahkan dinginnya keadaan di luar sudah tidak ia rasakan. ‘sedikit lagi’ ucapnya dalam hati.

Donghyuk mengeluarkan kunci dari adalam tasnya dan segera membuka pintu. Tubuhnya seolah berteriak meminta istirahat. Ia langsung mengunci pintu dan merebahkan diri di kasur. Tidak peduli dengan pakaiannya yang masih basah. Ia hanya ingin tidur.

Matanya sudah terpejam rapat namun ia tidak bisa tidur karena rasa sakit di perutnya. Ini tidak jarang terjadi dan biasanya rasa sakit itu akan hilang sendiri. Donghyuk sudah biasa seperti ini.

“Aku mohon cepat hilang.” katanya pada rasa sakit di perutnya. Walalupun besok hari sabtu dan sekolahnya libur, ia tetap harus kerja karena itu ia tidak boleh sakit.

Tidak ada yang bisa menolongnya di saat seperti ini. Itu karena ia tinggal sendiri. Rumahnya hanya terdiri dari satu kamar dan satu kamar mandi. Mungkin itu bisa disebut kamar bukan rumah. Tapi bagi Donghyuk itu adalah rumah. Rumah kecilnya.

 

***

 

Hanbin memarkir sepedanya di gudang sebelah rumahnya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam rumahnya dan tidak mendapati siapapun. Ia mengambil minum di dapur sebentar sebelum masuk ke kamarnya.

Ia mengeluarkan mp3 player barunya dan menatapnya lama. “Hah untung tidak rusak.”

Hanbin lupa kalau ia baru saja membeli mp3 player dan ia malah hujan-hujanan membuat mp3 playernya basah. Dan bodohnya ia tidak menaruh itu di tas setelah menggunakannya. Untung saja tidak rusak.

Ia beranjak mandi dan berganti pakaian. Setelahnya ia berbaring di kasur. Pikirannya kembali pada kejadian tadi. Hanbin tidak menyangka kalau dirinya ikut terlibat dalam keributan itu. Entah apa yang membuatnya mau untuk menolong anak laki-laki tersebut.

Dahinya berkerut karena terus berpikir. Ia seperti melihat dirinya di sosok anak laki-laki tersebut. Menyedihkan. Mungkin itu yang membuat keduanya terlihat sama. Dan mungkin itu juga yang membuat Hanbin bergerak untuk menolongnya.

Ia melirik jam yang menggantung di langit-langit kamarnya. Pukul delapan malam. Pantas saja udara semakin dingin. Tubuhnya lelah tetapi ia tidak bisa tidur. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ayahnya belum sampai di rumah.

Hanbin tidak tahu apakah ia membenci ayahnya atau tidak. Terkadang ia ingin ayahnya tidak kembali, tetapi ia khawatir jika ayahnya belum berada di rumah.

Hanbin benci ketika ia harus melihat ayahnya mabuk-mabukan dan marah-marah tidak jelas karena kalah berjudi. Ia juga tidak suka ketika ayahnya pulang larut malam dan dalam pengaruh alkohol. Namun, ia khawatir apabila ayahnya tidak ada di rumah atau kembali ke rumah dengan keadaan babak belur.

Anak laki-laki itu hanya tinggal berdua dengan ayahnya. Ketika ayahnya tidak ada di rumah itu artinya dia sendirian. Dan jika sendirian maka artinya hanya ada Hanbin. Hanbin tidak pernah ingin sendirian karena ia benci kesepian.

Hujan masih turun deras. Suaranya seperti balapan dengan suara gemuruh. Hanbin tidak membenci hujan, hanya saja ia benci ketika air merembes masuk ke dalam kamarnya. Dinding kamarnya akan menjadi lembap dan kamarnya akan penuh dengan baskom kecil. Walaupun itu selalu terjadi ketika hujan deras, Hanbin tetap membencinya.

 

***

 

Sinar matahari menyapanya. Matanya yang tadi tertutup rapat kini perlahan terbuka. Donghyuk tersenyum kecil ketika dirasanya perutnya sudah tidak sakit. Ia bangun dengan perlahan. Kepalanya terasa berat dan tubuhnya terasa kaku seperti ada seseorang yang menahan pergerakannya. Tangannya mencoba mencari pegangan untuk membantunya bangun dan dinding adalah pilihannya.

Ia mengambil minum sedikit dan kembali ke kasurnya. Napasnya terasa panas. “Demam” gumamnya. Donghyuk menyandarkan tubuhnya di dinding. Semuanya terasa sakit. Untuk membuka mata saja sudah berat sekali.

Suara ketukan pintu menyadarkannya. Ia bangkit perlahan. Menghindari dirinya dari rasa sakit.

Pintunya diketuk lagi, kali ini lebih keras. “Sebentar.” teriaknya. Ia memutar kunci pintu dan membukanya. Matanya yang tadi terpejam kini terbuka lebih lebar setelah melihat sosok di depannya. Walaupun otaknya sedang sulit untuk berpikir tetapi ia dapat mengenali orang di depannya sekarang.

 

“Kau yang kemarin bukan?”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
fresh-salad
#1
Chapter 4: Seru nih. Tumben Hanbin sama Jiwon jadi rival ehehehe. Ini engga tapi kan?
badumpbadump #2
Chapter 2: ini bener bener well written, sukaaa banget. jarang nemu fanfic indonesian di aff yang keren, jadi berasa nemu emas hehe
keep it up! :D
tiew21 #3
Chapter 1: wuah nemu fanfic bahasa indonesia dan keren pula, lanjutkan ia. semoga updatenya berkala jd gak nunggu2 lama. semangat!!