Birthday Gift

Kiss That Fox And Get A Prince

            Satu lagi paket kiriman yang datang ke rumahnya. Entah sudah berapa ratus kali bel pintu berbunyi seharian ini. Entah sudah berapa ribu langkah yang ditempuh Hana dari kamar tidur ke pintu rumahnya seharian ini. Oh yang benar saja! For expired kimchi sake’s. It’s holiday. H.O.L.I.D.A.Y. Garis bawahi itu. Ini waktunya untuk tiduran seharian di atas kasur. Bukan seperti ini! Dengan malas Hana membuka pintu dan menyembulkan kepalanya saja tanpa mau repot membuka pintu rumahnya lebar-lebar. Ia melihat wajah seorang pria tua yang mengirimkan paketnya kali ini. Apa mereka benar-benar harus menyuruh pak tua ini? Kantor pengiriman paket jaraknya 3 blok dari sini. Hana akhirnya membuka pintu rumahnya lebih lebar. Ternyata pria tua itu datang dengan mobil pengangkut barang. Dia bukan pria tua renta dengan sepeda ontel yang rela datang kesini demi uang yang tidak seberapa untuk menafkahi anak dan cucunya seperti dalam pikiran Hana. Pria tua itu tersenyum lebar pada Hana dan dengan etika yang baik, ia menyerahkan surat tanda terima yang harus ditanda tangani. Lihat jari Hana yang penuh dengan bekas tinta pena. Entah bagaimana bisa sampai mengenai tangannya. Inikah rasanya menjadi seorang idol atau semacamnya. Selalu disuguhi banyak kertas kosong untuk diberi beberapa coretan sederhana. Hana bahkan sampai muak melihat tanda tangannya sendiri yang tidak seberapa bagusnya itu. Kemudian pria itu berjalan ke mobilnya dan menurunkan paket—yang tidak diharapkan—untuk Hana. Betapa terkejutnya ketika Hana melihat ukuran paket itu. Besar. Sangat besar. Ukurannya hampir setinggi badannya dan melebihi tinggi pria tua itu. Ia tampak kesulitan mendorong kardus besar itu meski memakai alat bantu. Hana ingin menolong, ia bahkan sudah menggerakkan kakinya maju, tapi pria tua itu menolak dan bersikeras melakukan pekerjaannya sendiri. Akhirnya setelah cukup lama dan yang pastinya menghabiskan banyak tenaga si pria tua, kardus besar itu berhasil masuk ke ruang tengah. Hana bisa melihat bulir keringat jatuh dari kening pria tua itu dan napasnya juga terengah-engah. Tanpa sepatah kata apapun, pria tua itu mengangguk pamit dengan sopan dan meninggalkan rumahnya. Setelah memastikan pria tua itu masuk ke dalam mobil dengan selamat, Hana menutup pintu dan mulai memeriksa paket itu. Hana menggoyang-goyangkan kardus itu tapi tidak bergeming sedikitpun.

            “Vas? Patung?” Paket itu tidak mengenakan bungkusan kado atau semacamnya seperti paket lainnya. Hanya kardus. Dan tanpa nama pengirim atau kartu ucapan. Itu hadiah paling aneh yang pernah diterima Hana. Ia terbiasa menerima kado yang tampilan luarnya saja sudah sangat mewah. Dia merasa bahwa si pengirim sangat tidak sopan. Ia mulai meraba-raba kardus itu dan meneliti tiap jengkalnya. Hana berjinjit untuk melihat bagian atas kardus. Hana kemudian mengetuk-ngetuk kardus itu di beberapa tempat. Ini mencurigakan. Ia kemudian berlari ke dapur dan mengambil pisau. Dengan satu hentakan, ia menusukkan pisau itu ke bagian tengah kardus. Tapi kemudian kardus itu bergoyang dan jatuh ke lantai. Hana melompat ke belakang karena terkejut. Ia menatap pisau yang berada di tangannya dan kemudian ia lemparkan ke sudut ruangan. Dengan takut, ia berlari ke belakang sofa dan meringkuk disana.

            “Aish.” Mwoya? Suara orang? Hana mengintip di balik sofa. Kardus itu terus menggeliat di iringi dengan suara erangan. ‘Apa isi kardus itu adalah manusia? Siapa? Dan kenapa manusia itu ada di dalam kardus?! Dan aku..aku...a-aku telah menusuknya dengan pisau!’ jeris Hana histeris dalam pikirannya. Ia memperhatikan lantai mencari apakah ada darah yang menggenang. Tidak ada. Tapi kardus itu terus bergerak tak karuan. Hana semakin panik dan dengan tangan yang gemetar ia merogoh saku celananya. Ia berpikir untuk menelepon polisi. Sial. Ia menaruh ponselnya di kamar. Ia bisa saja berlari secepat kilat ke kamarnya, tapi kardus itu ada di dekat pintu kamarnya. Ia tidak bisa. Ia tidak mampu. Ia terlalu takut. Detik kemudian terdengar suara robekan kardus. Jantung Hana semakin berdetak kencang. Dengan tenggorokan kering, ia memperhatikan kardus itu robek sedikit demi sedikit. Hana terjungkal kaget saat melihat seseorang muncul dari robekan kardus itu. Seorang pria berdiri dan menginjak-injak kardus itu. Pria itu mengumpat dan mengutuk kardus yang sudah tak berbentuk itu. Ia meloncat-loncat dan membuat rambut blondenya bergerak-gerak lucu. Wajahnya benar-benar tampan, tapi sangat imut dan sedikit cantik mungkin. Kira-kira berapa umurnya? Ia memakai stelan jas—yang terlihat mahal—yang membungkus tubuhnya dengan sempurna. Ia tinggi dan terlihat cukup atletis. Dia pria pertama yang dinobatkan Hana sebagai saingan dari idolanya. Oh astaga ini akan sangat sulit memilih di antara mereka berdua. Plak! Hana menampar pipinya sendiri karena terlena oleh penampilan pria asing tersebut. Pria itu menghentikan pekerjaannya dan menengok ke arah Hana. Matanya yang kecoklatan itu menatapnya lurus. Hana membeku. Mata itu menguncinya. Ia tidak bisa lari ataupun berteriak.

            “Kenapa kau meringkuk di situ? Dan kenapa kau menusukku dengan pisau?” Suaranya yang dingin namun lembut itu mencairkan Hana. Darn it! Kenapa suaranya juga sangat merdu?

            “A-aku hanya ingin duduk di sini ahaha. Dan mana mungkin aku menusukmu dengan pisau. Kau pasti bermimpi.” Pria itu kemudian mengarahkan telunjuknya ke sudut kanan ruangan tanpa bersuara. Hana mengikuti telunjuk pria itu. Detik kemudian ia tersenyum masam. You are dead meat, Shin Hana!

            “K-kau jangan macam-macam! Jangan mendekat!” Hana bangkit dan mengambil bantal sofa lalu mengangkatnya ke depan tubuhnya seperti tameng, “Begini-begini, aku mempelajari aikido sejak kecil. Jadi aku bisa membantingmu dengan mudah.”

Pria itu hanya menatap Hana dengan kening mengkerut. Ia memperhatikan posisi pertahanan aneh yang dibuat Hana. Ia mengerlingkan matanya dan mendesah dengan kasar. Ia mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang. “Yeoboseyo. Ah, ne ini aku. Ne...ne aku sampai dengan selamat. Dia bahkan sedang berdiri di hadapanku.” Pria itu menyunggingkan senyum sinis pada Hana. ‘Siapa? Apa itu bosnya? Mwoya? Aku sudah ditargetkan sejak awal? Apa dia ini seorang pembunuh? Atau mungkin agen penjualan manusia?!’

            “Tapi dia sangat ketakutan melihatku. Benarkah? Ah, itu mungkin saja.” Pria itu melihat sekeliling ruangan. Banyak tumpukan kotak hadiah yang diletakkan dengan tidak teratur. “Biar aku saja yang mengurusnya. Ne. Aku akan sangat menikmati waktuku di sini. Ne...sampai jumpa.” Pria itu menutup teleponnya dan berjalan ke arah tumpukan kado-kado. ‘Menikmati waktunya di sini?’ Hana bergidik membayangkan berbagai macam arti dari kata-kata itu. Pria itu meneliti dan memindah-mindahkan setiap kado yang ia pegang ke sembarang tempat. Ia seperti sedang mencari sesuatu di sana. Hana masih berdiri mematung memperhatikan punggung pria itu. Apa dia juga merangkap sebagai seorang perampok? Dan ia mungkin tahu bahwa beberapa di antara kotak itu berisi perhiasan mahal. Sebenarnya Hana memiliki kesempatan yang besar untuk melarikan diri, tapi entah mengapa ia enggan untuk menggerakkan kakinya.

            “Bukan ini. Dimana?” Pria itu terus menggumamkan hal yang sama setiap memegang satu kotak.

            “Sebenarnya, jika kau mau, kau boleh mengambil itu semua. Aku tidak akan melapor. Aku janji. Kau boleh langsung pergi setelah membawa semuanya.” Pria itu menengok sebentar ke arah Hana dan berdecak kesal. Hana mengatup rapat bibirnya dan melipatnya ke dalam. Pria itu marah. Merasa terganggu. ‘Satu patah kata lagi, kau benar-benar akan mati Shin Hana. Tidak bisakah mulutmu itu diam saja? Jangan ganggu dia!’

            “Ah! Di sini rupanya. Kenapa kau menaruhnya di tumpukan paling bawah, huh?” Pria itu melempar kotak kecil berwarna biru ke arahnya. Spontan Hana berlari menangkap kotak itu. Tunggu...bukankah ini pemberian dari orang tuanya?

            “K-kau menginginkan ini? Hanya ini? Tapi kenapa harus ini? Banyak kotak yang lebih besar yang aku yakin isinya barang berharga.” Apa pria ini punya kemampuan mistis? Apa dia tahu bahwa kotak pemberian orang tuanya ini mungkin yang paling berharga isinya? Mengingat tahun lalu, di dalam kotak yang ukurannya sama dengan ini, terdapat kunci mobil sport limited edition. Dan tahun ini Hana meminta sebuah apartemen mewah di daerah Gangnam. Mungkin saja isi kotak kali ini adalah kunci apartemen.

            “Buka kotaknya!”

            “Buka?” Kenapa pria itu menyuruhnya membuka kotak ini? Atau mungkin ini salah satu kebiasaan para pembunuh sebelum membunuh kornbannya? Itu...yang seperti di film-film detektif. Saat pembunuh menyuruh korbannya untuk melihat barang terakhir miliknya dan pembunuh itu menikmati kesedihan yang di rasakan si korban. Sial. Pria ini benar-benar seorang yang profesional. Hana yang tidak punya pilihan lain, membuka kotak itu dengan tangan yang gemetar. Ia mengedip-ngedipkan matanya bingung begitu melihat isi kotak. Selembar kertas putih yang di lipat. Tidak ada yang lain. Ia sebenarnya sedikit lega. Ia sudah dipastikan akan menangis darah jika isinya benar-benar sebuah kunci apartemen yang hanya bisa dipelototinya saja di saat-saat kematiannya.

            “Hm. Bagus.” Pria itu melongok ke dalam kotak. Kini jaraknya hanya beberapa puluh centi dari Hana. Hana bahkan bisa mencium parfum yang di pakai pria itu. Hana benci mengakuinya, tapi baunya enak. Hana melirik pria yang lebih tinggi darinya itu dan membuka lipatan kertas. Terdapat beberapa baris kalimat di sana.

            Selamat ulang tahun yang ke 21 Shin Hana. Kami semua menyayangimu~

Kau terkejut karena tidak ada kunci lagi kan? Kami tidak akan memberimu kunci lagi. Ayahmu bilang kunci sekarang mahal-mahal. Hahahahaha~ bukankah ayahmu sangat menggemaskan? Aree~ Ayahmu bahkan mencium pipiku sekarang. Aku harus cepat-cepat menyelesaikan surat ini. Sebaiknya aku langsung saja. Kami akan segera pulang ke Korea setelah urusan kami selesai di sini. Mungkin beberapa hari lagi. Oh ya, dan untuk hadiahmu, kami menyiapkan yang paling spesial. Tunanganmu akan datang berkunjung! Akhirnya kalian bisa bertemu setelah sekian lama. Bersikap baiklah padanya. Jika ada seseuatu yang ingin ditanyakan, kau bisa bertanya padanya. Sampai ketemu beberapa hari lagi. Ataachi ga anata wo daisuki!

            Hana mengehembuskan napas yang sendari tadi ia tahan. Ia mengangkat kepalanya dengan ragu dan menatap pria yang ada di hadapannya. Pria ini...mungkinkah dia... Luhan?!

Oh my! Slap me in the face!!!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet