Chapter 2

Our Old Story

“Kau yang kemarin, bukan?”

Donghyuk sebenarnya ingin bertanya mengapa orang itu bisa sampai di rumahnya. Namun, kepalanya yang sakit tidak memperkenankan. Bahkan ia sampai harus bersandar pada pintu saking lemasnya.

“Oh, ini pesananmu.” Donghyuk menatap kotak yang disodorkan padanya. Seingatnya ia tidak pernah memesan apa-apa. Untuk membeli makanan yang sekedar ramen saja ia sulit apalagi sampai memesan pizza.

“Ehm. Maaf tapi aku tidak pernah memesan pizza.” Orang di depannya itu langsung mengecek alamat di ponselnya dan kemudian membacanya dengan suara sedikit keras agar bisa didengar Donghyuk.

“... nomor 35 ya ka..” “36. Rumahku nomor 36,” jawab Donghyuk sebelum orang itu selesai bertanya.

“Ah tapi..” Orang itu kemudian melihat nomor rumah yang terletak di dinding kecil sebelah kanan tiap rumah. Ternyata benar ia salah alamat.

“Oh, aku minta maaf. Maaf atas ketidaknyamanannya.” Donghyuk mengangguk sambil tersenyum tipis lalu menutup pintu rumahnya. Ia ingin berbaring secepatnya.

 

***

 

Melihat pintu di depannya yang ditutup secara tiba-tiba, Hanbin terkejut. Ia pikir orang tersebut akan mengucapkan sesuatu atau apa padanya karena ia telah membantunya kemarin, namun ternyata tidak.

Tidak ingin berlama-lama, Hanbin segera mengetuk pintu rumah disebelahnya. Baru beberapa kali ketuk, pemiliknya sudah membuka pintu.

“Permisi, ini pizza pesanannya.” Hanbin langsung menyerahkan pizza tersebut beserta struk pembayarannya. “Oh iya, ini uangnya. Terima kasih.” Anak laki-laki yang memesan pizza langsung menutup pintu rumahnya setelah memberi Hanbin uang.

Hanbin mengutuk pemesan pizza itu dalam hati karena wajah anak laki-laki itu terkesan sombong. Setelah itu ia kembali menuju motornya. Sebelum pergi, ia melihat rumah nomor 36 untuk yang terakhir kali. Rumah itu tidak berbeda dengan rumah nomor lainnya, namun rumah itu sangat menarik perhatiannya. Atmosfernya sama dengan rumah miliknya.

 

***

 

“Kim Donghyuk. Donghyuk. Kim Donghyuk. Buka pintunya!” Junhoe terus mengetuk pintu rumah Donghyuk sambil terus memanggilnya. Ia melirik jam tangannya, setengah jam lagi ia bisa terlambat.

“Hey Kim Donghyuk! Cepat keluar kalau kau tidak ingin kita terlambat!”  

Donghyuk mengerahkan seluruh tenaganya hanya untuk membuka pintu rumahnya. Tidur tiga jam lebih lama sama sekali tidak membuatnya lebih baik. Seluruh tubuhnnya masih sakit.

Dingin langsung menjalar ke seluruh tubuhnya ketika telapak kakinya menyentuh lantai. Pelan tapi pasti ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Matanya yang sipit semakin menyipit ketika bertatapan langsung dengan sinar matahari.

“Hei, kau sakit?” Junhoe sedikit terkejut ketika melihat penampilan Donghyuk yang bisa dikatakan sangat berantakan. Wajahnya pucat, berkeringat, rambut acak-acakan, dan baju seragam yang masih dipakainya.

“Sepertinya. Aku sedikit pusing,” jawab Donghyuk lemas. Ia memijat kepalanya keras. Keringat yang membasahi dahinya kini juga membasahi tangannya. Donghyuk tahu kalau ini bukanlah hal baik.

“Kalau begitu tidak usah masuk kerja dulu. Biar aku sendiri saja yang jaga.” Junhoe tidak ingin temannya tiba-tiba pingsan ketika sedang menjaga kasir.

Mereka berdua bekerja di sebuah mini market yang sama dan mempunyai shift yang sama karena itu mereka saling kenal. Donghyuk dan Junhoe bukanlah teman satu sekolah. Keduanya tidak sekolah di sekolah yang sama. Sebenarnya Junhoe berasal dari keluarga yang berkecukupan, namun karena ia memilih tinggal di Seoul daripada di Busan ia harus hidup sendiri dan mencari uang sendiri. Walaupun setiap bulan ia menerima uang dari orang tuanya dan keluarganya selalu berkunjung tiap minggu.

Sementara untuk Donghyuk, bekerja mencari uang sendiri itu bukanlah kewajiban namun keharusan. Ia harus bekerja untuk mendapatkan uang jika ingin bertahan hidup.

“Tidak. Kau tunggu sebentar. Aku siap-siap.”

Langkah gontainya membuat temannya menatapnya khawatir. Junhoe tidak yakin  Donghyuk bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik hari ini. Tetapi bukan Donghyuk namanya kalau ia tidak keras kepala.

 

***

 

Hari ini hujan turun sama seperti kemarin. Hanbin lagi-lagi harus kehujanan, bedanya sekarang ia menggunakan sepeda motor. Ia menepi di sebuah mini market di pinggir jalan. Awalnya ia tidak berniat untuk membeli sesuatu, tetapi udara yang dingin membuatnya ingin membeli segelas kopi untuk sekedar menghangatkan tubuhnya.

Ia masuk ke dalam tanpa melihat penjaga kasir yang daritadi melihat gerak-geriknya dan segera menuju mesin kopi yang terletak di sudut ruangan. Hanbin juga mengambil sebungkus roti untuk dimakan bersama kopinya. Ternyata udara dingin juga membuatnya lapar.

Langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok yang berdiri di balik meja kasir. Dia adalah anak laki-laki yang ditolongnya waktu itu. Hanbin masih dalam keadaan diamnya sampai seorang gadis berambut pirang masuk dan langsung menghampiri anak laki-laki itu.

“Kau baik-baik saja? Junhoe memberi tahuku kalau kau sakit dan tetap memaksakan untuk kerja. Kalau sakit tidak usah kerja dulu! Kau membuatku khawatir!” Gadis itu berbicara dalam satu napas. Wajahnya menandakan kalau ia sungguh khawatir.

“Aku baik-baik saja. Kau berlebihan, noona.” “Bohong! Wajahmu sangat pucat, tahu?” Anak laki-laki itu tersenyum lebih lebar meyakinkan gadis di depannya kalau ia memang baik-baik saja.

Hanbin tidak tahu apakah ia harus menunggu pembicaraan mereka selesai atau dengan tidak sopan memotong percakapan mereka. Akhirnya ia memutuskan untuk berdeham sedikit keras agar kedua orang  itu sadar kalau ada dirinya di sana.

“Oh kau ingin membayar, ya? Maaf. Silakan membayar,” kata gadis itu mempersilakannya. Ia menggeser posisinya sedikit membiarkan Hanbin maju lebih dekat ke kasir. Matanya memperhatikan Hanbin dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“2000 won.” Hanbin segera mengeluarkan uang dari dompetnya. Sambil memberi uang pas ia mencoba bertatap mata dengan penjaga kasir.

“Kau masih mengingatku?” tanya Hanbin. Penjaga kasir itu terkejut karena pertanyaannya, namun ia tetap mengangguk sekali.

“Terima kasih karena sudah membantuku kemarin. Aku Kim Donghyuk. Senang berkenalan denganmu.”  Anak laki-laki itu mengenalkan dirinya terlebih dahulu.

“Aku hanya membantumu bangun saat kau jatuh. Bukan hal besar. Tapi, ya, sama-sama. Aku Kim Hanbin. Senang berkenalan denganmu juga.” Hanbin tersenyum sedikit saat mengenalkan namanya.

 

***

 

“Aku Lee Hayi.” Hayi mengulurkan tangannya kepada Hanbin. Manik matanya menatap milik Hanbin penuh harap. Berharap Hanbin menyambut uluran tangannya.

“Kim Hanbin,” balas Hanbin singkat dengan senyum tipis sambil menyambut uluran tangan di depannya. Hanbin sedikit risih dengan tatapan Hayi yang terus menatapnya tanpa berkedip. Beruntung Donghyuk menyadarkan Hayi.

“Noona. Dia risih kau tatap seperti itu!” Ucapan Donghyuk membuat gadis itu melirik sinis padanya. Hanbin hanya tersenyum canggung.

“Aku pikir mulai sekarang kita adalah teman. Kita sudah berkenalan bukan?” Hayi melirik Donghyuk dan Hanbin bergantian. Matanya berkedip seolah minta persetujuan.

Hanbin pikir tidak masalah untuk berteman dengan Donghyuk tapi untuk berteman dengan gadis cerewet di depannya, ia rasa ia harus berpikir seribu kali.

“Kalau diam berarti iya.” Ucapan gadis itu membuat dua anak laki-laki di depannya membuka matanya lebih lebar.

“Aku permisi.” Hanbin segera keluar dari minimarket setelah sempat diam cukup lama. Hayi melambaikan tangannya sambil menyuruhnya untuk hati-hati di jalan. Ia tersenyum sedikit lebih lebar dari sebelumnya.

Sementara Donghyuk tidak bereaksi apapun. Ia hanya diam ketika Hanbin pamit. Donghyuk merasa seperti sedang bercermin ketika matanya bertatapan dengan milik Hanbin. Ada kemiripan di sana. Bukan warna bola mata mereka. Karena warna bola mata keduanya berbeda. Milik Donghyuk sedikit lebih terang dari milik Hanbin. Bukan juga karena bentuk mata mereka. Tetapi, yang membuatnya terlihat mirip adalah pancaran yang dihasilkan dari mata mereka. Ada pancaran kesedihan di sana. Mungkin Hanbin tidak terlihat sedang sedih, tetapi Donghyuk bisa mengetahuinya.

 “Kau pernah bertemu dengannya di mana? Dia tampan,” kata Hayi dengan mata berbinar.

Mendengar perkataan Hayi barusan, Donghyuk memutar bola matanya malas. Ia sudah hafal betul sikap Hayi.

 

Di dalam Donghyuk dan Hayi sibuk dengan pikiran masing-masing. Sementara di luar, Hanbin juga merasakan hal yang dirasakan Donghyuk.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
fresh-salad
#1
Chapter 4: Seru nih. Tumben Hanbin sama Jiwon jadi rival ehehehe. Ini engga tapi kan?
badumpbadump #2
Chapter 2: ini bener bener well written, sukaaa banget. jarang nemu fanfic indonesian di aff yang keren, jadi berasa nemu emas hehe
keep it up! :D
tiew21 #3
Chapter 1: wuah nemu fanfic bahasa indonesia dan keren pula, lanjutkan ia. semoga updatenya berkala jd gak nunggu2 lama. semangat!!