Victim 4

[Play] Victim

Satu Tahun Lalu, Hari Ketiga di Musim Panas.

 

“Jinri kita sampai.” Jinri membuka matanya begitu mereka tiba di sebuah rumah besar bertingkat tiga di daerah pantai Haeundae. “Disini rumah Joonmyun? Bukannya kamu bilang rumah lamamu berada di dekat sini?”

“Ya, rumahku tepat di pinggir pantai.” Jongin menunjuk ke arah selatan, membantu Jinri turun dari dalam mobil.

Suara musik langsung terdengar begitu Jinri tiba di luar, puluhan pria dan wanita (dengan dress super ketat yang hampir tidak bisa menutupi pantat mereka) bergerombol di depan rumah. Jinri kenal mereka, para Kakak Kelas yang paling ditakuti di sekolah.

“Ayo, yang lain sudah meninggalkan kita.” Jongin menarik tangan Jinri, berjalan  dengan santai menuju pintu masuk. Jongin menyapa beberapa kakak kelas –yang menurut Jinri, mengerikan yang bergerombol di teras, menepuk pundak yang pria dan mengerling pada kakak kelas wanita (Jinri ingin marah tapi dia tidak bisa, toh ini Jongin dan itu sudah biasa).

Noona, kalian terlihat luar biasa hari ini!” Jongin berjalan mendekati empat orang gadis dengan pakaian paling berkilau (dan paling ketat) di pesta ini.

“Lebih luar biasa dari yang disebelahmu?” yang berambut pirang bertanya sambil melempar senyum pada Jinri, dia mungkin tidak semenakutkan itu, jadi Jinri membalas senyumannya dengan gugup.

“Kalau aku bilang iya, apa kamu mau menerimaku jika aku dicampakan, Bora Noona?”

Gadis berambut pirang –Bora, hanya tertawa, sementara Jinri menahan tangannya untuk memukul Jongin.

“Sayangnya tidak, Jongin. Masuklah, atau kamu akan kehabisan beer.” Bora memberi jalan, melambai kecil pada Jinri yang mengekor di belakang Jongin. (Tampaknya kakak kelas mereka tidak semengerikan yang Jinri pikir.)

Dari ratusan tubuh berkilauan yang asik menari di dalam rumah, Jinri bisa melihat Jiyoung dengan dress putihnya (yang sebenarnya sangat biasa, tapi justru paling mencolok di antara baju-baju luar biasa lain) bersama tiga temannya berdiri di dekat meja berisi finger snack. Jinri ingin menarik Jongin menuju meja itu, saat merasakan tubuh pria itu membeku.

 “Jongin?”

“Jinri, coba lihat Soojung.”

Jinri menoleh, melihat Soojung dengan dress hitamnya masih sibuk mengobrol dengan Suzy. Holly- Jinri tidak tau Suzy ternyata begitu pandai menggunakan make-up.

“Soojung tidak kelihatan seperti tante-tante Gangnam sama sekali, kamu berhutang sepuluh dollar.” Jinri berbisik pada Jongin.

“Dan Suzy tidak mendapat pukulan di wajahnya, kamu berhutang dua puluh dollar.” Jongin membalas, berjalan menuju empat teman mereka dengan senyum lebar.

 

*****

 

Makan pagi keesokan harinya di penuhi oleh keheningan. Sunggyu sudah pergi bekerja dari pukul tujuh sementara Myungsoo memilih untuk memakan roti di kamarnya. Jadi hanya ada Jinri dan Jongin di meja makan bersama sepiring pancake dan bacon yang tidak lagi terasa menggugah selera.

“Maafkan aku.” Jinri melihat Jongin yang hanya menundukan kepalanya. “Aku tidak akan memberi alasan, aku hanya–“

“Kita bisa bicarakan hal ini nanti.” Jinri memotong perkataan Jongin, tidak begitu berminat mendengarkan penjelasan darinya. “Kita masih punya banyak masalah, kamu tau? Sehun, Soojung, dan kita bahkan belum menemukan Jiyoung.”

Jongin mengangguk, dan Jinri masih bisa melihat sedikit penyesalan di matanya saat Jongin berkata; “Ayo kita lapor polisi.”

 

Jinri dan Jongin berdiri di depan kantor polisi pusat Busan, saling berpandangan karena tidak ada satupun dari mereka yang mengerti apa yang bisa di lakukan. Jinri sudah meminta Jongin mengajak Myungsoo tadi, tapi Jongin bersikeras untuk menolak. (Jinri bahkan perlu mengancam tidak akan memaafkan Jongin, hanya untuk membuat Jongin mengatakan kepergian mereka pada Myungsoo –Jongin hanya berteriak dari lantai satu, “Aku dan Jinri pergi jalan-jalan”, Jongin tidak mengatakan semuanya tapi itu cukup.)

“Aku sudah bilang kita harusnya ajak Myungsoo.” Jinri menggerutu, masuk ke dalam kantor besar yang berisi banyak polisi berlalu lalang. Sekarang apa?

Jinri menoleh pada Jongin yang tidak lagi ada di sebelahnya, tapi kini sudah berada di depan mesin minuman bicara dengan seorang gadis berbaju ketat. (Kebiasaan lama memang tidak bisa di ubah) Jinri menggeleng, berjalan mendekati Jongin dan reflex membungkuk begitu melihat gadis yang jadi teman bicaranya.

Sunbae.

“Oh, halo. Jangan panggil aku begitu.” Gadis itu tertawa, rambutnya yang dulu pirang kini sudah kembali hitam, “panggil saja Bora.”

“Apa yang sun– kamu lakukan disini?”

“Tidak ada, hanya mengantarkan kakakku tersayang bekerja.” Bora tertawa lagi, ah, Jinri jadi menyesal dulu pernah memberinya gelar Kakak Kelas menakutkan.

“Kakakmu bekerja disini?” Jongin terlihat tertarik, dan saat Bora mengangguk, Jongin dan Jinri saling bertukar senyum.

 

“Namanya Kang Jiyoung, terakhir kali terlihat dua malam lalu di pinggir pantai Haeundae.” Jongin menjelaskan pada seorang pria dengan seragam polisi, Yoon Doojun, Jinri membaca nama yang tertera di atas meja.

Doojun mengangguk, mencatat info dari Jongin sambil sibuk menerima telepon di telinganya.

“Oke, dimana tempat kalian menginap?”

Jongin memberikan selembar alamat, Doojun mengangguk dan meletakan telepon. “Kami akan berusaha mencari temanmu segera, tapi aku tidak janji akan menemukannya dengan cepat, karena seperti yang kalian tau, musim panas adalah musim liburan dan ada banyak laporan orang hilang.”

Jinri mengangguk kecewa, yah, dia tidak bisa memaksakan kehendaknya juga.

“Tapi berhubung kalian teman adikku, mungkin aku bisa melewati beberapa kasus.” Doojun tersenyum, sedikit terbungkuk begitu Bora memeluknya dari belakang.

“Terimakasih.” Jinri dan Jongin melambai, memeluk Bora dan berjanji akan mengunjungi gadis itu lagi lain kali (kalau memang ada lain kali, Jinri menggeleng, entah kenapa pikiran aneh itu memasuki kepalanya).

“Lalu sekarang kemana?” Jongin bertanya begitu mereka keluar dari kantor polisi.

“Mau menjenguk Sehun dan Soojung?”

 

“Tidak ada pasien bernama Oh Sehun dan Jung Soojung.” Suster di meja informasi menggeleng.

“Apa? Tolong periksa lagi, pasti ada disana.” Jinri bertanya heran, apa mereka tidak masuk ke rumah sakit ini? Tapi ini rumah sakit terdekat dari pantai Haeundae.

“Tidak ada, sungguh.” Suster itu terlihat kesal, tapi dia masih tersenyum.

“Tapi...” Jinri menggeleng, meminta penjelasan pada Jongin yang terlihat sama bingungnya.

“Kalau begitu, apa kami bisa bertemu dokter Kim Sunggyu? Saya adiknya.”

Suster membaca jadwal di dalam komputernya, lalu mengangguk. “Dokter Kim ada jadwal operasi sekarang, tapi anda bisa menunggu di kamar beliau.” Suster itu berdiri, mengisyaratkan temannya yang lain untuk berjada di depan ruang informasi lalu berjalan menuntun Jongin dan Jinri menuju kamar dokter di lantai tiga.

“Silahkan menunggu disini, saya akan mengabarkan ketika Dokter Kim selesai.” Suster itu membuka sebuah ruangan serba putih dengan dua buah  ranjang tingkat di sisi kanan kiri dan meja bulat dengan beberapa bungkus makanan di atasnya.

“Kamu tunggu disini, aku akan cari hyung.” Jongin berkata, membuka pintu yang baru di tutup oleh suster.

“Kita bisa saja menunggunya disini.” Jinri mengambil beberapa bungkus makanan dan memasukannya ke bak sampah.

“Aku tidak suka menunggu.” Jongin mengangkat bahu, berjalan keluar kamar meninggalkan Jinri sendirian di dalamnya.

Jinri duduk di atas satu tempat tidur (yang Jinri duga adalah milik Sunggyu karena ada tas Sunggyu di atasnya), mungkin karena masih berada di dalam rumah sakit, tapi bau obat-obatan tercium sangat jelas di sana. Dan walau Jinri sangat tidak menyukai bau obat, entah kenapa berada di sana membuatnya merasa rilex dan mengantuk. Lalu Jinri tertidur.

 

*****

 

Malam itu hujan deras, petir saling bersahutan dan jalan raya sangat licin. Tapi sebuah mobil berisi beberapa remaja sekolah menengah justru menambah kecepatannya. Seolah tidak mau kalah dengan bunyi musik rock yang mengaum dari radio.

Semua penumpang asik membicarakan pesta yang baru saja mereka hadiri, sesekali bercanda tanpa ada satupun yang benar-benar memperhatikan jalan, tidak juga remaja pria tujuh belas tahun yang berada di depan kemudi. Sampai akhirnya mobil berguncang hebat dan di hentikan mendadak.

Ke enam remaja di dalam sana saling berpandangan, wajah-wajah gembira mereka berubah menjadi pucat dan kekhawatiran.

“Jinri, kamu baik-baik saja?“ pria di belakang bertanya pada gadis di sebelahnya, gadis itu mengangguk.

“Ya, apa yang terjadi, Sehun?”

Sehun –remaja pria yang menyupir, menggeleng, memandang temannya dengan tatapan horror.

“Aku rasa, aku rasa aku menabrak sesuatu.“

“Apa mungkin...” Soojung menatap teman-temannya takut.

“Mungkin hanya kayu, ya, kayu! Mungkin ada pohon yang rubuh karena lebatnya hujan, ya pasti kayu. Atau mungkin juga kucing, ya kucing! Kucing yang kehujanan dan tidak melihat jalan saat menyebrang, atau juga-”

“Jinri!”

“Jinri!” Suara Sunggyu yang terdengar kaget membangunkan Jinri. “Apa yang kamu lakukan di sini?”

“Sunggyu.” Jinri bangun dari tempat tidur Sunggyu (dia benar-benar harus berhenti menghentikan kebiasaan tidurnya ini). “Kenapa aku, oh! Sehun dan Soojung tidak ada.”

“Apa?”

“Aku dan Jongin kesini untuk menjenguk Sehun dan Soojung, tapi suster itu bilang tidak ada pasien dengan nama Sehun dan Soojung aku tidak mengerti.” Jinri melihat Sunggyu yang terlihat terkejut.

“Sehun dan Soojung masih ada saat tadi pagi aku kesini, ayo aku antar ke kamarnya.”

Jinri mengangguk, berdiri dari ranjang dan mengikuti Sunggyu menuju sebuah ruang perawatan yang tidak jauh dari kamar Sunggyu.

“Aku menempatkan mereka di kamar yang sama agar lebih mudah menjaga keduanya, disini.” Sunggyu membuka pintu kamar, “Lihatkan mereka ad– tidak ada. .

Sunggyu berlari memasuki kamar dengan dua ranjang itu, mengahamburkan selimut dan bantal yang masih bersih. “Mereka seharusnya ada disini.”

“Apa yang sebenarnya terjadi?”

 

Jinri duduk di kursi di kamar Sunggyu sambil memegangi teh hangat yang tadi diberikan oleh Sunggyu sementara pria itu pergi untuk menanyakan apa yang terjadi pada suster. Jinri memandangi teh di tangannya, teh biasa membantu Jinri agar dapat rilex tapi tampaknya itu tidak berguna lagi sekarang.

“Aku sudah tanya pada suster.” Sunggyu masuk dan duduk di hadapan Jinri. “Informasi mereka berdua seolah menghilang dari data rumah sakit, dan tidak ada satupun yang melihat  kemana mereka pergi. Aku sudah meminta pihak keamanan mengecek cctv tapi itu akan memakan waktu lama. Dan tidak ada juga yang melihat Suzy.”

Oh Suzy! Jinri baru ingat kalau Suzy seharusnya ada disini. Jinri benar-benar tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi? Jiyoung hilang dan dua temannya terluka, lalu  sekarang mereka semua juga ikut menghilang, menyisakan Jinri bersama Jongin dan dua kakaknya. Dan ngomong-ngomong, dimana Jongin?

“Dimana Jongin?”

Sunggyu terlihat bingung, “Bukankah kamu datang bersama dia?”

“Ya, tapi Jongin pergi mencarimu tadi jadi aku pikir kalian sudah bertemu.”

“Tidak, begitu selesai operasi aku segera datang ke kamar ini karena suster Jung bilang ada yang mencariku. Kemana anak itu?” Sunggyu mengeluarkan telepon genggamnya, menghubungi telepon Jongin. “Tidak di angkat.”

“Ini mulai terasa mengerikan, Sunggyu.”

 

Setelah perjalanan pulang yang diisi dengan suara Kim Jongwan (Sunggyu menyalakan album Healing Process dari Nell berulang-ulang) dan mobil yang lebih berguncang dari biasanya. Mungkin Sunggyu juga gelisah, seperti Jinri.

Jinri tidak mengerti, bagaimana bisa liburan tiga hari mereka yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi sebuah perjalanan misteri dan penuh tanda tanya. Dimana teman-temannya? Apa yang terjadi pada mereka? Kenapa mereka meninggalkannya sendiri? Dan... apa dia akan jadi orang yang selanjutnya?

“Sunggyu?”

“Hm?”

“Apa selanjutnya aku?”

Sunggyu tidak menjawab, tapi dia mematikan mesin mobilnya. “Sampai.”

“Apa?”

“Kita sampai. Turun duluan, aku akan memasukan mobil ke dalam garasi.”

Jinri mengangguk, turun dari mobil Sunggyu dan segera masuk ke dalam kamar, sedikit kaget ketika menemukan Myungsoo berada disana, duduk di atas meja rias dengan sebuah komik di tangannya.

“Kamu mau dengar cerita, Jinri?”

Aku benar-benar tidak berniat mendengarkan cerita apapun sekarang, jadi Jinri menggeleng.

“Oh, ayolah. Ini cerita yang menarik, mengenai sebuah keluarga dengan seorang ibu yang meninggalkan dua anaknya karena suaminya selingkuh. Sedikit menyedihkan memang, tapi–“

“Myungsoo, aku lelah. Keluar.”

“Kamu tidak suka cerita drama? Bagaimana kalau misteri? Tentang seorang pria yang menculik lalu membunuh anak-anak muda karena dendam? Cukup menarik?”

Jinri menggeleng, menarik tangan Myungsoo keluar dari kamarnya (kamar orang tua Jongin). “Tidak, Myungsoo. Itu tidak menarik.” Jinri menutup pintu kamar, dan menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.

Aku harus lakukan apa, paman bibi? Jinri menatap foto kedua orang tua Jongin di dinding. Uh, apa yang diharapkannya? Mendapat jawaban dari foto di dinding? Orang tua Jongin masih tetap tersenyum di dalam foto, dan Jinri merasa bodoh karena dirinya hampir tersinggung (apa mereka menertawakan ku?). Tapi senyuman Ibu Jongin di foto memang menyenangkan, dia memiliki senyum yang lebar dengan mata besarnya –hampir sama seperti Jongin, berbeda dengan Sung–

Apa?

Jinri mendadak bangkit, membuka lemari di bawa televisi lalu mengeluarkan selembar foto yang berawarna kuning karena usia. Foto keluarga Sunggyu di masa kecil. Tidak ada yang berbeda dari Ayah mereka, kecuali mungkin wajah yang sedikit lebih tua. Tapi ibunya, bahkan jika beliau melakukan operasi pelastik pun, Jinri tidak yakin wajahnya bisa seberbeda ini. Wajah wanita di foto lama itu memiliki mata Sunggyu dan bibir Myungsoo (juga hidung yang mancung seperti keduanya). Sementara wanita di pigura terlihat persis seperti copy paste dari Jongin.

Jinri mendadak teringat perkataan Myungsoo tadi;

“Ini cerita yang menarik, mengenai sebuah keluarga dengan seorang ibu yang meninggalkan dua anaknya karena suaminya selingkuh.”

Bagaimana kalau perkataan Myungsoo bukanlah sebuah cerita melainkan kejadian nyata mengenai keluarganya? Kalau begitu...

“...seorang pria yang menculik lalu membunuh anak-anak muda karena dendam...”

Bagaimana kalau cerita ke dua juga nyata dan Myungsoo membicarakan teman-temannya yang hilang? Kalau begitu Myungsoo pasti tau sesuatu. Jinri berlari keluar, memasuki kamar Myungsoo yang tidak di kunci dan menemukan kamar itu kosong.

Mungkin di kamar Sunggyu, Jinri membuka kamar Sunggyu yang sama kosongnya dengan milik Myungsoo. Jinri turun ke lantai satu,  kemana Myungsoo? Dan kenapa Sunggyu tidak juga masuk setelah memarkirkan mobilnya di garasi?

Apa mereka juga menghilang dan Jinri akhirnya benar-benar sendirian?

Jinri membuka semua kamar di lantai satu dan menemukan semuanya kosong. Atau, mungkin belum semua. Jinri melirik lorong kiri di sebelah dapur. Lorong yang menurut Myungsoo adalah gudang.

Jinri mendekat, mencoba membuka pintunya yang –tidak mengejutkan, dikunci. (“Ini rahasia, tapi aku selalu menyimpan satu kunci di bawah keset. Dengan begitu aku tidak akan pernah kehilangan dan ketinggalan kunci. Jenius bukan?”) Jinri tersenyum, meraba bagian bawah keset dan menemukan kunci yang sudah sedikit berkarat.

Jinri membuka ruangan berukuran besar yang ternyata berisi barang-barang bekas itu (mulai dari sapu  patah hingga televisi yang tampaknya masih terlihat bagus, dasar orang kaya, Jinri mendengus.)

“Mungkin Myungsoo tidak bohong.” Mungkin ruangan ini memang hanyalah sebuah gudang, Jinri berjalan masuk,

“Walau jalan ini sedikit terlalu bersih untuk sebuah gudang.” Jinri mengamati lantai yang gudang. Ada perbedaan jumlah debu yang jelas disana, seperti satu bagian baru saja di lalui sementara bagian lain tidak pernah disentuh selama bertahun-tahun. 

Jinri mengikuti jalan yang lebih bersih, hingga menemukan sebuah garis berbentuk kotak di lantai dengan selop di atasnya. Jinri membungkuk, membuka selop dan garis berbentuk kotak itu terbuka, rupanya itu merupakan sejenis pintu untuk ke ruangan di bawah.

“Ini garasi.” Jinri turun dari pintu yang cukup besar itu, melihat dua mobil Sunggyu sudah terparkir disana. (Kalau Sunggyu sudah selesai memarkirkan mobilnya, kenapa dia tidak juga kembali?). Satu mobil Hyundai yang di pinjam Jongin dan satu lagi mobil yang tadi di tumpanginya bersama Sunggyu (sebuah audi berwarna putih) dengan pintu bagasi terbuka. Kenapa Sunggyu membuka pintu bagasi? Mereka tidak membawa barang apapun tadi.

Jinri menggeleng, berjalan mendekati mobilnya saat menemukan sebuah pintu di belakang sana –yang tersamar karena memiliki warna yang sama dengan dinding garasi. Jinri menyentuh pegangan pintunya, merasa beruntung karena pintu itu tidak di kunci.

...atau mungkin, dia tidak benar-benar beruntung.

Karena begitu Jinri memasuki ruangan berukuran sedang itu, Jinri bisa melihat jelas empat temannya berada disana. Bersandar mati di dinding dengan rantai di kaki dan tangan mereka. Dan satu teman yang lain sedang duduk di atas sebuah kursi bersama Myungsoo yang masih asyik dengan komiknya.

“Halo, Jinri.”

“Jiyoung?”

Dan sesuatu yang tajam terasa di leher Jinri.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
choramyun99 #1
Chapter 6: Woaaaaw such a dramatic and... Unpredictable storyyyyyyyyy


Meskipun in the end sulli gak berakhir dengan myungsoo but cerita ini mind blowing banget
hanieychoi #2
Chapter 6: Aku suka, dengan endingnya. tak sangka jinri bertukar menjadi peran antagonis. tapi aku suka dengan ending cerita ni. you did a great job author. Keep writing.

Aku pikir endingnya sulli sama jongin atau myungsoo.
doraemon27 #3
Chapter 6: endingnyaaaaah
gak nyangka banget, ternyata sulli nya psikopat,
good job author :)
vanilla133 #4
Chapter 6: Aku pikir jinri akhirnya sama jongin/myungsoo malah sebaliknya. Ya udhla yg penting jinriku tetap selamat,bahagia dan waras akhirnya.
tikook #5
Chapter 6: lumayan bikin jantung deg2an.. good job authornim..
aliceeuu #6
Chapter 6: The plot tho oh god. Ga nyangka ternyata bakal berakhir kayak gini. Aku pikir ya kalau ga myungsoo ya jongin yang bakal sama sulli, but nah. Anyway ceritanya seru banget, jarang banget aku baca cerita yang bertema kayak gini nih.
seiranti
#7
Chapter 6: The plots really twists^^ ga nyangka endingny jd ky ginih! I thought tht sulli yg plg waras d cerita ini, tiba2 berubah jd psikopat in the end of the story.. But still i prefer sull wth myungsoo^^hehee
babbychoi
#8
Chapter 6: Apasih kak? Jinrinya gila banget
Aduh myungsooku wkwkw
no-w-here
#9
Chapter 6: Endingnya ga terlalu buruk.. meskipun aku lebih suka jinri sama myungsoo/jongin. Hahahaha...
Well, kita semua pasti shok sm berita tgl 6 kmrn.. tapi ini lebih baik kan? Terutama buat Jinri..
Bikin cerita lagi ya thor.. jgn lupa the truthnya dilanjutin. :))
doraemon27 #10
Chapter 5: nooooo, please jangan jadiin ini endingnya. aku masih penasaran gimana endingnya. ayolah author dilanjut ceritanya please, :(